Pagi hari Karina keluar dari kamar setelah mandi dan berpakaian rapi, namun kelopak matanya tampak sedikit menghitam lantaran dirinya tidak bisa semalaman karena memikirkan sikap Satria yang memilih tidur di kamar lain padahal mereka sudah resmi menjadi pasangan suami istri.
Karina bertemu dengan Mbak Yati yang sedang melakukan pekerjaan yakni membersihkan rumah. Karina yang menyadari bahwa rumah sebesar itu tampak sepi lantas menghampiri Mbak Yati.
“Mbak, kenapa rumah sepi sekali? Dimana Mas Satria dan Lintang?” tanya Karina pada Mbak Yati.
“Non Lintang baru saja berangkat ke sekolah, kalau Den Satria sudah pergi pagi-pagi sekali ke kandang sapi katanya ada orang yang mau membeli sapi hari ini!” jawab Mbak Yati menjelaskan.
“Non Karin sarapan dulu biar Mbak siapkan… ayo!” sambung Mbak Yati mengajak Karina keruang makan.
“Mbak Yati lanjutkan saja pekerjaannya, saya bisa sendiri!” Karina pun melangkah pergi keruang makan sendirian lantaran tak ingin merepotkan Mbak Yati yang sedang bekerja.
Karina melihat beberapa menu makanan yang sudah tersaji diatas meja makan kemudian tak lama Mbok Inah datang menghampirinya sambil membawa rantang yang sudah tersusun rapi dan berisikan makanan.
“Sarapan dulu, Non!” ucap Mbok Inah pada Karina sembari menarik kursi untuknya.
“Iya, terima kasih Mbok,” sahut Karina tersenyum, lalu duduk dan mulai mengambil makanan yang diinginkannya.
Mata Karina masih tertuju pada rantang yang baru saja sempat Mbok Inah letakkan diatas meja.
“Rantang itu isinya bekal makanan ya, Mbok?” tanya Karina sembari mengunyah makanan di dalam mulutnya.
“Iya, Non… bekal makanan untuk Den Satria karena tadi Den Satria tidak sempat sarapan soalnya buru-buru pergi ke peternakan!” jawab Mbok Inah menjelaskan pada Karina.
“Biasanya jam berapa Mas Satria pulang bekerja?” tanya Karina lagi ingin mengetahui aktivitas dari suaminya tersebut.
“Paling cepat pulangnya nanti sore, tapi kalau sedang banyak pekerjaan Den Satria pulangnya bisa larut malam!” jawab Mbok Inah lagi.
Mengetahui hal itu Karina lantas berpikir bahwa Satria tidak memiliki banyak waktu untuk berduaan dengan dirinya.
Tin! Tin!
Suara klakson sepeda motor pun terdengar jelas hingga keruang makan bahkan sampai membuyarkan pikiran Karina.
“Mbok, bekal makanan Den Satria mana!” suara teriakan lelaki yang memarkirkan motornya di halaman depan memanggil Mbok Inah.
“Ya, sebentar!” Mbok Inah pun meraih rantang yang tersusun rapi itu diatas meja.
“Siapa yang berteriak tadi?” tanya Karina pada Mbok Inah ketika hendak melangkah pegi.
“Namanya Raka, dia orang kepercayaannya Den Satria!” jawab Mbok Inah kemudian berlalu dengan membawa rantang itu.
Karina masih mengunyah makanan di dalam mulutnya, namun otaknya sedang berpikir mencari alasan agar dirinya bisa berduaan bersama Satria tanpa harus menunggu suaminya itu pulang kerumah.
Karina belum menghabiskan sarapannya, ia segera mengejar Mbok Inah yang hendak memberikan bekal makanan untuk Satria kepada Raka di halaman depan.
“Tunggu, Mbok!” seru Karina menghentikan langkah Mbok Inah.
“Ada apa, Non?” tanya Mbok Inah.
Karina mengambil rantang itu dari tangan Mbok Inah tepat di depan mata Raka yang akan membawakannya pada Satria di peternakan.
“Bekalnya biar saya yang membawanya untuk Mas Satria!” ucap Karina kemudian tersenyum seolah sedang menyapa Raka.
“Ayo Mas Raka antar saya ke tempat Mas Satria ya!” pinta Karina pada orang kepercayaan suaminya kemudian segera menghampiri sepeda motor yang terparkir disana.
Raka dan Mbok Inah tampak bingung dengan keinginan Karina saat itu.
“Raka, apa Den Satria tidak marah nanti kalau Non Karin menyusul kesana?” tanya Mbok Inah berbisik pada Raka tanpa sepengetahuan Karina.
“Entahlah, Mbok… tapi mau gimana lagi Non Karin kan istri dari majikan kita, masa iya kita melarangnya pergi?!” Raka pun balas berbisik pada Mbok Inah.
“Mas Raka, ayo kita pergi… nanti Mas Satria kelaparan loh!” seru Karina ngotot ingin diantar menemui Satria.
Mau tak mau Raka membonceng Karina dengan membawa bekal makanan untuk Satria yang sedang berada di peternakan. Sesampainya disana Raka dan Karina melihat Satria sedang mengawasi para pekerja yang sedang menaikkan sapi-sapi yang dibeli ke atas trus besar.
“Wah, suamiku ganteng banget!” Karina semakin tergila-gila melihat Satria yang tampak gagah berdiri disana.
Dengan langkah kakinya yang cepat Karina menghampiri Satria dengan membawa bekal makanan untuknya.
“Mas!” sapa Karina membuat Satria terkejut.
Satria menatap Karina yang melemparkan senyuman manis kepadanya, lalu kedua matanya tertuju pada rantang yang dibawa oleh istrinya tersebut.
“Bagaimana bisa dia sampai kesini?” tanya Satria dalam benaknya.
Satria mengalihkan pandangan matanya kepada Raka yang berusaha untuk kabur lantaran takut dimarahi olehnya karena membawa Karina ke peternakan. Sikap yang ditunjukkan dari orang kepercayaannya itu membuat Satria mengerti bahwa Karinalah yang ingin datang menemuinya disana.
“Kamu ngapain kesini?” Satria menunjukkan sikap dinginnya kepada Karina.
“Mengantar bekal makanan untuk Mas Satria!” jawab Karina dengan perasaannya yang sedang menggebu-gebu.
“Kamu tidak perlu repot-repot mengantarnya, biar Raka saja!” ucap Satria melarang istrinya itu.
Dengan sikap dingin yang ditunjukkan Satria saat itu membuat Karina merasa kesal dalam hatinya.
“Bukannya mengucapkan terima kasih dan mengajakku makan bersama, dia malah bersikap dingin seperti ini padaku bahkan dia juga melarangku… menyebalkan sekali dia!” Karina menggerutu di dalam hatinya sembari menatap Satria.
Satria mengambil rantang itu dari genggaman Karina.
“Raka!” seru Satria memanggil orang kepercayaannya itu.
“Ya, Den!” Raka segera menghampiri Satria.
“Tolong antar Karin pulang!” Satria memberikan perintahnya pada Raka.
“Tapi aku masih ingin disini sama Mas Satria!” Karina menolak.
“Kamu mau ngapain disini? Ini peternakan bukan mall!” kalimat yang Satria keluarkan membuat wajah Karina menjadi cemberut.
Satria merasa jengkel karena Karina tidak mau menurut kepadanya apalagi saat itu masih banyak pekerja disana yang sedang memperhatikan raut wajah Karina yang cemburut semantara Raka menjadi tidak enak hati karena berdiri di tengah-tengah kedua majikannya tersebut.Rasa serba salah yang sedang dirasakan Raka saat itu tiba-tiba saja menghilang ketika kedua matanya tanpa sengaja melirik seorang gadis yang berada tak jauh dari peternakan sapi milik Satria. Kebetulan saat itu Satria sedang melirik kearah Raka, lalu secepatnya Raka memberikan kode pada majikannya tersebut.“Raka, tolong lanjutkan pekerjaanku… awasi pekerjaan mereka!” titah Satria pada orang kepercayaannya itu.“Siap, Den!” sahut Raka menggantikan posisi Satria disana.“Ayo ikut aku!” Satria meraih tangan Karina bahkan menggenggamnya dengan erat kemudian mengajak Karina masuk ke dalam sebuah tempat yang menjadi ruang istirahatnya di peternakan itu.Sambil mengawasi para pekerja disana, Raka kembali melirik gadis yang baru sa
Setelah menyantap sebagian bekal makanannya, Satria hendak keluar untuk kembali melihat para pekerjanya yang sedang menaikkan sapi-sapi ke dalam truk untuk dijual ke kota.“Mas Satria mau kemana?” tanya Karina hendak berdiri dari kursi yang di dudukinya.“Kamu disini saja, aku mau lihat pekerja diluar,” sahut Satria sembari melangkah keluar dari ruangan itu.Karina berdecak kesal namun dirinya tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti perintah Satria karena bagaimana pun juga Karina tak mau membuat Satria semakin jengkel padanya dan akan mengusirnya dari peternakan itu.Karina menghela nafas lantaran merasa bosan menunggu Satria selesai bekerja kemudian kedua matanya tertuju pada wadah yang berisi sebagian nasi serta lauk pauk yang diberikan Satria untuknya.“Aaahh, aku lapar… lebih baik aku makan saja!” Karina pun menyantap makanan itu hingga habis.Hampir dua jam Karina menunggu Satria diruangan itu, namun Satria tak kunjung kembali. Karena bosan rasa kantuk pun menghampiri gadis m
Semua pekerja di peternakan itu menyoroti Satria yang sedang menggendong seorang gadis yang telah mengubah status dudanya. Satria menahan rasa malu saat itu, namun berbeda dengan Karina yang justru merasa sangat bahagia bahkan jantungnya berdegup kencang.Perlahan Satria memasukkan Karina ke dalam mobil tuanya yang sering ia gunakan. Ketika hendak menyalakan mesin mobilnya, Satria melirik Karina yang tampak memperhatikan mobilnya dengan raut wajah yang bingung.“Warga di desa ini tidak ada yang mempunyai mobil bagus seperti di orang-orang di kota… jangankan mobil bagus memiliki sepeda ontel saja mereka sudah bersyukur!” ucap Satria sengaja menyindir Karina yang terbiasa hidup mewah bersama orang tuanya di kota.“Aku juga bersyukur…” sahut Karina membuat Satria menoleh padanya.“Bersyukur karena memiliki suami yang tampan seperti Mas Satria!” sambung Karina sembari tersenyum lebar sementara Satria hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas panjang.Satria menjalankan mobi
Sepanjang perjalanan pulang kerumah Satria tampak diam dan hanya fokus menyetir mobil tuanya sementara Karina sedang sibuk berpikir untuk mencari topik agar dirinya bisa ngobrol dan akrab dengan Satria. Tak lama kemudian Karina teringat dengan sikap Sekar yang enggan membalas senyuman darinya.“Mas, cewek pemetik teh tadi siapa namanya?” tanya Karina pada Satria.“Cewek yang mana?” sebenarnya Satria tau siapa yang di tanya Karina saat itu padanya, namun ia pura-pura tidak tau.“Yang menemani si ibu yang sakit tadi!” ucap Karina menjelaskan.Satria diam dan kedua matanya tetap fokus ke depan seolah ingin mengabaikan pertanyaan dari istrinya itu.“Mas?!” tegur Karina sembari menepuk pundak Satria pelan.Satria menoleh sejenak pada Karina yang sedang menanti jawaban darinya.“Perkebunan teh itu memang milik keluargaku, tapi bukan berarti aku mengenal dan tau nama-nama dari setiap pekerja disana!” jawab Satria memilih untuk berbohong pada Karina, namun dirinya merasa penasaran mengapa Kar
“Dari mana kamu?” langkah kaki seorang gadis bernama Karina mendadak berhenti ketika mendengar suara sang ayah yang sedang memergokinya pulang di pagi hari, namun saat itu Karina bungkam dengan wajahnya yang tertunduk karena ketakutan.“Jawab Karin!!!” teriak Herdinan membuat Karina terkejut setengah mati dan rasa takut pun semakin menjadi-jadi.Ratih yang sejak semalam sangat khawatir pada putri bungsunya itu segera turun dari lantai atas setelah mendengar suara teriakan suaminya yang berasa dari arah dapur, begitu pula dengan Livia yang tidak tidur semalaman karena turut mengkhawatirkan adiknya.“Karin, dari mana kamu jam segini baru pulang? Kamu juga tidak pamit saat pergi semalam!” tanya Ratih yang akhirnya dapat bernafas lega setelah melihat putri bungsunya kembali dalam keadaan baik-baik saja.Karina melirik Livia yang berdiri di samping Ratih saat itu, ia berharap sang kakak mau membantunya agar terhindar dari amukan sang ayah, namun sayang Livia pun tak bisa berbuat apa-apa kar
Di dalam kamarnya Karina gemetar ketakutan karena mendengar suara ayahnya yang sangat marah dengannya sampai dirinya pun tersentak kaget ketika mendengar suara pintu terbuka lantaran mengira bahwa yang masuk ke dalam kamar adalah ayahnya, namun ternyata Livia.Livia kembali mengunci pintu kamar itu, lalu menghampiri Karina yang duduk di tepi ranjang. Saat itu wajah Karina memang tampak pucat setelah muntah-muntah.“Karin, apa benar kamu hamil dengan Robi?” tanya Livia pada adiknya itu.Karina bungkam dan tak berani membalas tatapan mata kakaknya.“Jawab Kakak, Karin!” seru Livia memaksa.“Iya!” sahut Karina kemudian memalingkan wajahnya dari tatapan sang kakak.“Astaga, Karin….” Livia pun terduduk lemas mendengar pengakuan dari Karina barusan yang membuatnya benar-benar kecewa.Karina merebahkan tubuhnya diatas ranjang, lalu menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.“Kakak keluar saja, aku ingin sendiri!” ucap Karina mengusir Livia keluar dari kamarnya.Sebenarnya Livia merasa
Karina yang sudah sampai di sekolah tampak menunggu kedatangan Robi di pintu gerbang sekolah dengan perasaan yang sangat gelisah, dirinya merasa begitu yakin bahwa Robi marah kepadanya karena ia tidak bisa menepati janjinya untuk melihat balapan motor yang dilakukan Robi semalam.“Robi pasti marah karena aku tidak datang untuk melihat balapan motornya semalam…” gumam Karina mondar-mandir saat menunggu kedatangan Robi di depan gerbang sekolah.“Ck, ini semua gara-gara kakak karena menghalangiku pergi semalam… dia juga mengurungku di dalam kamar, untung saja tadi pagi aku dengar si mbak lagi beberes diruangan dekat dengan kamarku, jadi aku bisa keluar lebih pagi untuk pergi ke sekolah sekalian menghindar menggunakan testpack yang kakak berikan semalam!” Karina terus bergumam sendirian disana.Ketika bel masuk sekolah sudah berbunyi Karina tak kunjung melihat kedatangan Robi disana, kegelisahannya pun semakin mencuat.“Apa mungkin dia bolos sekolah lagi?” tanya Karina dalam hatinya sembar
Karina hendak masuk ke dalam kamarnya, namun tiba-tiba ia mendengar suara jeritan salah satu pembantu dirumahnya, ia pun kembali untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di lantai bawah.“Ibu!!!” Karina memekik kaget saat melihat tubuh ibunya tergeletak di lantai.Semua orang panik dengan kondisi Ratih yang tak sadarkan diri secara tiba-tiba, lalu dengan waktu yang bersamaan Herdinan baru saja pulang dari kantor untuk makan siang. Mendengar kondisi Ratih, ia segera pergi melihatnya di kamar.“Apa ini?” Herdinan tak sengaja melihat sesuatu yang masih berada di dalam genggaman Ratih.Betapa terkejutnya Herdinan ketika melihat testpack itu, lalu dengan cepat ia menoleh pada Karina.“Kurang ajar!!!” teriak Herdinan membuat semua orang terkejut begitupula dengan Karina.Pllaaakk!!!Telapak tangan Herdinan kembali mendarat di wajah Karina dan kali ini cukup keras sehingga meninggalkan bekas merah.“Ini pasti punyamu, kan!!!” teriak Herdinan lagi sembari melemparkan testpack itu pada Karina y