Amora harus menelan pil pahit menggantikan adik tirinya menikah dengan Aiden Reficco—sosok pria yang tak dia kenali. Semua bermula dari perjanjian kakek dan nenek mereka, perjodohan harus terjadi. Bayangan memiliki keluarga harmonis dan hidup bahagia dengan pria yang dicintai langsung lenyap di kala Amora dipaksa menjadi seorang pengantin pengganti. Aiden yang menerima perjodohan awalnya bahagia pengantinnya melarikan diri. Namun di kala Aiden mendengar kakak tiri dari calon pengantinnya menggantikan, membuatnya sangat marah dan membenci Amora. Sejak awal, Aiden tak pernah menginginkan perjodohan yang telah diatur oleh keluarganya. Amora sosok yang lemah lembut dan baik, sedangkan Aiden sosok yang dingin dan kejam. Dua manusia yang berbeda sifat ini dipersatukan dengan cara terpaksa. Lantas, bagaimana kelanjutan kisah mereka? Terlebih mereka tak saling mengenal. *** Follow me on Ig: abigail_kusuma95
Lihat lebih banyak“Amora, kau harus menggantikan Trice menikah dengan putra dari keluarga Reficco.”
Mata Amora membulat sempurna akibat keterkejutannya, mendengar ucapan Nolan, sang ayah. Tubuhnya membeku tak berkutik sama sekali. Kalimat yang lolos di bibir ayahnya seperti hantaman keras ke kepalanya.
Bibir Amora bergetar. “Dad, b-bagaimana bisa kau memintaku menggantikan Trice?”
“Apa kau tidak lihat Trice melarikan diri?!” Nolan membentak keras seraya menunjukkan surat yang ditinggalkan oleh Trice. Surat itu berisikan tentang permintaan maaf Trice mundur di hari pernikahan. Bahkan Trice—adik tiri Amora—tidak memberikan alasan kenapa mundur di hari pernikahan.
Amora menelan salivanya susah payah dengan mata berkaca-kaca. “Dad, kita bisa mencari Trice. Kita bisa berusaha untuk—”
“Usaha macam apa yang kau maksud, Amora?! Upacara pernikahan sebentar lagi akan dimulai! Dan kau masih berpikir untuk mencari Trice?! Kau sengaja ingin mempermalukan keluarga kita, hah?!” bentak Nolan keras.
Air mata jatuh membasahi pipi Amora. Wanita cantik itu seakan merasakan dunianya hancur. Dia dipaksa menjadi pengantin pengganti adik tirinya yang melarikan diri. Hal yang paling gila adalah Amora bahkan tidak mengenal putra dari keluarga Reficco.
“D-Dad, a-aku mohon kita pasti akan menemukan solusi,” lirih Amora berharap ayahnya tidak lagi memaksa dirinya.
Nolan mengembuskan napas kasar. “Ya, solusinya adalah kau menjadi pengganti Trice!” Pria paruh baya itu menatap make-up artist yang tak jauh darinya. “Segera rias putriku yang ini! Dia akan menjadi pengganti Trice!”
Sang make-up artist dibuat terkejut, tapi tak bisa membantah. Detik selanjutnya, team dari make-up artist membawa Amora untuk segera dirias. Tampak tidak ada perlawanan dari Amora. Hanya air mata wanita itu yang menunjukkan kerapuhannya.
***
Suasana gaduh menyelimuti ballroom hotel megah. Para keluarga dan tamu undangan sudah mendengar mempelai wanita melarikan diri. Aiden—sang mempelai pria—sedikit menyingkir. Pria berperawakan tampan dan gagah itu lega mendengar mempelai wanita melarikan diri. Namun, sialnya sekarang Aiden dihadapkan kenyataan bahwa Amora North menjadi pengantin pengganti dari wanita yang sebelumnya dijodohkan oleh Aiden.
“Dad, kau bercanda? Kemarin kau memintaku menikah dengan Trice, sekarang kau memintaku menikah dengan Amora, kau pikir pernikahan itu sebuah permainan?!” seru Aiden dengan nada emosi pada Drew—sang ayah.
Drew tampak gelisah. “Aiden, tidak ada jalan lain. Pernikahan ini tetap harus dilanjutkan meski Trice melarikan diri. Amora North juga sangat cantik. Dia putri sulung di keluarga North.”
Aiden tersenyum sinis. “Amora North. Maksudmu wanita yang lahir dari hasil hubungan gelap itu menjadi istriku? Di mana letak jalan pikiranmu, Dad?! Bagaimana bisa kau mengizinkanku menikah dengan anak haram!”
Drew berdecak tak suka. “Aiden jangan bicara seperti itu! Sekalipun Amora bukan lahir dari hubungan sah, tapi dia tetap putri keluarga North! Perjanjian yang dibuat kakek dan nenek kalian sudah sangat jelas. Kau harus menikah dengan putri keluarga North!”
Aiden mengumpat kasar mendengar jawaban sang ayah. Tanpa ingin berkata, dia berjalan kembali menuju altar. Dia berdiri dengan wajah yang menunjukkan jelas emosi tertahan. Para tamu undangan semua berbisik bertanya-tanya. Sebab rumor tentang mempelai wanita melarikan diri sudah terdengar.
Suara alunan musik menandakan mempelai wanita masuk. Tatapan Aiden menatap dingin Amora berjalan menuju altar bersama dengan ayahnya. Dari kejauhan, Aiden sedikit menangkap mata sembab Amora. Pria tampan itu yakin bahwa Amora dipaksa dalam pernikahan gila ini.
Tiba saatnya Nolan berdiri di depan Aiden, menyerahkan tangan Amora pada pria tampan itu sambil berkata, “Jagalah putriku.”
Tidak ada kata yang direspon oleh Aiden. Nolan tetap pergi meninggalkan altar.
Amora yang tangannya digenggam Aiden, tak berani menatap pria itu. Dia hanya menunduk, sedangkan Aiden terus melayangkan tatapan dingin penuh kebencian pada Amora.
Upacara pernikahan dimulai …
“Tuan Aiden Reficco, apakah Anda bersedia menerima Nona Amora North sebagai istri Anda, dalam suka maupun duka hingga maut memisahkan kalian,” ucap sang pastor pada Aiden.
Aiden memejamkan mata singkat, kemudian menjawab dengan nada penuh paksaan, “Ya, saya bersedia.”
“Nona Amora North, apakah Anda bersedia menerima Tuan Aiden Reficco sebagai suami Anda, dalam suka maupun duka hingga maut memisahkan kalian,” ucap sang pastor pada Amora.
Hati Amora bergetar mendengar pertanyaan sang pastor. Dia ingin segera terbangun dari mimpi buruknya. Namun ini semua adalah kenyataan, bukan mimpi buruk yang diinginkan Amora.
“Nona Amora?” tegur sang pastor di kala Amora tak menjawab.
Amora gelapan, tak sengaja menatap Nolan yang sudah melayangkan tatapan tajam padanya. “Y-ya, s-saya bersedia.”
“Ulangi setelahku,” ucap sang pastor—lalu Aiden lebih dulu mengulangi ucapan sang pastor.
“Saya, Aiden Reficco, mengambil engkau Amora North sebagai istriku untuk saling memiliki dan menjaga, dalam keadaan susah atau senang, dalam keadaan kekurangan atau berkelimpahan—dan dalam keadaaan sakit atau sehat. Aku berjanji di hadapan Tuhan dan para saksi, untuk selalu mengasihi dan menghargai engkau, sampai maut memisahkan kita.”
Air mata Amora sudah membendung di mata indahnya. Pernikahan impiannya bukan seperti ini. Akan tetapi dia di hadapkan dengan kenyataan harus menikah dengan pria yang tidak dia kenal.
“Saya, Amora North, mengambil engkau Aiden Reficco sebagai suamiku untuk saling memiliki dan menjaga, dalam keadaan susah atau senang, dalam keadaan kekurangan atau berkelimpahan—dan dalam keadaan sakit atau sehat. Aku berjanji di hadapan Tuhan dan para saksi, untuk selalu mengasihi dan menghargai engkau sampai maut memisahkan kita.”
Setelah pembacaan janji pernikahan, pastor mensahkan mereka sebagai suami istri—lalu mengucapkan, “Apa yang sudah dipersatukan oleh Tuhan, tidak bisa dipisahkan oleh manusia. Sekarang pengantin pria dan pengantin wanita silakan bertukar cincin.”
Aiden memakaikan cincin pernikahan ke jari manis Amora, bergantian dengan Amora yang memakaikan cincin ke jari manis Aiden. Setelah sesi bertukar cincin, sang pastor berucap mempersilakan pengantin pria dan pengantin wanita untuk berciuman.
Aiden enggan untuk mencium Amora, tapi pria tampan itu mendapatkan tatapan penuh peringatan dari sang ayah. Dengan penuh rasa terpaksa, Aiden membuka selubung kain tile, yang menutupi wajah Amora—tetapi seketika pria tampan itu terpaku melihat wajah Amora dengan jelas dari dekat. Riasan tipis berada memoles wajah cantik wanita itu.
Aiden masih hanyut akan tatapannya pada Amora. Hingga beberapa detik kemudian, pria itu menepis pikirannya. Buru-buru, Aiden hanya memberikan kecupan singkat di bibir Amora tanpa sama sekali adanya lumatan ciuman.
Suara tepuk tangan riuh terdengar. Seluruh keluarga dan tamu undangan dibuat terkejut karena pengantin yang berganti. Namun, meski demikian semua mengucapkan selamat untuk Aiden dan Amora yang telah resmi menjadi suami istri.
Tubuh Amora masih membeku mendapatkan kecupan bibir oleh Aiden. Ciuman pertamanya telah dirampas oleh pria yang sama sekali tidak dia cintai. Amora merupakan wanita kuno yang selalu menghindari kaum adam. Namun sekarang dia tidak bisa memiliki daya apa pun, karena telah resmi menikah dengan pria yang seharusnya menjadi adik iparnya.
“A-Aiden—” Lidah Amora kelu tidak sanggup berkata-kata.
Aiden mendekatkan bibirnya ke telinga Amora dan berbisik tajam, “Pernikahan ini hanya terpaksa! Jangan pernah kau menganggap lebih!”
Tatapan Aiden semakin tajam dan dingin, mendengar pertanyaan konyol Amora. Aura wajah pria itu menunjukkan jelas tampak kesal, tapi semua ditahan tak langsung diledakan. “Cemburu? Apa kau sudah tidak waras menanyakan pertanyaan konyol itu?” seru Aiden dengan nada marah. Amora gelagapan melihat kemarahan Aiden. “A-Aiden, a-aku hanya bertanya saja. A-aku menceritakan pada Enola tentang kemarahanmu, dan Enola bilang kau cemburu. Apa itu benar?” Aiden memejamkan mata singkat. “Kenapa kau harus bercerita pada Enola, Amora?!” “Aku hanya meminta penadapat pada Enola saja, Aiden. A-aku bingung tadi kau bilang aku murahan. Jadi, aku meminta pendapat pada Enola,” kata Amora sedikit panik. Aiden mendecakkan lidahnya. “Kau meminta pendapat pada Enola, dan karyawanmu itu sama bodohnya denganmu! Aku mengatakan kau murahan, karena kau terlalu ramah pada pria! Harusnya kau memberikan batasan!” Mata Amora mengerjap beberapa kali. “Apa aku harus melayani pelanggan dengan nada ketus?” Aiden meng
Enola keluar dari dapur, membawakan satu kopi hitam, dan satu kopi susu yang dipesan oleh Amora. Namun, saat dia melangkah keluar tatapannya menatap Amora muram, dan tidak ada Aiden. “Nyonya Amora? Ke mana Tuan Aiden?” tanya Enola sopan, sembari meletakan minuman yang dia buat ke atas meja. Amora menghela napas panjang. “Aiden sudah pergi. Dia marah padaku.” “Marah pada Anda?” ulang Enola memastikan. Amora mengangguk. “Iya, Aiden marah padaku, Enola. Dia bilang aku murahan.” Kening Enola mengerut dalam. “Maaf, jika saya lancang, tapi kenapa Tuan Aiden mengatakan Anda murahan?” Amora duduk di kursi, seraya menopang dagu. “Aku tadi melayani pelanggan. Menurutku, aku hanya tersenyum ramah pada pelanggan. Tapi, Aiden mengatakan aku murahan. Aku memberikan senyuman yang menggoda pelanggan.” Enola semakin bingung. “Tunggu, Nyonya, apa pelanggan yang Anda layani seorang pria?” Amora kembali mengangguk. “Iya, pelanggan pria. Dia mencari bunga untuk orang yang dia cintai. Dia juga bil
Pagi menyapa, Amora bersiap-siap untuk pergi ke toko bunganya. Rasanya sudah lama dia tak mengunjungi toko bunganya. Pun sekarang dia sudah menyiapkan oleh-oleh untuk karyawannya. Hatinya senang, karena bisa kembali menjaga toko. “Aiden, aku berangkat ke toko bungaku dulu, ya?” pamit Amora dengan riang, seraya menatap Aiden. “Aku akan mengantarku,” ucap Aiden dingin, dan sontak membuat Amora terkejut. Mata Amora melebar. “Kau akan mengantarku? Kenapa, Aiden?” “Memangnya kenapa jika aku mengantarmu? Ada yang salah?” balas Aiden tak ramah. Amora menghela napas dalam. “Bukan seperti itu, aku hanya bingung saja. Hari ini kau harus ke kantor, kan?” “Aku tidak ingin kau membuat masalah. Aku akan mengantarmu ke toko bunga, lalu aku akan ke kantorku.” “Kau bisa terlambat, Aiden.” “Aku pemilik perusahaan.” “Aiden, tapi—” “Amora, kenapa kau keras kepala sekali? Sudahku katakan, aku akan mengantarmu, maka artinya aku mengantarmu! Jangan keras kepala!” seru Aiden dengan nada tinggi. A
Aiden menatap dingin Richard yang muncul di hadapannya. Ya, tepat di kala Richard muncul, Colby langsung pamit undur diri. Asisten Aiden itu tak ingin mengganggu percakapan tuannya. “Well, kau masih tidak berubah, Aiden,” ucap Richard, sambil duduk di depan Aiden. “Gengsi mengaku cinta, huh?” ledeknya pada sepupunya itu. “Ada apa kau ke sini?” Aiden tak suka berbasa-basi, dia langsung menanyakan maksud dan tujuan sepupunya mendatanginya. Richard terkekeh. “Aku baru pulang dari luar negeri, dan aku dengar kau juga baru saja kembali dari Hong Kong, begini cara menyambut sepupumu? Ck! Sangat tidak sopan.” Aiden mendecakkan lidahnya. “Cepat katakan, ada apa kau ke sini?” Aiden yakin bahwa pasti ada sesuatu hal yang diinginkan oleh sepupunya itu. Dia sudah sangat mengenal dengan baik sepupunya. Meski bukan saudara kandung, tapi hubungannya dengan Richard terbilang sangat dekat. Aiden menyilangkan kaki kanan, dan bertumpu ke paha kiri. “Kau memang cerdas. Kau mampu membaca tujuanku k
New York, USA. Hiruk pikuk New York menyambut semua orang yang tiba di kota bisnis Amerika itu. Banyak turis asing yang berdatangan, dan tak sedikit pula banyak orang yang ingin tinggal di pusat kota bisnis Amerika. Orang berlalu lalang cepat, dan memakai coat tebal untuk melindungi tubuh dari cuaca dingin New York City. Amora yang baru saya tiba di New York, sejak tadi tak luput melihat banyak orang yang berlalu lalang. Tinggal di kota bisnis sudah taka sing lagi di matanya menatap pemandangan yang ada. Hanya berbeda nuansa di kala Amora berada di Hong Kong. Ya, Amora menemani Aiden di Hong Kong hanya sebentar saja. Jujur, dia sangat suka berada di Hong Kong. Apalagi sebelum pulang, dia sempat mampir sebentar ke Macau—yang terkenal dengan pusat perjudian di Asia. Nuansa yang tetap memiliki ciri khas berbeda dari Las Vegas. Namun, Amora tidak bisa berlama-lama. Aiden sudah harus kembali ke New York, karena pekerjaan yang padat. Sementara Amora yang ingin sekali berlibur lebih lam
Jadwal Aiden di Hong Kong cukup padat di waktu yang sangat singkat. Hari terakhirnya di Hong Kong, dia memiliki meeting di salah satu restoran ternama. Namun, kali ini dia mengajak Amora. Pria tampan itu tak mau mengambil risiko lagi meminta Amora menunggu di hotel. Tidak ada yang bisa Amora lakukan selain patuh. Selama meeting berlangsung, wanita itu duduk dengan tenang sambil menikmati makanan yang terhidang. Ya, dia menyadari kesalahannya, dan dia juga sudah berjanji tak akan membuat masalah. Saat meeting sudah berakhir, Aiden mengantar rekan bisnisnya keluar restoran. Sementara Amora pergi ke toilet. Wanita itu mengantre, karena di toilet wanita penuh. Akan tetapi, di kala dia sedang mengantre, tiba-tiba saja dia melihat sosok wanita berambut pirang. Amora terkejut melihat sosok wanita yang sangat dia kenali. Dia mendekat, mengejar bayangan wanita itu, tapi arah wanita itu menuju keluar restoran tepatnya ke lorong gelap sebelah kanan. Detik itu juga, tanpa pikir panjang, dia b
Tubuh Amora membeku melihat Aiden menarik tangannya. Dia sama sekali tidak menyangka Aiden berada di hadapannya. Yang dia tahu Aiden memiliki meeting, tapi kenapa sekarang Aiden menyusulnya? Otak Amora berusaha mencerna semua ini. “Siapa kau?!” bentak pria berkulit hitam itu, kesal pada Aiden yang menjadi pengganggu. Aiden menatap tajam pria berkulit hitam itu. Postur tubuhnya sama seperti pria berkulit hitam itu. Dia memiliki tubuh yang tinggi dan tegap, serta otot yang keras. Tak heran jika Amora tak bisa berontak, karena memang tinggi Aiden dan tinggi Amora berbeda cukup jauh. “Enyah kau dari hadapanku, sebelum aku menghabisimu,” desis Aiden tajam, dan tak main-main. Pria tampan itu terlihat tenang, tapi sorot matanya sangat tajam, dan sangat menakutkan. Pria itu tersenyum sinis. “She’s mine. Jangan ganggu kami.” Amarah Aiden semakin menjadi, bagaikan tersulut oleh bara api panas di kala pria hitam itu mengaku-aku bahwa Amora adalah miliknya. Aiden melepaskan tangannya yang me
Sham Shui Po, Kowloon, Hong Kong. Amora tersenyum melihat kepadatan pasar Sham Shui Po. Pasar di Kawasan Kowloon Hong Kong, dengan kondisi pasar benar-benar sederhana. Bibir Amora sampai menganga terkejut melihat harga yang terpampang di toko-toko sangat murah. USD yang Amora bawa jika ditukar HKD maka pasti akan sangat banyak. “Oh, My God! Di New York tidak ada pakaian semurah ini,” seru Amora antusias. Amora memang lahir dari keluarga yang berkecukupan. Meskipun bukan dari hubungan resmi, tapi Amora hidup bisa dikatakan layak walau tidak seperti adik tirinya. Perbedaan Amora dengan Trice adalah Amora menyukai hal-hal sederhana, sedangkan Trice menyukai hal-hal yang mewah. Seperti saat ini Amora lebih menyukai datang ke tempat tradisional di Hong Kong, daripada dia harus datang ke pusat Mall ternama di Hong Kong. Awalnya Amora tak sengaja melihat di internet daftar tempat menjual pakaian murah, dan ternyata hotel yang dipilih Aiden tidak terlalu jauh ke pasar tradisional ini. Hal
Musim dingin di Hong Kong tidak sedingin musim dingin di New York. Langit di Hong Kong sudah gelap. Awan mengumpul menjadi satu sangat indah. Amora mendongak, menatap indahnya awan di Hong Kong. Wanita cantik itu berdiri di balkon kamar sebentar, lalu melangkah menuju ranjang, dan membaringkan tubuhnya ke ranjang. Pikiran Amora sejak tadi memikirkan tentang Aiden. Dia mencari tahu tentang Aiden di internet, tapi dia tidak menemukan jejak digital tentang Aiden yang menjalin hubungan dengan wanita mana pun. Padahal dengan apa yang dimiliki oleh Aiden, pastinya memudahkan Aiden mendapatkan wanita cantik. Amora bergelut dalam pikirannya, ditambah perkataan ibu tirinya membuatnya menjadi tidak tenang serta gelisah. Jika saja dia berada di New York, sudah pasti dia akan bertanya pada ibu tirinya lagi, apa maksud ucapan ibu tirinya yang mengatakan Aiden tidak normal. “Apa yang kau pikirkan?” tanya Aiden sontak membuat Amora terkejut, dan membuyarkan lamunannya. “I-iya, Aiden?” Amora mena
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen