Karina hendak masuk ke dalam kamarnya, namun tiba-tiba ia mendengar suara jeritan salah satu pembantu dirumahnya, ia pun kembali untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di lantai bawah.
“Ibu!!!” Karina memekik kaget saat melihat tubuh ibunya tergeletak di lantai.
Semua orang panik dengan kondisi Ratih yang tak sadarkan diri secara tiba-tiba, lalu dengan waktu yang bersamaan Herdinan baru saja pulang dari kantor untuk makan siang. Mendengar kondisi Ratih, ia segera pergi melihatnya di kamar.
“Apa ini?” Herdinan tak sengaja melihat sesuatu yang masih berada di dalam genggaman Ratih.
Betapa terkejutnya Herdinan ketika melihat testpack itu, lalu dengan cepat ia menoleh pada Karina.
“Kurang ajar!!!” teriak Herdinan membuat semua orang terkejut begitupula dengan Karina.
Pllaaakk!!!
Telapak tangan Herdinan kembali mendarat di wajah Karina dan kali ini cukup keras sehingga meninggalkan bekas merah.
“Ini pasti punyamu, kan!!!” teriak Herdinan lagi sembari melemparkan testpack itu pada Karina yang tidak menduga ayahnya akan melihat langsung testpack yang sebenarnya bukan miliknya.
“Mas…” Ratih siuman dan memanggil Herdinan.
Herdinan yang sedang naik pitam memilih untuk memeluk Ratih dengan erat guna menahan dirinya agar tidak membunuh Karina yang sudah membuat dirinya merasa sangat kecewa.
“Karin, keluar!” dengan suaranya yang masih lemah, Ratih ingin Karina menjauh dari Herdinan.
Karina lantas beranjak keluar dari kamar orang tuanya itu, ia mengusap wajahnya yang terasa panas akibat tamparan keras yang diberikan oleh ayahnya. Karina menghela nafas dan wajahnya tampak begitu sedih.
“Hanya dengan cara ini ayah dan ibu mau merestui hubunganku dengan Robi!” ternyata keegoisan Karina jauh lebih besar meskipun dirinya tak sanggup melihat kesedihan yang terpancar diwajah kedua orang tuanya.
Beberapa hari setelah kejadian itu suasana rumah kembali seperti biasa seolah tidak terjadi apa-apa. Karina mulai bingung dengan kedua orang tuanya yang tak kunjung membahas perihal hubungannya dengan Robi meskipun dirinya sudah meyakinkan mereka dengan testpack itu. Karina pun memutuskan untuk mencari tau dengan mendatangi Livia.
“Ada apa?” tanya Livia pada Karina yang menerobos masuk ke dalam kamarnya.
“Ayah dan ibu tidak membahas apapun setelah tau aku sedang hamil!” celetuk Karina membuat pandangan mata Livia mengarah pada perutnya yang rata.
“Lusa nanti ayah dan ibu akan mengajak kita pergi mengunjungi seseorang di desa!” ucap Livia pada Karina.
“Siapa? Memangnya kita punya kerabat disana?” tanya Karina penasaran.
“Mana aku tau!” jawab Livia kembali membuka laptopnya.
Karina merebahkan tubuhnya diatas ranjang tidur Livia, ia menatap langit-langit kamar dan membayangkan wajah kekasihnya.
“Kak, aku mencintai Robi!” ucap Karina yang memang sudah terbiasa curhat pada Livia.
“Masih kecil bicara cinta!” celetuk Livia.
“Ah, Kakak payah!” Karina pun berlalu keluar dari kamar Livia.
Livia membiarkan adiknya berlalu begitu saja dari kamarnya.
“Aku harus mencari Robi!” Livia ingin mencari tau kebenarannya lantaran dirinya masih belum percaya bahwa Karina sedang hamil meskipun sudah melihat testpack yang diberikan Herdinan beberapa hari lalu.
Dengan terpaksa Livia membohongi kedua orang tuanya dengan mengatakan bahwa dirinya akan menginap dirumah temannya untuk menyelesaikan tugas kuliah, namun pada kenyataannya Livia pergi mencari Robi di lokasi balapan motor.
“Robi!” Livia memanggil kekasih adiknya yang baru saja menang dalam mengikuti balapan motor.
Robi mengetahui bahwa Livia adalah kakak dari Karina. Walaupun merasa bingung dengan kehadiran Livia disana, namun Robi tetap menghampirinya.
“Ada apa?” tanya Robi dengan kedua matanya seolah ingin mencari keberadaan Karina.
“Aku datang kesini sendirian, tidak dengan Karina!” ujar Livia.
“Oh!” Robi tak segan menunjukkan sikapnya yang slengean di depan Livia.
“Karina hamil!” ucap Livia secara tiba-tiba.
“Haaahh???” Robi terkejut setengah mati mendengarnya.
Livia menatap curiga pada Robi yang masih terperanjat karena mendengar ucapannya barusan.
“Dia hamil denganmu, kan?!” ucap Livia lagi.
“Astagfirullah!!!” Robi si lelaki urakan lantas istighfar saking kagetnya.
“Mana mungkin aku menghamili Karina!” ucap Robi menyangkal tuduhan dari Livia.
“Jadi kamu tidak mau bertanggungjawab?!” Livia menjadi berang kepada Robi.
“Aku memang cowok brengsek, tapi aku tidak pernah melakukan hal diluar batas bersama Karina!” Robi pun turut kesal karena di tuduh menghamili Karina.
Tatapan Livia sama sekali tidak berubah terhadap Robi dan terus mencurigainya.
“Terserah mau percaya atau tidak!” Robi pun berlalu begitu saja.
“Hei, aku belum selesai bicara!!!” teriak Livia kesal karena Robi pergi begitu saja dengan motornya.
Hari ini Karina tidak diizinkan pergi kemanapun termasuk ke sekolah, ia hanya berdiam diri di dalam kamarnya. Beberapa pesan tiba-tiba masuk ke ponselnya berupa foto-foto Robi yang sedang bermesraan bersama gadis lain yakni musuh bebuyutannya di sekolah.
“Robi?!” tangan Karina gemetar melihatnya.
Karina memutuskan untuk menyelinap keluar dari rumahnya demi mencari keberadaan Robi. Setelah mencari-cari akhirnya Karina menemukan Robi yang sedang duduk bersama teman-temannya di sebuah café. Ketika Karina ingin menghampiri Robi, tiba-tiba seorang gadis datang dan saling merangkul mesra disana.
“Robi!!!” pekik Karina dengan marah.
Robi kaget dan segera melepaskan rangkulannya pada gadis yang menjadi selingkuhannya ketika tertangkap basah oleh Karina, ia beranjak dari tempat duduknya untuk mengejar Karina.
“Karina, dengar penjelasanku-”
Pllaakk!!!
Karina menampar Robi karena saking emosinya.
“Dasar brengsek! Aku membencimu!” teriak Karina mengumpat Robi sambil menangis.
“Ya, aku memang cowok brengsek!” teriak Robi kesal karena tak terima di tampar oleh Karina di depan umum.
“Selama ini aku selingkuh dengan banyak perempuan karena kamu jarang menemaniku… orang tuamu yang kuno itu selalu mengurungmu dirumah!” sambung Robi lagi.
“Diam!!!” teriak Karina semakin kesal hingga memukuli Robi dengan tasnya.
Setelah puas memukuli Robi, Karina pergi sambil menangis.
“Pergi sana! Aku tidak perduli!” Robi cepat-cepat kembali masuk ke dalam café itu lantaran malu dengan perbuatan Karina kepadanya.
Karina pulang dengan mata sembab serta perasaannya yang begitu hancur setelah memergoki kekasihnya yang telah selingkuh darinya. Ratih dan Livia tentu saja bertanya kepada Karina, namun ia hanya diam saja dan memilih untuk mengunci dirinya di dalam kamar.“Kupikir Robi mencintaiku, tapi ternyata dia selingkuh!” Karina ngedumel sendirian setelah menyadari bahwa lelaki yang selama ini ia bela mati-matian ternyata tega mengkhianati dirinya.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu terdengar dari luar.“Karin, ini Ibu!” ucap Ratih dengan suaranya yang lembut.Karina membuka pintu kamarnya untuk Ratih, kedua matanya yang masih sembab tak bisa ia sembunyikan dari ibunya tersebut.“Besok pagi kita pergi untuk mengunjungi seseorang,” ucap Ratih pada Karina.“Mengunjungi siapa?” tanya Karina pada Ratih yang tampak sedikit bingung untuk menjawabnya.“Kamu akan menikah disana!” suara Herdinan membuat Ratih dan Karina menoleh kearah pintu.“Hah? Nikah?” Karina masih belum mengerti hal yang diucapkan sa
Karina berdiri tempat di samping Herdinan hanya karena ingin menatap sang duda tampan dari jarak dekat. Jantung Karina berdegup kencang ketika dirinya saling bertatapan dengan sang duda yang akan menikahinya tersebut.“Hai, aku Karina!” tanpa segan kepada sang ayah, Karina langsung mengulurkan tangan kanannya untuk berkenalan dengan sang duda tampan.Herdinan kaget melihat sikap putri bungsunya bahkan dirinya merasa malu kepada lelaki yang sebentar lagi akan menjadi menantunya itu.“Satria…” suara berat sang duda langsung menggetarkan hati Karina.“Oh my gosh! Tidak hanya tampangnya saja yang keren, tapi suaranya juga… bikin aku jadi tambah klepek-klepek deh!” seru Karina dalam hatinya sembari terus menatap Satria.“Eeheerrmm!!!” Herdinan sengaja mendehem agak keras untuk menyadarkan Karina, namun ternyata tidak berhasil hingga dengan terpaksa ia mencubit lengan putrinya tersebut.“Aaww!” pekik Karina saat Herdinan mencubit lengannya.Herdinan melotot kesal pada Karina agar Karina tid
Usai berdandan dengan cantik Karina pun segera keluar dari kamar dan mencari keberadaan Satria, ia ingin mendekati Satria yang akan segera menjadi suaminya.“Kakak cantik cari siapa?” Lintang tiba-tiba muncul dari belakang saat Karina mencari keberadaan Satria diruang tengah.Karina berbalik kemudian tersenyum kepada Lintang yang tampak manis dan menggemaskan.“Aku sedang mencari calon suamiku yang tampan itu! Apa kau tau dimana dia?” tanya Karina sembari berjongkok dihadapan Lintang.“Om Satria sedang pergi, tapi Lintang tidak tau Om Satria perginya kemana…” jawab Lintang.“Kakak cantik, rambutnya panjang… Lintang suka!” sambung Lintang ingin sekali memiliki rambut panjang sepunggung seperti Karina.“Rambut Lintang juga bagus!” balas Karina mengelus rambut ikal Lintang.Tak lama kemudian sebuah mobil sampai di halaman depan, Lintang berlari ke pintu utama untuk melihat siapa yang datang.“Itu Om Satria!” seru Lintang membuat Karina bersemangat saat mengetahui bahwa pujaan hatinya tel
Setelah akad nikah Karina, Ratih dan Livia duduk bersama warga desa yang menjadi saksi pernikahan, mereka berbincang ringan untuk saling mengenal lantaran Karina akan menetap di desa itu saat menjadi istri Satria.Sementara itu Herdinan dan Satria berada di sebuah ruangan lain untuk membicarakan perihal penting mengenai Karina secara empat mata. Saat itu Herdinan seakan kehilangan muka di depan Satria mengingat kondisi putrinya yang terpaksa dinikahkan karena hamil tanpa dirinya mengetahui bahwa putri bungsunya tersebut telah berbohong kepadanya.“Satria, sebenarnya saya malu dengan pernikahan ini, tapi saya tidak tau lagi harus berbuat apa dengan kondisi Karina sekarang.” ucap Herdinan yang telah kehilangan muka dihadapan Satria.“Apa yang saya lakukan hari ini belum bisa menebus utang budi keluarga saya kepada Bapak…” ucap Satria mengingatkan kejadian di masa lalu ketika dirinya membantu keluarga Satria.“Saya cukup menyesal karena tidak bisa hadir saat pemakaman kedua orang tuamu w
Langit sudah gelap dan suara hewan malam pun terdengar di telinga Karina yang sedang berbaring diatas ranjang, namun ia sendirian. Sudah sedari tadi Karina menunggu kedatangan Satria di kamar itu, tapi Satria tak juga menampakkan batang hidungnya.“Hhuuuhh!!!” Karina mendengus kesal seraya turun dari ranjang.“Kenapa Mas Satria belum masuk juga ke kamar ini, padahal aku sudah berdandan cantik dan menunggunya dari tadi…” Karina menggerutu sendirian di dalam kamar itu.Karina masih ingin menahan dirinya untuk menunggu Satria di kamar itu, namun ia hanya bisa bertahan dalam beberapa menit saja.“Aku harus mencari Mas Satria!” Karina segera melangkah keluar dari kamar.Ketika baru saja melangkah keluar dari kamarnya tanpa sengaja Karina mengarahkan pandangannya ke jendela kaca yang belum tirainya belum tertutup. Dari sana Karina melihat sosok perempuan cantik yang sedang berdiri tak jauh dari halaman rumah.“Siapa perempuan itu? Ngapain dia berdiri sendirian disana malam-malam begini?” ta
Pagi hari Karina keluar dari kamar setelah mandi dan berpakaian rapi, namun kelopak matanya tampak sedikit menghitam lantaran dirinya tidak bisa semalaman karena memikirkan sikap Satria yang memilih tidur di kamar lain padahal mereka sudah resmi menjadi pasangan suami istri.Karina bertemu dengan Mbak Yati yang sedang melakukan pekerjaan yakni membersihkan rumah. Karina yang menyadari bahwa rumah sebesar itu tampak sepi lantas menghampiri Mbak Yati.“Mbak, kenapa rumah sepi sekali? Dimana Mas Satria dan Lintang?” tanya Karina pada Mbak Yati.“Non Lintang baru saja berangkat ke sekolah, kalau Den Satria sudah pergi pagi-pagi sekali ke kandang sapi katanya ada orang yang mau membeli sapi hari ini!” jawab Mbak Yati menjelaskan.“Non Karin sarapan dulu biar Mbak siapkan… ayo!” sambung Mbak Yati mengajak Karina keruang makan.“Mbak Yati lanjutkan saja pekerjaannya, saya bisa sendiri!” Karina pun melangkah pergi keruang makan sendirian lantaran tak ingin merepotkan Mbak Yati yang sedang bek
Satria merasa jengkel karena Karina tidak mau menurut kepadanya apalagi saat itu masih banyak pekerja disana yang sedang memperhatikan raut wajah Karina yang cemburut semantara Raka menjadi tidak enak hati karena berdiri di tengah-tengah kedua majikannya tersebut.Rasa serba salah yang sedang dirasakan Raka saat itu tiba-tiba saja menghilang ketika kedua matanya tanpa sengaja melirik seorang gadis yang berada tak jauh dari peternakan sapi milik Satria. Kebetulan saat itu Satria sedang melirik kearah Raka, lalu secepatnya Raka memberikan kode pada majikannya tersebut.“Raka, tolong lanjutkan pekerjaanku… awasi pekerjaan mereka!” titah Satria pada orang kepercayaannya itu.“Siap, Den!” sahut Raka menggantikan posisi Satria disana.“Ayo ikut aku!” Satria meraih tangan Karina bahkan menggenggamnya dengan erat kemudian mengajak Karina masuk ke dalam sebuah tempat yang menjadi ruang istirahatnya di peternakan itu.Sambil mengawasi para pekerja disana, Raka kembali melirik gadis yang baru sa
Setelah menyantap sebagian bekal makanannya, Satria hendak keluar untuk kembali melihat para pekerjanya yang sedang menaikkan sapi-sapi ke dalam truk untuk dijual ke kota.“Mas Satria mau kemana?” tanya Karina hendak berdiri dari kursi yang di dudukinya.“Kamu disini saja, aku mau lihat pekerja diluar,” sahut Satria sembari melangkah keluar dari ruangan itu.Karina berdecak kesal namun dirinya tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti perintah Satria karena bagaimana pun juga Karina tak mau membuat Satria semakin jengkel padanya dan akan mengusirnya dari peternakan itu.Karina menghela nafas lantaran merasa bosan menunggu Satria selesai bekerja kemudian kedua matanya tertuju pada wadah yang berisi sebagian nasi serta lauk pauk yang diberikan Satria untuknya.“Aaahh, aku lapar… lebih baik aku makan saja!” Karina pun menyantap makanan itu hingga habis.Hampir dua jam Karina menunggu Satria diruangan itu, namun Satria tak kunjung kembali. Karena bosan rasa kantuk pun menghampiri gadis m