Karina yang sudah sampai di sekolah tampak menunggu kedatangan Robi di pintu gerbang sekolah dengan perasaan yang sangat gelisah, dirinya merasa begitu yakin bahwa Robi marah kepadanya karena ia tidak bisa menepati janjinya untuk melihat balapan motor yang dilakukan Robi semalam.
“Robi pasti marah karena aku tidak datang untuk melihat balapan motornya semalam…” gumam Karina mondar-mandir saat menunggu kedatangan Robi di depan gerbang sekolah.
“Ck, ini semua gara-gara kakak karena menghalangiku pergi semalam… dia juga mengurungku di dalam kamar, untung saja tadi pagi aku dengar si mbak lagi beberes diruangan dekat dengan kamarku, jadi aku bisa keluar lebih pagi untuk pergi ke sekolah sekalian menghindar menggunakan testpack yang kakak berikan semalam!” Karina terus bergumam sendirian disana.
Ketika bel masuk sekolah sudah berbunyi Karina tak kunjung melihat kedatangan Robi disana, kegelisahannya pun semakin mencuat.
“Apa mungkin dia bolos sekolah lagi?” tanya Karina dalam hatinya sembari melihat kearah jalan.
Brrroomm….
Brrrooomm…
Suara motor membuat Karina menoleh dan dengan kedua matanya, ia melihat sosok Robi berboncengan dengan seorang gadis cantik yang juga menjadi pelajar di sekolah itu.
“Thanks ya, Robi!” ucap gadis cantik itu setelah turun dari motor Robi bahkan mengabaikan Karina yang sedang menatap kesal padanya.
Karina mendekati Robi yang baru saja memarkirkan motornya.
“Kamu ngapain sih boncengan sama dia? Kamu kan tau kalau aku tuh benci banget sama dia… dia itu musuhku!” Karina merasa kesal dan tak senang melihat Robi berboncengan dengan gadis yang menjadi musuh bebuyutannya di sekolah.
“Tadi Ketemu dijalan, jadi sekalian!” sahut Robi singkat dan berlalu begitu saja.
“Ya, tapi aku tetap saja tidak suka lihatnya!” Karina terus menunjukkan rasa kesalnya pada Robi.
“Robi, tunggu!” seru Karina mengejar Robi yang terus saja melangkah menuju ruang kelas.
Karina menarik tangan Robi hingga membuat Robi menghentikan langkah kakinya.
“Aku tau kamu marah sama aku…” ucap Karina berupaya membujuk Robi.
“Aku benci sama orang yang suka ingkar janji!” ujar Robi sembari menarik kembali tangannya dari genggaman Karina kemudian melangkah lagi.
“Aku minta maaf! Aku punya alasan!” ucap Karina mengejar Robi lagi, namun Robi sama sekali tidak menghiraukannya.
“Robi!” Karina kembali memekik memanggil kekasihnya itu, namun usahanya sia-sia saja malah justru membuat perhatian semua orang yang ada disana tertuju kepadanya.
Merasa malu dilihat semua orang karena tidak dihiraukan oleh Robi, Karina pun memutuskan untuk pergi ke toilet sekolah sebelum masuk ke dalam kelasnya. Disana ia merasa sangat kesal saat mengingat Robi berboncengan dengan gadis yang menjadi saingannya di sekolah.
“Aku benci dia! Lihat saja aku akan membuat perhitungan dengannya nanti karena berani berboncengan dengan Robi!” ucap Karina kesal setengah mati pada musuh bebuyutannya sembari menendang tong sampah yang tak jauh dari dirinya.
Brraakk!!!
Isi dari tong sampah itu keluar dan berserakan di lantai toilet. Karina melihat sampah-sampah itu dengan kesal karena ia harus memasukkan kembali ke dalam tong sampah, namun ketika hendak melakukannya tiba-tiba saja ia melihat sesuatu yang membuatnya tercengang.
“Hah? Testpack?!” gumam Karina dalam hatinya kemudian meraih alat tersebut dengan menggunakan tissue.
Dua garis merah melintang pada testpack itu membuat Karina terperanjat.
“Punya siapa ini? Wah, siswi disini pasti ada yang hamil, nih!” serunya dalam hati sembari melotot menatap testpack itu.
Awalnya Karina ingin membuang kembali testpack yang sudah digunakan oleh seseorang di sekolah itu, namun pikirannya tiba-tiba saja teringat dengan apa yang diberikan Livia semalam kepadanya. Senyuman kecil pun terukir disudut bibirnya kemudian diam-diam ia menyimpan testpack yang ia temukan dari tong sampah itu, lalu pergi menuju ruang kelasnya.
Selama jam pelajaran berlangsung Karina tidak bisa fokus belajar karena pikirannya selalu tertuju pada Robi yang sedang marah terhadapnya. Karina berniat akan menemui Robi lagi saat jam istirahat untuk meminta maaf dan berdamai dengannya.
Jam istirahat pun tiba Karina segera pergi ke halaman belakang sekolah untuk mencari keberadaan Robi. Dari kejauhan Karina melihat Robi yang sedang asyik menikmati rokok bersama teman-temannya.
“Robi!” seru Karina sembari melambaikan tangannya.
“Wah, si cantik tuh!” seru salah seorang teman Robi menggodanya.
Tak ingin teman-temannya menggoda Karina, Robi pun menghampiri kekasihnya tersebut. Karina meminta maaf dan memberikan alasan mengapa dirinya tidak bisa datang ke lokasi balapan motor semalam.
“Maafin aku, ya… sebenarnya aku ingin sekali datang, tapi-”
“Gara-gara kamu aku kalah semalam!” celetuk Robi tampak kesal membuat Karina terdiam dan tertunduk dihadapannya.
Robi melirik Karina yang hampir menangis karena dirinya.
“Ck!” Robi berdecak kesal kemudian memeluk Karina agar tidak menangis lagi.
“Kamu masih marah sama aku?” tanya Karina pada Robi.
“Tidak!” jawab Robi singkat dan Karina menjadi senang karena akhirnya ia bisa berbaikan lagi dengan kekasihnya itu.
Sepulang dari sekolah ternyata Karina sudah di tunggu oleh Ratih di teras rumah. Karina memarkirkan sepeda motornya kemudian hendak masuk ke dalam rumahnya, namun langkahnya terhenti ketika Ratih menghadangnya.
“Karin, dimana testpack yang Livia kasih ke kamu semalam?” tanya Ratih pada Karina.
“Sudah aku buang!” jawab Karina sembari menaiki anak tangga.
“Karin!” seru Ratih mengejar Karina.
Ratih ingin menghentikan langkah kaki Karina, namun tanpa sengaja ia menarik tasnya sehingga terbuka dan menjatuhkan semua isi yang ada di dalam tas tersebut termasuk testpack yang Karina temukan dari tong sampah di toilet sekolah tadi pagi.
Dengan tangan gemetar Ratih mengambil testpack yang tampak memiliki dua garis merah di tengahnya.
“Ka-Karin…” Ratih seolah tak mampu berkata-kata saat melihatnya.
Karina hendak masuk ke dalam kamarnya, namun tiba-tiba ia mendengar suara jeritan salah satu pembantu dirumahnya, ia pun kembali untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di lantai bawah.“Ibu!!!” Karina memekik kaget saat melihat tubuh ibunya tergeletak di lantai.Semua orang panik dengan kondisi Ratih yang tak sadarkan diri secara tiba-tiba, lalu dengan waktu yang bersamaan Herdinan baru saja pulang dari kantor untuk makan siang. Mendengar kondisi Ratih, ia segera pergi melihatnya di kamar.“Apa ini?” Herdinan tak sengaja melihat sesuatu yang masih berada di dalam genggaman Ratih.Betapa terkejutnya Herdinan ketika melihat testpack itu, lalu dengan cepat ia menoleh pada Karina.“Kurang ajar!!!” teriak Herdinan membuat semua orang terkejut begitupula dengan Karina.Pllaaakk!!!Telapak tangan Herdinan kembali mendarat di wajah Karina dan kali ini cukup keras sehingga meninggalkan bekas merah.“Ini pasti punyamu, kan!!!” teriak Herdinan lagi sembari melemparkan testpack itu pada Karina y
Karina pulang dengan mata sembab serta perasaannya yang begitu hancur setelah memergoki kekasihnya yang telah selingkuh darinya. Ratih dan Livia tentu saja bertanya kepada Karina, namun ia hanya diam saja dan memilih untuk mengunci dirinya di dalam kamar.“Kupikir Robi mencintaiku, tapi ternyata dia selingkuh!” Karina ngedumel sendirian setelah menyadari bahwa lelaki yang selama ini ia bela mati-matian ternyata tega mengkhianati dirinya.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu terdengar dari luar.“Karin, ini Ibu!” ucap Ratih dengan suaranya yang lembut.Karina membuka pintu kamarnya untuk Ratih, kedua matanya yang masih sembab tak bisa ia sembunyikan dari ibunya tersebut.“Besok pagi kita pergi untuk mengunjungi seseorang,” ucap Ratih pada Karina.“Mengunjungi siapa?” tanya Karina pada Ratih yang tampak sedikit bingung untuk menjawabnya.“Kamu akan menikah disana!” suara Herdinan membuat Ratih dan Karina menoleh kearah pintu.“Hah? Nikah?” Karina masih belum mengerti hal yang diucapkan sa
Karina berdiri tempat di samping Herdinan hanya karena ingin menatap sang duda tampan dari jarak dekat. Jantung Karina berdegup kencang ketika dirinya saling bertatapan dengan sang duda yang akan menikahinya tersebut.“Hai, aku Karina!” tanpa segan kepada sang ayah, Karina langsung mengulurkan tangan kanannya untuk berkenalan dengan sang duda tampan.Herdinan kaget melihat sikap putri bungsunya bahkan dirinya merasa malu kepada lelaki yang sebentar lagi akan menjadi menantunya itu.“Satria…” suara berat sang duda langsung menggetarkan hati Karina.“Oh my gosh! Tidak hanya tampangnya saja yang keren, tapi suaranya juga… bikin aku jadi tambah klepek-klepek deh!” seru Karina dalam hatinya sembari terus menatap Satria.“Eeheerrmm!!!” Herdinan sengaja mendehem agak keras untuk menyadarkan Karina, namun ternyata tidak berhasil hingga dengan terpaksa ia mencubit lengan putrinya tersebut.“Aaww!” pekik Karina saat Herdinan mencubit lengannya.Herdinan melotot kesal pada Karina agar Karina tid
Usai berdandan dengan cantik Karina pun segera keluar dari kamar dan mencari keberadaan Satria, ia ingin mendekati Satria yang akan segera menjadi suaminya.“Kakak cantik cari siapa?” Lintang tiba-tiba muncul dari belakang saat Karina mencari keberadaan Satria diruang tengah.Karina berbalik kemudian tersenyum kepada Lintang yang tampak manis dan menggemaskan.“Aku sedang mencari calon suamiku yang tampan itu! Apa kau tau dimana dia?” tanya Karina sembari berjongkok dihadapan Lintang.“Om Satria sedang pergi, tapi Lintang tidak tau Om Satria perginya kemana…” jawab Lintang.“Kakak cantik, rambutnya panjang… Lintang suka!” sambung Lintang ingin sekali memiliki rambut panjang sepunggung seperti Karina.“Rambut Lintang juga bagus!” balas Karina mengelus rambut ikal Lintang.Tak lama kemudian sebuah mobil sampai di halaman depan, Lintang berlari ke pintu utama untuk melihat siapa yang datang.“Itu Om Satria!” seru Lintang membuat Karina bersemangat saat mengetahui bahwa pujaan hatinya tel
Setelah akad nikah Karina, Ratih dan Livia duduk bersama warga desa yang menjadi saksi pernikahan, mereka berbincang ringan untuk saling mengenal lantaran Karina akan menetap di desa itu saat menjadi istri Satria.Sementara itu Herdinan dan Satria berada di sebuah ruangan lain untuk membicarakan perihal penting mengenai Karina secara empat mata. Saat itu Herdinan seakan kehilangan muka di depan Satria mengingat kondisi putrinya yang terpaksa dinikahkan karena hamil tanpa dirinya mengetahui bahwa putri bungsunya tersebut telah berbohong kepadanya.“Satria, sebenarnya saya malu dengan pernikahan ini, tapi saya tidak tau lagi harus berbuat apa dengan kondisi Karina sekarang.” ucap Herdinan yang telah kehilangan muka dihadapan Satria.“Apa yang saya lakukan hari ini belum bisa menebus utang budi keluarga saya kepada Bapak…” ucap Satria mengingatkan kejadian di masa lalu ketika dirinya membantu keluarga Satria.“Saya cukup menyesal karena tidak bisa hadir saat pemakaman kedua orang tuamu w
Langit sudah gelap dan suara hewan malam pun terdengar di telinga Karina yang sedang berbaring diatas ranjang, namun ia sendirian. Sudah sedari tadi Karina menunggu kedatangan Satria di kamar itu, tapi Satria tak juga menampakkan batang hidungnya.“Hhuuuhh!!!” Karina mendengus kesal seraya turun dari ranjang.“Kenapa Mas Satria belum masuk juga ke kamar ini, padahal aku sudah berdandan cantik dan menunggunya dari tadi…” Karina menggerutu sendirian di dalam kamar itu.Karina masih ingin menahan dirinya untuk menunggu Satria di kamar itu, namun ia hanya bisa bertahan dalam beberapa menit saja.“Aku harus mencari Mas Satria!” Karina segera melangkah keluar dari kamar.Ketika baru saja melangkah keluar dari kamarnya tanpa sengaja Karina mengarahkan pandangannya ke jendela kaca yang belum tirainya belum tertutup. Dari sana Karina melihat sosok perempuan cantik yang sedang berdiri tak jauh dari halaman rumah.“Siapa perempuan itu? Ngapain dia berdiri sendirian disana malam-malam begini?” ta
Pagi hari Karina keluar dari kamar setelah mandi dan berpakaian rapi, namun kelopak matanya tampak sedikit menghitam lantaran dirinya tidak bisa semalaman karena memikirkan sikap Satria yang memilih tidur di kamar lain padahal mereka sudah resmi menjadi pasangan suami istri.Karina bertemu dengan Mbak Yati yang sedang melakukan pekerjaan yakni membersihkan rumah. Karina yang menyadari bahwa rumah sebesar itu tampak sepi lantas menghampiri Mbak Yati.“Mbak, kenapa rumah sepi sekali? Dimana Mas Satria dan Lintang?” tanya Karina pada Mbak Yati.“Non Lintang baru saja berangkat ke sekolah, kalau Den Satria sudah pergi pagi-pagi sekali ke kandang sapi katanya ada orang yang mau membeli sapi hari ini!” jawab Mbak Yati menjelaskan.“Non Karin sarapan dulu biar Mbak siapkan… ayo!” sambung Mbak Yati mengajak Karina keruang makan.“Mbak Yati lanjutkan saja pekerjaannya, saya bisa sendiri!” Karina pun melangkah pergi keruang makan sendirian lantaran tak ingin merepotkan Mbak Yati yang sedang bek
Satria merasa jengkel karena Karina tidak mau menurut kepadanya apalagi saat itu masih banyak pekerja disana yang sedang memperhatikan raut wajah Karina yang cemburut semantara Raka menjadi tidak enak hati karena berdiri di tengah-tengah kedua majikannya tersebut.Rasa serba salah yang sedang dirasakan Raka saat itu tiba-tiba saja menghilang ketika kedua matanya tanpa sengaja melirik seorang gadis yang berada tak jauh dari peternakan sapi milik Satria. Kebetulan saat itu Satria sedang melirik kearah Raka, lalu secepatnya Raka memberikan kode pada majikannya tersebut.“Raka, tolong lanjutkan pekerjaanku… awasi pekerjaan mereka!” titah Satria pada orang kepercayaannya itu.“Siap, Den!” sahut Raka menggantikan posisi Satria disana.“Ayo ikut aku!” Satria meraih tangan Karina bahkan menggenggamnya dengan erat kemudian mengajak Karina masuk ke dalam sebuah tempat yang menjadi ruang istirahatnya di peternakan itu.Sambil mengawasi para pekerja disana, Raka kembali melirik gadis yang baru sa
Sepanjang perjalanan pulang kerumah Satria tampak diam dan hanya fokus menyetir mobil tuanya sementara Karina sedang sibuk berpikir untuk mencari topik agar dirinya bisa ngobrol dan akrab dengan Satria. Tak lama kemudian Karina teringat dengan sikap Sekar yang enggan membalas senyuman darinya.“Mas, cewek pemetik teh tadi siapa namanya?” tanya Karina pada Satria.“Cewek yang mana?” sebenarnya Satria tau siapa yang di tanya Karina saat itu padanya, namun ia pura-pura tidak tau.“Yang menemani si ibu yang sakit tadi!” ucap Karina menjelaskan.Satria diam dan kedua matanya tetap fokus ke depan seolah ingin mengabaikan pertanyaan dari istrinya itu.“Mas?!” tegur Karina sembari menepuk pundak Satria pelan.Satria menoleh sejenak pada Karina yang sedang menanti jawaban darinya.“Perkebunan teh itu memang milik keluargaku, tapi bukan berarti aku mengenal dan tau nama-nama dari setiap pekerja disana!” jawab Satria memilih untuk berbohong pada Karina, namun dirinya merasa penasaran mengapa Kar
Semua pekerja di peternakan itu menyoroti Satria yang sedang menggendong seorang gadis yang telah mengubah status dudanya. Satria menahan rasa malu saat itu, namun berbeda dengan Karina yang justru merasa sangat bahagia bahkan jantungnya berdegup kencang.Perlahan Satria memasukkan Karina ke dalam mobil tuanya yang sering ia gunakan. Ketika hendak menyalakan mesin mobilnya, Satria melirik Karina yang tampak memperhatikan mobilnya dengan raut wajah yang bingung.“Warga di desa ini tidak ada yang mempunyai mobil bagus seperti di orang-orang di kota… jangankan mobil bagus memiliki sepeda ontel saja mereka sudah bersyukur!” ucap Satria sengaja menyindir Karina yang terbiasa hidup mewah bersama orang tuanya di kota.“Aku juga bersyukur…” sahut Karina membuat Satria menoleh padanya.“Bersyukur karena memiliki suami yang tampan seperti Mas Satria!” sambung Karina sembari tersenyum lebar sementara Satria hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas panjang.Satria menjalankan mobi
Setelah menyantap sebagian bekal makanannya, Satria hendak keluar untuk kembali melihat para pekerjanya yang sedang menaikkan sapi-sapi ke dalam truk untuk dijual ke kota.“Mas Satria mau kemana?” tanya Karina hendak berdiri dari kursi yang di dudukinya.“Kamu disini saja, aku mau lihat pekerja diluar,” sahut Satria sembari melangkah keluar dari ruangan itu.Karina berdecak kesal namun dirinya tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti perintah Satria karena bagaimana pun juga Karina tak mau membuat Satria semakin jengkel padanya dan akan mengusirnya dari peternakan itu.Karina menghela nafas lantaran merasa bosan menunggu Satria selesai bekerja kemudian kedua matanya tertuju pada wadah yang berisi sebagian nasi serta lauk pauk yang diberikan Satria untuknya.“Aaahh, aku lapar… lebih baik aku makan saja!” Karina pun menyantap makanan itu hingga habis.Hampir dua jam Karina menunggu Satria diruangan itu, namun Satria tak kunjung kembali. Karena bosan rasa kantuk pun menghampiri gadis m
Satria merasa jengkel karena Karina tidak mau menurut kepadanya apalagi saat itu masih banyak pekerja disana yang sedang memperhatikan raut wajah Karina yang cemburut semantara Raka menjadi tidak enak hati karena berdiri di tengah-tengah kedua majikannya tersebut.Rasa serba salah yang sedang dirasakan Raka saat itu tiba-tiba saja menghilang ketika kedua matanya tanpa sengaja melirik seorang gadis yang berada tak jauh dari peternakan sapi milik Satria. Kebetulan saat itu Satria sedang melirik kearah Raka, lalu secepatnya Raka memberikan kode pada majikannya tersebut.“Raka, tolong lanjutkan pekerjaanku… awasi pekerjaan mereka!” titah Satria pada orang kepercayaannya itu.“Siap, Den!” sahut Raka menggantikan posisi Satria disana.“Ayo ikut aku!” Satria meraih tangan Karina bahkan menggenggamnya dengan erat kemudian mengajak Karina masuk ke dalam sebuah tempat yang menjadi ruang istirahatnya di peternakan itu.Sambil mengawasi para pekerja disana, Raka kembali melirik gadis yang baru sa
Pagi hari Karina keluar dari kamar setelah mandi dan berpakaian rapi, namun kelopak matanya tampak sedikit menghitam lantaran dirinya tidak bisa semalaman karena memikirkan sikap Satria yang memilih tidur di kamar lain padahal mereka sudah resmi menjadi pasangan suami istri.Karina bertemu dengan Mbak Yati yang sedang melakukan pekerjaan yakni membersihkan rumah. Karina yang menyadari bahwa rumah sebesar itu tampak sepi lantas menghampiri Mbak Yati.“Mbak, kenapa rumah sepi sekali? Dimana Mas Satria dan Lintang?” tanya Karina pada Mbak Yati.“Non Lintang baru saja berangkat ke sekolah, kalau Den Satria sudah pergi pagi-pagi sekali ke kandang sapi katanya ada orang yang mau membeli sapi hari ini!” jawab Mbak Yati menjelaskan.“Non Karin sarapan dulu biar Mbak siapkan… ayo!” sambung Mbak Yati mengajak Karina keruang makan.“Mbak Yati lanjutkan saja pekerjaannya, saya bisa sendiri!” Karina pun melangkah pergi keruang makan sendirian lantaran tak ingin merepotkan Mbak Yati yang sedang bek
Langit sudah gelap dan suara hewan malam pun terdengar di telinga Karina yang sedang berbaring diatas ranjang, namun ia sendirian. Sudah sedari tadi Karina menunggu kedatangan Satria di kamar itu, tapi Satria tak juga menampakkan batang hidungnya.“Hhuuuhh!!!” Karina mendengus kesal seraya turun dari ranjang.“Kenapa Mas Satria belum masuk juga ke kamar ini, padahal aku sudah berdandan cantik dan menunggunya dari tadi…” Karina menggerutu sendirian di dalam kamar itu.Karina masih ingin menahan dirinya untuk menunggu Satria di kamar itu, namun ia hanya bisa bertahan dalam beberapa menit saja.“Aku harus mencari Mas Satria!” Karina segera melangkah keluar dari kamar.Ketika baru saja melangkah keluar dari kamarnya tanpa sengaja Karina mengarahkan pandangannya ke jendela kaca yang belum tirainya belum tertutup. Dari sana Karina melihat sosok perempuan cantik yang sedang berdiri tak jauh dari halaman rumah.“Siapa perempuan itu? Ngapain dia berdiri sendirian disana malam-malam begini?” ta
Setelah akad nikah Karina, Ratih dan Livia duduk bersama warga desa yang menjadi saksi pernikahan, mereka berbincang ringan untuk saling mengenal lantaran Karina akan menetap di desa itu saat menjadi istri Satria.Sementara itu Herdinan dan Satria berada di sebuah ruangan lain untuk membicarakan perihal penting mengenai Karina secara empat mata. Saat itu Herdinan seakan kehilangan muka di depan Satria mengingat kondisi putrinya yang terpaksa dinikahkan karena hamil tanpa dirinya mengetahui bahwa putri bungsunya tersebut telah berbohong kepadanya.“Satria, sebenarnya saya malu dengan pernikahan ini, tapi saya tidak tau lagi harus berbuat apa dengan kondisi Karina sekarang.” ucap Herdinan yang telah kehilangan muka dihadapan Satria.“Apa yang saya lakukan hari ini belum bisa menebus utang budi keluarga saya kepada Bapak…” ucap Satria mengingatkan kejadian di masa lalu ketika dirinya membantu keluarga Satria.“Saya cukup menyesal karena tidak bisa hadir saat pemakaman kedua orang tuamu w
Usai berdandan dengan cantik Karina pun segera keluar dari kamar dan mencari keberadaan Satria, ia ingin mendekati Satria yang akan segera menjadi suaminya.“Kakak cantik cari siapa?” Lintang tiba-tiba muncul dari belakang saat Karina mencari keberadaan Satria diruang tengah.Karina berbalik kemudian tersenyum kepada Lintang yang tampak manis dan menggemaskan.“Aku sedang mencari calon suamiku yang tampan itu! Apa kau tau dimana dia?” tanya Karina sembari berjongkok dihadapan Lintang.“Om Satria sedang pergi, tapi Lintang tidak tau Om Satria perginya kemana…” jawab Lintang.“Kakak cantik, rambutnya panjang… Lintang suka!” sambung Lintang ingin sekali memiliki rambut panjang sepunggung seperti Karina.“Rambut Lintang juga bagus!” balas Karina mengelus rambut ikal Lintang.Tak lama kemudian sebuah mobil sampai di halaman depan, Lintang berlari ke pintu utama untuk melihat siapa yang datang.“Itu Om Satria!” seru Lintang membuat Karina bersemangat saat mengetahui bahwa pujaan hatinya tel
Karina berdiri tempat di samping Herdinan hanya karena ingin menatap sang duda tampan dari jarak dekat. Jantung Karina berdegup kencang ketika dirinya saling bertatapan dengan sang duda yang akan menikahinya tersebut.“Hai, aku Karina!” tanpa segan kepada sang ayah, Karina langsung mengulurkan tangan kanannya untuk berkenalan dengan sang duda tampan.Herdinan kaget melihat sikap putri bungsunya bahkan dirinya merasa malu kepada lelaki yang sebentar lagi akan menjadi menantunya itu.“Satria…” suara berat sang duda langsung menggetarkan hati Karina.“Oh my gosh! Tidak hanya tampangnya saja yang keren, tapi suaranya juga… bikin aku jadi tambah klepek-klepek deh!” seru Karina dalam hatinya sembari terus menatap Satria.“Eeheerrmm!!!” Herdinan sengaja mendehem agak keras untuk menyadarkan Karina, namun ternyata tidak berhasil hingga dengan terpaksa ia mencubit lengan putrinya tersebut.“Aaww!” pekik Karina saat Herdinan mencubit lengannya.Herdinan melotot kesal pada Karina agar Karina tid