Langit sudah gelap dan suara hewan malam pun terdengar di telinga Karina yang sedang berbaring diatas ranjang, namun ia sendirian. Sudah sedari tadi Karina menunggu kedatangan Satria di kamar itu, tapi Satria tak juga menampakkan batang hidungnya.
“Hhuuuhh!!!” Karina mendengus kesal seraya turun dari ranjang.
“Kenapa Mas Satria belum masuk juga ke kamar ini, padahal aku sudah berdandan cantik dan menunggunya dari tadi…” Karina menggerutu sendirian di dalam kamar itu.
Karina masih ingin menahan dirinya untuk menunggu Satria di kamar itu, namun ia hanya bisa bertahan dalam beberapa menit saja.
“Aku harus mencari Mas Satria!” Karina segera melangkah keluar dari kamar.
Ketika baru saja melangkah keluar dari kamarnya tanpa sengaja Karina mengarahkan pandangannya ke jendela kaca yang belum tirainya belum tertutup. Dari sana Karina melihat sosok perempuan cantik yang sedang berdiri tak jauh dari halaman rumah.
“Siapa perempuan itu? Ngapain dia berdiri sendirian disana malam-malam begini?” tanya Karina penasaran dan mendekat ke jendela itu untuk melihat lebih jelas.
Sosok perempuan cantik itu ternyata mengetahui bahwa Karina sedang memperhatikannya dari jendela, ia pun segera pergi dari halaman rumah.
“Kelihatannya dia sedang sedih!” Karina bergumam sendirian disana tanpa mengalihkan pandangannya meskipun perempuan cantik itu telah melangkah pergi.
“Non Karin!” suara salah satu pekerja dirumah Satria mengagetkan Karina.
“Mbok Inah…” Karina menghela nafasnya.
“Maafin Simbok ya karena mengagetkan Non Karin, tapi Non Karin ngapain berdiri di jendela?” tanya Mbok Inah pada isrti majikannya itu.
“Tadi ada perempuan cantik berdiri disana…” kata Karina sembari menunjuk kearah halaman rumah.
Mbok Inah melihat kesana, namun tidak menemukan perempuan yang dibicarakan oleh Karina.
“Dia sudah pergi, tapi anehnya dia seperti sedang sedih gitu!” sambung Karina lagi menjelaskan pada Mbok Inah.
“Mungkin itu cuma orang iseng.” sahut Mbok Inah sembari menutup tirai jendela itu.
Karina tidak mau memikirkan sosok perempuan itu lagi karena ia teringat dengan tujuannya keluar dari kamar.
“Mbok Inah tau dimana Mas Satria?” tanya Karina pada Mbok Inah yang hendak kembali ke dapur.
“Simbok juga belum lihat Den Satria dari tadi, Non…” jawab Mbok Inah.
“Mungkin di kamarnya Non Lintang!” sambung Mbok Inah lagi.
Karina pun segera pergi ke kamar Lintang untuk mencari keberadaan Satria disana, namun ia tidak juga mendapati sosok suaminya tersebut. Dengan perasaan yang kesal, Karina mencari keberadaan Satria di setiap kamar yang ada dirumah itu.
“Dia pasti ada disini, tadi sore dia masuk ke kamar ini, kan!” gerutu Karina sebelum mengetuk pintu kamar itu.
Tok! Tok! Tok!
Karina mengetuk pintu kamar itu tiga kali.
“Siapa?” suara Satria terdengar dari dalam kamar itu membuat senyuman tipis dibibir Karina mencuat.
“Ini istrimu, Mas Duda!” seru Karina dengan suara manja membuat Satria terkejut, bahkan Mbok Inah yang berada tak jauh dari sana tampak senyum-senyum.
Karina menunggu Satria membuka pintu kamar itu, lalu tak lama kemudian pintu kamar pun terbuka dan sosok Satria yang tampan akhirnya terlihat di depan mata Karina.
“Ayo kita tidur bersama!” kalimat ajakan itu lolos begitu saja dari mulut Karina.
“Apa?” Satria terkejut hingga jantungnya berdebar saat mendengarnya.
Tanpa ragu sama sekali Karina menyeret Satria untuk ikut bersamanya masuk ke dalam kamar yang sudah dipersiapkan sebagai kamar penganti mereka. Karina dan Satria berdiri saling berhadapan bahkan tatapan mata mereka saling beradu. Karina tersenyum manis sembari mengalungkan kedua lengannya pada leher Satria serta bergelayut manja.
“Sudah dari tadi aku menunggu Mas Satria.” ucap Karina dengan suaranya yang terdengar genit tapi manja.
Satria adalah lelaki yang normal dan tentunya dia tergoda dengan sikap yang ditunjukkan Karina padanya malam itu meskipun sebelumnya ia merasa tidak nyaman saat pertama kali mereka bertemu.
Lantaran tergoda dengan kecantikan Karina serta sikapnya yang manis dan manja membuat Satria tak sadar bahwa kedua tangannya telah melingkar di pinggang istrinya tersebut. Karina menyentuh dada bidang yang dimiliki Satria dengan lembut dan sedikit lagi bibir mereka saling bersentuhan, namun entah apa yang membuat Satria mendadak tersadar dengan apa yang sudah ia lakukan kemudian cepat-cepat menarik kedua tangannya dari pinggang Karina, lalu mendorong Karina hingga tubuh mereka pun berjarak.
“Astagfirullah!” Satria langsung istighfar karena menyesali perbuatannya dan mengingat perjanjiannya bersama Herdinan.
“Kenapa Mas?” tanya Karina bingung pada sikap Satria yang tiba-tiba saja menolaknya.
Satria keluar dari kamar itu tanpa menjawab pertanyaan Karina.
“Mas!” seru Karina memanggil Satria, namun Satria tidak kembali dan memilih tidur di kamar lain.
Semalaman Karina ngedumel sendirian di dalam kamar, ia merasa kesal karena melewati malam pertama pernikahannya tanpa Satria disampingnya.
“Padahal sedikit lagi kami akan berciuman, tapi kenapa Mas Satria tiba-tiba saja mendorongku? Dasar menyebalkan!” Karina menghempaskan sebuah guling keatas ranjang tidurnya dengan kesal.
Pagi hari Karina keluar dari kamar setelah mandi dan berpakaian rapi, namun kelopak matanya tampak sedikit menghitam lantaran dirinya tidak bisa semalaman karena memikirkan sikap Satria yang memilih tidur di kamar lain padahal mereka sudah resmi menjadi pasangan suami istri.Karina bertemu dengan Mbak Yati yang sedang melakukan pekerjaan yakni membersihkan rumah. Karina yang menyadari bahwa rumah sebesar itu tampak sepi lantas menghampiri Mbak Yati.“Mbak, kenapa rumah sepi sekali? Dimana Mas Satria dan Lintang?” tanya Karina pada Mbak Yati.“Non Lintang baru saja berangkat ke sekolah, kalau Den Satria sudah pergi pagi-pagi sekali ke kandang sapi katanya ada orang yang mau membeli sapi hari ini!” jawab Mbak Yati menjelaskan.“Non Karin sarapan dulu biar Mbak siapkan… ayo!” sambung Mbak Yati mengajak Karina keruang makan.“Mbak Yati lanjutkan saja pekerjaannya, saya bisa sendiri!” Karina pun melangkah pergi keruang makan sendirian lantaran tak ingin merepotkan Mbak Yati yang sedang bek
Satria merasa jengkel karena Karina tidak mau menurut kepadanya apalagi saat itu masih banyak pekerja disana yang sedang memperhatikan raut wajah Karina yang cemburut semantara Raka menjadi tidak enak hati karena berdiri di tengah-tengah kedua majikannya tersebut.Rasa serba salah yang sedang dirasakan Raka saat itu tiba-tiba saja menghilang ketika kedua matanya tanpa sengaja melirik seorang gadis yang berada tak jauh dari peternakan sapi milik Satria. Kebetulan saat itu Satria sedang melirik kearah Raka, lalu secepatnya Raka memberikan kode pada majikannya tersebut.“Raka, tolong lanjutkan pekerjaanku… awasi pekerjaan mereka!” titah Satria pada orang kepercayaannya itu.“Siap, Den!” sahut Raka menggantikan posisi Satria disana.“Ayo ikut aku!” Satria meraih tangan Karina bahkan menggenggamnya dengan erat kemudian mengajak Karina masuk ke dalam sebuah tempat yang menjadi ruang istirahatnya di peternakan itu.Sambil mengawasi para pekerja disana, Raka kembali melirik gadis yang baru sa
Setelah menyantap sebagian bekal makanannya, Satria hendak keluar untuk kembali melihat para pekerjanya yang sedang menaikkan sapi-sapi ke dalam truk untuk dijual ke kota.“Mas Satria mau kemana?” tanya Karina hendak berdiri dari kursi yang di dudukinya.“Kamu disini saja, aku mau lihat pekerja diluar,” sahut Satria sembari melangkah keluar dari ruangan itu.Karina berdecak kesal namun dirinya tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti perintah Satria karena bagaimana pun juga Karina tak mau membuat Satria semakin jengkel padanya dan akan mengusirnya dari peternakan itu.Karina menghela nafas lantaran merasa bosan menunggu Satria selesai bekerja kemudian kedua matanya tertuju pada wadah yang berisi sebagian nasi serta lauk pauk yang diberikan Satria untuknya.“Aaahh, aku lapar… lebih baik aku makan saja!” Karina pun menyantap makanan itu hingga habis.Hampir dua jam Karina menunggu Satria diruangan itu, namun Satria tak kunjung kembali. Karena bosan rasa kantuk pun menghampiri gadis m
Semua pekerja di peternakan itu menyoroti Satria yang sedang menggendong seorang gadis yang telah mengubah status dudanya. Satria menahan rasa malu saat itu, namun berbeda dengan Karina yang justru merasa sangat bahagia bahkan jantungnya berdegup kencang.Perlahan Satria memasukkan Karina ke dalam mobil tuanya yang sering ia gunakan. Ketika hendak menyalakan mesin mobilnya, Satria melirik Karina yang tampak memperhatikan mobilnya dengan raut wajah yang bingung.“Warga di desa ini tidak ada yang mempunyai mobil bagus seperti di orang-orang di kota… jangankan mobil bagus memiliki sepeda ontel saja mereka sudah bersyukur!” ucap Satria sengaja menyindir Karina yang terbiasa hidup mewah bersama orang tuanya di kota.“Aku juga bersyukur…” sahut Karina membuat Satria menoleh padanya.“Bersyukur karena memiliki suami yang tampan seperti Mas Satria!” sambung Karina sembari tersenyum lebar sementara Satria hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas panjang.Satria menjalankan mobi
Sepanjang perjalanan pulang kerumah Satria tampak diam dan hanya fokus menyetir mobil tuanya sementara Karina sedang sibuk berpikir untuk mencari topik agar dirinya bisa ngobrol dan akrab dengan Satria. Tak lama kemudian Karina teringat dengan sikap Sekar yang enggan membalas senyuman darinya.“Mas, cewek pemetik teh tadi siapa namanya?” tanya Karina pada Satria.“Cewek yang mana?” sebenarnya Satria tau siapa yang di tanya Karina saat itu padanya, namun ia pura-pura tidak tau.“Yang menemani si ibu yang sakit tadi!” ucap Karina menjelaskan.Satria diam dan kedua matanya tetap fokus ke depan seolah ingin mengabaikan pertanyaan dari istrinya itu.“Mas?!” tegur Karina sembari menepuk pundak Satria pelan.Satria menoleh sejenak pada Karina yang sedang menanti jawaban darinya.“Perkebunan teh itu memang milik keluargaku, tapi bukan berarti aku mengenal dan tau nama-nama dari setiap pekerja disana!” jawab Satria memilih untuk berbohong pada Karina, namun dirinya merasa penasaran mengapa Kar
“Dari mana kamu?” langkah kaki seorang gadis bernama Karina mendadak berhenti ketika mendengar suara sang ayah yang sedang memergokinya pulang di pagi hari, namun saat itu Karina bungkam dengan wajahnya yang tertunduk karena ketakutan.“Jawab Karin!!!” teriak Herdinan membuat Karina terkejut setengah mati dan rasa takut pun semakin menjadi-jadi.Ratih yang sejak semalam sangat khawatir pada putri bungsunya itu segera turun dari lantai atas setelah mendengar suara teriakan suaminya yang berasa dari arah dapur, begitu pula dengan Livia yang tidak tidur semalaman karena turut mengkhawatirkan adiknya.“Karin, dari mana kamu jam segini baru pulang? Kamu juga tidak pamit saat pergi semalam!” tanya Ratih yang akhirnya dapat bernafas lega setelah melihat putri bungsunya kembali dalam keadaan baik-baik saja.Karina melirik Livia yang berdiri di samping Ratih saat itu, ia berharap sang kakak mau membantunya agar terhindar dari amukan sang ayah, namun sayang Livia pun tak bisa berbuat apa-apa kar
Di dalam kamarnya Karina gemetar ketakutan karena mendengar suara ayahnya yang sangat marah dengannya sampai dirinya pun tersentak kaget ketika mendengar suara pintu terbuka lantaran mengira bahwa yang masuk ke dalam kamar adalah ayahnya, namun ternyata Livia.Livia kembali mengunci pintu kamar itu, lalu menghampiri Karina yang duduk di tepi ranjang. Saat itu wajah Karina memang tampak pucat setelah muntah-muntah.“Karin, apa benar kamu hamil dengan Robi?” tanya Livia pada adiknya itu.Karina bungkam dan tak berani membalas tatapan mata kakaknya.“Jawab Kakak, Karin!” seru Livia memaksa.“Iya!” sahut Karina kemudian memalingkan wajahnya dari tatapan sang kakak.“Astaga, Karin….” Livia pun terduduk lemas mendengar pengakuan dari Karina barusan yang membuatnya benar-benar kecewa.Karina merebahkan tubuhnya diatas ranjang, lalu menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.“Kakak keluar saja, aku ingin sendiri!” ucap Karina mengusir Livia keluar dari kamarnya.Sebenarnya Livia merasa
Karina yang sudah sampai di sekolah tampak menunggu kedatangan Robi di pintu gerbang sekolah dengan perasaan yang sangat gelisah, dirinya merasa begitu yakin bahwa Robi marah kepadanya karena ia tidak bisa menepati janjinya untuk melihat balapan motor yang dilakukan Robi semalam.“Robi pasti marah karena aku tidak datang untuk melihat balapan motornya semalam…” gumam Karina mondar-mandir saat menunggu kedatangan Robi di depan gerbang sekolah.“Ck, ini semua gara-gara kakak karena menghalangiku pergi semalam… dia juga mengurungku di dalam kamar, untung saja tadi pagi aku dengar si mbak lagi beberes diruangan dekat dengan kamarku, jadi aku bisa keluar lebih pagi untuk pergi ke sekolah sekalian menghindar menggunakan testpack yang kakak berikan semalam!” Karina terus bergumam sendirian disana.Ketika bel masuk sekolah sudah berbunyi Karina tak kunjung melihat kedatangan Robi disana, kegelisahannya pun semakin mencuat.“Apa mungkin dia bolos sekolah lagi?” tanya Karina dalam hatinya sembar