Perjalanan hidup seorang wanita bernama retha yang ingin mendapatkan kebahagiaan dari keluarga sang suami yang penuh dengan toxic. Berbagai hinaan dan cacian dari keluarga suami sudah menjadi makanan sehari-hari. Meski begitu, tak sedikitpun suaminya mau membelanya karena takut dicap sebagai anak durhaka. Bahkan dia berani bermain hati dengan wanita idaman lain. Akankah retha, bertahan dalam keluarga toxic suaminya? Atau menyerah, dan mencari kebahagiaannya sendiri? Ikuti terus cerita ini ya, Dan jangan lupa dukungannya.
View More"Nih, jatah uangmu sebulan. Cukup-cukupin jangan boros. " Ibu mertua melemparkan uang ratusan ribu sebanyak lima lembar kepada Rheta yang sedang menyetrika baju para penghuni rumah.
Rheta menaruh setrikaan dan memunguti uang yang di lempar ibu mertuanya, dan memasukkannya ke kantong dasternya.
"Makanya, cari kerja sana. Jangan bisanya cuma menengadahkan tangan meminta gaji suami. Kau pikir suamimu itu mesin pencetak uang apa. "
Rheta hanya diam mendengarkan ocehan ibu mertuanya, yang sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Rheta, dan melanjutkan menyetrika.
"Tapi kalau di pikir-pikir kamu bisa kerja apa ya? Lha wong cuma lulusan SMA. Harusnya kamu itu tau diri, kamu itu ga sepadan dengan Danil. Anakku lulusan universitas dan menyandang gelar sarjana. Kamu ga mikir apa, dulu waktu di lamar Danil kenapa kamu mau sih. " Ibu Ayu bersungut-sungut dengan berkacak pinggang.
"Dan lihat lah sekarang, kau cuma jadi benalu di keluarga kami. Bisanya cuma makan tidur dan menengadahkan tangan meminta gaji suami. Dasar menantu tidak tau diri. " Ibu Ayu akhirnya pergi setelah puas menghina dan mencaci Rheta.
Setelah kepergian ibu merutanya Rheta menghembuskan napasnya kasar. Mencoba tetap kuat tiap kali mendapatkan cacian dan hinaan dari mertuanya. Rheta selalu berusaha menahan air mata nya agar tidak keluar di depan ibu mertua, karena tidak ingin terlihat menyedihkan. Jika hati terlalu sakit, menangis pun rasanya sulit. Selama tujuh tahun pernikahannya dengan Danil, Rheta tidak pernah sekalipun mendapatkan perlakuan yang baik dari ibu mertua dan keluarganya.
Walaupun sudah tidak tinggal satu atap sejak dua tahun lalu, tapi tetap saja ibu mertua selalu memVano dan memintanya untuk datang kerumah mertua dan melakukan pekerjaan rumah jika Danil sedang pergi bekerja. Setelah menikah dengan Rheta pekerjaan Danil pun merangkak naik, yang awalnya hanya sales marketing sekarang sudah naik menjadi manager. Membuat Danil sering keluar kota untuk mengurus kantor cabang dan jarang pulang ke rumah. Itu membuat keluarga Danil semakin semena-mena kepada Rheta.
"Ini seperti gaji selama sebulan. Padahal gaji pembantu di luar sana lebih besar dari ini. Aku seperti menantu sekaligus pembantu di rumah keluarga suamiku sendiri. " gumam Rheta meratapi nasibnya.
Setelah semua pekerjaannya selesai, Rheta berpamitan kepada ibu mertuanya untuk menjemput anaknya pulang sekolah. Saat ini anak Rheta yang bernama Vano sudah duduk di kelas TK B. Rheta selalu berfikir, apakah cukup uang segini untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan mungkin sebentar lagi Vano sudah mau masuk SD dan itu membutuhkan uang yang lumayan banyak untuk membeli keperluan sekolahnya dan biaya lainnya.
Untungnya Vano adalah anak yang penurut, dia selalu membawa bekal sendiri dari rumah dan sebotol air minum. Jadi sedikit membantu meringankan beban pengeluaran Rheta. Sesampainya di sekolah Vano, Rheta langsung memanggil Vano yang sedang menunggunya di balik pagar sekolah. Vano langsung lari menuju ibunya dan langsung mendapat sambutan pelukan dari Rheta.
"Bu, Vano pengen beli es krim. Tapi jangan yang mahal-mahal deh bu, beli yang dua ribuan aja di abang-abang yang lewat keliling. " kata Vano dalam perjalanan pulangnya.Mendengar permintaan Vano hati Rheta mencelos, dia sadar selama ini dia jarang sekali membelikan jajanan kepada anaknya itu. Dan mungkin Vano mengerti keadaan Ibunya, jadi dia tidak banyak meminta.
"Vano pengen es krim? " tanya Rheta memastikan.
Vano mengangguk.
"Baiklah, ayo kita beli es krim. " Rheta akhirnya mengajak Vano ke penjual es krim yang mangkal di dekat sekolahan Vano.
Vano terlihat antusias dan sangat bahagia, karena pada akhirnya bisa merasakan es krim.
"Ini enak sekali lho bu. " kata Vano sambil menjilati es krim nya.
Rheta tersenyum menanggapi ucapan anaknya itu.
Sesampainya di rumah Rheta segera membersihkan diri, dan melakukan sholat duhur. Setelah sholat, dilihatnya Vano sedang makan siang dengan lahap. Walau hanya dengan nasi dan tempe, Vano selalu bersyukur hari ini masih bisa makan.
Setelah acara makan siang mereka selesai, Rheta mengajak anaknya untuk tidur siang. Tapi Rheta sendiri tidak dapat memejamkan matanya. Rheta masih terngiang-ngiang ucapan menyakitkan dari ibu mertuanya.
"Aku harus mulai memikirkan diriku sendiri, Aku tidak bisa seperti ini terus. Apalagi uang yang diberikan ibu, semakin hari semakin sedikit. Padahal kalau dipikir-pikir semakin tinggi jabatan mas Danil, gajinya pasti semakin besar. Tapi uang yang diberikan padaku semakin sedikit." Pikir Rheta.
"Aku harus bekerja, dan menghasilkan uang sendiri. Demi masa depan Vano. Nanti sore aku akan pergi ke rumah bu Dian. Mungkin bu Dian bisa memberiku pekerjaan. "
Bu Dian adalah salah satu orang kaya di kampung tempat Rheta mengontrak rumah. Dia adalah seorang janda dengan satu orang anak yang sudah menikah. Dan memiliki beberapa toko pakaian serta butik milik anaknya.
Setelah memikirkan hal itu, akhirnya Rheta bisa memejamkan matanya.
**************
Setelah sore tadi Rheta menemui bu Dian, dan menceritakan keluh kesahnya akhirnya bu Dian mau membantu Rheta untuk bekerja di salah satu toko baju miliknya. Membuat Rheta sangat senang, dan dia memiliki harapan untuk menghasilkan uang demi mencukupi kebutuhan rumah tangganya.
Malam hari, seperti biasa Rheta sedang termenung di ruang tamu di temani Vano yang sedang belajar. Hingga Rheta tidak menyadari kalau suaminya sudah datang.
"Kamu ngapain aja sih, suami pulang bukannya di sambut malah ngelamun ga jelas kayak gitu. " tegur Danil yang tidak suka dengan tingkah istrinya.
"Eh, mas sudah pulang. " Rheta terkejut namun dengan sigap dia langsung mencium punggung tangan suaminya.
"Iya, kenapa kamu melamun? " tanya Danil dengan ketus.
"Enggak apa-apa mas, mas sudah makan? "
"Sudah, tadi aku mampir ke rumah ibu sebentar lalu ditawari makan. Ya, udah sekalian aja makan.""Oh, ya sudah kalau begitu. "
Rheta terdiam sejenak, dia menimbang-nimbang apakah akan mengatakan sesuatu.
"Mas... " ucapnya ragu.
"Apa... " ketus Danil.
"Mas Danil punya uang lebih ga? Aku tadi cuma diberi ibu uang lima ratus ribu. Aku takut ga cukup untuk kebutuhan satu bulan mas. " ukar Rheta ragu-ragu.
Danil yang mendengar ucapan Rheta langsung menegakkan punggungnya yang sejak tadi bersandar, dan menatap Rheta dengan nyalang.
"Kamu tuh, harusnya bersyukur, ibu masih mau memberimu uang sisa gajiku. Cukup-cukupinlah, toh cuma buat makan kamu dan anakmu itu. aku juga jarang pulang ke rumah kan. " Kata Danil dengan berapi-api.
"Tapi mas, itu belum buat bayar air, listrik dan biaya sekolah Vano.
"Halah, emang dasarnya kamu aja yang ga becus mengatur keuangan. Udah ga kerja Bisanya cuma minta... minta... dan minta. Kalian berdua itu cuma benalu tau ga. " sebuah kalimat pedas dilontarkan Danil.
"Makanya, coba dulu kamu ga minta ngontrak rumah sendiri, kamu pasti ga usah mikirin besok makan apa. Karena semua sudah di handle ibu. " lanjutnya merogoh kantong celana dan mengambil beberapa lembar uang lalu melemparkannya di hadapan Rheta.
Rheta tertegun mendengar tiap kalimat yang dilontarkan Danil dan perlakuannya malam ini pada Rheta. Seperti bukan Danil biasanya.
"Apakah otak mas Danil sudah dicuci dan diracuni ucapan ibu mertua? " pikirnya.
Vano yang melihat ayah dan ibunya bersitegang langsung memeluk ibunya. Dia merasa takut.
"Maafkan ibu, nak. Seharusnya kamu ga melihat hal seperti ini. " ucap Nisa sambil balas memeluk anaknya.
Kemudian dia terdian, menahan segala rasa sesak di dadanya. Dia tidak boleh menangis di hadapan Vano.
"Ya Allah, kalau seperti ini. Aku merindukan kedua orangtuaku di kampung. " batinnya.
"Kenapa diam, mau nangis? Udah di kasih uang juga. Yaaa... memang hanya itu yang bisa kau lakukan, menangis seolah-olah kaulah yang paling tersakiti. Tangisanmu kini tidak akan mempan untuk meluluhkan hatiku, karena aku sudah muak." kata Danil mencemooh.
"Dan sekarang aku tau, kenapa kau mengajakku keluar dari rumah. Itu karena kau tidak mau membantu-bantu di rumah ibu kan. Jadi kamu bisa bermalas-malasan dengan anakmu itu. " Kata Danil semakin menjadi.
" Astaghfirullah hal adzim, fitnah apa lagi yang kau lontarkan padaku mas. Darimana kau dapat pemikiran seperti itu? Asal kau tau mas, tiap hari ibumu selalu memintaku datang ke rumahnya untuk membersihkan rumahnya, menyiapkan makanan, menyetrika semua pakaian bahkan mencucinya juga. Padahal di sana ada mbk Maya dan Dila, dan sekarang kau berkata begitu padaku? " kata Rheta tak percaya.
"Halah, omong kosong. Ibu sendiri yang bilang pada ku, kalau kau kerjanya cuma malas-malasan di rumah ini. Kamu kira aku percaya padamu? big No. "
Danil masih keras kepala dengan semua pendapatnya tentang Rheta. Bahkan dia sudah tidak percaya lagi pada Rheta.
"Okey, akan aku buktikan kalau aku hanya bermalas-malasan. Mulai besok aku tidak akan datang ke rumah ibu lagi, walau ibu menyeret ku. Aku akan diam di rumah dan bermalas-malasan dengan Vano. Saat ini tetaplah pada pendirianmu, hingga kau menyesal suatu hari nanti. " tantang Rheta.
"Ternyata ibu benar, kau adalah wanita tidak tau diri, dan tidak tau di untung." kata Danil masih mencemooh Rheta.
Rheta yang sudah tidak tahan, dia merasa sangat sakit hati dengan tuduhan-tuduhan Danil. Akhirnya mengajak Vano masuk ke dalam kamar dan menidurkannya. Karena tak baik bagi mental anak yang melihat orang tuanya bertengkar di hadapannya.
"Ibu ga papa? " tanya Vano saat mereka sudah berada di atas ranjang.
"Ibu tak apa-apa sayang, sebaiknya Vano segera tidur karena besok Vano harus pergi sekolah. "
"Ibu harus kuat dan bertahan, dan tunggu Vano tumbuh besar. Vano akan melindungi ibu dari orang-orang jahat. " kata Vano mengeratkan pelukannya pada sang Ibu.
Mendengar itu membuat dada Rheta terasa sesak. Rheta sudah bertekad, besok dia akan melakukan apapun untuk bertahan hidup demi dirinya sendiri dan anaknya. Rheta sudah tak peduli lagi dengan ocehan suami dan mertuanya. Hatinya sudah merasa sangat lelah.
Satu minggu telah berlalu sejak kepergian Dila, Agus bahkan sudah mencarinya kemana-mana. Tapi tidak juga ketemu, menyesal, iya. Karena dia tidak bisa menjaga seseorang yang mungkin saja sedang mengandung anaknya. Agus bahkan sudah mencarinya ke rumah orang tua Dila tapi tidak juga ketemu. Ibunya sendiri tidak tau dimana anaknya itu berada.Panggilan telpon masuk membuyarkan lamunan Agus tentang Dila yang sudah menghilang selama beberapa hari. Dia melihat nomor siapa yang sudah menghubungi nya. Dan ternyata yang menghubunginya adalah pihak rumah sakit. Agus langsung mengangkat panggilan telpon itu."Hallo selamat siang. '" Siang Pak, kami dari pihak rumah sakit meminta anda untuk segera ke rumah sakit kami. Untuk mengetahui hasil tes yang anda minta. "Mendengar itu mata agus terbelalak, ia bahkan sudah melupakan tes DNA itu."Baik saya akan segera kesana. ' jawab Agus dengan wajah tegang dan segera menuju rumah sakit.Hari ini dia benar-be
"Dila... " lirih Danil.Dila yang berjalan menunduk tanpa melihat kedepan pun tidak tau kalau ada Danil di depannya.Hingga dia terus berjalan danBruk...Tubuh Dila menabrak tubuh seseorang didepannya."Maaf." ucap Dila, lalu dia mendongakkan kepala dan melihat sosok orang yang ditabraknya. Matanya membulat saat melihat siapa yang sudah dia tabrak."M... mas Danil. Kenapa ada disini? " Dila terkejut dengan adanya Danil di hadapannya."Dila... kamu juga kenapa disini?" tanya Danil pura-pura tidak tau."A.. A.. ku... "Pintu pagar terbuka, dan Abhi keluar."Ada apa Danil? " Abhi memulai sandiwaranya."Tuan Abhi, saya mau menyerahkan berkas ini kepada anda. " ujar Danil dengan menyerahkan sebuah map kepada Abhi."Oh, ya... Terima Danil. Apa kau mau masuk? ""Ti.. tidak usah tuan, saya harus bicara dengan adik saya. "Kening Abhi mengernyit melihat Dila yang tertunduk. "Jadi dia adikmu? "D
Hari ini, Dila kembali menemui Retha di rumahnya. Dia ingin membicarakan masalah tempat tinggalnya. Meski ragu, takut dan malu tapi dia harus melakukannya. Karena bagaimanapun dia membutuhkan tempat tinggal saat ini. Untuknya dan untuk anak didalam kandungnya.Setelah melihat mobil Abhi keluar dari pekarangan rumahnya, Dila segera memanggil Retha yang masih berada di depan rumahnya."Mbak."Retha yang merasa dipanggil pun segera menoleh, dan dilihatnya Dila yang berdiri di depan pagar. Ada rasa iba dihatinya saat melihat keadaan Dila. Andai saja dulu Dila tidak jahat padanya, mungkin saja Retha tidak akan bersikap tega seperti ini."Ada apa? masuklah. " Retha mengatakannya dengan nada dingin. Dia tidak ingin terlalu memberi hati kepada orang-orang yang sudah menyakitinya dulu.Dila masuk dengan wajah tertunduk malu. dan menghampiri Retha. lalu duduk berhadapan dengannya."Ada apa, ?" tanya Retha dengan nada datar."Tentang semalam, ap
"Dila... "Sebuah suara yang sangat Dila kenal itu menyapanya. Dila langsung menoleh ke asal suara."Mbak Maya? " ucap Dila dengan tergagap."Kamu lagi ngapain disini. " tanya Maya yang melihat wajah sendu mantan adik iparnya itu.Dila mencoba tersenyum dengan pVano. "Nggak apa-apa mbak, aku hanya sedang jalan-jalan. " ujar Dila berbohong."Mbak Maya sedang apa di sini? " tanya Dila balik."Aku sedang menemani Arum jalan-jalan dan bermain. " kata Maya sambil menunjuk Arum yang sedang bermain.Dila tersenyum melihat keponakannnya sedang berlarian mengejar gelembung sabun.Tiba-tiba perut Dila berbunyi, dan Tanpa sengaja Maya langsung melihat ke arah perut Dila. Matanya terbelalak saat melihat perut Dila yang membesar."Ya Ampun Dila. Ini Apa? " pekiknya dengan suara lirih."Kamu hamil? " tanya lagi.Dan dijawab Dila dengan anggukan."Apa kamu sudah menikah. " tanya Maya lagi degan berbisik.Dan
Agus berlari mencari Dila, dimana dia di rawat dan mendapat tindakan medis. Hingga seseorang menunjukkan ruang operasi, dan dia segera bergegas kesana. Agus akan merasa bersalah jika sampai teejadi apa-apa pada bayi dalam kandungan Dila. Apalagi jika itu anaknya.Beberapa dokter akan masuk ke ruang operasi bersama dokter yang memeriksa kandungan Dila tadi. Dan dia tampak heran karena ada Agus disana."Dokter, tolong selamatkan Dila dan anaknya. " pinta Agus kepada para dokter."Kami akan berusaha yang terbaik tuan, permisi. " beberapa dokter dan perawat itu segera masuk keruangan operasi dan melakuakan tindakan kepada Dila."Kasihan keadaannya sampai seperti ini. " kata seorang dokter yang menatap kasihan kepada Dila."Dia baru saja periksa di tempatku, dokter. Dan dia tampak bahagia saat mendengar bayinya kembar .Tapi kita bertemu lagi dalam keadaan seperti ini. "Semua orang di sana menghembuskan nafas nya setelah mendengar penuturan salah
"Apa papa dan mama akan tetap sayang sama Vano kalau kalian punya adik bayi? " tanya Vano dengan wajah sendu kepada kedua orang tuanya."Tentu saja sayang, mama akan tetap sayang sama Vano. Vano kan juga anak mama, kenapa Vano tanya seperti itu? ""Nggak apa-apa ma, Vano hanya takut mama sama papa nggak sayang Vano lagi setelah punya adik bayi. "Abhi lalu mengangkat Vano dan mendudukkan dipangkuannya."Apa boleh papa jelasin porsi kasih sayang antara Vano dengan adik bayi? " tanya Abhi hati-hati sebelum bicara. Karena dia tau Vano memiliki sisi sensitif jika membicarakan masalah kasih sayang.Vano mengangguk."Vano... nanti jika perhatian mama kepada adik lebih banyak dibandingkan kepada Vano, Vano tidak boleh merasa kesal atau bilang kalau mama dan papa pilih kasih atau apapun yang Vano pikirkan. ""Kenapa pa? ""Karena adik bayi membutuhkan banyak perhatian dari mama. Adik bayi kan masih kecil, belum bisa apa-apa. Bisanya cu
"Bagaimana keadaan istri saya dokter. " tanya Abhi saat melihat seorang dokter keluar dari ruang tindakan."Maaf tuan, saya tidak bisa memastikan. Tapi jika dilihat dari gejalanya sepertinya istri anda sedang hamil. Sebaiknya anda memeriksakannya langsung ke dokter kandungan untuk memastikan. " dokter memberitahu hasil pemeriksaannya."Apa? Hamil? " Abhi merasakan sangat terkejut mendengar apa yang di katakan dokter barusan.Dokter mengangguk untuk memastikan kabar yang ia sampaikan.Keterkejutan Abhi berubah menjadi senyum bahagia yang terpancar di bibirnya."Dokter apa boleh saya menemui istri saya? ""Silahkan, tuan. Setelah cairan infusnya habis anda bisa membawa istri anda memeriksakan diri ke dokter kandungan. " ujar dokter lali ia pergi meninggalkan Abhi yang akan menemui istrinya.Abhi masuk ke ruangan dengan senyuman penuh dibibirnya. Ia menatap Retha yang masih terbaring dengan penuh haru, Abhi langsung berhambur memeluk ist
Setelah kepergian ketiga orang tidak tau diri itu, Abhi dan semua orang kembali masuk ke dalam rumah. Setelah sebelumnya Danu mengunci pagar. Retha segera ke dapur dan mengambil kan air dingin untuk meredakan amarah suaminya."Minum dulu mas. " Retha menyodorkan minuman itu kepada suaminya."Terima kasih. " Abhi langsung menegak habis minuman yang diberikan istrinya itu."Maafkan aku, aku sangat marah tadi. " ujar Abhi kepada semua orang."Nggak apa-apa mas. Kami mengerti. ""Tentu saja, mas Abhi marah. Kalau rumahnya dibuat seenaknya sendiri sama orang lain, apalagi mereka hanya seorang pembantu yang di tugaskan membantu dan menjaga rumah ini. Eh, malah dibuat kayak rumah sendiri. Emang dasar pembantu nggak ada akhlak. " Jihan masih saja mengomel karena ulah pembantu kakaknya itu."Memangnya sudan berapa lama, mas Abhi nggak mengunjungi rumah ini? " tanya Retha."Ya terakhir kesini, sebelum kenal kamu. Setelah kenal dan deket sama ka
Akhir pekan ini Abhi mengajak keluarga kecilnya untuk pergi ke rumah impianAbhi, termasuk Jihan dan Danu yang ikut serta. Urusan pekerjaan di rumah, Retha serahkan kepada Lusi orang kepercayaannya. Jadi Retha tidak akan di pusingkan dengan pekerjaan jika dia sedang pergi dengan keluarganya.Abhi ingin keluarga kecilnya tau, rumahnya yang dia bangun setahun terakhir ini dan akan menjadi rumah masa depan keluarga mereka kelak. Satu jam perjalanan mereka tempuh, untuk sampai ke rumah impian Abhi. Letaknya memang jauh dari perkotaan karena Abhi menginginkan suasana yang tenang dan nyaman."Nah, Kita sampai. " ucap Abhi saat mobilnya memasuki rumah yang besar dengan halaman yang luas."Waahhhh, gede banget rumahnya pa. " Vano terkagum-kagum melihat penampakan rumah papanya itu.Abhi hanya tersenyum mendengar celetukan Vano. Dia membantu Danu membawa barang bawaan yang mereka bawa. Rencananya mereka akan menginap dua hari disana."Siapa yang jaga rumah d
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments