"Noda lipstik di baju Mas Danil itu milik siapa ya? " Rheta tak kuasa menahan gejolak hatinya. Tadi pagi, ia menemukan keganjilan saat mencuci baju-baju Mas Danil.
Beberapa hari yang lalu juga, ia sempat menemukan struk pembayaran hotel. Awalnya ia merasa, mungkin saja itu merupakan fasilitas kantor. Namun, lipstik wanita di bajunya? Rheta hanya bisa memendam pertanyaannya dengan perasaan tak menentu."ibu, kita mau kemana?" tanya Vano yang melilhat ibunya berjalan terus melewati rumah mereka.
"Oh, kita akan ke rumah ibu Dian, Nak? Yang kemarin sore kita kesana?"
"Oh, Vano pikir ibu lupa jalan pulang, karena ibu terus saja berjalan." Vano terkekeh.
Rheta tersenyum mendengarkan anaknya berceloteh. Sekarang hanya Vano harapan Rheta, karena hanya dia yang Rheta miliki saat ini. Rheta hanya akan bertahan untuk anak semata wayangnya ini.
Setelah berjalan cukup lama Rheta dan Vano akhirnya sampai di rumah bu Dian. Kedatangan mereka di sambut ibu Dian dengan ramah. Walau tergolong orang kaya, namun bu Dian sama sekali tidak memiliki sifat sombong.
"Ada apa Ret?" tanya bu Dian saat mereka sudah berada di dalam rumah.
"Mengenai kemarin bu, sepertinya mulai besok saya sudah bisa kerja. Tidak hanya paruh waktu, tapi saya mau bekerja dari pagi sampai sore, bu." kata Rheta menyampaikan maksud kedatangannya.
"Benarkah? Lalu bagaimana dengan suami dan ibu mertuamu? Apa kau sudah meminta ijin kepada mereka?"
“Saya sudah bilang kepada ibu mertua kalau saya akan kerja seperti permintaannya. Kalau sama suami saya belum bilang bu, karena dia masih berada di luar kota. Tapi saya rasa suami saya akan mengijinkan saya bekerja bu, karena dia juga meminta saya untuk bekerja kemarin."
Bu Dian sudah mengetahui apa yang selama ini menjadi keluh kesah Rheta. Karena itu pula, ia akhirnya menerima Rheta sebagai karyawannya.
"Oh, begitu...Ya sudah, kamu besok bisa masuk kerja." ujar ibu Dian.
"Tapi bu, saya ada permohonan."
"Apa katakanlah.'
"Setiap jam pulang sekolah saya minta ijin menjemput Vano, lalu bolehkah Vano ikut saya bekerja? Karena di rumah tidak ada siapa-siapa, dan saya tidak berani meninggalkan Vano dirumah sendiri."
"Ya sudah ga apa-apa. Asalkan anakmu tidak mengganggu pekerjaanmu. Dan pekerjaanmu berjalan baik,bagi saya tidak masalah."
"Alhamdulillah, terimaksih bu. Saya janji akan bekerja dengan baik, dan Vano juga janji ga akan nakal kan nak?" tanya Rheta kepada anaknya.
"Iya bu, Vano ga akan nakal, Vano juga akan bantu ibu jika ibu butuh bantuan Vano."
"Anak pintar." kaa bu Dian mengusap kepala Vano.
"Ya sudah besok kamu bisa datang ke toko jam setengah delapan. Karena toko akan buka jam delapan. Nanti saya akan ke sana untuk mengenalkanmu kepada pegawai di sana. Di sana hanya ada dua pegawai, karena pegawai ketiga kemarin mengundurkan diri karena mau menikah, maka dari itu saya menerimamu ,Rheta. Mungkin sudah rejekimu."
"Aamiin, mungkin memang benar sudah rrejeki saya bu. Ya sudah kalau begitu saya permisi dulu. Terimakasih bantuannya, bu. Assalamu'alaikum."
'Iya sama-sama, wa'alailkum salam."
Akhirnya Rheta pulang dengan perasaan lega, karena akhirnya dia bisa bekerja untuk menutupi kekurangan hidupnya.
***************
Malam harinya, saat Rheta sedang menemani Vano belajar, tiba-tiba ada panggilan masuk dari suaminya.
"Tumben." batin Rheta.
Rheta pergi menjauh dari Vano, karena dia tidak mau Vano mendengar orang tuanya bertengkar lagi.
'Hallo, Assalamu'alaikum."
"Rheta tadi kamu ngomong apa sama ibu."
"Apa? Memang apa yang di katakan ibu padamu mas?" Rheta sudah menduga, ibu mertuanya itu pasti sudah mengadu kepada suaminya.
"Kau bilang kalau kau akan bekerja dan tidak akan datang kerumah ibu untuk membantunya.'
"Oh, itu. Memang benar aku akan bekerja. Memang kenapa? Bukankah kau yang menginginkan aku bekerja ? Sekarang aku akan bekerja sesuai keinginan kalian."
"Ya, kamu kan bisa kerumah ibu dulu bantu-bantu mereka, Rheta. Setelah itu kau bisa bekerja."
"Oh , jadi kau menelponkku hanya untuk menyuruhku tetap bekerja jadi pembantu keluargamu, begitu. Eh, mas dengerin ya. Orang kerja itu ada jamnya, masuk jam berapa pulang jam berapa. Kamu tadi bangun kesiangan aja marah-marah. Karena kami punya jam masuk kerja. Begitu juga dengan aku, Aku juga harus maduk kerja sesuai permintaan orang yang memeperkerjakan aku. Jika aku harus kerja dirumah ibumu dulu,maka aku ga kan oernah dapat pekerjaan. "
"Lagi pu di sana ada mbak Maya sama Dila yang bisa membantu ibu. Kenapa hanya aku yang kalian jaDaniln pembantu. "
"Apa maksudmu Rheta?" Nada suara Danil mulai meninggi, di pastikan dia sedang marah saat ini mendengar kalimat yang di lontarkan Rheta.
"Iya, selama ini bukankah aku hanya dijadikan pembantu di rumah mertuaku sendiri, padahal di sana juga ada mbak Maya yang bisa membantu, tapi apa kenapa hanya aku yang dijadikan pembantu oleh mereka. Tidak, aku tidak mau lagi. Aku akan bekerja mulai besok, sesuai keinginan kalian aku akan bekerja dan bermalas-malasan."
Danil langsung terdiam mendengar ucapan Rheta, mungkin dia berfikir dari mana Rheta mendapat keberanian membantah ucapannya, bahkan ucapan ibunya tadi.
"Hallo, kau masih ada di sana mas, kalau sudah ga ada yang mau di omongin aku matikan telponmu, dan selamat bersenang- senang." Rheta akan mematikan telponnya namun teriakan Danil menghentikan jari tangannya.
"Apa maksudmu Rheta, bersenang-senang apa? Aku ini kerja."
"Oh, kerja ya, ya udah kalau begitu selamat bekerja suamiku.' Kata Rheta mengejek.
"Rheta, katakan padaku, kamu kerja apa sebenarnya. Bukankah kau harus meminta ijin dariku." kata Danil sedikit lembut.
"Apapun pekerjaanku, bukan urusanmu mas. Bukankah selama ini kau tak pernah peduli padaku. Mau aku jadi pembantu atau kuli bangunan apa itu penting bagimu, mas. Yang penting aku mendapat gaji yang halal, tanpa harus mendengar hinaan dari mulut keluargamu. Dan untuk ijin, untuk apa aku meminta ijinmu. Bukankah kau sendiri yang menyuruhku untuk bekerja, jadi itu artinya aku sudah mendapatkan ijin darimu secara tidak langsung."
Danil terdiam,entah apa yang di pikirkannya saat ini. Rheta sudah berubah. Istrinya yang biasanya penurut sudah berubah. Padahal tadi pagi dia masih terlihat seperti biasanya.
" Kalu sudah tidak ada yang mau kau katakan aku matikan telponnya. Assalamu'alaikum" Rheta ,mematikan panggilan telponnya sepihak tanpa mendengar balasan salam dari Danil.
Entah apa yang dipikirkan Rheta saat ini, dia merasa lega karena bisa menyampaikan semua beban yang selama ini mengganjal dihatinya. Dia sudah merasa sangat lelah mengahadapi semua ini. Hanya Vano yang membuatnya bertahan sampai saat ini,tapi sampai kapan?
" Bu..." panggil Vano yang dari tadi mendengarkan ibunya yang sedang berbicara dengan ayahnya.
Rheta menoleh ke arah pintu, dilihatnya Vano sedang bersandar di pintu.
"Ada apa nak?" tanya Rheta lembut.
" Apa ibu bertengkar lagi dengan ayah?"
Deg. Apa Vano mendengar dia bertengkar lagi?
"Tidak, tadi ayah hanya menayakan besok ibu kerja di mana."
"Apa ayah memarahi ibu lagi?"
"Tidak nak, kenapa?"
"Kalau ayah terus memarahi ibu, sebaiknya kita pergi jauh dari ayah, bu. Vano ga mau lihat ibu bersedih tiap hari. Vano sayang ibu, Vano ga mau lihat ibu nangis terus."
"Ibu ga pernah nangis kok, ibu kan kuat."
"Tadi pagi Vano lihat ibu menangis saat nyuci baju, sebenarnya Vano mau pipis,tapi saat Vano lihat ibu menangis, Vano balik lagi ke kamar. Vano sering lihat ibu menangis kalau ayah pulang. " ucap Vano jujur
"Deg... ternyata Vano sering melihatnya menangis selama ini. Ya Allah berdosanya akuu.... "
"Ga apa-apa sayang, kalau Vano sayang sama ibu. Ayo kita berjuang sama-sama Oke. "
"Iya, bu. Tapi kalau ibu sudah merasa capek berjuang, ibu bisa berhenti. Vano ga mau lihat ibu kelelahan. "
"Baiklah nak, asalkan Vano terus sama ibu Vano ga akan lelah. Sekarang ayo kita tidur. Besok Vano harus sekolah, dan ibu harus bekerja. "
Vano mengangguk dan membaringkan tubuhnya di sisi ibunya. Sungguh Rheta tidak menyangka jika Vano memitkiki pemikiran sedewasa ini.
"Apakah karena keadaan yang membuatnya dewasa lebih cepat? "
Keesokan harinya, Retha bangun pagi-pagi sekali untuk menyelesaikan pekerjaan rumahnya agar tidak terlambat untuk datang bekerja. Dilihatnya Vano yang baru bangun tidur dan langsung masuk ke kamar mandi. Retha yang melihat itu tersenyum bangga, anaknya tumbuh menjadi anak yang tidak manja. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Vano dan Retha kini berada di meja makan untuk sarapan dengan menu andalan mereka, yaitu tempe goreng dan telur dadar."Yuk, kita berangkat. Setelah mengantar Vano, ibu akan pergi bekerja. "Vano tersenyum mendengar ibunya yang bersemangat pagi ini."Ibu kerja yang rajin ya, nanti kalau sudah dapat uang beliin Vano mainan. ""Vano mau mainan apa? ""Vano mau mobil-mobilan, bu. ""Ya sudah tunggu ibu dapat uang ya. Nanti ibu belikan mobil-mobilan. "Tak terasa mereka sudah sampai di sekolah Vano. Setelah menitipkan Vano kepada gurunya, Retha langsung menuju toko yang akan menjadi tempatnya bekerja. Toko masih tutup, mungkin Retha datang terlalu pagi. Jadi dia menun
Retha pulang ke rumahnya jam lima sore dengan menaiki sepeda yang dipinjamkan oleh bu Dian. Dia benar-benar merasa bersyukur atas apa yang dia dapatkan hari ini. Seorang majikan dan teman-teman yang baik. Dia tidak pernah berfikir sebelumnya kalau semua ini akan terjadi padanya. Sedikit berontaknya dia kepada keluarga suaminya, seolah melepaskan sedikit ikatan yang menjerat lehernya.Setelah menjalankan sholat maghrib, Retha sedang mengajari Aksa mengaji. Hingga deru suara motor milik Danil berhenti di depan rumah. Danil masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam, membuat Retha dan Aksa saling berpandangan dan menghembuskan nafas secara bersamaan."Sudah pulang mas? " Retha menyapa Danil yang dari tadi hanya diam saja."Kamu lihat sendiri kan aku sudah dirumah sekarang. " jawab Danil dengan ketus.Retha tidak menghiraukannya, dia langsung ke dapur dan membuatkan teh untuk Danil. Lalu menghidangkannya di meja."Tumben pulang cepet, kemarin bilang dua hari. " Retha mencoba berbasa bas
Dua minggu telah berlalu setelah telpon dari ibu Retha di kampung. Retha sudah meminta ijin dari bu Dian untuk cuti kerja selama waktu yang belum di tentukan. Bu Dian pun mengerti, dan mengijinkannya untuk cuti. Bu Dian tidak memecat Retha, karena sejak awal niatnya memperkerjakan Retha adalah untuk membantunya keluar dari masalah keluarganya. Beliau juga tidak akan menambah pegawai di tokonya, karena untuk saat ini cukup dua orang saja yang jaga. Ditambah nanti Retha jika dia sudah datang.Retha telah melakukan perubahan besar di toko selama dua minggu ini, dia memperbaiki pakaian yang sedikit sobek atau ada cacat nya, karena Retha bisa menjahit dan menyulam. Hasil jahitannya pun rapi. Sehingga pakaian-pakaian itu, bisa dijual kembali walau dengan harga murah. Karena itu bu Dian tidak akan menggantikan Retha dengan orang lain. Retha memiliki ketrampilan menjahit di sekolahnya dulu waktu SMK dia mengambil kursus menjahit, sehingga sedikit banyak dia bisa menjahit.Retha juga meminta p
"Utiiii.... " Vano berlari kearah neneknya saat mereka sudah sampai di halaman rumah orangtua Retha. "Eh, cucu uti sudah datang... " bu Hasna menyambut cucunya dengan sangat bahagia, dan langsung memeluk cucu satu-satunya itu. "Kamu sudah datang, nduk? " sapa ibu Hasna ketika melihat anaknya berjalan mendekat. "Iya bu, " Retha langsung mencium tangan renta ibunya. "Ayo masuk. " Mereka bertiga akhirnya masuk ke dalam rumah. Suasana rumah yang sepi seperti biasa. Bu Hasna langsung masuk ke dalam dapur untuk mengambilkan anak dan cucunya minum namun dilarang Retha. "Ga usah repot-repot, bu. Nanti kalau haus, aku bisa ambil sendiri. " "Ya wes lek, ngunu. " (Ya udah kalau begitu) "Suamimu mana kok ga ikut? " Bu Hasna yang sejak tadi sudah gatal ingin menanyakan kenapa Danil tidak ikut. "Mas Danil repot bu, jadi ga bisa ambil cuti. kalau hari ini ngantar aku, nanti malem mas Danil harus pulang. Aku kasihan nanti mas Danilnya capek, belum besok harus kerja. " ujar Retha memberi alas
Retha kembali ke rumah kontrakannya saat waktu menunjukkan pukul tiga sore. Keadaan rumah tampak sepi, padahal ini akhir pekan. Biasanya Dika ada di rumah, walau hanya untuk tidur seharian. Tapi sekarang, kenapa rumah terlihat sepi banget. Retha membuka pintu dengan kunci cadangan yang dibawanya. Mereka berdua masuk ke dalam rumah setelah mengucapkan salam. Di dalam rumah tampak berantakan, debu di mana-mana dan banyak bungkus makanan yang tidak dibuang di tempatnya. Mungkin bekas makan Dika, yang beli makanan online atau membawa makanan dari luar. Retha menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan keras. "Apa rumah ini tidak pernah di sapu atau dibersihkan selama kepergianku? " gumam Retha. "Vano... sebaiknya Vano mandi dulu ya? Ibu mau bersih-bersih rumah dulu. " Vano nurut dan langsung melakukan perintah ibunya. Retha mulai membersihkan rumah, mulai dari menyapu dan mengepel lantai. Mengelap meja dan mengumpulkan sampah yang berserakan lalu membuangnya. Setelah berkut
Tiga bulan telah berlalu setelah Retha membeli rumah, sekarang Retha sudah tidak bekerja di toko bu Dian. Tapi Retha membuka usaha sendiri di rumah barunya. Tanpa mengurangi rasa hormat dan terimakasih nya kepada Bu Dian orang yang sudah membantunya selama ini.Dia mengisi stok tokonya dari toko bu Dian, karena dari sana Retha bisa mendapatkan barang dengan harga grosir, selain mengambil stok di toko lain. Bu Dian sekali lagi dengan senang hati membantu Retha untuk mengembangkan usahanya itu. Dirumah baru Retha itu tidak hanya membuka toko pakaian, tapi juga menjual sembako untuk kebutuhan sehari-hari. Toko pakaian Retha kebanyakan dijual secara online melalui media sosial, sehingga banyak peminatnya. Dirumah baru itu, Retha juga memperkerjakan seseorang untuk membersihkan rumahnya dan membantu pekerjaan Retha. Dan seorang pegawai untuk membantunya menjaga toko atau mengepak barang. Sehingga dia tidak telalu lelah saat bekerja. Masalah rumah tangganya pun tetap sama tidak ada perubah
Di rumah mertua Retha mereka sedang kedatangan seorang tamu, seorang wanita cantik dengan mobil sportnya dan penampilan yang elegan, khas wanita kantoran. "Maaf sebelumnya, apa ini rumah mas Dika? " tanya wanita cantik itu. "Iya benar, kamu siapa ya?" tanya bu Ayu dengan mata berbinar melihat penampilan wanita cantik di depannya. "Kenalkan bu, saya Violet, teman dekatnya mas Dika. " kata Vio mengulurkan tangannya. Uluran tangan Vio disambut bu Ayo dengan senang hati. "Oh, temannya Dika, ayo masuk. Saya ibunya Dika. " akhirnya bu Ayu mengajak wanita bernama Vio itu masuk ke dalam rumah, dan mempersilahkan nya duduk. Violet atau yang biasa di sapa Vio, menyapu pandangan ke seluruh isi rumah. Meneliti setiap sudut rumah itu. 'Lumayan, tapi lebih besar rumah ku' katanya dalam hati. "Ada apa ya? kok tiba-tiba temannya Dika datang kemari? " tanya Bu Ayu ketika mereka sudah duduk. "Ah, tidak ada apa-apa bu, saya cuma main aja. Dan ingin mengenal keluarga mas Dika dari dekat." kata Vi
"Apakah dia selingkuhanmu mas? " tanya Retha to the point, tanpa basa-basi lagi. Danil gelagapan mendapat pertanyaan tak terduga dari Retha, dia tidak menyangka kalau Retha akan bertanya seperti itu. "Apa maksudmu, Retha. Kau menuduhku berselingkuh? " ucapan Danil meninggi untuk menutupi kegugupan nya. "Aku tidak menuduh, tapi aku bisa melihat gelagat kalian berdua. Lagipula, tadi Dila bilang. Kalau wanita itu lebih pantas menjadi istrimu dari pada aku. " kata Retha tak kalah meninggi. Danil terdiam, tak bisa menjawab lagi. Retha benar-benar sudah berubah, dan bisa membantah semua ucapannya. "Kenapa, benVanon ucapanku? kalau wanita itu selingkuhanmu. " tanya Retha lagi karena tidak mendapat jawaban dari Danil. "Pantas kau jarang pulang ke rumah. Ternyata kau punya simpanan lain di luar sana. " "Tutup mulutmu Retha. " Danil sudah tidak bisa mengontrol emosinya lagi, dia hampir saja menampar Retha. "Kenapa tidak kau teruskan, ayo pukul aku. Agar aku bisa melakukan visum, dan men
Satu minggu telah berlalu sejak kepergian Dila, Agus bahkan sudah mencarinya kemana-mana. Tapi tidak juga ketemu, menyesal, iya. Karena dia tidak bisa menjaga seseorang yang mungkin saja sedang mengandung anaknya. Agus bahkan sudah mencarinya ke rumah orang tua Dila tapi tidak juga ketemu. Ibunya sendiri tidak tau dimana anaknya itu berada.Panggilan telpon masuk membuyarkan lamunan Agus tentang Dila yang sudah menghilang selama beberapa hari. Dia melihat nomor siapa yang sudah menghubungi nya. Dan ternyata yang menghubunginya adalah pihak rumah sakit. Agus langsung mengangkat panggilan telpon itu."Hallo selamat siang. '" Siang Pak, kami dari pihak rumah sakit meminta anda untuk segera ke rumah sakit kami. Untuk mengetahui hasil tes yang anda minta. "Mendengar itu mata agus terbelalak, ia bahkan sudah melupakan tes DNA itu."Baik saya akan segera kesana. ' jawab Agus dengan wajah tegang dan segera menuju rumah sakit.Hari ini dia benar-be
"Dila... " lirih Danil.Dila yang berjalan menunduk tanpa melihat kedepan pun tidak tau kalau ada Danil di depannya.Hingga dia terus berjalan danBruk...Tubuh Dila menabrak tubuh seseorang didepannya."Maaf." ucap Dila, lalu dia mendongakkan kepala dan melihat sosok orang yang ditabraknya. Matanya membulat saat melihat siapa yang sudah dia tabrak."M... mas Danil. Kenapa ada disini? " Dila terkejut dengan adanya Danil di hadapannya."Dila... kamu juga kenapa disini?" tanya Danil pura-pura tidak tau."A.. A.. ku... "Pintu pagar terbuka, dan Abhi keluar."Ada apa Danil? " Abhi memulai sandiwaranya."Tuan Abhi, saya mau menyerahkan berkas ini kepada anda. " ujar Danil dengan menyerahkan sebuah map kepada Abhi."Oh, ya... Terima Danil. Apa kau mau masuk? ""Ti.. tidak usah tuan, saya harus bicara dengan adik saya. "Kening Abhi mengernyit melihat Dila yang tertunduk. "Jadi dia adikmu? "D
Hari ini, Dila kembali menemui Retha di rumahnya. Dia ingin membicarakan masalah tempat tinggalnya. Meski ragu, takut dan malu tapi dia harus melakukannya. Karena bagaimanapun dia membutuhkan tempat tinggal saat ini. Untuknya dan untuk anak didalam kandungnya.Setelah melihat mobil Abhi keluar dari pekarangan rumahnya, Dila segera memanggil Retha yang masih berada di depan rumahnya."Mbak."Retha yang merasa dipanggil pun segera menoleh, dan dilihatnya Dila yang berdiri di depan pagar. Ada rasa iba dihatinya saat melihat keadaan Dila. Andai saja dulu Dila tidak jahat padanya, mungkin saja Retha tidak akan bersikap tega seperti ini."Ada apa? masuklah. " Retha mengatakannya dengan nada dingin. Dia tidak ingin terlalu memberi hati kepada orang-orang yang sudah menyakitinya dulu.Dila masuk dengan wajah tertunduk malu. dan menghampiri Retha. lalu duduk berhadapan dengannya."Ada apa, ?" tanya Retha dengan nada datar."Tentang semalam, ap
"Dila... "Sebuah suara yang sangat Dila kenal itu menyapanya. Dila langsung menoleh ke asal suara."Mbak Maya? " ucap Dila dengan tergagap."Kamu lagi ngapain disini. " tanya Maya yang melihat wajah sendu mantan adik iparnya itu.Dila mencoba tersenyum dengan pVano. "Nggak apa-apa mbak, aku hanya sedang jalan-jalan. " ujar Dila berbohong."Mbak Maya sedang apa di sini? " tanya Dila balik."Aku sedang menemani Arum jalan-jalan dan bermain. " kata Maya sambil menunjuk Arum yang sedang bermain.Dila tersenyum melihat keponakannnya sedang berlarian mengejar gelembung sabun.Tiba-tiba perut Dila berbunyi, dan Tanpa sengaja Maya langsung melihat ke arah perut Dila. Matanya terbelalak saat melihat perut Dila yang membesar."Ya Ampun Dila. Ini Apa? " pekiknya dengan suara lirih."Kamu hamil? " tanya lagi.Dan dijawab Dila dengan anggukan."Apa kamu sudah menikah. " tanya Maya lagi degan berbisik.Dan
Agus berlari mencari Dila, dimana dia di rawat dan mendapat tindakan medis. Hingga seseorang menunjukkan ruang operasi, dan dia segera bergegas kesana. Agus akan merasa bersalah jika sampai teejadi apa-apa pada bayi dalam kandungan Dila. Apalagi jika itu anaknya.Beberapa dokter akan masuk ke ruang operasi bersama dokter yang memeriksa kandungan Dila tadi. Dan dia tampak heran karena ada Agus disana."Dokter, tolong selamatkan Dila dan anaknya. " pinta Agus kepada para dokter."Kami akan berusaha yang terbaik tuan, permisi. " beberapa dokter dan perawat itu segera masuk keruangan operasi dan melakuakan tindakan kepada Dila."Kasihan keadaannya sampai seperti ini. " kata seorang dokter yang menatap kasihan kepada Dila."Dia baru saja periksa di tempatku, dokter. Dan dia tampak bahagia saat mendengar bayinya kembar .Tapi kita bertemu lagi dalam keadaan seperti ini. "Semua orang di sana menghembuskan nafas nya setelah mendengar penuturan salah
"Apa papa dan mama akan tetap sayang sama Vano kalau kalian punya adik bayi? " tanya Vano dengan wajah sendu kepada kedua orang tuanya."Tentu saja sayang, mama akan tetap sayang sama Vano. Vano kan juga anak mama, kenapa Vano tanya seperti itu? ""Nggak apa-apa ma, Vano hanya takut mama sama papa nggak sayang Vano lagi setelah punya adik bayi. "Abhi lalu mengangkat Vano dan mendudukkan dipangkuannya."Apa boleh papa jelasin porsi kasih sayang antara Vano dengan adik bayi? " tanya Abhi hati-hati sebelum bicara. Karena dia tau Vano memiliki sisi sensitif jika membicarakan masalah kasih sayang.Vano mengangguk."Vano... nanti jika perhatian mama kepada adik lebih banyak dibandingkan kepada Vano, Vano tidak boleh merasa kesal atau bilang kalau mama dan papa pilih kasih atau apapun yang Vano pikirkan. ""Kenapa pa? ""Karena adik bayi membutuhkan banyak perhatian dari mama. Adik bayi kan masih kecil, belum bisa apa-apa. Bisanya cu
"Bagaimana keadaan istri saya dokter. " tanya Abhi saat melihat seorang dokter keluar dari ruang tindakan."Maaf tuan, saya tidak bisa memastikan. Tapi jika dilihat dari gejalanya sepertinya istri anda sedang hamil. Sebaiknya anda memeriksakannya langsung ke dokter kandungan untuk memastikan. " dokter memberitahu hasil pemeriksaannya."Apa? Hamil? " Abhi merasakan sangat terkejut mendengar apa yang di katakan dokter barusan.Dokter mengangguk untuk memastikan kabar yang ia sampaikan.Keterkejutan Abhi berubah menjadi senyum bahagia yang terpancar di bibirnya."Dokter apa boleh saya menemui istri saya? ""Silahkan, tuan. Setelah cairan infusnya habis anda bisa membawa istri anda memeriksakan diri ke dokter kandungan. " ujar dokter lali ia pergi meninggalkan Abhi yang akan menemui istrinya.Abhi masuk ke ruangan dengan senyuman penuh dibibirnya. Ia menatap Retha yang masih terbaring dengan penuh haru, Abhi langsung berhambur memeluk ist
Setelah kepergian ketiga orang tidak tau diri itu, Abhi dan semua orang kembali masuk ke dalam rumah. Setelah sebelumnya Danu mengunci pagar. Retha segera ke dapur dan mengambil kan air dingin untuk meredakan amarah suaminya."Minum dulu mas. " Retha menyodorkan minuman itu kepada suaminya."Terima kasih. " Abhi langsung menegak habis minuman yang diberikan istrinya itu."Maafkan aku, aku sangat marah tadi. " ujar Abhi kepada semua orang."Nggak apa-apa mas. Kami mengerti. ""Tentu saja, mas Abhi marah. Kalau rumahnya dibuat seenaknya sendiri sama orang lain, apalagi mereka hanya seorang pembantu yang di tugaskan membantu dan menjaga rumah ini. Eh, malah dibuat kayak rumah sendiri. Emang dasar pembantu nggak ada akhlak. " Jihan masih saja mengomel karena ulah pembantu kakaknya itu."Memangnya sudan berapa lama, mas Abhi nggak mengunjungi rumah ini? " tanya Retha."Ya terakhir kesini, sebelum kenal kamu. Setelah kenal dan deket sama ka
Akhir pekan ini Abhi mengajak keluarga kecilnya untuk pergi ke rumah impianAbhi, termasuk Jihan dan Danu yang ikut serta. Urusan pekerjaan di rumah, Retha serahkan kepada Lusi orang kepercayaannya. Jadi Retha tidak akan di pusingkan dengan pekerjaan jika dia sedang pergi dengan keluarganya.Abhi ingin keluarga kecilnya tau, rumahnya yang dia bangun setahun terakhir ini dan akan menjadi rumah masa depan keluarga mereka kelak. Satu jam perjalanan mereka tempuh, untuk sampai ke rumah impian Abhi. Letaknya memang jauh dari perkotaan karena Abhi menginginkan suasana yang tenang dan nyaman."Nah, Kita sampai. " ucap Abhi saat mobilnya memasuki rumah yang besar dengan halaman yang luas."Waahhhh, gede banget rumahnya pa. " Vano terkagum-kagum melihat penampakan rumah papanya itu.Abhi hanya tersenyum mendengar celetukan Vano. Dia membantu Danu membawa barang bawaan yang mereka bawa. Rencananya mereka akan menginap dua hari disana."Siapa yang jaga rumah d