Selesai infus, langit pun sudah gelap saat aku mengantar Lauren pulang ke rumah.Aku khawatir Lauren tidak bisa menjaga dirinya dengan baik. Jadi, aku memutuskan untuk menginap di rumahnya.Keesokan harinya, saat menyantap sarapan, beberapa kali Lauren menatapku dengan tatapan heran.Aku pun tersenyum. “Ada apa?”“Uhuk, itu … ehm ….” Lauren tidak tahu bagaimana cara buka suara. Tiba-tiba dia bersikap serius, lalu berkata, “Saat kamu bertanya masalah obat perangsang Kenneth malam itu, ponselmu tiba-tiba nggak bisa dihubungi. Aku masih belum sempat tanya soal itu.”Aku merasa bingung. “Tanya apa?”Lauren pun tersenyum, lalu mendekatinya untuk bertanya, “Apa kalian berhubungan waktu itu? Setelah dia makan obat itu, seharusnya dia bisa bertahan sangat lama dan sangat berstamina, ‘kan?”Aku yang sedang makan pun tersedak. Sebenarnya aku tahu Lauren memang selalu melontarkan kata-kata yang mengejutkan, tapi aku selalu saja tidak tahu bagaimana menjawabnya. Aku terbatuk-batuk, lalu berlagak t
Aku merasa kaget. “Gimana mereka semua bisa tahu masalah kehamilannya?”Seharusnya tidak banyak yang mengetahui masalah kehamilan Solana?“Siapa juga yang tahu?” Lauren duduk bersila di atas bangku. “Ada banyak yang bersedia untuk memberi pelajaran kepada pelakor. Sepertinya dia sendiri yang nggak sengaja membocorkannya, makanya berita ini jadi tersebar.”“Kamu lihat saja. Jangan ikut untuk bersuara.” Bukannya aku memiliki hati mulia. Sekarang Kenneth memang sedang berselingkuh dengan Solana. Perbuatan tercela itu memang pantas untuk menuai caci maki. Hanya saja, temperamen Kenneth tidak bagus. Seandainya Kenneth ingin menegakkan keadilan untuk Solana, bisa jadi Lauren akan terlibat dalam masalah ini.Lauren sudah cukup bekerja keras untuk bisa bertahan hidup di Kota Akasha. Dia tidak akan sanggup untuk menerima tekanan Kenneth lagi.Lauren mengusap telinga dengan canggung, lalu membalas, “Iya, aku mengerti.” Dia berbicara dengan sangat cepat, aku tidak bisa mendengar dengan jelas.Se
Lauren sudah cukup bersabar dari tadi. Dia langsung merampas ponsel dari tanganku. Meskipun dia sedang sakit, dia tetap tidak kelihatan lemas.“Solana, kamu punya cermin, nggak? Apa kamu nggak lihat ada tulisan ‘pelakor’ di atas mukamu?” Kemudian, Lauren berkata lagi, “Kenneth, memangnya kamu itu sial ….”Seluruh bulu kudukku berdiri ketika mendengarnya. Belum selesai Lauren berulah, aku langsung pergi memutuskan panggilan!Lauren masih belum puas untuk memaki orang di ujung telepon. “Ngapain kamu tutup teleponnya? Aku belum puas untuk maki pasangan rendahan itu!”“Jangan emosi!” Tadi hatiku memang terasa penat. Namun, aku sudah menenangkan diriku sekarang. Aku menuangkan segelas air hangat untuk Lauren. “Sebenarnya bagus juga kalau Kenneth dengar omongannya. Setelah bercerai, kami pun bisa hidup dengan lebih santai.”Dengan kondisiku dan Kenneth sekarang, melepaskan satu sama lain adalah pilihan terbagus.“Apa kamu rela?” Lauren meminum air hangat itu. Namun, dia masih saja merasa gus
“Jangan malu-maluin!”“Hah?” Samuel membuka matanya dan spontan merasa kaget. “Kak Jasmine! Kenapa jadi kamu? Uhuk ….” Kemudian, dia menggaruk kepalanya dengan canggung. “Kamu … ternyata kamu lagi di sini.”“Emm, aku juga datang buat cium Lauren,” sindir aku sembari menunjuk ke sisi rak sepatu. “Silakan.”Dari gaya Samuel, sepertinya bukan pertama kalinya dia berkunjung ke rumah Lauren. Jadi, aku tidak perlu mengambilkan sandal untuknya.Aku menoleh, lalu melayangkan tatapan penuh tanda tanya kepada Lauren.Lauren mengangkat-angkat pundaknya. “Semuanya nggak seperti yang kamu pikirkan. Aku masih jomlo, kok.”“Kak Jasmine, kamu tinggal tunggu kabar baik dariku saja!” Akhirnya Samuel tidak merasa canggung lagi. Dia mengenakan sandal, lalu menimpali.Lauren memarahinya. “Diam! Kenapa kamu bisa ke sini?”“Aku dengar-dengar kamu lagi sakit. Aku datang buat jenguk kamu.”“Kamu datang jenguk aku dengan tangan kosong?”“Aku panik sekali ketika mendengar kabar kamu sakit. Jadi, aku nggak sempat
Aku terbengong sejenak. “Bisa jadi.”Kami juga sudah dewasa. Tentu saja aku bisa merasakan maksud dari perilaku dan ucapan seseorang. Hanya saja, yang aku inginkan bukanlah sedikit kebaikan setelah disakiti. Semua itu tidak berarti bagiku.Lantaran kedua hati tidak bisa bersatu, alangkah baiknya kami berjalan di jalan masing-masing. Semua ini adalah sebuah pilihan yang tepat.Hari ini mereka bukan datang untuk minum alkohol, melainkan untuk bermain kartu.Saat sampai di depan ruangan VIP, tiba-tiba aku ingin ke toilet. Aku permisi dengan Lauren, lalu berjalan ke sisi toilet.Selesai buang air kecil, aku berjalan keluar toilet dan bertemu dengan Stephen. Kebetulan dia juga sedang melihat ke sisiku. Aku berkata dengan tersenyum, “Aku sudah melihat daftar nama peserta yang dikumpulkan Grup Horgana. Ada namamu di dalam sana. Aku sungguh berharap kita bisa bekerja sama pada suatu hari nanti.”Aku merasa agak malu, lalu berkata dengan tersenyum, “Kak Stephen, aku hanya punya kesempatan unt
Kenneth selalu saja bersikap seperti ini. Saat tidak sanggup berdalih, dia pun akan menyumpal mulutku.Si pria mencubit daguku, lalu menciumku dengan ganasnya. Kedua tangan diletakkan di atas pinggangku. Aku yang dielus itu pun merasa merinding.Aku tahu kalau aku membiarkannya bersikap semena-mena lagi. Penampilanku pasti akan berantakan ketika keluar nanti. Namun, semuanya tidak di bawah kendaliku.Kenneth sangat dominan dalam soal ini. Apalagi, kekuatan pria dan wanita sangatlah jauh. Aku tidak sanggup melawannya. Aku tahu Kenneth tidak suka dengan sikap kerasku. Jadi, aku mengangkat kepalaku, lalu memelas dengan suara kecil, “Kenneth, jangan begini, ya. Nanti aku nggak bisa bertemu mereka lagi ….”“Kamu mau ketemu siapa? Stephen?” tanya Kenneth sembari menciumku. Suara serak yang dilontarkannya terdengar seksi.Pada kondisi seperti ini, tentu saja aku tidak akan melawannya lagi. Aku terpaksa membiarkan dia menciumku sembari mencari kesempatan untuk menjelaskan, “Aku … aku nggak ada
Ternyata semua ini bukan ilusiku belaka, juga bukan salah paham. Bahkan, suamiku sendiri juga menganggap hubungan kami menjadi sebuah hubungan gelap. Dari tadi Kenneth mempertanyakan hubunganku dengan Stephen. Sekarang dia malah menyembunyikanku di dalam ruangan, tidak mengizinkanku untuk keluar. Konyol sekali!“Semuanya nggak seperti yang kamu pikirkan.” Kenneth mencengkeram pundakku. Aku spontan melangkah mundur sembari menatapnya. Padahal aku tidak ingin menangis, tetapi air mata malah menetes di pipiku. “Jangan sentuh aku!” Pikiranku sungguh kacau saat ini.“Jasmine, kamu jangan berpikir sembarangan. Aku hanya nggak berharap ….”“Tok, tok, tok ….” Suara ketuk pintu memotong ucapan Kenneth.Sepertinya Solana masuk ke setiap ruangan demi untuk memergoki Kenneth dan aku. Jika tidak, dia tidak akan selambat ini.“Tunggu aku pulang. Aku akan beri penjelasan kepadamu.” Sebelum Kenneth keluar ruangan, dia meninggalkan kalimat ini.Saat aku tersadar dari bengongku, suasana di luar ruangan
[ Tentu saja boleh! Dengar-dengar kamu pergi bareng Kenneth. Apa yang terjadi? Apa dia menindasmu lagi? ]Lauren mengirim emotikon marah kepadaku. Belum sempat aku membalas pesannya, tiba-tiba muncul notifikasi panggilan dari Lauren. Aku pun langsung memutuskan panggilan.[ Aku baik-baik saja. Aku lagi di mobil. Kita bicarakan lagi setelah pulang nanti. ]Sepanjang perjalanan, Stephen menyadari suasana hatiku sangat tertekan. Dia pun terdiam, tidak sengaja mencari topik pembicaraan. Dia memberiku ruang untuk mencerna masalahku.Sebelum menuruni mobil, aku membuka sabuk pengaman. “Kak Stephen, kamu jangan keberatan dengan ucapannya tadi, ya.”Stephen menghentikan mobilnya, lalu berkata dengan nada bercanda, “Apa kamu nggak sadar? Kamu nggak ucapin terima kasih lagi hari ini.”Aku menggigit bibirku. “Tapi hari ini seharusnya aku ….”“Aku bukan lagi mengingatkanmu untuk berterima kasih kepadaku.” Stephen menyela ucapanku, lalu berkata dengan suara lembut, “Sesama teman nggak usah bersikap