Makan malam hari ini terasa hambar di lidahku.Setelah pulang ke rumah, aku juga tidak bisa tidur dengan nyenyak. Aku merasa sepertinya aku sedang tertidur, tapi aku juga merasa aku tidak sedang tidur.Keesokan harinya, aku baru bangun di siang hari. Aku merasa bagai sedang melayang ketika berjalan. Aku membongkar kulkas, lalu memasak ikan saus tomat dan tahu kukus udang untuk makan siangku. Setelah melahap masakan dengan nasi, akhirnya aku merasa lebih bersemangat.Konser diadakan di malam hari. Berhubung masih ada waktu, aku pun berencana untuk bekerja dulu daripada larut dalam suasana hati negatif.Seperti biasanya aku membuka media sosial. Postingan dari akun resmi MS membuatku semakin bersemangat.Saat aku hendak membaca dengan saksama, tiba-tiba aku menerima panggilan dari Lauren. “Sayang, apa kamu baik-baik saja?”Aku tidak ingin Lauren mengkhawatirkanku. “Aku baik-baik saja, kok.”“Kenneth masih belum pulang?”Aku terdiam sejenak. “Belum.”“Kalau begitu, jangan ungkit dia lagi.
Saat aku melihat nama panggilan masuk, aku merasa semuanya terasa tidak nyata. Aku pun terbengong sejenak, baru mengangkatnya. “Halo.”“Apa kamu di rumah?” Sepertinya Kenneth sedang berada di tempat yang sangat lapang. Aku dapat mendengar rasa lelah dari nada bicaranya.Aku berdiri, lalu berjalan ke balkon sembari meregangkan leherku. Aku menahan rasa lara di hati, lalu bertanya, “Emm, gimana sama kamu? Apa kamu masih sibuk?”Iya juga, Solana kehilangan banyak darah. Mana mungkin Kenneth akan merasa tenang.“Urusanku akan segera selesai.” Entah apa yang sedang dipikirkan Kenneth, dia berdeham. “Tiket konser ada di atas rak sepatu. Ingat bawa sewaktu keluar rumah nanti.”Semuanya memang sesuai dengan dugaanku. Hanya saja, ketika mendengar langsung dari mulut Kenneth, hatiku pun terasa sedih. “Kamu nggak ikut?”“Apa yang lagi kamu pikirkan? Kita ketemuan di depan pintu stadion ….” Kenneth tersenyum. Belum sempat dia menyelesaikan omongannya, tiba-tiba terdengar suara lembut dari ujung te
Mungkin orang yang aku tunggu juga tidak akan datang.Si gadis juga sangat pintar. Dia bertanya dengan tersenyum, “Kak, apa kamu lagi tunggu seseorang?”“Iya.”“Temanmu pasti terjebak macet di jalan. Saat ini jalan menuju stadion sangat padat.”Mungkin dia bisa melihat ekspresi kecewa di wajahku. Dia berjalan mendekatiku, lalu memiringkan kepalanya. “Aku temani kamu untuk tunggu bersama.”“Kamu nggak ke dalam?”“Aku nggak berhasil mendapatkan tiket.” Dia mengangkat-angkat pundaknya sembari mencemberutkan bibirnya. Dia kelihatan kecewa dan juga tidak berdaya.Aku pun tersenyum tipis. “Kalau begitu, kamu temani aku untuk menunggunya.”Kenneth tidak akan datang. Aku juga bukan sedang menunggunya. Aku hanya ingin menunggu kapan diriku akan menyerah nantinya.Aku menunggunya selama 1 jam hingga pintu masuk stadion tidak ramai lagi. Tanganku yang menggenggam ponsel itu juga sudah kedinginan. Suara pengumuman batas waktu memasuki stadion terdengar. “Jasmine.” Tiba-tiba terdengar suara hangat
“Nggak apa-apa, aku nggak bakal tertawain kamu, kok.”Aku menepuk-nepuk pundak Stephen, lalu mengalihkan topik pembicaraan dengan tersenyum. “Ternyata kamu juga suka sama Eason. Kamu nggak pernah bilang dulu.”Stephen melihat ke sisi panggung. Nada bicaranya agak datar. “Namanya juga ketularan.”“Dia juga suka?”“Emm, dia suka dengar lagu Eason sewaktu kuliah dulu.”“Kebetulan sekali.” Aku tersenyum. “Aku juga suka dengar lagu Eason sewaktu kuliah dulu.”Ujung bibir Stephen melengkung ke atas. Dia membalas, “Iya, kebetulan sekali.”Kami duduk di area VIP dengan lokasi pandang yang sangat bagus. Tidak ada yang menghalangi di seluruh acara. Seiring dengan terdengarnya alunan musik familier di telinga, penyanyi menampakkan diri di atas panggung. Suasana seketika semakin memanas. Terdengar suara jerit dan nyanyian para penggemar. Berbeda dengan penggemar pada umumnya, aku dan Stephen hanya duduk sambil mendengar saja.Masa lalu sudah berlalu lama. Sekarang semuanya bagai film yang diputar
Tidak lama lagi?Aku semakin penasaran lagi, ingin mengorek gosip itu sampai tuntas. Hanya saja, aku merasa tidaklah sopan untuk bertanya terlalu banyak. Jadi, aku terpaksa menahan rasa penasaranku.Setiap lagu yang dinyanyikan dalam konser malam ini adalah lagu yang aku simpan dalam daftar laguku. Selesai mendengar, aku masih merasa belum puas. Apalagi ketika melihat penyanyi mundur dari panggung, aku masih merasa semuanya bagai mimpi saja. Aku duduk di bangku sembari mengamati orang-orang yang mulai meninggalkan stadion. Tiba-tiba hatiku terasa sangat amat hampa.Hingga saat ini, aku masih menggenggam ponselku. Namun, aku tidak mendapat pesan ataupun panggilan dari Kenneth. Saat aku sedang melamun, Stephen juga sangat menghormatiku. Dia tidak mendesakku sama sekali, melainkan hanya menunggu di samping saja.Ketika aku tersadar dari lamunanku, kami baru mengikuti langkah yang lain, berjalan meninggalkan stadion.Meskipun ada sekuriti yang mengatur ketertiban, tetap masih ada yang ber
Seiring dengan menyalanya lampu di dalam mobil, Kenneth pun terbangun. Dia yang diganggu itu merasa sedikit marah. Satu detik kemudian, dia memalingkan kepalanya, lalu berpapasan dengan tatapanku.Kali ini, Kenneth baru menyingkirkan rasa marahnya. “Apa konser sudah berakhir?” Dia berlagak layaknya tidak terjadi apa-apa saja. Seolah-olah masalah dia membohongiku, apalagi menemani Solana selama 2 hari ini, hanyalah ilusiku saja.Aku sudah capek, tidak ingin bersandiwara lagi. “Semalam orang yang kamu lihat di rumah sakit itu aku. Kenneth, waktu itu aku berdiri sekitar 10 meter darimu. Salah, seharusnya lebih dekat lagi. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, suamiku sedang khawatirin wanita lain.”“Aku juga mendengar kamu mengaku di hadapan suster bahwa kamu itu suaminya. Jadi, ketika kamu telepon aku semalam, aku tahu kamu lagi bohongin aku.”Ujung bibirku sedikit berkedut. Aku menatapnya sembari melanjutkan, “Oh, iya, dia juga lagi hamil. Dia hamil anak kalian, ‘kan?”Setiap kata-k
Kenneth menyipitkan matanya. Dia menatapku dengan tersenyum. “Cari masalah?”Jelas-jelas senyumannya kelihatan seperti biasa. Namun, hatiku malah terasa dingin. Sepertinya jika aku menantangnya lagi, dia akan mencekik leherku.“Iya, nggak boleh?” Hanya saja, aku masih tidak ingin mengalah.Kenneth yang menunjukkan raut dingin pun mendengus. Saat hendak membalas, tiba-tiba ponselnya berdering. Solana! Nama itu langsung terlintas di benakku. Mungkin inilah yang dinamakan indra keenam seorang wanita. Panggilan itu memang dari Solana.Kenneth menekan-nekan keningnya. Dia tidak menjawab, tetapi bunyi dering ponsel masih tidak berhenti. Seandainya Kenneth tidak ingin mengangkat, dia memiliki seribu satu cara untuk memutuskan panggilan Solana. Namun, kelihatan sekali dia tidak ingin melakukannya.“Ken, kamu lagi di mana? Kenapa kamu masih belum kembali? Anak di dalam perutku ingin makan kue stroberi. Cepat beliin, ya!”Ruangan di dalam mobil sangat kecil. Suara lembut Solana terdengar sangat
“Max, jalan! Antar Bu Jasmine ke rumah.” Seusai berucap, Kenneth pun menutupi pintu mobil.Max segera memasuki mobil. “Maaf, Bu.”Pintu mobil dikunci.Aku hanya bisa melihat Kenneth berjalan memasuki mobil pengawal. Sepertinya kedua mobil bergerak bersamaan. Namun, saat melewati lampu lalu lintas, kedua mobil bergerak ke 2 arah yang berbeda. Kedua mobil ini sungguh mirip dengan kisah aku dan Kenneth. Kami bukan orang yang sejalan.Tenagaku bagai sudah terkuras saja. Aku duduk lemas di tempat duduk dengan perasaan kalut. Ada apa denganku? Bukannya bagus aku bisa merestui hubungan Kenneth dengan Solana? Kenneth, sebenarnya apa yang ingin kamu lakukan?Max mengendarai mobil sembari mengamati raut wajahku. Dia berkata dengan perlahan, “Bu, sebenarnya kamu nggak perlu ribut dengan Pak Kenneth. Kamu itu istrinya. Kamu nggak usah masukin Solana ke dalam hati.”“Max.” Aku menurunkan jendela mobil, membiarkan angin mengembus wajahku. Aku menggigit bibirku. “Apa kamu juga merasa aku mesti bersy