Jelas-jelas ada selapis kain yang memisahkan kami. Namun, pinggangku yang dipeluknya terasa sangat panas. Aku pun seperti sudah kesurupan dan sama sekali tidak bisa bergerak. Untungnya, aku masih bisa berpikir jelas. Aku berkata, “Kita sudah bicarakan hal ini dengan jelas. Aku nggak mau ada orang ketiga dalam pernikahan kita.”“Maaf,” kata Kenneth sambil membenamkan kepalanya ke punggungku.Hatiku tentu saja bisa luluh. Siapa yang dapat dengan mudahnya melupakan perasaan yang sudah dibangun setelah menghabiskan waktu bersama selama ini? Aku sangat ingin memberinya sebuah kesempatan lagi. Namun, apa yang terjadi akhir-akhir ini kembali menghantuiku. Apa aku harus memilihnya atau diriku sendiri?Aku menghela napas berat, lalu menjawab, “Kenneth, kamu selalu minta maaf, tapi tetap mengulangi kesalahan yang sama. Itu nggak ada artinya.”Kali ini, aku memilih diriku sendiri. Sudah cukup aku memilihnya selama 7 tahun.Kenneth terdiam untuk waktu yang sangat lama.“Lepaskanlah aku. Kita hanya
Aku sudah mulai merenovasi rumah ini dari beberapa hari setelah Kenneth memberikannya kepadaku. Demi mengawasi renovasinya, aku juga selalu keluar pagi dan pulang malam. Namun, dia tidak pernah menanyakannya.Tidak peduli seberapa malam pun aku pulang ke rumah, dia paling-paling hanya akan berbasa-basi seperti “Malam banget pulangnya” atau “Sepertinya, departemen desain sibuk juga, ya”. Dia tidak pernah bertanya aku ke mana atau melakukan apa. Sebab, itu bukanlah hal yang perlu diperhatikannya.Berhubung sudah memutuskan untuk bercerai darinya, aku juga tidak perlu menahan diri lagi dan menjawab, “Mungkin waktu kamu sibuk temani Solana.”Alhasil, raut wajah Kenneth pun menegang. Setelah melihat ekspresi itu, aku merasa sangat puas.“Akhir-akhir ini, aku sudah nggak berhubungan dengannya lagi.”“Kamu nggak usah menjelaskannya padaku.” Sekarang, sudah tidak ada yang perlu dijelaskan. Jadi, aku hanya berkata, “Kalau mau, kamu boleh langsung menikahinya begitu kita bercerai.”“Jasmine, ken
Dulu, aku tidak merasa Kenneth adalah orang yang pendendam. Pada akhirnya, aku hanya bisa memberanikan diri untuk mengikutinya. Tak disangka, sebelum aku sempat menjelaskannya, Kakek sudah terlebih dahulu berkata sambil tersenyum hangat, “Kata Lina, kamu sudah pindah ke luar?”“Benar, Kek.” Aku hanya bisa mengakuinya. Jika Kakek marah, aku akan cari cara untuk menghiburnya.Namun, Kakek tidak berniat untuk mempermasalahkan hal ini denganku. Dia hanya memelototi Kenneth dan memaki, “Dasar nggak berguna! Kamu bahkan nggak mampu pertahankan istrimu!”“Kakek, tolong bersikap adil sedikit. Dia sendiri yang mau pindah ke luar, apa yang bisa kulakukan?”“Kalau dia lari, memangnya kamu nggak bisa kejar?” Wulio berkata dengan kesal, “Kamu ini benar-benar mirip ayahmu! Buah memang nggak jatuh jauh dari pohonnya!”“Bukannya Ayah itu anak Kakek juga?” tanya Kenneth sambil tertawa.“Dasar anak busuk!” Wulio mengambil sebuah cangkir teh dan hendak melemparnya ke arah Kenneth. Namun, dia akhirnya me
“Kakek, jangan khawatir.” Aku mengambilkan sepotong tahu untuk Kakek, lalu berkata dengan lembut, “Dia nggak akan bisa menindasku.”Lagi pula, kami akan segera bercerai.Seusai makan, Kenneth menemani Kakek bermain catur di halaman belakang. Sementara itu, aku menyeduhkan teh dengan santai di samping mereka.Kenneth sangat jago bermain catur. Setelah disekak sekali lagi, Wulio pun memelototinya dan berkata dengan marah, “Kamu kira kamu lagi hadapi orang luar? Kenapa kamu sama sekali nggak sisakan jalan keluar untuk kakekmu ini?”“Iya, iya,” jawab Kenneth sambil tertawa.Setelah Kenneth mengalah, Wulio baru merasa gembira. Dia pun tertawa ceria, lalu berkata dengan maksud tersirat, “Nak, kamu harus ingat. Keluargamu dan orang luar itu beda.”Aku menuangkan teh untuk Kakek dan berkata, “Kakek, nih minum teh lagi.”“Oke!” jawab Wulio. Setelah minum teh, dia berkata dengan senang, “Andaikan kalian tetap seharmonis ini, aku pasti bisa segera gendong cicit.”Begitu mendengar ucapan itu, aku
Apa Kenneth khawatir aku akan berselingkuh sebelum bercerai dengannya? Dia memang adalah orang seperti itu. Aku malas menjelaskannya dan hanya menjawab dengan acuh tak acuh, “Teman baik.”“Teman baik yang mana?”“Kenneth!” Aku tersenyum manis, lalu berkata dengan lembut, “Orang yang sudah mati nggak akan punya begitu banyak pertanyaan.”Berhubung bersedia menjadi seperti mantan suami yang sudah mati, dia tidak perlu tahu terlalu banyak hal mengenaiku.Kenneth merasa sangat marah. Kemudian, dia hanya menjawab sambil tersenyum sinis, “Oke.”Setelah tiba di pemakaman dan turun dari mobil, aku langsung berjalan menaiki tangga. Saat menyadari Kenneth belum mengikutiku, aku pun berhenti dan menunggunya. Begitu menoleh, aku langsung melihat dia yang sedang menjinjing sebuah keranjang berisi campuran bunga krisan berwarna kuning dan putih. Aku pun tertegun, lalu berkata, “Terima kasih.”“Buat apa kamu berterima kasih? Ini adalah hal yang sudah sepantasnya aku lakukan,” jawabnya dengan santai.
“Bagaimana denganmu? Apa kamu hidup dengan baik?” tanyaku sambil mendongak dan menatap rahang Kenneth yang tajam.“Selama menikah denganmu 3 tahun ini ....” Kenneth tersenyum, lalu menghela napas dan menjawab, “Hidupku sangat baik.”Jawaban itu membuatku makin ingin menangis. Mungkin ini disebabkan oleh penyesalan. Jelas-jelas, tanpa semua hal itu, kami bisa hidup bersama sampai tua....Dalam perjalanan pulang, tidak ada orang yang berbicara. Ada beberapa hal yang memang lebih baik tidak dibicarakan. Dia tidak benar-benar dapat mengubah situasi saat ini, sedangkan aku juga tidak bisa menerima semua ini seolah-olah tidak ada yang pernah terjadi. Lebih baik kami segera akhiri hubungan ini sebelum kesan kami di hati satu sama lain bertambah buruk.Di musim gugur, matahari sangat cepat terbenam. Matahari terbenam yang menyinari sosok Kenneth melalui kaca mobil membuatnya terlihat makin tampan.“Ayo kuantar ke atas,” kata Kenneth setelah kami tiba di Lakusha Garden.Aku tidak menolak. Sete
Entah Stephen tidak mendengar makna tersirat dari ucapan Kenneth atau memang tidak ingin mempermasalahkannya, dia hanya tersenyum hangat dan menjawab, “Ini cuma masalah kecil kok. Kalian cuci tangan sana. Makanannya akan segera siap.”Stephen sangat jago memasak. Saat ini, meja makan dipenuhi dengan makanan yang terlihat lezat dan harum. Samuel dan Lauren pun tidak berhenti memujinya.Aku juga memujinya, “Kak Stephen, masakanmu kelihatan lezat banget!”“Cepat makan! Cicipi dulu apa rasanya cocok sama selera kalian atau nggak.” Stephen membawa keluar 2 piring masakan terakhir dari dapur. Dia menaruh salah satu piring yang berisi sambal udang di depanku, lalu berkata sambil tersenyum hangat, “Kamu seharusnya suka sambal udang ini.”Aku merasa agak terkejut. Selain Lauren, semua orang mengira seleraku mirip Kenneth. Namun, sebelum aku sempat berbicara, Kenneth terlebih dahulu berkata dengan nada dingin, “Dia nggak suka makan pedas. Biarpun kalian cukup dekat semasa kuliah, kamu malah ngga
Setelah itu, Samuel dan Lauren memberiku hadiah. Stephen juga memberikan sebuah kotak yang indah kepadaku dan berkata, “Semoga kamu suka.”“Terima kasih, Kak Stephen,” jawabku. Begitu melihat isinya adalah sebuah gaun yang sangat indah dan unik, aku pun menatapnya dengan terkejut dan bertanya, “Ini gaun yang kamu desain sendiri?”“Emm, gaun ini hanya ada 1 di dunia,” jawab Stephen sambil tersenyum.“Kak Stephen memang paling perhatian!” puji Lauren. Kemudian, dia sengaja mempersulit Kenneth dengan bertanya, “Pak Kenneth, kamu seharusnya juga bawa hadiah, ‘kan?”Aku sebenarnya ingin menyela ucapan Lauren, tetapi dia malah mencegahku untuk bicara. Bahkan aku juga tidak tahu mereka sudah menyiapkan acara perayaan ini sebelum pulang. Mana mungkin Kenneth mempersiapkan hadiah?Kenneth menatapku dengan penuh arti, lalu mengeluarkan sebuah kotak beludru dari sakunya dan menaruhnya di hadapanku. Dia menutupi gejolak hatinya, lalu berkata sambil tersenyum tipis, “Aku masih belum temukan waktu y