Share

Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan
Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan
Penulis: SyasaRanni

(1) Kesepakatan [Revisi]

Penulis: SyasaRanni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-15 14:40:15

Gedung besar dan tinggi di pusat kota terlihat begitu gagah dan berani, seolah saling beradu untuk segera mencakar langit dan menguasai permukaan. Banyaknya gedung hebat pasti tidak terlepas dari aktivitas manusia di dalamnya, begitu pula dengan kehidupan pusat kota yang tidak terlepas dari hiruk-pikuk para pekerja, yang berlomba untuk saling memenuhi kehidupan masing-masing.

Ego, nafsu, amarah, keinginan, dan kebutuhan bersatu dalam tujuan hidup setiap insan di muka bumi. Sama halnya dengan dua insan muda yang kini saling bertukar tatap, ekspresi datar dan raut wajah serius cukup menggambarkan situasi di antara keduanya.

"Jadi gimana?" tanya seorang wanita memainkan jemarinya di atas meja, sedikit menenangkan diri dengan segala perkiraan yang tidak menakjubkan baginya.

Semakin membisu pria di hadapan wanita cantik berambut hitam lebat itu, terkejut dirinya, tidak menyangka dalam pikiran, dan tidak terduga dalam benak akan diajak menikah oleh seorang wanita, hanya karena dirinya curhat. Siapa yang akan menduga itu?

"Shh ... hm," desis pria bernama Kalil Nayaka kemudian berdeham singkat, sedikit menakutkan untuk langkah awal dari rencana yang baru dimulai baginya.

"Kalau enggak mau ya sudah," ketus wanita cantik bersetelan formal, mengambil gelas kopinya lalu beranjak dari kursi, "kelamaan berpikir membuatmu membuang waktu," lanjutnya bergerutu hendak meninggalkan meja bundar di taman kantor.

"Bentar!" tukas pria berkulit cokelat yang biasa disapa Kal itu spontan mencekal tangan lawan bicaranya, "oke sepakat," pungkasnya setelah melepas tangan wanita yang tidak sengaja ia pegang.

Menoleh wanita yang berprofesi sebagai Kepala Humas di PT. Awan Buana, "oke, dibahas lagi nanti sepulang kerja di parkiran bawah tanah. Sudah waktunya balik kerja," ujar wanita itu acuh tak acuh, dan melanjutkan langkahnya untuk kembali ke dalam kantor, meninggalkan Kal yang hanya terdiam dengan mata mengerjap.

Untuk ke sekian kalinya bagi Kal, pikirannya setuju bahwa si Kepala Humas bernama Kirana Zendaya itu wanita yang unik, menantang, dan menarik. Tersenyum simpul ia sambil beranjak dari kursinya, dan bergegas kembali ke dalam kantor.

Senyum sumringah terus Kal ukir pada setiap langkah, wajah tampan dan sifat terbuka tentu membuat banyak wanita tertarik dengannya. Senyum yang terukir itu seringkali mendapat balasan dari wanita yang bertemu tatap, meski Kal tahu bahwa beberapa wanita itu terlalu percaya diri, namun bagi Kal itu tidak penting untuk dipermasalahkan, sebab kesenangan masing-masing individu jelas berbeda.

***

Waktu terus berputar, sampai hari menjelang malam dengan warna jingga di langit telah mengukir bersama keindahan. Seindah suasana hati seorang pria berbadan atletis yang sedang menuruni undakan anak tangga menuju parkiran bawah tanah.

"Lama," ketus wanita cantik membuat langkah Kal sontak terhenti, dengan wajah masam dan mulut mengecap, jelas terpaksa pria itu tersenyum kecil sebagai tanda damai.

Ia tahu, wanita yang sedang didekatinya, wanita yang mengajaknya menikah, dan wanita bernama Kirana Zendaya itu sangat membuat jarak dengan siapapun, hampir tidak tersentuh, dan memiliki jiwa profesional yang tinggi. Hidupnya sangat kaku, itulah yang Kal pikirkan saat mendengar desas-desus tentang seorang Kirana.

"Jadi apa saja kesepakatannya? Biar aku buat dokumen, besok sore sepulang kerja kita ke notaris buat urus perjanjian pra-nikah," pungkas wanita yang akrab disapa Rana, wanita cantik berusia dua puluh lima tahun dengan pemikiran idealis yang banyak tidak disukai orang.

"Tapi gue punya pacar," ucap Kal sambil mengikuti langkah Rana menuju mobil berwarna merah.

"Putus saja," jawab Rana seraya membuka pintu mobil dan melempar tas kerjanya ke jok tengah.

"Buset, enteng banget bacot lo." Spontan Kal berucap, "gimana caranya gue bilang ke pacar gue? Aneh saja lo jadi cewek, kagak ada jaga perasaannya banget ke sesama cewek."

Bersedekap dada Rana dengan senyuman kecut dan alis kanan terangkat, "terus aku harus jaga perasaan siapa? Pacarmu? Kenal saja enggak," sahut Rana terkekeh rendah.

Sahutan yang membuat Kal sontak membisu dengan mulut sedikit terbuka, sangat tidak menyangka Kal akan berjumpa dengan wanita yang tidak memikirkan sesamanya, "ya sudah urus saja pacarmu dulu, terus hubungi aku kalau sudah selesai. Biar kita bahas lag ...."

"Enggak!" seru Kal cepat memotong ujaran Rana, "gue janji bakal selesaikan dia malam ini, tapi kita bahas kesepakatannya sekarang," lanjutnya membuat Rana merengutkan bibir sejenak.

"Oke. Aku sederhana saja sih, hubungan ini enggak ada seks, tidak ada kewajiban memberi nafkah, tidak ada hak menerima nafkah, jangan ganggu ketenangan hidupku, jangan merusak nama baik keluarga besarku, jangan melebihi batas privasi, dan batas privasi itu selayaknya teman biasa," papar Rana menyebutkan kesepakatan yang ia inginkan.

Pembicaraan serius yang ternyata tidak terasa seperti suatu keseriusan, "oke, untuk gue juga sederhana. Lo cukup jangan ganggu urusan gue, jangan usik pertemanan gue, dan saling membantu sebagaimana manusia," jawab Kal mengikuti gaya Rana dalam menyebutkan kesepakatan yang akan dimulai sejak akad pernikahan disahkan.

"Yakin?" tukas Rana bersandar di badan mobilnya dengan kedua tangan tetap bersedekap, "gue bikin malam ini juga," lanjutnya membuat Kal mengangguk.

"Ya," jawab Kal singkat, dalam pikirnya hanya ingin terlihat sebagaimana laki-laki, walau dada ini berdegup kencang dan merasa serba salah untuk berhadapan dengan Rana.

"Oke," pungkas si Kepala Humas itu kemudian masuk ke dalam mobilnya, dan membunyikan klakson singkat sebelum melajukan kendaraan roda empat, meninggalkan Kal yang sontak menghela napas.

"Gimana cara itu orang bisa hidup?" gumam Kal bergegas ke tangga darurat parkiran bawah tanah yang mengarah langsung keluar gedung, sebab mobilnya terparkir di area belakang gedung.

Langkah santai cenderung cepat khas laki-laki membawa Kal keluar dari parkiran bawah tanah, tangannya bergerak mengambil ponsel di saku celana dan menekan satu kontak untuk dihubungi, "gue sudah hampir berhasil, jadi lo siapkan hadiahnya."

Belum terdengar jawaban dari sosok yang dihubunginya, tanda merah pada layar ponsel sudah ditekan dengan wajah lelah, "coba saja kamu enggak begitu, Fa," lirihnya seorang diri seraya menatap kosong parkiran di belakang gedung, tepat sebelum Kal menghela napas singkat lalu bergegas masuk ke dalam mobil.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
SemyAngelin
semangat ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (2) Setelah Pernikahan [Revisi]

    Kegiatan kantor yang cenderung memuakkan terjadi sepanjang hari secara berulang, tidak melewatkan walau hanya satu pekerjaan dan tidak melupakan satu pun kebiasaan selama bekerja. Andai manusia memiliki remot kontrol otomatis berdasar pada aktivitas harian, Rana yakin basis data pada remot kontrolnya pun muak dengan ini semua. Berjalan santai namun penuh ketegasan dalam setiap langkahnya, sesekali tersenyum simpul membalas sapaan sesama karyawan perusahaan. Kenal atau tidak kenal bukan lagi menjadi prioritas bagi Rana saat berada di lingkungan kerjanya, dalam pikir Rana hanya jika orang itu baik maka harus membalasnya dengan perilaku baik dan berlaku untuk hal sebaliknya. "Berkas sudah dibawa semua?" tanya Rana setelah berada di dalam lif menuju lantai bawah tanah untuk ke parkiran. Selepas makan siang, sisa hari yang seringkali menjadi waktu bermalasan bagi sebagian pekerja. Begitu pula dengan seorang wanita cantik yang berdiri di samping Rana, "sudah," jawab wanita yang akrab d

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-17
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (3) SP-2 [Revisi]

    "Apa lagi ini?" tanya seorang wanita mendongakkan kepala saat melihat amplop putih terlempar ke meja di hadapannya, "surat peringatan kedua?" tukas wanita itu setelah membaca tulisan di depan amplop. "Entah, sensitif banget itu perusahaan. Padahal kerjaan gue juga tuntas dan aman, gue juga sudah berusaha lebih baik lagi sejak terima SP-1," jawab pria yang melempar amplop putih ke meja, "bicara dong ke bagian HRD atau langsung ke pimpinan, bantu suami lo ini," lanjutnya melihat wanita yang duduk santai di sofa sambil membuka amplop dan membaca isi surat yang ada. Terdiam wanita cantik yang akrab disapa Rana, mengabaikan ujaran pria yang berstatus sebagai suaminya, status dari hasil kesepakatan dengan segala halangan yang menyebalkan. Bergerak pelan netranya dari kiri ke kanan, membaca dengan cermat setiap huruf terangkai di surat, "bodoh," ucap Rana meletakkan lagi surat itu ke meja sambil menatap kesal suaminya. "Siapa yang bodoh? Gue? Aneh saja lo! Yang penting kan gue sudah selesa

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-20
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (4) "Dia mau apa?" [Revisi]

    "Argh!" erang seorang wanita sambil memegang keningnya, sementara tangan lain memegang ponsel yang sedang menunggu sambungan telepon, "angkat dong, aku mau berangkat kerja," keluhnya seorang diri. Waktu sudah menunjukkan angka 06.33, kegelisahan dan kepanikan benar-benar membuat kakinya tidak berhenti melangkah. Bolak-balik ke teras dan ruang utama rumah, berharap tipis pada seseorang yang ditunggunya untuk segera pulang. Sampai sambungan telepon pun terjawab, "halo." Suara parau terdengar jelas di telinga wanita bersetelan formal, napas teratur dengan dengkuran tipis amat sangat mengganggu indra pendengarannya. Tidak banyak kata lagi, wanita yang akrab disapa Rana itu mematikan sambungan telepon dan beralih ke kontak yang dapat ia hubungi. Jessica Danti, sang kakak yang tidak bekerja namun memiliki satu kendaraan yang jarang digunakan. "Halo, Kak. Bisa jemput aku sekarang, enggak? Aku sudah terlambat banget, mobil dibawa Kal enggak tahu kemana," ujar Rana cepat tanpa menunggu

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-21
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (5) Surat Pemecatan [Revisi]

    Tin! Klakson nyaring terdengar mengejutkan dari depan rumah, membuat seorang wanita sontak melepas rangkulan pada adiknya yang terkekeh kecil, "sudah pulang deh," ucap wanita yang akrab disapa Jess itu mengikuti adiknya, yang cepat bergegas keluar rumah setelah mendengar klakson, "kalau ada yang ganggu tidurmu, bisa minum obat tidur, pesan ojek daring buat ke sini, pakai penutup telinga, atau amuk saja yang berisik," ujarnya pada sang adik yang mengangkat tangan untuk hormat sembari menunjukkan barisan gigi, sebelum masuk ke mobil. "Saya titip Rana, jangan sampai dia kurang istirahat atau sakit," lanjut Jess sedikit menunduk untuk melihat suami Rana yang mengacungkan ibu jarinya, acungan ibu jari yang disertai senyum tipis. "Ya sudah hati-hati," kata kakak dari Rana itu kembali berdiri tegak dan menunggu kendaraan roda empat sang adik melaju, meninggalkan gang rumahnya dan tidak lagi terlihat sejauh mata memandang. Lajunya mobil membelah jalan besar yang ramai dengan berbagai kecep

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-22
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (6) Amarah Fafa

    "Rana Rana Ran ...," ucap seorang pria memanggil nama istrinya berulang kali yang berdiam diri di dalam kamar, ketukan pintu terus dilakukan untuk mengganggu kenyamanan yang selalu dijunjung tinggi sang istri, meski ia tahu akan memancing emosi yang dapat menguras kesabaran."Apa?" sahut seorang wanita langsung membuka pintu tanpa memberi sedikitpun aba-aba, tidak menciptakan suara yang dapat menandakan bahwa pintu akan terbuka, dan tidak bersikap selayaknya seorang istri yang baru tahu suaminya dipecat."Tadi kata lo lanjut bahas di rumah saja, ini sudah di rumah tapi lo malah mengeram di kamar," ujar pria bernama Kal itu mengeluhkan ucapan sang istri yang berbeda saat di kantor tadi.Mengecap mulut Rana yang terasa kering, tersenyum kecut ia sebelum menghembuskan napas penat dari mulut yang terbuka sedikit, "apa yang mau dibahas? Kalau buat bantu kamu dan memanfaatkan posisiku, aku jelas enggak bisa, enggak tahu, dan enggak mau berusaha juga," tukas Rana menegaskan keputusannya lagi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-24
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (7) Rumah Den

    "Ya ... kalau gue jadi Rana juga bakal melakukan hal yang sama. Buat apa gue tolong orang yang enggak akrab sampai harus mengancam karir? Kan gitu, logika dasar saja, Kal," ujar seorang pria bersetelan celana pendek dan tanpa baju, setelan dasar untuk pria saat bermalasan di malam hari, "menolong orang itu pasti, tapi bukan berarti harus mengancam karir," lanjutnya sambil berbaring."Tapi wajar buat Rana begitu ke gue yang berstatus sebagai suaminya?" tanya Kal seraya bergerak mundur untuk bersandar ke dinding terdekatnya."Wajar saja menurut gue, kalian nikah juga karena tujuan masing-masing, kan? Kenapa lo jadi terpengaruh ke status pernikahan kalian? Itu memang resmi tapi enggak benar-benar mengikat kalian, kan?" sahut teman dari Kal, pria yang dikenal Kal sejak di bangku kuliah, Denandra Jamali.Terdiam sejenak Kal saat mendengar ungkapan dari temannya, "lo benar, bisa jadi juga Rana berpikir kayak lo. Tapi, perilaku Rana begitu bisa bikin pertanyaan ke orang-orang, kenapa dia eng

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-25
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (8) Paket Misterius

    "Kemana saja seharian?"Tiga kata dalam kalimat tanya telah terdengar, dua jam lamanya Kal terdiam di ruang utama sejak tiba di rumah. Rasa lapar pun tidak lagi terasa sejak netra Rana menatap Kal dengan tajam dan tegas, seolah Kal adalah mangsa yang lezat. Dua jam lamanya pula Rana mengamati segala gerak-gerik Kal, dari mengubah posisi kaki, bersandar, sampai sekadar menguap tidak luput dari pandangan seorang Kirana Zendaya."Cari mobil ya? Tadi pagi gimana berangkat ker ....""Kemana saja seharian?" potong Rana dengan pertanyaan yang sama."Di rumah teman," jawab Kal terlihat canggung, pikirannya begitu kalut sejak menerima surat pemecatan di tengah bulan."Temanmu pengangguran juga?" tukas Rana bertanya tanpa memikirkan kondisi dan perasaan lawan bicara, hanya satu hal yang Rana tahu, bahwa dirinya mengalami kesulitan karena tidak ada kendaraan pribadi."Kagak, dia berangkat kerja tadi jam sepuluh karena ada rapat habis jam makan siang," jawab Kal yang cukup menyuratkan bahwa dirin

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-26
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (9) "Dia Teman Gue."

    Hening terus mengintai meski jam digital sudah menunjukkan angka 22.00, begitu hening hingga cukup untuk memekakan telinga. Dalam kebimbangan dan rasa lelah, bersama kegelisahan dan rasa muak seolah bersatu tidak padu dengan keadaan kini."Janji jangan kasih saran gila," ucap Rana menunjuk Kal yang hanya terkekeh pelan, "terakhir kali kamu kasih saran tentang masalahku, kita malah menikah.""Ya ... mau gimana lagi? Harta buat orang tua lo sudah lebih dari cukup, tahta juga sudah cukup buat mereka dihormati sepanjang hidupnya," sahut Kal membuat Rana mengerucutkan bibirnya sebal, "jangan gitu bibir, gue cium lo.""Ih." Spontan Rana mengatup rapat bibirnya dan mendelik tajam pada Kal."Mata ngapain mata? Enggak takut gue," kekeh pria itu justru mengejek kelakuan istrinya, "santai saja santai, gue tahu batasan kok.""Harus," sentak Rana membuat Kal langsung mengulurkan tangan dan mengusap kepalanya, "ih apasih, jangan macam-macam ya," tukas Rana menepis kasar tangan Kal."Lo lucu," ucap

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-27

Bab terbaru

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (92) Kesepakatan Fafa Tomi

    "Selanjutnya, apa?""Apanya yang selanjutnya?""Aku enggak pahan rencana kamu.""Aku sudah pernah jelaskan loh.""Aku lupa.""Dasar bodoh."Deg!Perdebatan antara seorang wanita dan seorang pria di suatu kafe, mengantarkan rasa sakit hati bagi wanita bersetelan blus hitam itu. Warna pakaian yang menggambarkan suasana hatinya kini, penuh duka dan kecewa sejak dua pria yang ia andalkan memutuskan untuk berfokus pada istri masing-masing. Satu di antara dua pria andalannya, menghilang begitu saja, mengusir saat ditemui dan memblokir semua kontak komunikasi, terlihat seperti tidak pernah saling mengenal satu sama lain, pria jahat yang dengan mudah bertingkah seolah tidak pernah terjadi apapun. Sedangkan seorang pria lainnya, pergi meninggalkan namun membantunya membuat skenario untuk mencari sumber penghasilan baru, tetapi skenario itu terlalu rumit untuk otak payah dengan logika tidak berguna.Pada akhirnya, lagi dan lagi semua harus dikatakan, bahwa mema

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (91) Celoteh Kalil

    "Ran," panggil seorang pria yang sedari tadi terus mengamati wanitanya, melihat ke arah wanita yang hanya menunduk dan menyuap sarapan. Seolah enggan untuk sekadar mengangkat kepala, seolah tak ada rasa penasaran pada hal sekitar, dan mungkin pula seolah makan sendirian tanpa siapapun."Hm?" sahut wanita itu berdeham singkat, lagi dan lagi terlihat seperti tidak ada keinginan untuk sekadar mengangkat kepala atau melirik ke lawan bicara."Kamu kenapa?" tanya pria bernama Kalil Nayaka, pria berusia 27 tahun yang memiliki keinginan untuk menjadi lebih baik, walau semua yang telah dilakukan tidak pantas dimaafkan.Berselingkuh, membawa wanita lain ke kamar sang istri, berulang kali mencoba melanggar kesepakatan pra-nikah, memakai kartu kredit yang sebenarnya ditujukan untuk bisnis keluarga, dan pesta alkohol sampai membuat mobil istri rusak. Bagi Kalil yang paling parah adalah saat memutuskan untuk menikahi Rana, dan membuat wanita itu harus berada dalam lingkaran setan yang

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (90) Cuma kamu

    "Kirana!" Tersenyum kecut Kirana mengangkat kedua alisnya menanggapi emosi yang mendadak tinggi, terluap cepat tak terkendali dari suara yang tiba-tiba membentak. Terkejut? Tentu tidak. Jantung Rana dilahirkan untuk menjadi bagian dari sosok yang kebal akan segala hal di dunia keji, jantung Rana juga tumbuh dan berkembang bersama caci maki berkedok nasihat dengan suara tinggi. Sekadar bentakan belaka itu, hanya sampah yang bisa cepat didaur ulang. Terdiam dua wanita itu saling bertukar pandang, netra yang menatap tajam dengan wajah memerah dan napas menderu cepat, jelas menggambarkan betapa tingginya emosi yang ada di dalam benak, "ah kelamaan," ketus wanita muda yang datang bertamu tanpa izin dan tanpa undangan. Bergerak santai tangannya mengeluarkan sebuah kartu kredit hitam, warna kartu elegan yang menjadi tanda prioritas di salah satu bank swasta ternama, warna kartu elegan yang juga menjadi tanda bahwa tidak ada batas penggunaan, dan kart

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (89) Rumah Orang Tua

    Hanya ada satu dari seribu hal membingungkan di dunia yang bisa dijawab, sisanya hanya angan belaka yang dipaksa logika terbatas untuk dapat dijawab. Menyakitkan? Tentu saja. Tapi bukan manusia namanya, jika tidak memiliki cara untuk bertahan dari segala hal, termasuk melegakan dahaga keingintahuannya yang tak terbatas. Pertanyaan demi pertanyaan terjawab, pernyataan demi pernyataan diketahui, bukti demi bukti dikumpulkan, dan saksi demi saksi silih berganti dengan berbagai pengakuan yang bisa saja penuh kebohongan yang menguntungkan sebelah pihak. Hanya satu kepasrahan kini yang akan ditempuhnya dengan tekad, bukan dengan keyakinan dan kepercayaan, tapi hanya dengan tekad yang mungkin saja bisa dikatakan konyol. Berjalan lunglai wanita bersetelan semi formal, menutup pintu mobil yang terparkir depan salah satu rumah mewah di pemukiman elit. Satu dua napas ia hembuskan kasar sebelum menekan bel, sudah muak rasanya untuk berurusan dengan manusia yang bahkan jumlah

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (88) Kenapa tanya saya?

    Terhela napas wanita muda itu menundukkan kepalanya, sedikit memiringkan badan dan meluruskan kedua tangan, membiarkan kepala bersandar penuh ke meja lalu memejamkan mata dengan pasrah. Ada rasa yang sangat besar dalam diri untuk memanfaatkan jabatan, tapi itu bukanlah tujuan sesungguhnya, dan itu juga bukanlah keinginan hatinya. "Ah!" serunya mengeluh singkat lalu kembali duduk tegak, mengangkat gagang telepon kantor dan menekan beberapa nomor yang menjadi kode untuk menghubungi divisi lain, "hubungkan saya langsung ke wakil kepala arsip." Wakil kepala arsip, pria muda yang ia tahu menjadi teman dekat suaminya saat masih bekerja, teman dekat yang ia tahu juga berulang kali meminta sang suami berhenti bermain gim di jam kerja, dan teman dekat juga yang beberapa kali mengerjakan pekerjaan suaminya demi menyembunyikan perilaku malas saat itu. Permintaan dihubungkan langsung, bukan berarti permintaan untuk berbicara melalui telepon, melainkan pengajuan permohonan ta

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (87) Enggak Berharap

    Membisu dalam kesendirian seorang wanita di ruang kerjanya, sepanjang malam dan pagi sudah dihabisinya waktu untuk sendiri. Satu rapat tim dan satu rapat hasil perilisan produk baru dilewatkannya dengan sengaja, tidak mengutus siapapun dari tim humas untuk rapat hasil, dan hanya mengandalkan notula yang akan didapat. Bisakah? Sebenarnya bisa saja, dan kerap kali dilakukan oleh berbagai orang dari berbagai jabatan dengan alasan beragam. Namun, ini adalah hal pertama yang seorang Kirana Zendaya lakukan, hal yang menjadi catatan merah pertama, dan hal yang cepat Rana sadari justru menjadi beban baru. "Ah ...," desahnya mengeluh seorang diri di ruang kerja yang temaram, ruangan yang sengaja ia tutup tirainya, dan meminta anggota humas untuk tidak menemuinya dengan alasan apapun. Berat? Sangat. Manusia normal dan manusia waras mana, yang baru dikhianati sahabat, dibohongi kakak, tahu bisnis keluarga terancam karena kebodohan cinta, tahu bahwa perni

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (86) Taruhan Baru Lagi

    "Aku memutuskan untuk berteman sama Fafa." Enam kata terucap dari balik bibir tipis merona si wanita cantik, suara lembut yang menyenangkan untuk selalu didengar. Enam kata terucap yang tentu langsung mengejutkan dan membuat napas seolah terhenti sesaat, "Fafa tahu?" Mengangguk Rana menjawabnya, anggukan kepala yang sangat tidak diharapkan dan sangat tidak ingin dilihat. Terhela napas Kalil dengan desahan pasrah yang keluar bebas dari mulutnya, "kamu tahu enggak sih Fafa itu cewek kayak gimana? Apa alasan kamu ajak dia berteman? Kapan kamu ajaknya? Kenapa enggak bilang atau tanya dulu ke aku?" Menyipit mata Rana mendengar pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan Kalil, menatap tajam mata sang suami dengan ketegasan yang jelas terlihat dari raut wajah orientalnya, "kok atur aku? sejak kapan atur kehidupan jadi bagian hal yang diizinkan dari kesepakatan nikah kita? Memangnya pertemanan juga sampai ke tahap atur-atur gini?" cecar Rana mengembalikan pert

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (85) Keputusanku

    Terbuka lebar mata pria berusia 27 tahun itu, terkejut ia mendengar pernyataan wanita di hadapannya. Hadiah yang didapat dari menjalin pernikahan dengan puluhan kesepakatan resmi, ternyata bukanlah benar-benar hadiah. Kartu hitam tanpa batas penggunaan, kartu hitam yang dengan bangga diserahkan padanya sebagai hasil dari keberhasilan memenangkan taruhan, dan kartu hitam yang umumnya menjadi pernyataan tak bersuara akan derajat sosial, ternyata hanyalah kartu dari bisnis keluarga yang masih terikat laporan. Sekarang harus apa? Marah pada pemberi kartu? Tapi, apa gunanya marah? Apa marah dapat menyelesaikan masalah? Ataukah ini bukan masalah? "Sini," tukas wanita bernama Kirana Zendaya itu merebut sumpitnya dari tangan Kalil yang masih mematung, Rana tahu bahwa Kalil merasa dibohongi atau mungkin ditipu. Fakta dan kebenaran memang lebih sering menyakiti, kesakitan dan kekecewaan yang sebenarnya takkan pernah ada jika tidak diiringi harapan dan ekspektasi. Sayang seribu sayang, alih

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (84) Asal kartu hitam

    Merengut dengan wajah memerah, mata yang sesekali melirik ke pria di hadapannya, saling berdiam diri sejak pelayan wanita pergi membawa menu tambahan yang dipesan. Mata yang teralih lagi dan lagi keluar ruangan, memandang air mancur dekat parkiran belakang restoran yang terlihat menarik dengan cahaya warna-warni. Ruang khusus dipesan dengan sengaja untuk mencairkan kecanggungan antar keduanya, justru kini membuat kecanggungan itu meningkat hanya karena ketidaksengajaan yang disadari. Memegang tangan suami depan umum, keinginan tetap bersama meski pandangan tidak lurus dan pikiran tidak fokus. Ketidaksengajaan yang menggelisahkan hati macam apa ini? Terhitung sejak menikah, enam bulan sudah menjalin hubungan dengan pria konyol di hadapannya, pria yang sedari tadi terus memandangnya tanpa alasan. Harus berkata apa? Harus bersikap bagaimana? Serba salah rasanya jika dilihat dan dipandangi begitu. Bukan risih, hanya bingung. Terhitung juga sejak pria menganggur, lima bulan sudah pria

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status