Share

(7) Rumah Den

Penulis: SyasaRanni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-25 21:04:10

"Ya ... kalau gue jadi Rana juga bakal melakukan hal yang sama. Buat apa gue tolong orang yang enggak akrab sampai harus mengancam karir? Kan gitu, logika dasar saja, Kal," ujar seorang pria bersetelan celana pendek dan tanpa baju, setelan dasar untuk pria saat bermalasan di malam hari, "menolong orang itu pasti, tapi bukan berarti harus mengancam karir," lanjutnya sambil berbaring.

"Tapi wajar buat Rana begitu ke gue yang berstatus sebagai suaminya?" tanya Kal seraya bergerak mundur untuk bersandar ke dinding terdekatnya.

"Wajar saja menurut gue, kalian nikah juga karena tujuan masing-masing, kan? Kenapa lo jadi terpengaruh ke status pernikahan kalian? Itu memang resmi tapi enggak benar-benar mengikat kalian, kan?" sahut teman dari Kal, pria yang dikenal Kal sejak di bangku kuliah, Denandra Jamali.

Terdiam sejenak Kal saat mendengar ungkapan dari temannya, "lo benar, bisa jadi juga Rana berpikir kayak lo. Tapi, perilaku Rana begitu bisa bikin pertanyaan ke orang-orang, kenapa dia enggak mencoba buat bertingkah normal? Bertingkah kayak istri pada umumnya pas suami dipecat."

"Rana anggap lo sebagai suami kagak?" timpal pria yang akrab disapa Den.

Membisu Kal saat mendengar pertanyaan singkat itu, ada begitu banyak pertanyaan yang rasanya hampa dan asing. Kenapa diri ini jadi mempertanyakan perilaku Rana dalam pernikahan? Sejak kapan diri ini mempertanyakannya?

"Lo juga anggap Rana sebagai istri kagak?" sambung Den mengalihkan pandangan kosong Kal yang tertuju lurus pada pendingin ruangan, "pertimbangkan lagi saja keadaan, hati, dan pikiran lo."

"Hm," deham singkat Kal lalu berbaring di lantai kamar, "gue pulang besok," lanjutnya memberitahu bahwa ingin menginap.

Obrolan yang dengan cepat berakhir karena tanggapan singkat, dan tanggapan yang cukup menggambarkan pasrahnya diri pada suatu keadaan. Hening tercipta di antara kedua pria itu, saling berfokus pada ponsel dan pikiran masing-masing, tidak saling mengabaikan dan tidak juga saling peduli.

Sampai waktu terus berjalan, jarum jam terus berputar, dan keadaan terus bergulir pada setiap waktu. Malam yang sunyi perlahan menghilang, suara bising dan bunyi deru mesin terdengar bersahutan.

"Oi Kal ... Kalil."

Kaki di atas bokong dan kedua tangan yang memasang dasi cukup menunjukkan kesibukan, "hm ...," deham Kal menjawab panggilan atas namanya.

"Bangun oi bangun, gue mau berangkat kerja."

"Hm," deham singkat lagi Kal perdengarkan pada Den, begitu malas rasanya untuk sekadar membuka mata atau berpindah posisi, "jam berapa?" tanya Kal memaksa dirinya untuk duduk meski masih menundukkan kepala dengan mata terpejam erat.

"Sepuluh," jawab Den singkat, "gue mau ada rapat nanti habis jam makan siang, jadi agak santai tadi pagi," lanjutnya kemudian beralih ke cermin yang melekat di dinding, cermin berukuran sedang yang hanya memperlihatkan diri sebatas dada.

"Sepuluh?" sentak Kal terkejut dan dengan cepat mengangkat kepala sekaligus membuka matanya lebar, teralih pandangannya ke arah jam dinding dan membuat mulut spontan terbuka sedikit untuk menarik napas singkat, "mampus gue."

"Lo ke sini pakai mobil Rana, kan?" Melirik sedikit Kal pada Den yang terkekeh, "gue sudah coba bangunkan lo tadi jam enam, mau ajak beli sarapan tapi lo malah simulasi mati," sambungnya membuat Kal mengernyit, antara percaya dan tidak dengan ungkapan itu.

"Sudah sana lo balik, gue mau berangkat," ucap Den jelas mengusir Kal agar dirinya cepat berangkat, begitu pula dengan Kal yang terpaksa bergerak cepat untuk menuju mobilnya, dan membiarkan Den berangkat kerja.

Sepanjang hari yang begitu dahsyat membosankan terhias dengan aktivitas tidak berguna, kunci rumah yang tertinggal di tas kerja membuatnya tidak bisa pulang, bangun kesiangan dengan puluhan pesan teks, pesan suara, dan panggilan tak terjawab menghiasi ponsel. Kal tahu, sangat tahu jika dirinya dalam masalah karena sudah membawa mobil Rana dan mengabaikan panggilannya.

Berkeliling kota tanpa tujuan, mencari berbagai kesibukan demi menekan rasa lapar yang sudah bergemuruh dalam perut, hingga menghasilkan suara menyedihkan. Sampai Kal memutuskan berhenti di salah satu taman pinggir kota yang terbilang sepi, tidur lagi menjadi tujuannya saat pusing hasil dari menahan lapar mulai menggelora.

Belasan notifikasi dan undangan bermain gim terus berbunyi, tapi pikiran Kal kini hanya terfokus pada saat dirinya bertemu Rana nanti dan kondisi perut. Satu hari setelah dipecat, sungguh hari menyedihkan dan hari yang mengenaskan.

Berbaring Kal di bangku taman yang sepi ini, mengisi tengah hari hingga sore nanti dengan tidur atau setidaknya sampai rasa sakit kepala sedikit berkurang. Kosongnya pikiran membawa Kal pada kehampaan yang terpendam, membuat pria itu berusaha menghampiri kegelapan untuk menggapai segala imajinasi tidak terbatas.

***

Jingga sedikit ungu telah mewarnai sebagian langit, memperindah pemandangan bagi sebagian orang yang ingin memandangnya, dan memberi tanda bagi sebagian orang yang lalai pada waktu karena aktivitas harian. Sama halnya dengan seorang wanita cantik berpakaian formal, "loh sudah sore," ucapnya seorang diri dan terkekeh pelan, menertawakan dirinya yang sangat fokus pada berbagai laporan menjelang perilisan produk baru.

"Bu Rana, saya pamit pulang."

"Saya juga pamit ya, Bu."

"Saya pam ...."

"Iya, hati-hati di jalan," potong Rana pada anggota tim humas lainnya yang hendak berpamitan, senyum ramah Rana lakukan untuk mencegah omongan buruk yang akan didengarnya.

Walau dirinya tidak peduli dan tidak ingin tahu, tapi bukan berarti pula telinga tidak panas saat mendengar gosip tentangnya. Senyum ramah lain pun turut diterima Rana, sampai pada seorang anggota humas terakhir yang justru melangkah masuk ke dalam ruangan Rana, "kenapa?"

"Enggak pulang?" tanya orang yang juga Rana anggap sebagai asisten untuk urusan kantor, dan menjadi temannya bila tidak melibatkan urusan kantor. Sungguh harus dapat menempatkan diri dan membaca situasi.

"Sebentar lagi," jawab Rana acuh tak acuh sambil merapikan meja kerja.

"Kal ada di bawah deh kayaknya, tadi aku sudah turun terus lihat lampu mobil kamu menyala di parkiran belakang. Kal biasanya parkir di belakang, kan?"

Mengernyit Rana saat temannya berkata demikian, tapi jika memang Kal ada di parkiran belakang. Kenapa Kal tidak menelepon atau sekadar memberi kabar? Kenapa tidak memberitahu resepsionis atau satpam? Kenapa tidak langsung ke ruangannya?

"Kamu kenapa di parkiran belakang?" tanya Rana menolak dirinya untuk lengah pada keadaan.

"Aku kan memang suka parkir di belakang, tadi juga sudah enggak ada kerjaan jadi pengen pulang duluan, eh malah lihat mobil kamu menyala," jawab wanita bernama Nifa itu dengan santainya terkekeh, jawaban yang sontak membuat Rana teringat kebiasaan Nifa yang cukup bertentangan dengannya. Rana lebih suka parkiran bawah tanah, membuat mobilnya dapat terhindar dari panas dan hujan.

"Terus kamu naik lagi buat kabarin aku tentang itu?" Mengangguk pelan Nifa dengan senyum yang terukir tipis, "oh paham, biar aku enggak langsung pulang karena di belakang sudah ada yang jemput," kata Rana membuat Nifa mengangguk lagi.

"Ya sudah kalau gitu aku pulang duluan ya," ucap Nifa hendak bergegas keluar ruangan Rana, sebab tujuannya kembali ke atas untuk mengabari Rana telah tuntas. Tidak ada alasan khusus lain yang membuatnya harus lebih lama bersama Rana.

"Ayo turun bareng," ajak Rana kemudian berjalan di samping Nifa setelah menutup pintu ruangannya.

Bab terkait

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (8) Paket Misterius

    "Kemana saja seharian?"Tiga kata dalam kalimat tanya telah terdengar, dua jam lamanya Kal terdiam di ruang utama sejak tiba di rumah. Rasa lapar pun tidak lagi terasa sejak netra Rana menatap Kal dengan tajam dan tegas, seolah Kal adalah mangsa yang lezat. Dua jam lamanya pula Rana mengamati segala gerak-gerik Kal, dari mengubah posisi kaki, bersandar, sampai sekadar menguap tidak luput dari pandangan seorang Kirana Zendaya."Cari mobil ya? Tadi pagi gimana berangkat ker ....""Kemana saja seharian?" potong Rana dengan pertanyaan yang sama."Di rumah teman," jawab Kal terlihat canggung, pikirannya begitu kalut sejak menerima surat pemecatan di tengah bulan."Temanmu pengangguran juga?" tukas Rana bertanya tanpa memikirkan kondisi dan perasaan lawan bicara, hanya satu hal yang Rana tahu, bahwa dirinya mengalami kesulitan karena tidak ada kendaraan pribadi."Kagak, dia berangkat kerja tadi jam sepuluh karena ada rapat habis jam makan siang," jawab Kal yang cukup menyuratkan bahwa dirin

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-26
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (9) "Dia Teman Gue."

    Hening terus mengintai meski jam digital sudah menunjukkan angka 22.00, begitu hening hingga cukup untuk memekakan telinga. Dalam kebimbangan dan rasa lelah, bersama kegelisahan dan rasa muak seolah bersatu tidak padu dengan keadaan kini."Janji jangan kasih saran gila," ucap Rana menunjuk Kal yang hanya terkekeh pelan, "terakhir kali kamu kasih saran tentang masalahku, kita malah menikah.""Ya ... mau gimana lagi? Harta buat orang tua lo sudah lebih dari cukup, tahta juga sudah cukup buat mereka dihormati sepanjang hidupnya," sahut Kal membuat Rana mengerucutkan bibirnya sebal, "jangan gitu bibir, gue cium lo.""Ih." Spontan Rana mengatup rapat bibirnya dan mendelik tajam pada Kal."Mata ngapain mata? Enggak takut gue," kekeh pria itu justru mengejek kelakuan istrinya, "santai saja santai, gue tahu batasan kok.""Harus," sentak Rana membuat Kal langsung mengulurkan tangan dan mengusap kepalanya, "ih apasih, jangan macam-macam ya," tukas Rana menepis kasar tangan Kal."Lo lucu," ucap

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-27
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (10) Diskusi dan Rumor

    Tergagap Rana mendengar ungkapan Kal, ada begitu banyak pertanyaan yang ingin diucapkan, ada ketidakpercayaan yang membentuk keraguan dalam dirinya, dan ada kebingungan yang menjadi kebimbangannya untuk bersikap. Sementara Kal, hanya bersandar dan mengamati beberapa lembar foto, "hm ... ini kelihatan foto asli bukan buatan AI, ini juga cetak sendiri kayaknya karena enggak ada tanda percetakan atau studio," ujar Kal menunjukkan selembar foto pada Rana yang hanya terdiam sambil menganggukkan kepala."Terus itu main judi dimana?" tanya Rana ingin mencari tahu apapun yang dapat menjadi informasi dari foto."Enggak ada tanda apapun yang khas, harusnya ada semacam tanda gitu, kayak kalau lo pesan ruang privat di restoran pasti ada semacam nama atau tanda khas restorannya," jawab Kal memberi contoh kecil."Hm ...," deham Rana dengan perasaan bingung, "eh! ngapain?" sentaknya langsung mengambil kotak dan lembaran foto itu dari dekat Kal."Gue foto saja salah satunya, nanti kalau ketemu sama d

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-28
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (11) "Ini Gila!"

    "Lo main judi?" tanya pria bersetelan celana panjang dan kaus pendek santai, pria yang akrab disapa Kal itu menatap tajam temannya."Tahu dari siapa?" sahut pria dengan tubuh yang lebih tinggi dari Kal, pria yang lebih tua dari Kal, dan pria bernama Tomi Uraga yang akrab disapa Tom."Memangnya itu penting?" kata Kal bertanya lagi, terdengar berbasa-basi meski Kal begitu ingin memojokkannya dengan segala foto dari bukti yang ada."Pentinglah, gue harus tahu orang yang berani ikut campur ranah pribadi," jawab Tom membuat Kal spontan tersenyum miring, "lagian, apa pentingnya buat lo kalau gue main judi atau kagak?"Terdiam Kal memandang pria yang dikenalnya sejak kuliah, pria yang pernah menjadi kakak tingkat, pria yang membuat Kal merasa segan, dan pria yang hampir selalu Kal patuhi ucapannya, "lo kakak ipar gue?" ucap Kal bertanya setelah terdiam cukup lama.Mencerna keadaan dan mencoba untuk memahami segala hal yang mungkin terlewat, namun yang didapat hanya kehampaan belaka dan pikir

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-29
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (12) Permintaan

    "Jadi?""Aku minta tolong banget jangan sampai Jessica tahu," ucap seorang pria setelah memberi penjelasan yang memakan banyak waktu, penjelasan yang sebenarnya sama sekali tidak ingin didengar, dan penjelasan yang sangat tidak penting, "aku malu banget kalau sampai harus pulang dengan tangan kosong, sudah jadi pengangguran, cari kerja juga susah karena usiaku," lanjutnya menangkup kedua tangan dan memohon."Kenapa harus malu?" tanya seorang wanita dengan acuh tak acuh, hanya satu alasan yang membuatnya bertahan karena ini semua bersangkutan dengan kakaknya."Kalian dari keluarga berpendidikan, punya takhta, banyak harta dan investasi," jawab pria yang akrab disapa Tom, "dan aku cuma pengangguran enggak jelas, apa masih pantas aku jadi suami Jessica?"Terdiam Rana mencoba untuk melihat dari sudut pandang kakak iparnya, meski ia masih ingin mencari tahu pengirim foto, memberi tahu sang kakak, dan tetap tidak ingin memaafkan. Namun kenapa pria di hadapannya kini seolah mengemis keadaan?

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-30
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (13) Obrolan

    "Tumben amat lo ajak kumpul di tempat kayak gini," celetuk seorang pria hampir botak yang baru saja datang. "Kagak ada salahnya," jawab pria berambut cepak berponi, potongan rambut andalan yang menjadi ciri khasnya dimanapun berada. "Jangan terlalu sering, Pak. Ingat lo kagak punya penghasilan, masa mau minta terus sama bini," ujar pria dengan kaca mata bulat di kepala, meski memiliki penglihatan yang tidak sebagus temannya, namun ia tetap menggunakan kaca mata hanya saat ada yang perlu dibaca. "Malu?" kata pria dengan potongan rambut cepak berponi, pria yang akrab disapa Kal. Pertanyaan amat singkat dalam satu kata, pertanyaan yang membuat tiga pria lain teralih memandangnya dengan ekspresi masam, "lo tanya, Pak? Buset dah, jadi makin goblok begini," ucap pria dengan potongan rambut rapi. "Gue serius," sentak Kal memastikan keseriusannya pada tiga teman yang sudah lama dikenal. "Ada apa ini ada apa? Cerita dulu saja, dari pada bikin kita salah paham sama pertanyaan lo," ujar pr

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-01
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (14) Tipuan Tom

    Melompat girang seorang wanita setelah melihat kedatangan seseorang, lompatan gembira yang jelas menggambarkan suasana hati dan keadaannya. Senyum lebar menunjukkan barisan gigi dari pria dengan setelan santai, membuat wanita itu berlari menghampiri dan memeluknya, "kok kamu tiba-tiba sudah datang sih? Kan bisa aku jemput di bandara atau stasiun gitu," ujar wanita berambut cokelat itu mengambil alih koper besar."Sengaja, biar kejutan." Bergerak jahil alis pria berusia dua puluh sembilan tahun itu, "kamu tahunya aku pulang sore tapi enggak tahu jamnya," lanjutnya merangkul sang istri setelah menutup gerbang, dan bergegas masuk ke dalam rumah bersama wanita yang menyambut kedatangannya."Tuman deh jahilnya," ucap wanita bernama Jessica Danti itu mencubit pelan perut suaminya, cubitan yang justru membuat mereka saling tertawa bersama.Rasa rindu dalam cinta yang menenangkan selalu menjadi hal terindah dalam bahtera, ombak-ombak kecil tidak akan mampu menenggelamkan bahtera besar dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-02
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (15) Cumbu dan balikan?

    "Apa?" ketus seorang wanita bersedekap dada sambil menatap pria yang baru datang. Taman kota di malam hari dengan penerangan yang memadai, memang menjadi lokasi yang cocok untuk menenangkan diri, membangun diskusi, atau sekadar menunggu teman sebagai titik kumpul. Sama halnya dengan dua insan muda yang kini saling bertukar tatap, "mau ngapain?" kata wanita itu lagi saat melihat pria di depannya menoleh ke kanan-kiri. "Sudah lama?" tanya pria muda itu lalu bergerak untuk duduk di samping teman wanitanya, "tadi macet di perempatan sana," lanjutnya meski tidak mendapat jawaban, hanya mendapat lirikan tajam dan ekspresi hampa dengan raut yang jelas menggambarkan rasa tidak suka. Berdeham pelan pria yang akrab disapa Kal itu merasa canggung dengan wanita di sebelahnya, sedikit-banyak pikiran Kal tahu bahwa ini bukan bagian dari hal yang harus dilakukan, tapi hatinya menggiring kuat agar dilakukan. Sebagai pria yang menjunjung perasaan pribadi, Kal memilih untuk mendengarkan dan melakukan

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-03

Bab terbaru

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (79) Ajakan Teman

    [Hari ini]Diambilnya ponsel dan mencari nama Fauziah Aini Fafa di daftar kontak, pernah saling bertukar nomor saat berjumpa di kantor beberapa hari lalu, demi kepentingan apapun kelak. Ditekannya kolom tulisan yang bertujuan untuk menghubungi, melakukan panggilan suara dengan sengaja, "halo," sapa Rana dengan canggung dan kebingungannya.Begitu pula dengan Fafa di lokasi berbeda, yang terbangun dalam keadaan terkejut karena nada dering dari panggilan. Sapaan ringan itu pula yang cepat ditanggapi, "halo, Rana.""Aku enggak mau basa-basi biar enggak basi juga, aku mau bilang ayo kita jadi teman," kata Rana membuat Fafa sontak terduduk di ranjang dengan mata terbuka lebar."Apa kamu bilang?" tukas Fafa menjawab sambil menggelengkan kepala dan mengusap mata, "aku takut salah dengar, baru bangun tidur hehe," lanjutnya terkekeh ringan tidak beralasan, hanya mencegah adanya kesan canggung."Ayo jadi teman," tanggap Rana singkat dan kali ini semakin jelas terdengar di telinga Fafa, "mau?" ka

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (78) Sampai kapan?

    [Kemarin] "Kakak mau sampai kapan jadi budak cinta dari cowok sialan itu? Sebenarnya juga, sejak kapan kakak jadi enggak percaya sama aku? Kenapa enggak percaya lagi sama aku? Aku salah apa?" tanya Rana memandang sang kakak dengan kecewa, membiarkan kakaknya hanya tertunduk yang mungkin saja menggerutu, alih-alih berpikir dan menyadari kesalahan, "Kak ... kakak tahu enggak sih yang sudah kakak kasih tahu ke Tomi itu apa? Kakak sadar enggak?" kata Rana mencecar Jess dengan pertanyaan dan pertanyaan. Terdiam dua wanita itu, napas menggebu Rana semakin memperjelas suasana yang canggung dan tidak tentram. Mata memerah dan hidung yang sesekali kembang-kempis, cukup menjelaskan suasana hati Rana kini yang menahan segalanya. Sedih, marah, dan kecewa sudah tidak bisa lagi dibagi atau sekadar dijelaskan semuanya, hanya ada satu kata yang pantas menjelaskan. Sesak. "Itu rencana aku, itu rencanaku untuk mencari tahu keterlibatan Tomi sama Fafa si pengirim paket, itu rencanaku buat cari ta

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (77) Ketemu Pelakunya (Revisi)

    [Kemarin] Satu hari sudah berlalu sejak wanita asing datang dan berbincang, sehari sudah berlalu dengan beban pikiran yang semakin tidak terkendali, dan sudah sehari pula memiliki suami rasa jomlo. Walau hubungan tidak melibatkan perasaan, namun tak jarang perasaan memang tidak bisa dikendalikan, terutama saat diri ini beberapa kali mengandalkannya dalam berbagai hal. "Ih!" seru wanita bersetelan semi formal cenderung santai, hanya menggunakan blus dan blazer dengan celana panjang kulot. Ingin rasanya berkeluh kesah dan mengoceh atas segala yang terjadi, namum nyatanya hidup memang akan selalu sendiri dan berjuang sendiri Melangkah keluar wanita itu tanpa sedikitpun menoleh ke pria yang termenung membisu di sofa ruang tengah, melewatinya seolah memang tidak ada apapun. Memulai pagi dengan perasaan yang berkecamuk, menghabiskan hari kemarin dengan kegundahan dan kesedihan. Walau pernikahan ini dilakukan dengan kesepakatan demi tujuan masing-masing, namun menikah demi sebuah kart

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (76) Konfirmasi Informasi (Revisi)

    [2 Hari lalu] Membelah ramainya jalan di siang menuju sore hari, lebarnya jalan di area bisnis perkantoran dan pusat kota, membuat jalanan seolah tidak pernah padat merayap meski seluruh karyawan keluar pada waktu bersamaan. Tertibnya lalu lintas tentu bagian dari kelancaran jalan yang dihasilkan, berpacu lagi dengan kecepatan tinggi nan stabil usai lampu jalan telah hijau. Pikiran yang terbang ke banyak hal dengan penuhnya fokus tak terbatas, membawa wanita di dalam kendaraan roda empat berwarna merah itu kembali ke rumah. Menghentikan cepat mobilnya di pinggir jalan tepat depan rumah, keahlian mengemudi jelas tak perlu dipertanyakan lagi. Bruk! "Loh ... sudah pulang?" tanya seorang pria yang kini memiliki perut sedikit buncit, memegang sapu dan terlihat sedang menyapu rumah. Menoleh pria itu ke dalam rumah dan kembali melihat ke arah istrinya yang sedang membuka gerbang, "baru jam 11," katanya lagi. "Aku enggak boleh pulang ke rumahku sendiri?" ketus Rana sambil melangkah masuk

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (75) Informasi (Revisi)

    [2 Hari lalu] "Menguasai salah satu cabang bisnis buat berbagi hasil, melanjutkan bisnisnya dan berorientasi pada penghasilannya?" kata Rana mengulang hal yang baru ia tahu, perkataan yang mendapat anggukan setuju, "kalau tentang Kalil taruhan, aku sudah tahu langsung dari Kalil sekitar dua minggu lalu. Tapi kenapa Tomi dendam sama aku?" "Ya kamu punya masa lalu apa sama Tomi?" jawab Fafa membuat Rana mengernyit bingung, terdiam sesaat dan menggeleng, "yakin?" kata wanita itu bertanya lagi, dan mendapat anggukan walau ekspresi tidak meyakinkan. Terhela napas Fafa melihat kebingungan Rana. Sebagai perempuan, dirinya sadar bahwa Rana tidak merasa bersalah dan tidak menganggap hal yang sudah lalu itu sebagai hal penting. "Aku mau tanya dulu, kamu kenapa bisa enggak peduli sama apapun dan siapapun?" tanya Fafa setelah terdiam sejenak dan bertukar tatap dengan Rana, komunikasi mata pun yang didapat hanya kehampaan belaka. "Ya ... buat apa? Aku urus diri sendiri saja belum tentu benar,

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (74) Percakapan

    [2 hari lalu]Berdeham panjang Rana mendengar itu, begitu ingin mulut berujar jahat tentang fakta bahwa pada akhirnya Kalil tidak menikahi wanita itu, "oke," tanggap Rana singkat dan memilih untuk menahan dirinya dari kejahatan verbal.Saling terdiam dan memikirkan banyak hal dalam satu waktu. Tujuan, manfaat, keinginan, kehendak, harapan, dan hal lainnya yang baru diketahui. Menciptakan hening yang begitu dalam di antara mereka, seolah tidak tahu lagi hal yang ingin dibicarakan namun juga ada banyak hal yang ingin dikatakan dan ditanyakan. Kebingungan melanda keduanya, harus memulai dari mana? Apakah akan ada rasa tersinggung? Bisakah ini dibicarakan? Dan banyak lagi yang dikhawatirkan wanita bernama Fauziah Aini itu.Begitu pula dengan keragaman yang berada di pikiran seorang Kirana Zendaya. Apa harus bertanya lebih jelas tentang hubungan wanita itu dengan Kalil? Bisakah Kalil dan wanita itu dipercaya? Harus mulai dari mana mempercayainya? Tapi apa perkataannya semua itu benar? Kena

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (73) Obrolan

    [2 hari lalu]"Jadi inti tujuanmu untuk mengingatkanku tentang bahaya sosial terutama lingkunganku gitu?"Mengangguk Fafa menanggapinya, "kamu bisa menjauhi bahaya itu dengan sikap bodoamat, dengan perilaku individualis, tapi itu tetap enggak bisa menyelamatkanmu. Orang jahat bisa saja dari sekitarmu sendiri, kayak yang dialami kakakmu," jelas Fafa membuat Rana terbungkam bersama pemahaman dan kesadarannya."Aku payah," lirih Rana seorang diri menyadari kegagalannya melindungi orang yang disayang dan menjaga diri sendiri, "terus apa urusannya sama kamu?""Kalau orang jahat saja bisa dari lingkungan sekitar, dari orang terdekat. Berarti orang baik juga bisa dari lingkungan terjauh, bahkan enggak dikenal dong," tutur Fafa membuat Rana sontak menyipitkan matanya bingung, "enggak ada yang bilang kalau aku baik, aku juga enggak baik ke kamu. Buktinya kamu ketakutan, dan kakakmu mau melibatkan pihak berwajib, ya karena caraku juga salah sih.""Sadar?" kata Rana menjawab dengan ketus."Aku c

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (72) Ayo cerita!

    Waktu berputar tak kenal lelah, waktu berjalan tak tahu bosan, dan waktu berlalu tanpa terasa. Sepuluh hari sudah sejak paket terakhir dikirim, dan dua hari sudah setelah bertemu tatap muka dan berbicara langsung dengan si penerima paket.Aktivitas harian selama satu bulan yang biasa terisi dengan pikiran untuk paket, kini menjadi aktivitas harian yang terasa lebih tenang dan santai. Bisa melakukan apapun dengan bebas dan sesuai keinginan, tidak perlu berharap dan hanya perlu mengambil segala hal serupa kesempatan yang menguntungkan terlihat.Berbaring cepat seorang wanita dengan rambut hitam sebatas bahu, napas terengah, mata terpejam, dan keringat yang membasahi wajah maupun tubuhnya. Diembuskan napas terengah itu berulang kali dari mulut, seolah meniup udara yang tak kunjung mengantarkan oksigen yang cukup."Ah ... kamu enak," puji seorang pria sambil mengubah posisi berbaringnya jadi menghadap ke wanita di sebelahnya, menatap penuh kepuasan pada wanita yang hanya tersenyum kecil t

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (71) Sama Fafa (Revisi)

    "Masuk!" Terbuka perlahan pintu ruang kerja itu oleh seorang wanita setelan formal, senyum simpulnya tidak mendapat balasan apapun dari sang penguasa ruangan itu. Melihat respon yang cenderung biasa diterima, berjalan keluar lagi wanita itu seraya mempersilakan tamu yang dibicarakan sebelumnya. Bunyi langkah dari sepatu tinggi terdengar jelas beradu dengan lantai, bunyi langkah yang sontak menghilang saat gerakan kaki itu terhenti tepat di balik pintu ruang kerja yang kini sudah tertutup. Saling beradu tatap dua wanita itu, napas menderu menjadi bahasa tubuh pertama yang disadari si Kepala Humas. Ada sedikit kegugupan yang wanita itu lihat dari tamu tak diundangnya, kegugupan yang sangat terlihat dari napas tidak stabil. "Sini," kata wanita bernama Kirana Zendaya itu menunjuk kursi di depan meja kerjanya, dua kursi yang berada persis di hadapannya dan hanya terjarak meja kerja. Terdiam wanita bersetelan santai cenderung tak sopan itu, setelan santai berupa celana pendek di atas lut

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status