Share

(8) Paket Misterius

Penulis: SyasaRanni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-26 22:28:29

"Kemana saja seharian?"

Tiga kata dalam kalimat tanya telah terdengar, dua jam lamanya Kal terdiam di ruang utama sejak tiba di rumah. Rasa lapar pun tidak lagi terasa sejak netra Rana menatap Kal dengan tajam dan tegas, seolah Kal adalah mangsa yang lezat. Dua jam lamanya pula Rana mengamati segala gerak-gerik Kal, dari mengubah posisi kaki, bersandar, sampai sekadar menguap tidak luput dari pandangan seorang Kirana Zendaya.

"Cari mobil ya? Tadi pagi gimana berangkat ker ...."

"Kemana saja seharian?" potong Rana dengan pertanyaan yang sama.

"Di rumah teman," jawab Kal terlihat canggung, pikirannya begitu kalut sejak menerima surat pemecatan di tengah bulan.

"Temanmu pengangguran juga?" tukas Rana bertanya tanpa memikirkan kondisi dan perasaan lawan bicara, hanya satu hal yang Rana tahu, bahwa dirinya mengalami kesulitan karena tidak ada kendaraan pribadi.

"Kagak, dia berangkat kerja tadi jam sepuluh karena ada rapat habis jam makan siang," jawab Kal yang cukup menyuratkan bahwa dirinya menginap, "gue pergi kumpul semalam, terus pas gue mau pulang ternyata sudah jam setengah dua belas malam. Jadinya gue menginap saja, dari pada pulang malah ganggu lo tidur," jelasnya lagi sama sekali tidak mendapat ekspresi baik dari Rana.

"Kita masing-masing punya kunci rumah," tegas Rana mengingatkan situasi yang sudah ada dan pernah disepakati untuk tempat tinggal.

"Ada di tas kerja, gue enggak bawa." Kal berucap pelan tanpa melepas tatapannya dari netra Rana yang masih saja tajam menyorot, "pagi juga enggak pulang karena gue baru bangun jam sepuluh, itu juga karena teman gue mau ber ...."

"Pemalas," sentak Rana singkat sambil bangkit dari sofa, "besok lagi pakai kendaraan dan semua punyamu sendiri," lanjutnya mengambil kunci mobil yang di dekat bufet televisi, dan beranjak masuk kamar, meninggalkan Kal yang termenung seorang diri.

Setiap insan hidup dengan berbagai masalah, bertahan hidup dengan berbagai alasan, mengakhiri hidup dengan berbagai pemikiran, dan memikirkan masalah dengan berbagai cara. Perempuan atau laki-laki tidak ada bedanya, semua hanya tentang pemikiran, gaya hidup, cara pandang, dan alasan yang ada.

Jika Kal bercerita menjadi salah satu caranya memikirkan masalah, maka berdiam diri dalam kesunyian menjadi cara Rana untuk memikirkan masalah. Seperti yang dilakukan Rana kini, duduk di tepi ranjang dan memandangi cermin di lemari pakaian, sesekali terpejam erat bersama napas yang cukup tenang, walau jelas berbanding terbalik dengan pikiran yang kalut.

"Ini pasti salah satu risiko dari keputusan besarku," gumam Rana memandang bayangannya dengan cermat, seolah terjadi komunikasi dua arah, nyatanya berbicara sendiri dengan bayangan menjadi bagian dari kebiasaan Rana saat sendirian. Bukan gila dan bukan juga kelainan, bagi Rana cara ini lebih aman dari pada harus bercerita dengan manusia yang memiliki berbagai keberagaman.

"Tapi kalau ini baru risiko awal, terus risiko lainnya nanti gim ...." Terhenti ucapan Rana saat merasa getaran di tas kerjanya, membuat ia teringat dengan ponsel yang terabaikan sejak pulang kerja, "oh Kak Jess," gumamnya sontak membuka mata lebar dan bergerak cepat ke kotak di atas meja rias, kotak yang diterimanya di kantor, dan berisikan foto suami dari sang Kakak.

Bertalu cepat jantung Rana memandangi ulang kotak yang masih tertutup itu, sejak kapan dirinya kesulitan fokus dan berpikir jernih? Teralih pandangan Rana ke pintu kamarnya yang tertutup, apa sejak menikah dengan Kal?

Sampai getaran di ponsel itu terhenti, Rana masih terdiam melihat ponsel dan kotaknya bergantian, "apa aku harus kasih tahu kak Jess? Tapi nanti jadi kayak ikut campur rumah tangganya," ucap Rana seorang diri dengan gelisah, "tapi kalau enggak dikasih tahu, terus ternyata ini foto asli dan Kak Jess terjebak sama cowok kayak gini, kasihan Kak Jess," lanjutnya meletakkan ponsel di meja rias lalu menangkup wajah.

Ini bukan suatu masalah besar, Rana tahu. Tapi Rana juga tahu, bila salah langkah maka ini akan jadi masalah besar.

Dapat merusak hubungannya dengan sang kakak atau merusak rumah tangga kakaknya, sungguh dua pilihan yang sama sekali tidak ada sisi positif yang nyaman di hati. Termenung ia memandangi dirinya di cermin meja rias, pandangan sendu kian menambah kegelisahan dalam benak.

Teralih mata Rana pada layar ponsel yang menyala dan memperlihatkan pesan dari Jessica, pesan singkat yang cukup menandakan bahwa Jess ingin bicara dengan Rana sepulang kerja besok. Keputusan apa yang harus diambil? Bagaimana cara mengambil keputusan yang melibatkan saudara? Seumur hidup Rana, tidak pernah ada masalah yang dapat mengancam hubungan keluarganya.

Berpikir keras membuat wanita cantik itu merasa haus, melangkah dengan malas dan enggan rasanya untuk keluar kamar. Hanya harapan tipis yang Rana inginkan sekarang, Kal sudah masuk dan menutup pintu kamarnya, dan tidak perlu bagi Rana untuk menekan emosi atau berjumpa si pria konyol.

"Ran," panggil seorang pria sontak membuat sang pemilik nama harus menelan liurnya, "kenapa?"

Diam, itulah yang Rana lakukan. Tidak ada gunanya juga menanggapi orang konyol seperti Kal, dan itulah yang Rana pikirkan.

"Lo kenapa? Muka lo asam banget? Maafin ya maafin," ucap Kal berdiri tepat di belakang Rana, membiarkan sang istri meminum banyak air.

"Bukan urusanmu," jawab Rana meletakkan gelas di atas meja dapur.

"Eits! Enggak boleh lewat," sentak Kal membuka tangannya lebar sambil menghalangi jalan sang istri, bahkan berjalan mundur hingga tepat di depan kamar Rana, "lo kenapa? Kirana Zendaya kenapa? Si Kepala Humas yang jutek ini kenapa? Rana kenapa? Sayangnya gue kenapa? Istri gue kenapa?" tanya Kal berulang kali seolah mencecar Rana yang hanya terdiam sambil bersedekap dada.

"Aku mau tidur," kata Rana tanpa menunjukkan ekspresi yang menyenangkan, meski begitu Kal terlihat sudah biasa menghadapi ekspresi dan tanggapan itu.

"Lo enggak bakal bisa tidur kalau pikiran saja enggak rapi, yang ada mimpi buruk doang," ujar Kal sama sekali tidak mendapat tanggapan, "lahir, hidup, bertahan hidup, dan mati memang sendiri. Tapi lo tetap butuh orang lain, kan? Lo pasti tahu itu, kan?"

"Makanya aku kerja dan menikah," jawab Rana singkat dan menatap Kal dengan pandangan acuh tak acuh.

"Tapi sesekali lo tetap butuh tempat buat cerita," tukas Kal lalu menurunkan kedua tangannya yang sedari tadi terbuka, "masa setiap kali gue lihat muka jelek lo bilang lagi ada masalah, gue harus bujukin kayak gini. Capek dong gue," ujar Kal tersenyum kecut dan turut bersedekap dada seperti Rana.

"Ya sudah enggak usah bujukin," ketus Rana kembali melangkah hendak masuk kamar, namun dengan cepat pula Kal mengangkat kedua tangannya lagi.

"Kalau bukan gue, siapa lagi yang bakal peduli sama lo?"

"Enggak ada, menurutku juga kamu bukan peduli tapi rusuh," jawab Rana menghasilkan kekehan ringan dari Kal, "terakhir kali aku memutuskan buat cerita ke orang lain yaitu kamu, berakhir aku harus menikah denganmu dan hidup penuh kesialan begini."

Terdiam Kal sembari mengangkat alis kiri, "kesampingkan tentang terakhir kali lo curhat dan jadi nikah sama gue. Sekarang gue mau tanya, kesialan apa yang menimpa lo sejak nikah sama gue?"

"Banyak!" seru Rana tiba-tiba, "banyak banget. Salah satunya pas kamu dipecat dan bikin aku diomongin banyak orang saja itu sial buatku, aku sudah berusaha baik dan sempurna saja masih jadi salah karena punya suami sepertimu. Apa enggak sial kayak gitu?"

Terpejam mata Kal mendengar Rana, tersinggung tentu saja tapi Kal tahu ini bukan waktu untuk menanggapi perasaan tersinggung itu, "terus apalagi?" tanya Kal.

Terdiam wanita cantik itu mendengar tanggapan suaminya, terasa seperti dejavu saat dirinya terpaksa bertanya dan bercerita pada seorang Kal. Terakhir kali ini terjadi, Rana bercerita tentang keinginan menikah untuk mengalihkan perasaan kedua orangtuanya dari pernikahan Jessica.

"Aku dapat paket misterius."

Bab terkait

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (9) "Dia Teman Gue."

    Hening terus mengintai meski jam digital sudah menunjukkan angka 22.00, begitu hening hingga cukup untuk memekakan telinga. Dalam kebimbangan dan rasa lelah, bersama kegelisahan dan rasa muak seolah bersatu tidak padu dengan keadaan kini."Janji jangan kasih saran gila," ucap Rana menunjuk Kal yang hanya terkekeh pelan, "terakhir kali kamu kasih saran tentang masalahku, kita malah menikah.""Ya ... mau gimana lagi? Harta buat orang tua lo sudah lebih dari cukup, tahta juga sudah cukup buat mereka dihormati sepanjang hidupnya," sahut Kal membuat Rana mengerucutkan bibirnya sebal, "jangan gitu bibir, gue cium lo.""Ih." Spontan Rana mengatup rapat bibirnya dan mendelik tajam pada Kal."Mata ngapain mata? Enggak takut gue," kekeh pria itu justru mengejek kelakuan istrinya, "santai saja santai, gue tahu batasan kok.""Harus," sentak Rana membuat Kal langsung mengulurkan tangan dan mengusap kepalanya, "ih apasih, jangan macam-macam ya," tukas Rana menepis kasar tangan Kal."Lo lucu," ucap

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-27
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (10) Diskusi dan Rumor

    Tergagap Rana mendengar ungkapan Kal, ada begitu banyak pertanyaan yang ingin diucapkan, ada ketidakpercayaan yang membentuk keraguan dalam dirinya, dan ada kebingungan yang menjadi kebimbangannya untuk bersikap. Sementara Kal, hanya bersandar dan mengamati beberapa lembar foto, "hm ... ini kelihatan foto asli bukan buatan AI, ini juga cetak sendiri kayaknya karena enggak ada tanda percetakan atau studio," ujar Kal menunjukkan selembar foto pada Rana yang hanya terdiam sambil menganggukkan kepala."Terus itu main judi dimana?" tanya Rana ingin mencari tahu apapun yang dapat menjadi informasi dari foto."Enggak ada tanda apapun yang khas, harusnya ada semacam tanda gitu, kayak kalau lo pesan ruang privat di restoran pasti ada semacam nama atau tanda khas restorannya," jawab Kal memberi contoh kecil."Hm ...," deham Rana dengan perasaan bingung, "eh! ngapain?" sentaknya langsung mengambil kotak dan lembaran foto itu dari dekat Kal."Gue foto saja salah satunya, nanti kalau ketemu sama d

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-28
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (11) "Ini Gila!"

    "Lo main judi?" tanya pria bersetelan celana panjang dan kaus pendek santai, pria yang akrab disapa Kal itu menatap tajam temannya."Tahu dari siapa?" sahut pria dengan tubuh yang lebih tinggi dari Kal, pria yang lebih tua dari Kal, dan pria bernama Tomi Uraga yang akrab disapa Tom."Memangnya itu penting?" kata Kal bertanya lagi, terdengar berbasa-basi meski Kal begitu ingin memojokkannya dengan segala foto dari bukti yang ada."Pentinglah, gue harus tahu orang yang berani ikut campur ranah pribadi," jawab Tom membuat Kal spontan tersenyum miring, "lagian, apa pentingnya buat lo kalau gue main judi atau kagak?"Terdiam Kal memandang pria yang dikenalnya sejak kuliah, pria yang pernah menjadi kakak tingkat, pria yang membuat Kal merasa segan, dan pria yang hampir selalu Kal patuhi ucapannya, "lo kakak ipar gue?" ucap Kal bertanya setelah terdiam cukup lama.Mencerna keadaan dan mencoba untuk memahami segala hal yang mungkin terlewat, namun yang didapat hanya kehampaan belaka dan pikir

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-29
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (12) Permintaan

    "Jadi?""Aku minta tolong banget jangan sampai Jessica tahu," ucap seorang pria setelah memberi penjelasan yang memakan banyak waktu, penjelasan yang sebenarnya sama sekali tidak ingin didengar, dan penjelasan yang sangat tidak penting, "aku malu banget kalau sampai harus pulang dengan tangan kosong, sudah jadi pengangguran, cari kerja juga susah karena usiaku," lanjutnya menangkup kedua tangan dan memohon."Kenapa harus malu?" tanya seorang wanita dengan acuh tak acuh, hanya satu alasan yang membuatnya bertahan karena ini semua bersangkutan dengan kakaknya."Kalian dari keluarga berpendidikan, punya takhta, banyak harta dan investasi," jawab pria yang akrab disapa Tom, "dan aku cuma pengangguran enggak jelas, apa masih pantas aku jadi suami Jessica?"Terdiam Rana mencoba untuk melihat dari sudut pandang kakak iparnya, meski ia masih ingin mencari tahu pengirim foto, memberi tahu sang kakak, dan tetap tidak ingin memaafkan. Namun kenapa pria di hadapannya kini seolah mengemis keadaan?

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-30
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (13) Obrolan

    "Tumben amat lo ajak kumpul di tempat kayak gini," celetuk seorang pria hampir botak yang baru saja datang. "Kagak ada salahnya," jawab pria berambut cepak berponi, potongan rambut andalan yang menjadi ciri khasnya dimanapun berada. "Jangan terlalu sering, Pak. Ingat lo kagak punya penghasilan, masa mau minta terus sama bini," ujar pria dengan kaca mata bulat di kepala, meski memiliki penglihatan yang tidak sebagus temannya, namun ia tetap menggunakan kaca mata hanya saat ada yang perlu dibaca. "Malu?" kata pria dengan potongan rambut cepak berponi, pria yang akrab disapa Kal. Pertanyaan amat singkat dalam satu kata, pertanyaan yang membuat tiga pria lain teralih memandangnya dengan ekspresi masam, "lo tanya, Pak? Buset dah, jadi makin goblok begini," ucap pria dengan potongan rambut rapi. "Gue serius," sentak Kal memastikan keseriusannya pada tiga teman yang sudah lama dikenal. "Ada apa ini ada apa? Cerita dulu saja, dari pada bikin kita salah paham sama pertanyaan lo," ujar pr

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-01
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (14) Tipuan Tom

    Melompat girang seorang wanita setelah melihat kedatangan seseorang, lompatan gembira yang jelas menggambarkan suasana hati dan keadaannya. Senyum lebar menunjukkan barisan gigi dari pria dengan setelan santai, membuat wanita itu berlari menghampiri dan memeluknya, "kok kamu tiba-tiba sudah datang sih? Kan bisa aku jemput di bandara atau stasiun gitu," ujar wanita berambut cokelat itu mengambil alih koper besar."Sengaja, biar kejutan." Bergerak jahil alis pria berusia dua puluh sembilan tahun itu, "kamu tahunya aku pulang sore tapi enggak tahu jamnya," lanjutnya merangkul sang istri setelah menutup gerbang, dan bergegas masuk ke dalam rumah bersama wanita yang menyambut kedatangannya."Tuman deh jahilnya," ucap wanita bernama Jessica Danti itu mencubit pelan perut suaminya, cubitan yang justru membuat mereka saling tertawa bersama.Rasa rindu dalam cinta yang menenangkan selalu menjadi hal terindah dalam bahtera, ombak-ombak kecil tidak akan mampu menenggelamkan bahtera besar dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-02
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (15) Cumbu dan balikan?

    "Apa?" ketus seorang wanita bersedekap dada sambil menatap pria yang baru datang. Taman kota di malam hari dengan penerangan yang memadai, memang menjadi lokasi yang cocok untuk menenangkan diri, membangun diskusi, atau sekadar menunggu teman sebagai titik kumpul. Sama halnya dengan dua insan muda yang kini saling bertukar tatap, "mau ngapain?" kata wanita itu lagi saat melihat pria di depannya menoleh ke kanan-kiri. "Sudah lama?" tanya pria muda itu lalu bergerak untuk duduk di samping teman wanitanya, "tadi macet di perempatan sana," lanjutnya meski tidak mendapat jawaban, hanya mendapat lirikan tajam dan ekspresi hampa dengan raut yang jelas menggambarkan rasa tidak suka. Berdeham pelan pria yang akrab disapa Kal itu merasa canggung dengan wanita di sebelahnya, sedikit-banyak pikiran Kal tahu bahwa ini bukan bagian dari hal yang harus dilakukan, tapi hatinya menggiring kuat agar dilakukan. Sebagai pria yang menjunjung perasaan pribadi, Kal memilih untuk mendengarkan dan melakukan

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-03
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (16) Balikan

    "E-eh?" Terbuka lebar mata seorang pria terkejut, secepat terkejut yang ia alami dan perubahan talu jantung, tangan yang menggenggam pun dengan cepat mengempas, "kok lo di sini, Ran?" Bergerak miring sedikit kepala wanita yang memanggil tadi, memandang dua insan di hadapannya kini dengan lekat, "memangnya taman kota buat aturan kalau Kirana Zendaya dilarang datang?" sahut wanita yang akrab disapa Rana itu mengalihkan pandangannya ke pria yang terlihat gugup, "kenapa kamu?" "L-lo kagak tidur? Sudah malam loh ini," tukas pria yang biasa disebut Kal, pria berbadan atletis yang sesekali melihat ke wanita di sebelahnya, namun juga tidak bisa menyembunyikan rasa bingung akan kehadiran wanita di hadapannya. Berkedip pelan Rana sambil mengerucutkan sedikit bibirnya, terangkat kedua bahu mungil Rana dengan senyum kecut menghiasi wajah orientalnya, "entah," jawab Rana singkat kemudian menghela napas. Santai, sangat santai reaksi Rana melihat kedekatan pria berstatus sebagai suaminya itu deng

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-04

Bab terbaru

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (79) Ajakan Teman

    [Hari ini]Diambilnya ponsel dan mencari nama Fauziah Aini Fafa di daftar kontak, pernah saling bertukar nomor saat berjumpa di kantor beberapa hari lalu, demi kepentingan apapun kelak. Ditekannya kolom tulisan yang bertujuan untuk menghubungi, melakukan panggilan suara dengan sengaja, "halo," sapa Rana dengan canggung dan kebingungannya.Begitu pula dengan Fafa di lokasi berbeda, yang terbangun dalam keadaan terkejut karena nada dering dari panggilan. Sapaan ringan itu pula yang cepat ditanggapi, "halo, Rana.""Aku enggak mau basa-basi biar enggak basi juga, aku mau bilang ayo kita jadi teman," kata Rana membuat Fafa sontak terduduk di ranjang dengan mata terbuka lebar."Apa kamu bilang?" tukas Fafa menjawab sambil menggelengkan kepala dan mengusap mata, "aku takut salah dengar, baru bangun tidur hehe," lanjutnya terkekeh ringan tidak beralasan, hanya mencegah adanya kesan canggung."Ayo jadi teman," tanggap Rana singkat dan kali ini semakin jelas terdengar di telinga Fafa, "mau?" ka

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (78) Sampai kapan?

    [Kemarin] "Kakak mau sampai kapan jadi budak cinta dari cowok sialan itu? Sebenarnya juga, sejak kapan kakak jadi enggak percaya sama aku? Kenapa enggak percaya lagi sama aku? Aku salah apa?" tanya Rana memandang sang kakak dengan kecewa, membiarkan kakaknya hanya tertunduk yang mungkin saja menggerutu, alih-alih berpikir dan menyadari kesalahan, "Kak ... kakak tahu enggak sih yang sudah kakak kasih tahu ke Tomi itu apa? Kakak sadar enggak?" kata Rana mencecar Jess dengan pertanyaan dan pertanyaan. Terdiam dua wanita itu, napas menggebu Rana semakin memperjelas suasana yang canggung dan tidak tentram. Mata memerah dan hidung yang sesekali kembang-kempis, cukup menjelaskan suasana hati Rana kini yang menahan segalanya. Sedih, marah, dan kecewa sudah tidak bisa lagi dibagi atau sekadar dijelaskan semuanya, hanya ada satu kata yang pantas menjelaskan. Sesak. "Itu rencana aku, itu rencanaku untuk mencari tahu keterlibatan Tomi sama Fafa si pengirim paket, itu rencanaku buat cari ta

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (77) Ketemu Pelakunya (Revisi)

    [Kemarin] Satu hari sudah berlalu sejak wanita asing datang dan berbincang, sehari sudah berlalu dengan beban pikiran yang semakin tidak terkendali, dan sudah sehari pula memiliki suami rasa jomlo. Walau hubungan tidak melibatkan perasaan, namun tak jarang perasaan memang tidak bisa dikendalikan, terutama saat diri ini beberapa kali mengandalkannya dalam berbagai hal. "Ih!" seru wanita bersetelan semi formal cenderung santai, hanya menggunakan blus dan blazer dengan celana panjang kulot. Ingin rasanya berkeluh kesah dan mengoceh atas segala yang terjadi, namum nyatanya hidup memang akan selalu sendiri dan berjuang sendiri Melangkah keluar wanita itu tanpa sedikitpun menoleh ke pria yang termenung membisu di sofa ruang tengah, melewatinya seolah memang tidak ada apapun. Memulai pagi dengan perasaan yang berkecamuk, menghabiskan hari kemarin dengan kegundahan dan kesedihan. Walau pernikahan ini dilakukan dengan kesepakatan demi tujuan masing-masing, namun menikah demi sebuah kart

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (76) Konfirmasi Informasi (Revisi)

    [2 Hari lalu] Membelah ramainya jalan di siang menuju sore hari, lebarnya jalan di area bisnis perkantoran dan pusat kota, membuat jalanan seolah tidak pernah padat merayap meski seluruh karyawan keluar pada waktu bersamaan. Tertibnya lalu lintas tentu bagian dari kelancaran jalan yang dihasilkan, berpacu lagi dengan kecepatan tinggi nan stabil usai lampu jalan telah hijau. Pikiran yang terbang ke banyak hal dengan penuhnya fokus tak terbatas, membawa wanita di dalam kendaraan roda empat berwarna merah itu kembali ke rumah. Menghentikan cepat mobilnya di pinggir jalan tepat depan rumah, keahlian mengemudi jelas tak perlu dipertanyakan lagi. Bruk! "Loh ... sudah pulang?" tanya seorang pria yang kini memiliki perut sedikit buncit, memegang sapu dan terlihat sedang menyapu rumah. Menoleh pria itu ke dalam rumah dan kembali melihat ke arah istrinya yang sedang membuka gerbang, "baru jam 11," katanya lagi. "Aku enggak boleh pulang ke rumahku sendiri?" ketus Rana sambil melangkah masuk

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (75) Informasi (Revisi)

    [2 Hari lalu] "Menguasai salah satu cabang bisnis buat berbagi hasil, melanjutkan bisnisnya dan berorientasi pada penghasilannya?" kata Rana mengulang hal yang baru ia tahu, perkataan yang mendapat anggukan setuju, "kalau tentang Kalil taruhan, aku sudah tahu langsung dari Kalil sekitar dua minggu lalu. Tapi kenapa Tomi dendam sama aku?" "Ya kamu punya masa lalu apa sama Tomi?" jawab Fafa membuat Rana mengernyit bingung, terdiam sesaat dan menggeleng, "yakin?" kata wanita itu bertanya lagi, dan mendapat anggukan walau ekspresi tidak meyakinkan. Terhela napas Fafa melihat kebingungan Rana. Sebagai perempuan, dirinya sadar bahwa Rana tidak merasa bersalah dan tidak menganggap hal yang sudah lalu itu sebagai hal penting. "Aku mau tanya dulu, kamu kenapa bisa enggak peduli sama apapun dan siapapun?" tanya Fafa setelah terdiam sejenak dan bertukar tatap dengan Rana, komunikasi mata pun yang didapat hanya kehampaan belaka. "Ya ... buat apa? Aku urus diri sendiri saja belum tentu benar,

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (74) Percakapan

    [2 hari lalu]Berdeham panjang Rana mendengar itu, begitu ingin mulut berujar jahat tentang fakta bahwa pada akhirnya Kalil tidak menikahi wanita itu, "oke," tanggap Rana singkat dan memilih untuk menahan dirinya dari kejahatan verbal.Saling terdiam dan memikirkan banyak hal dalam satu waktu. Tujuan, manfaat, keinginan, kehendak, harapan, dan hal lainnya yang baru diketahui. Menciptakan hening yang begitu dalam di antara mereka, seolah tidak tahu lagi hal yang ingin dibicarakan namun juga ada banyak hal yang ingin dikatakan dan ditanyakan. Kebingungan melanda keduanya, harus memulai dari mana? Apakah akan ada rasa tersinggung? Bisakah ini dibicarakan? Dan banyak lagi yang dikhawatirkan wanita bernama Fauziah Aini itu.Begitu pula dengan keragaman yang berada di pikiran seorang Kirana Zendaya. Apa harus bertanya lebih jelas tentang hubungan wanita itu dengan Kalil? Bisakah Kalil dan wanita itu dipercaya? Harus mulai dari mana mempercayainya? Tapi apa perkataannya semua itu benar? Kena

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (73) Obrolan

    [2 hari lalu]"Jadi inti tujuanmu untuk mengingatkanku tentang bahaya sosial terutama lingkunganku gitu?"Mengangguk Fafa menanggapinya, "kamu bisa menjauhi bahaya itu dengan sikap bodoamat, dengan perilaku individualis, tapi itu tetap enggak bisa menyelamatkanmu. Orang jahat bisa saja dari sekitarmu sendiri, kayak yang dialami kakakmu," jelas Fafa membuat Rana terbungkam bersama pemahaman dan kesadarannya."Aku payah," lirih Rana seorang diri menyadari kegagalannya melindungi orang yang disayang dan menjaga diri sendiri, "terus apa urusannya sama kamu?""Kalau orang jahat saja bisa dari lingkungan sekitar, dari orang terdekat. Berarti orang baik juga bisa dari lingkungan terjauh, bahkan enggak dikenal dong," tutur Fafa membuat Rana sontak menyipitkan matanya bingung, "enggak ada yang bilang kalau aku baik, aku juga enggak baik ke kamu. Buktinya kamu ketakutan, dan kakakmu mau melibatkan pihak berwajib, ya karena caraku juga salah sih.""Sadar?" kata Rana menjawab dengan ketus."Aku c

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (72) Ayo cerita!

    Waktu berputar tak kenal lelah, waktu berjalan tak tahu bosan, dan waktu berlalu tanpa terasa. Sepuluh hari sudah sejak paket terakhir dikirim, dan dua hari sudah setelah bertemu tatap muka dan berbicara langsung dengan si penerima paket.Aktivitas harian selama satu bulan yang biasa terisi dengan pikiran untuk paket, kini menjadi aktivitas harian yang terasa lebih tenang dan santai. Bisa melakukan apapun dengan bebas dan sesuai keinginan, tidak perlu berharap dan hanya perlu mengambil segala hal serupa kesempatan yang menguntungkan terlihat.Berbaring cepat seorang wanita dengan rambut hitam sebatas bahu, napas terengah, mata terpejam, dan keringat yang membasahi wajah maupun tubuhnya. Diembuskan napas terengah itu berulang kali dari mulut, seolah meniup udara yang tak kunjung mengantarkan oksigen yang cukup."Ah ... kamu enak," puji seorang pria sambil mengubah posisi berbaringnya jadi menghadap ke wanita di sebelahnya, menatap penuh kepuasan pada wanita yang hanya tersenyum kecil t

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (71) Sama Fafa (Revisi)

    "Masuk!" Terbuka perlahan pintu ruang kerja itu oleh seorang wanita setelan formal, senyum simpulnya tidak mendapat balasan apapun dari sang penguasa ruangan itu. Melihat respon yang cenderung biasa diterima, berjalan keluar lagi wanita itu seraya mempersilakan tamu yang dibicarakan sebelumnya. Bunyi langkah dari sepatu tinggi terdengar jelas beradu dengan lantai, bunyi langkah yang sontak menghilang saat gerakan kaki itu terhenti tepat di balik pintu ruang kerja yang kini sudah tertutup. Saling beradu tatap dua wanita itu, napas menderu menjadi bahasa tubuh pertama yang disadari si Kepala Humas. Ada sedikit kegugupan yang wanita itu lihat dari tamu tak diundangnya, kegugupan yang sangat terlihat dari napas tidak stabil. "Sini," kata wanita bernama Kirana Zendaya itu menunjuk kursi di depan meja kerjanya, dua kursi yang berada persis di hadapannya dan hanya terjarak meja kerja. Terdiam wanita bersetelan santai cenderung tak sopan itu, setelan santai berupa celana pendek di atas lut

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status