Share

(6) Amarah Fafa

Author: SyasaRanni
last update Last Updated: 2024-06-24 22:29:29

"Rana Rana Ran ...," ucap seorang pria memanggil nama istrinya berulang kali yang berdiam diri di dalam kamar, ketukan pintu terus dilakukan untuk mengganggu kenyamanan yang selalu dijunjung tinggi sang istri, meski ia tahu akan memancing emosi yang dapat menguras kesabaran.

"Apa?" sahut seorang wanita langsung membuka pintu tanpa memberi sedikitpun aba-aba, tidak menciptakan suara yang dapat menandakan bahwa pintu akan terbuka, dan tidak bersikap selayaknya seorang istri yang baru tahu suaminya dipecat.

"Tadi kata lo lanjut bahas di rumah saja, ini sudah di rumah tapi lo malah mengeram di kamar," ujar pria bernama Kal itu mengeluhkan ucapan sang istri yang berbeda saat di kantor tadi.

Mengecap mulut Rana yang terasa kering, tersenyum kecut ia sebelum menghembuskan napas penat dari mulut yang terbuka sedikit, "apa yang mau dibahas? Kalau buat bantu kamu dan memanfaatkan posisiku, aku jelas enggak bisa, enggak tahu, dan enggak mau berusaha juga," tukas Rana menegaskan keputusannya lagi, "kamu dipecat ya itu tanggung jawabmu sebagai pekerja, akan berbuat apa selanjutnya?"

"Ya gue yakin sih ini masih ada peluang, jadi bantulah suami lo ini, Ran," kata Kal terdengar konyol bagi Rana, ekspresi memelas yang menjijikkan membuat wanita itu sedikit merengutkan wajahnya.

"Kenapa seyakin itu masih ada peluang? Setelah melewati teguran lisan berulang kali dan dua kali surat peringatan, kenapa masih percaya diri bahwa ada kesempatan lain?" ucap Rana mempertanyakan cara berpikir suaminya yang terbilang aneh.

"Gue belum dapat SP-3 dan gue juga diberhentikan secara sepihak, mendadak, dan tanpa pesangon di pertengahan bulan kayak begini," jawab Kal membuat Rana terdiam sejenak sebelum terkekeh kecil, kekehan yang tentu membuat Kal sontak mengernyit heran atas reaksi wanita itu.

Berjalan santai cenderung malas dengan langkah terseret, duduk bersandar di sofa ruang utama, "ada beberapa perusahaan yang memberi SP-3 sekalian sama surat pemecatan, setelah melewati teguran lisan dan dua kali surat peringatan, kamu masih bilang itu pemecatan sepihak dan mendadak? Ini memang tengah bulan bahkan tengah musim, bukan musim untuk cari karyawan baru juga, tapi bukan berarti perusahaan bisa terus mempertahankan karyawan tidak kompeten, kan?" ujar Rana cukup menyulut emosi dalam kebingungan yang Kal rasa.

"Lo sebut gue enggak kompeten?"

"Aku cuma bicara fakta, karena tidak ada orang kompeten dan profesional yang main gim daring di jam kerja sampai kabur ke parkiran bawah tanah," tukas si Kepala Humas itu acuh tak acuh, walau ia tahu telah memancing emosi Kal, tapi baginya kebenaran memang menyakitkan untuk ditegakkan.

"Jadi lo bakal bantu gue, kan? Atau minimal tanya ke tim HRD, kenapa pecat gue di tengah-tengah begini?" rengek Kal menangkup kedua tangannya seolah memohon.

"Cih," decih Rana spontan dengan perilaku Kal, "dari pada meratapi yang sudah terjadi, lebih baik merenung dan berpikir tentang masa depan. Persiapkan diri buat cari kerja lagi saja," tuturnya kemudian berdiri lagi, cukup menandakan bahwa ia ingin kembali ke kamar.

"Lo enggak kasihan sama suami lo ini?" Menggeleng pelan Rana menjawabnya, "enggak punya hati banget sih, Ran," kata Kal disambut senyuman simpul Rana.

Senyuman simpul yang cukup menandakan bahwa Rana memang tidak peduli, hanya menanggapi sebagaimana makhluk hidup saling berinteraksi, "sebentar," kata Kal meluruskan tangannya dan menghalangi pintu kamar Rana yang hendak ditutup.

"Apalagi?"

"Pinjam mobil," ucap pria itu merapatkan bibirnya dan menatap Rana dengan harapan tinggi, sorot mata yang jelas menunjukkan keinginan besar.

"Jangan lecet, bau banci, habis bensin, habis aki, pecah kaca, atau penyok," tegas Rana menyiratkan izin untuk Kal yang langsung terkekeh.

Bergerak turun tangan Kal dan mengizinkan Rana untuk menutup pintu kamarnya, "tahu waktu," ucap wanita itu lagi tepat sebelum pintu tertutup.

Terangkat ibu jari Kal dengan senyum lebar menunjukkan barisan gigi, tanggapan yang cukup membuat Rana tersenyum kecut sebelum benar-benar menutup pintu kamar. Meninggalkan Kal yang langsung menuju kamar tidurnya dan bersiap diri.

***

"Seriusan? Kamu dipecat, Kak?"

"Masa sih istri kamu enggak mau bantu, Kak?"

"Ih jahat banget ya si Rana."

"Kamu sudah coba ke HRD langsung, Kak? Sendiri saja sudah, kalau istri kamu enggak mau bantu."

Menggeleng pelan Kal menanggapi pendapat dari empat teman wanitanya, menjadi satu-satunya pria dalam kelompok pertemanan wanita cukup membuat Kal seringkali menjadi pusat. Harus menjaga, melindungi, memastikan keamanan, namun juga seringkali harus menjadi objek ejekan dan kejahilan para wanita.

"Kok enggak sih, Kak?" sentak empat wanita itu serentak, mempertanyakan tanggapan Kal.

"Yang dibilang Rana juga benar, saat dapat teguran lisan aku malah pindah tempat main doang, aku juga abai pas dapat SP sampai dua kali," ujar Kal memahami omelan Rana, ujaran yang terdengar lembut demi menjaga perasaan empat wanita di hadapannya.

"Enggak benarlah!" seru seorang wanita bersetelan rok panjang dan kaus pendek, setelan yang menjadi ciri khasnya kala berkumpul, "apa-apaan dia ngomong begitu," lanjut wanita yang akrab disapa Fau, namun memiliki panggilan spesial dari Kal.

Panggilan yang didapat saat hubungan indah itu masih terjalin, hubungan yang kandas secara paksa, hingga membuat panggilan spesial itu menjadi panggilan tidak berarti. Fafa, namanya.

"Iya!"

"Benar itu, Kak."

"Masa istri enggak mau bantu, malah menyalahkan suaminya. Durhaka banget jadi istri."

"eh," tukas Kal memutus obrolan di antara empat wanita itu, "bukan enggak mau bantu, tapi Rana harus mengamankan situasi di tengah gosip kantor, Rana juga punya jiwa profesional dalam bekerja. Jadi aku cukup paham sama cara berpikirnya," lanjut Kal kemudian sedikit menunduk dan memejamkan mata, menekan kesabaran untuk menjaga emosi saat teringat ucapan Rana yang cukup menyinggung.

"Ck, begonya kumat deh kamu, Kak," decak Fafa menatap tajam Kal yang spontan mengangkat kepala untuk memandangnya, "Rana enggak serius sama kamu, makanya dia bertingkah seenaknya dan mengatasnamakan profesional buat bersikap egois," ketusnya mengerucutkan bibir.

"Ya ... aku kan nikah sama dia juga memang enggak serius, Fa. Kamu tahu itu," sahut Kal dengan tenangnya.

"Bukan masalahnya itunya, Kak. Orang-orang kan tahunya kalian benar-benar menikah, tapi kenapa dia enggak bertindak kayak istri pada umumnya? Minimal banget deh, dia peduli gitu ke kamu," oceh Fafa mendapat senyuman masam dari Kal.

"Enggak semudah itu, Rana orangnya idealis dan dia juga cenderung budek sama omongan orang. Buat dia lahir sendiri, hidup sendiri, bertahan hidup sendiri, mati pun sendiri." Kal berujar dengan tetap membela sang istri, bukan karena cinta tapi ini tentang cara logika dan sudut pandang bekerja.

"Ya Tuhan, Kak ... susah banget sih kamu dibilanginnya, batu kepala kamu sekarang," rengek Fafa menunduk dan menggigit bibir bawahnya, "Kak ... aku cuma enggak mau kamu jadi susah, kamu terlilit utang, atau sejenisnya karena buat bertahan hidup, padahal kamu punya istri yang harusnya bisa tolong kamu," ucapnya lagi dengan suara gemetar.

"Fa, kamu nangis?" tanya seorang wanita berbadan gempal merangkul Fafa, "Fa?" panggilnya dengan ragu sebelum mengalihkan pandangan pada Kal, menatap si pria berbadan atletis itu dengan tajam dan marah.

"Kak ... parah banget sih, niat Fafa itu baik loh. Segitunya banget belain cewek yang bahkan enggak peduli kamu hidup atau mati," ujar wanita lainnya dengan tahi lalat di dekat hidung.

"Kalil sudah berubah," sambung wanita lain lagi dengan lesung pipit menghiasi kedua pipinya.

"Minimal kalau punya otak dipakai, lihat kebaikan orang," kata Fafa kemudian memakai tas selempang dan beranjak pergi, disusul dengan tiga temannya yang sempat menatap marah Kal.

"Argh ...."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (7) Rumah Den

    "Ya ... kalau gue jadi Rana juga bakal melakukan hal yang sama. Buat apa gue tolong orang yang enggak akrab sampai harus mengancam karir? Kan gitu, logika dasar saja, Kal," ujar seorang pria bersetelan celana pendek dan tanpa baju, setelan dasar untuk pria saat bermalasan di malam hari, "menolong orang itu pasti, tapi bukan berarti harus mengancam karir," lanjutnya sambil berbaring."Tapi wajar buat Rana begitu ke gue yang berstatus sebagai suaminya?" tanya Kal seraya bergerak mundur untuk bersandar ke dinding terdekatnya."Wajar saja menurut gue, kalian nikah juga karena tujuan masing-masing, kan? Kenapa lo jadi terpengaruh ke status pernikahan kalian? Itu memang resmi tapi enggak benar-benar mengikat kalian, kan?" sahut teman dari Kal, pria yang dikenal Kal sejak di bangku kuliah, Denandra Jamali.Terdiam sejenak Kal saat mendengar ungkapan dari temannya, "lo benar, bisa jadi juga Rana berpikir kayak lo. Tapi, perilaku Rana begitu bisa bikin pertanyaan ke orang-orang, kenapa dia eng

    Last Updated : 2024-06-25
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (8) Paket Misterius

    "Kemana saja seharian?"Tiga kata dalam kalimat tanya telah terdengar, dua jam lamanya Kal terdiam di ruang utama sejak tiba di rumah. Rasa lapar pun tidak lagi terasa sejak netra Rana menatap Kal dengan tajam dan tegas, seolah Kal adalah mangsa yang lezat. Dua jam lamanya pula Rana mengamati segala gerak-gerik Kal, dari mengubah posisi kaki, bersandar, sampai sekadar menguap tidak luput dari pandangan seorang Kirana Zendaya."Cari mobil ya? Tadi pagi gimana berangkat ker ....""Kemana saja seharian?" potong Rana dengan pertanyaan yang sama."Di rumah teman," jawab Kal terlihat canggung, pikirannya begitu kalut sejak menerima surat pemecatan di tengah bulan."Temanmu pengangguran juga?" tukas Rana bertanya tanpa memikirkan kondisi dan perasaan lawan bicara, hanya satu hal yang Rana tahu, bahwa dirinya mengalami kesulitan karena tidak ada kendaraan pribadi."Kagak, dia berangkat kerja tadi jam sepuluh karena ada rapat habis jam makan siang," jawab Kal yang cukup menyuratkan bahwa dirin

    Last Updated : 2024-06-26
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (9) "Dia Teman Gue."

    Hening terus mengintai meski jam digital sudah menunjukkan angka 22.00, begitu hening hingga cukup untuk memekakan telinga. Dalam kebimbangan dan rasa lelah, bersama kegelisahan dan rasa muak seolah bersatu tidak padu dengan keadaan kini."Janji jangan kasih saran gila," ucap Rana menunjuk Kal yang hanya terkekeh pelan, "terakhir kali kamu kasih saran tentang masalahku, kita malah menikah.""Ya ... mau gimana lagi? Harta buat orang tua lo sudah lebih dari cukup, tahta juga sudah cukup buat mereka dihormati sepanjang hidupnya," sahut Kal membuat Rana mengerucutkan bibirnya sebal, "jangan gitu bibir, gue cium lo.""Ih." Spontan Rana mengatup rapat bibirnya dan mendelik tajam pada Kal."Mata ngapain mata? Enggak takut gue," kekeh pria itu justru mengejek kelakuan istrinya, "santai saja santai, gue tahu batasan kok.""Harus," sentak Rana membuat Kal langsung mengulurkan tangan dan mengusap kepalanya, "ih apasih, jangan macam-macam ya," tukas Rana menepis kasar tangan Kal."Lo lucu," ucap

    Last Updated : 2024-06-27
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (10) Diskusi dan Rumor

    Tergagap Rana mendengar ungkapan Kal, ada begitu banyak pertanyaan yang ingin diucapkan, ada ketidakpercayaan yang membentuk keraguan dalam dirinya, dan ada kebingungan yang menjadi kebimbangannya untuk bersikap. Sementara Kal, hanya bersandar dan mengamati beberapa lembar foto, "hm ... ini kelihatan foto asli bukan buatan AI, ini juga cetak sendiri kayaknya karena enggak ada tanda percetakan atau studio," ujar Kal menunjukkan selembar foto pada Rana yang hanya terdiam sambil menganggukkan kepala."Terus itu main judi dimana?" tanya Rana ingin mencari tahu apapun yang dapat menjadi informasi dari foto."Enggak ada tanda apapun yang khas, harusnya ada semacam tanda gitu, kayak kalau lo pesan ruang privat di restoran pasti ada semacam nama atau tanda khas restorannya," jawab Kal memberi contoh kecil."Hm ...," deham Rana dengan perasaan bingung, "eh! ngapain?" sentaknya langsung mengambil kotak dan lembaran foto itu dari dekat Kal."Gue foto saja salah satunya, nanti kalau ketemu sama d

    Last Updated : 2024-06-28
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (11) "Ini Gila!"

    "Lo main judi?" tanya pria bersetelan celana panjang dan kaus pendek santai, pria yang akrab disapa Kal itu menatap tajam temannya."Tahu dari siapa?" sahut pria dengan tubuh yang lebih tinggi dari Kal, pria yang lebih tua dari Kal, dan pria bernama Tomi Uraga yang akrab disapa Tom."Memangnya itu penting?" kata Kal bertanya lagi, terdengar berbasa-basi meski Kal begitu ingin memojokkannya dengan segala foto dari bukti yang ada."Pentinglah, gue harus tahu orang yang berani ikut campur ranah pribadi," jawab Tom membuat Kal spontan tersenyum miring, "lagian, apa pentingnya buat lo kalau gue main judi atau kagak?"Terdiam Kal memandang pria yang dikenalnya sejak kuliah, pria yang pernah menjadi kakak tingkat, pria yang membuat Kal merasa segan, dan pria yang hampir selalu Kal patuhi ucapannya, "lo kakak ipar gue?" ucap Kal bertanya setelah terdiam cukup lama.Mencerna keadaan dan mencoba untuk memahami segala hal yang mungkin terlewat, namun yang didapat hanya kehampaan belaka dan pikir

    Last Updated : 2024-06-29
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (12) Permintaan

    "Jadi?""Aku minta tolong banget jangan sampai Jessica tahu," ucap seorang pria setelah memberi penjelasan yang memakan banyak waktu, penjelasan yang sebenarnya sama sekali tidak ingin didengar, dan penjelasan yang sangat tidak penting, "aku malu banget kalau sampai harus pulang dengan tangan kosong, sudah jadi pengangguran, cari kerja juga susah karena usiaku," lanjutnya menangkup kedua tangan dan memohon."Kenapa harus malu?" tanya seorang wanita dengan acuh tak acuh, hanya satu alasan yang membuatnya bertahan karena ini semua bersangkutan dengan kakaknya."Kalian dari keluarga berpendidikan, punya takhta, banyak harta dan investasi," jawab pria yang akrab disapa Tom, "dan aku cuma pengangguran enggak jelas, apa masih pantas aku jadi suami Jessica?"Terdiam Rana mencoba untuk melihat dari sudut pandang kakak iparnya, meski ia masih ingin mencari tahu pengirim foto, memberi tahu sang kakak, dan tetap tidak ingin memaafkan. Namun kenapa pria di hadapannya kini seolah mengemis keadaan?

    Last Updated : 2024-06-30
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (13) Obrolan

    "Tumben amat lo ajak kumpul di tempat kayak gini," celetuk seorang pria hampir botak yang baru saja datang. "Kagak ada salahnya," jawab pria berambut cepak berponi, potongan rambut andalan yang menjadi ciri khasnya dimanapun berada. "Jangan terlalu sering, Pak. Ingat lo kagak punya penghasilan, masa mau minta terus sama bini," ujar pria dengan kaca mata bulat di kepala, meski memiliki penglihatan yang tidak sebagus temannya, namun ia tetap menggunakan kaca mata hanya saat ada yang perlu dibaca. "Malu?" kata pria dengan potongan rambut cepak berponi, pria yang akrab disapa Kal. Pertanyaan amat singkat dalam satu kata, pertanyaan yang membuat tiga pria lain teralih memandangnya dengan ekspresi masam, "lo tanya, Pak? Buset dah, jadi makin goblok begini," ucap pria dengan potongan rambut rapi. "Gue serius," sentak Kal memastikan keseriusannya pada tiga teman yang sudah lama dikenal. "Ada apa ini ada apa? Cerita dulu saja, dari pada bikin kita salah paham sama pertanyaan lo," ujar pr

    Last Updated : 2024-07-01
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (14) Tipuan Tom

    Melompat girang seorang wanita setelah melihat kedatangan seseorang, lompatan gembira yang jelas menggambarkan suasana hati dan keadaannya. Senyum lebar menunjukkan barisan gigi dari pria dengan setelan santai, membuat wanita itu berlari menghampiri dan memeluknya, "kok kamu tiba-tiba sudah datang sih? Kan bisa aku jemput di bandara atau stasiun gitu," ujar wanita berambut cokelat itu mengambil alih koper besar."Sengaja, biar kejutan." Bergerak jahil alis pria berusia dua puluh sembilan tahun itu, "kamu tahunya aku pulang sore tapi enggak tahu jamnya," lanjutnya merangkul sang istri setelah menutup gerbang, dan bergegas masuk ke dalam rumah bersama wanita yang menyambut kedatangannya."Tuman deh jahilnya," ucap wanita bernama Jessica Danti itu mencubit pelan perut suaminya, cubitan yang justru membuat mereka saling tertawa bersama.Rasa rindu dalam cinta yang menenangkan selalu menjadi hal terindah dalam bahtera, ombak-ombak kecil tidak akan mampu menenggelamkan bahtera besar dengan

    Last Updated : 2024-07-02

Latest chapter

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (92) Kesepakatan Fafa Tomi

    "Selanjutnya, apa?""Apanya yang selanjutnya?""Aku enggak pahan rencana kamu.""Aku sudah pernah jelaskan loh.""Aku lupa.""Dasar bodoh."Deg!Perdebatan antara seorang wanita dan seorang pria di suatu kafe, mengantarkan rasa sakit hati bagi wanita bersetelan blus hitam itu. Warna pakaian yang menggambarkan suasana hatinya kini, penuh duka dan kecewa sejak dua pria yang ia andalkan memutuskan untuk berfokus pada istri masing-masing. Satu di antara dua pria andalannya, menghilang begitu saja, mengusir saat ditemui dan memblokir semua kontak komunikasi, terlihat seperti tidak pernah saling mengenal satu sama lain, pria jahat yang dengan mudah bertingkah seolah tidak pernah terjadi apapun. Sedangkan seorang pria lainnya, pergi meninggalkan namun membantunya membuat skenario untuk mencari sumber penghasilan baru, tetapi skenario itu terlalu rumit untuk otak payah dengan logika tidak berguna.Pada akhirnya, lagi dan lagi semua harus dikatakan, bahwa mema

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (91) Celoteh Kalil

    "Ran," panggil seorang pria yang sedari tadi terus mengamati wanitanya, melihat ke arah wanita yang hanya menunduk dan menyuap sarapan. Seolah enggan untuk sekadar mengangkat kepala, seolah tak ada rasa penasaran pada hal sekitar, dan mungkin pula seolah makan sendirian tanpa siapapun."Hm?" sahut wanita itu berdeham singkat, lagi dan lagi terlihat seperti tidak ada keinginan untuk sekadar mengangkat kepala atau melirik ke lawan bicara."Kamu kenapa?" tanya pria bernama Kalil Nayaka, pria berusia 27 tahun yang memiliki keinginan untuk menjadi lebih baik, walau semua yang telah dilakukan tidak pantas dimaafkan.Berselingkuh, membawa wanita lain ke kamar sang istri, berulang kali mencoba melanggar kesepakatan pra-nikah, memakai kartu kredit yang sebenarnya ditujukan untuk bisnis keluarga, dan pesta alkohol sampai membuat mobil istri rusak. Bagi Kalil yang paling parah adalah saat memutuskan untuk menikahi Rana, dan membuat wanita itu harus berada dalam lingkaran setan yang

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (90) Cuma kamu

    "Kirana!" Tersenyum kecut Kirana mengangkat kedua alisnya menanggapi emosi yang mendadak tinggi, terluap cepat tak terkendali dari suara yang tiba-tiba membentak. Terkejut? Tentu tidak. Jantung Rana dilahirkan untuk menjadi bagian dari sosok yang kebal akan segala hal di dunia keji, jantung Rana juga tumbuh dan berkembang bersama caci maki berkedok nasihat dengan suara tinggi. Sekadar bentakan belaka itu, hanya sampah yang bisa cepat didaur ulang. Terdiam dua wanita itu saling bertukar pandang, netra yang menatap tajam dengan wajah memerah dan napas menderu cepat, jelas menggambarkan betapa tingginya emosi yang ada di dalam benak, "ah kelamaan," ketus wanita muda yang datang bertamu tanpa izin dan tanpa undangan. Bergerak santai tangannya mengeluarkan sebuah kartu kredit hitam, warna kartu elegan yang menjadi tanda prioritas di salah satu bank swasta ternama, warna kartu elegan yang juga menjadi tanda bahwa tidak ada batas penggunaan, dan kart

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (89) Rumah Orang Tua

    Hanya ada satu dari seribu hal membingungkan di dunia yang bisa dijawab, sisanya hanya angan belaka yang dipaksa logika terbatas untuk dapat dijawab. Menyakitkan? Tentu saja. Tapi bukan manusia namanya, jika tidak memiliki cara untuk bertahan dari segala hal, termasuk melegakan dahaga keingintahuannya yang tak terbatas. Pertanyaan demi pertanyaan terjawab, pernyataan demi pernyataan diketahui, bukti demi bukti dikumpulkan, dan saksi demi saksi silih berganti dengan berbagai pengakuan yang bisa saja penuh kebohongan yang menguntungkan sebelah pihak. Hanya satu kepasrahan kini yang akan ditempuhnya dengan tekad, bukan dengan keyakinan dan kepercayaan, tapi hanya dengan tekad yang mungkin saja bisa dikatakan konyol. Berjalan lunglai wanita bersetelan semi formal, menutup pintu mobil yang terparkir depan salah satu rumah mewah di pemukiman elit. Satu dua napas ia hembuskan kasar sebelum menekan bel, sudah muak rasanya untuk berurusan dengan manusia yang bahkan jumlah

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (88) Kenapa tanya saya?

    Terhela napas wanita muda itu menundukkan kepalanya, sedikit memiringkan badan dan meluruskan kedua tangan, membiarkan kepala bersandar penuh ke meja lalu memejamkan mata dengan pasrah. Ada rasa yang sangat besar dalam diri untuk memanfaatkan jabatan, tapi itu bukanlah tujuan sesungguhnya, dan itu juga bukanlah keinginan hatinya. "Ah!" serunya mengeluh singkat lalu kembali duduk tegak, mengangkat gagang telepon kantor dan menekan beberapa nomor yang menjadi kode untuk menghubungi divisi lain, "hubungkan saya langsung ke wakil kepala arsip." Wakil kepala arsip, pria muda yang ia tahu menjadi teman dekat suaminya saat masih bekerja, teman dekat yang ia tahu juga berulang kali meminta sang suami berhenti bermain gim di jam kerja, dan teman dekat juga yang beberapa kali mengerjakan pekerjaan suaminya demi menyembunyikan perilaku malas saat itu. Permintaan dihubungkan langsung, bukan berarti permintaan untuk berbicara melalui telepon, melainkan pengajuan permohonan ta

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (87) Enggak Berharap

    Membisu dalam kesendirian seorang wanita di ruang kerjanya, sepanjang malam dan pagi sudah dihabisinya waktu untuk sendiri. Satu rapat tim dan satu rapat hasil perilisan produk baru dilewatkannya dengan sengaja, tidak mengutus siapapun dari tim humas untuk rapat hasil, dan hanya mengandalkan notula yang akan didapat. Bisakah? Sebenarnya bisa saja, dan kerap kali dilakukan oleh berbagai orang dari berbagai jabatan dengan alasan beragam. Namun, ini adalah hal pertama yang seorang Kirana Zendaya lakukan, hal yang menjadi catatan merah pertama, dan hal yang cepat Rana sadari justru menjadi beban baru. "Ah ...," desahnya mengeluh seorang diri di ruang kerja yang temaram, ruangan yang sengaja ia tutup tirainya, dan meminta anggota humas untuk tidak menemuinya dengan alasan apapun. Berat? Sangat. Manusia normal dan manusia waras mana, yang baru dikhianati sahabat, dibohongi kakak, tahu bisnis keluarga terancam karena kebodohan cinta, tahu bahwa perni

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (86) Taruhan Baru Lagi

    "Aku memutuskan untuk berteman sama Fafa." Enam kata terucap dari balik bibir tipis merona si wanita cantik, suara lembut yang menyenangkan untuk selalu didengar. Enam kata terucap yang tentu langsung mengejutkan dan membuat napas seolah terhenti sesaat, "Fafa tahu?" Mengangguk Rana menjawabnya, anggukan kepala yang sangat tidak diharapkan dan sangat tidak ingin dilihat. Terhela napas Kalil dengan desahan pasrah yang keluar bebas dari mulutnya, "kamu tahu enggak sih Fafa itu cewek kayak gimana? Apa alasan kamu ajak dia berteman? Kapan kamu ajaknya? Kenapa enggak bilang atau tanya dulu ke aku?" Menyipit mata Rana mendengar pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan Kalil, menatap tajam mata sang suami dengan ketegasan yang jelas terlihat dari raut wajah orientalnya, "kok atur aku? sejak kapan atur kehidupan jadi bagian hal yang diizinkan dari kesepakatan nikah kita? Memangnya pertemanan juga sampai ke tahap atur-atur gini?" cecar Rana mengembalikan pert

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (85) Keputusanku

    Terbuka lebar mata pria berusia 27 tahun itu, terkejut ia mendengar pernyataan wanita di hadapannya. Hadiah yang didapat dari menjalin pernikahan dengan puluhan kesepakatan resmi, ternyata bukanlah benar-benar hadiah. Kartu hitam tanpa batas penggunaan, kartu hitam yang dengan bangga diserahkan padanya sebagai hasil dari keberhasilan memenangkan taruhan, dan kartu hitam yang umumnya menjadi pernyataan tak bersuara akan derajat sosial, ternyata hanyalah kartu dari bisnis keluarga yang masih terikat laporan. Sekarang harus apa? Marah pada pemberi kartu? Tapi, apa gunanya marah? Apa marah dapat menyelesaikan masalah? Ataukah ini bukan masalah? "Sini," tukas wanita bernama Kirana Zendaya itu merebut sumpitnya dari tangan Kalil yang masih mematung, Rana tahu bahwa Kalil merasa dibohongi atau mungkin ditipu. Fakta dan kebenaran memang lebih sering menyakiti, kesakitan dan kekecewaan yang sebenarnya takkan pernah ada jika tidak diiringi harapan dan ekspektasi. Sayang seribu sayang, alih

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (84) Asal kartu hitam

    Merengut dengan wajah memerah, mata yang sesekali melirik ke pria di hadapannya, saling berdiam diri sejak pelayan wanita pergi membawa menu tambahan yang dipesan. Mata yang teralih lagi dan lagi keluar ruangan, memandang air mancur dekat parkiran belakang restoran yang terlihat menarik dengan cahaya warna-warni. Ruang khusus dipesan dengan sengaja untuk mencairkan kecanggungan antar keduanya, justru kini membuat kecanggungan itu meningkat hanya karena ketidaksengajaan yang disadari. Memegang tangan suami depan umum, keinginan tetap bersama meski pandangan tidak lurus dan pikiran tidak fokus. Ketidaksengajaan yang menggelisahkan hati macam apa ini? Terhitung sejak menikah, enam bulan sudah menjalin hubungan dengan pria konyol di hadapannya, pria yang sedari tadi terus memandangnya tanpa alasan. Harus berkata apa? Harus bersikap bagaimana? Serba salah rasanya jika dilihat dan dipandangi begitu. Bukan risih, hanya bingung. Terhitung juga sejak pria menganggur, lima bulan sudah pria

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status