Share

(6) Amarah Fafa

Author: SyasaRanni
last update Last Updated: 2024-06-24 22:29:29

"Rana Rana Ran ...," ucap seorang pria memanggil nama istrinya berulang kali yang berdiam diri di dalam kamar, ketukan pintu terus dilakukan untuk mengganggu kenyamanan yang selalu dijunjung tinggi sang istri, meski ia tahu akan memancing emosi yang dapat menguras kesabaran.

"Apa?" sahut seorang wanita langsung membuka pintu tanpa memberi sedikitpun aba-aba, tidak menciptakan suara yang dapat menandakan bahwa pintu akan terbuka, dan tidak bersikap selayaknya seorang istri yang baru tahu suaminya dipecat.

"Tadi kata lo lanjut bahas di rumah saja, ini sudah di rumah tapi lo malah mengeram di kamar," ujar pria bernama Kal itu mengeluhkan ucapan sang istri yang berbeda saat di kantor tadi.

Mengecap mulut Rana yang terasa kering, tersenyum kecut ia sebelum menghembuskan napas penat dari mulut yang terbuka sedikit, "apa yang mau dibahas? Kalau buat bantu kamu dan memanfaatkan posisiku, aku jelas enggak bisa, enggak tahu, dan enggak mau berusaha juga," tukas Rana menegaskan keputusannya lagi, "kamu dipecat ya itu tanggung jawabmu sebagai pekerja, akan berbuat apa selanjutnya?"

"Ya gue yakin sih ini masih ada peluang, jadi bantulah suami lo ini, Ran," kata Kal terdengar konyol bagi Rana, ekspresi memelas yang menjijikkan membuat wanita itu sedikit merengutkan wajahnya.

"Kenapa seyakin itu masih ada peluang? Setelah melewati teguran lisan berulang kali dan dua kali surat peringatan, kenapa masih percaya diri bahwa ada kesempatan lain?" ucap Rana mempertanyakan cara berpikir suaminya yang terbilang aneh.

"Gue belum dapat SP-3 dan gue juga diberhentikan secara sepihak, mendadak, dan tanpa pesangon di pertengahan bulan kayak begini," jawab Kal membuat Rana terdiam sejenak sebelum terkekeh kecil, kekehan yang tentu membuat Kal sontak mengernyit heran atas reaksi wanita itu.

Berjalan santai cenderung malas dengan langkah terseret, duduk bersandar di sofa ruang utama, "ada beberapa perusahaan yang memberi SP-3 sekalian sama surat pemecatan, setelah melewati teguran lisan dan dua kali surat peringatan, kamu masih bilang itu pemecatan sepihak dan mendadak? Ini memang tengah bulan bahkan tengah musim, bukan musim untuk cari karyawan baru juga, tapi bukan berarti perusahaan bisa terus mempertahankan karyawan tidak kompeten, kan?" ujar Rana cukup menyulut emosi dalam kebingungan yang Kal rasa.

"Lo sebut gue enggak kompeten?"

"Aku cuma bicara fakta, karena tidak ada orang kompeten dan profesional yang main gim daring di jam kerja sampai kabur ke parkiran bawah tanah," tukas si Kepala Humas itu acuh tak acuh, walau ia tahu telah memancing emosi Kal, tapi baginya kebenaran memang menyakitkan untuk ditegakkan.

"Jadi lo bakal bantu gue, kan? Atau minimal tanya ke tim HRD, kenapa pecat gue di tengah-tengah begini?" rengek Kal menangkup kedua tangannya seolah memohon.

"Cih," decih Rana spontan dengan perilaku Kal, "dari pada meratapi yang sudah terjadi, lebih baik merenung dan berpikir tentang masa depan. Persiapkan diri buat cari kerja lagi saja," tuturnya kemudian berdiri lagi, cukup menandakan bahwa ia ingin kembali ke kamar.

"Lo enggak kasihan sama suami lo ini?" Menggeleng pelan Rana menjawabnya, "enggak punya hati banget sih, Ran," kata Kal disambut senyuman simpul Rana.

Senyuman simpul yang cukup menandakan bahwa Rana memang tidak peduli, hanya menanggapi sebagaimana makhluk hidup saling berinteraksi, "sebentar," kata Kal meluruskan tangannya dan menghalangi pintu kamar Rana yang hendak ditutup.

"Apalagi?"

"Pinjam mobil," ucap pria itu merapatkan bibirnya dan menatap Rana dengan harapan tinggi, sorot mata yang jelas menunjukkan keinginan besar.

"Jangan lecet, bau banci, habis bensin, habis aki, pecah kaca, atau penyok," tegas Rana menyiratkan izin untuk Kal yang langsung terkekeh.

Bergerak turun tangan Kal dan mengizinkan Rana untuk menutup pintu kamarnya, "tahu waktu," ucap wanita itu lagi tepat sebelum pintu tertutup.

Terangkat ibu jari Kal dengan senyum lebar menunjukkan barisan gigi, tanggapan yang cukup membuat Rana tersenyum kecut sebelum benar-benar menutup pintu kamar. Meninggalkan Kal yang langsung menuju kamar tidurnya dan bersiap diri.

***

"Seriusan? Kamu dipecat, Kak?"

"Masa sih istri kamu enggak mau bantu, Kak?"

"Ih jahat banget ya si Rana."

"Kamu sudah coba ke HRD langsung, Kak? Sendiri saja sudah, kalau istri kamu enggak mau bantu."

Menggeleng pelan Kal menanggapi pendapat dari empat teman wanitanya, menjadi satu-satunya pria dalam kelompok pertemanan wanita cukup membuat Kal seringkali menjadi pusat. Harus menjaga, melindungi, memastikan keamanan, namun juga seringkali harus menjadi objek ejekan dan kejahilan para wanita.

"Kok enggak sih, Kak?" sentak empat wanita itu serentak, mempertanyakan tanggapan Kal.

"Yang dibilang Rana juga benar, saat dapat teguran lisan aku malah pindah tempat main doang, aku juga abai pas dapat SP sampai dua kali," ujar Kal memahami omelan Rana, ujaran yang terdengar lembut demi menjaga perasaan empat wanita di hadapannya.

"Enggak benarlah!" seru seorang wanita bersetelan rok panjang dan kaus pendek, setelan yang menjadi ciri khasnya kala berkumpul, "apa-apaan dia ngomong begitu," lanjut wanita yang akrab disapa Fau, namun memiliki panggilan spesial dari Kal.

Panggilan yang didapat saat hubungan indah itu masih terjalin, hubungan yang kandas secara paksa, hingga membuat panggilan spesial itu menjadi panggilan tidak berarti. Fafa, namanya.

"Iya!"

"Benar itu, Kak."

"Masa istri enggak mau bantu, malah menyalahkan suaminya. Durhaka banget jadi istri."

"eh," tukas Kal memutus obrolan di antara empat wanita itu, "bukan enggak mau bantu, tapi Rana harus mengamankan situasi di tengah gosip kantor, Rana juga punya jiwa profesional dalam bekerja. Jadi aku cukup paham sama cara berpikirnya," lanjut Kal kemudian sedikit menunduk dan memejamkan mata, menekan kesabaran untuk menjaga emosi saat teringat ucapan Rana yang cukup menyinggung.

"Ck, begonya kumat deh kamu, Kak," decak Fafa menatap tajam Kal yang spontan mengangkat kepala untuk memandangnya, "Rana enggak serius sama kamu, makanya dia bertingkah seenaknya dan mengatasnamakan profesional buat bersikap egois," ketusnya mengerucutkan bibir.

"Ya ... aku kan nikah sama dia juga memang enggak serius, Fa. Kamu tahu itu," sahut Kal dengan tenangnya.

"Bukan masalahnya itunya, Kak. Orang-orang kan tahunya kalian benar-benar menikah, tapi kenapa dia enggak bertindak kayak istri pada umumnya? Minimal banget deh, dia peduli gitu ke kamu," oceh Fafa mendapat senyuman masam dari Kal.

"Enggak semudah itu, Rana orangnya idealis dan dia juga cenderung budek sama omongan orang. Buat dia lahir sendiri, hidup sendiri, bertahan hidup sendiri, mati pun sendiri." Kal berujar dengan tetap membela sang istri, bukan karena cinta tapi ini tentang cara logika dan sudut pandang bekerja.

"Ya Tuhan, Kak ... susah banget sih kamu dibilanginnya, batu kepala kamu sekarang," rengek Fafa menunduk dan menggigit bibir bawahnya, "Kak ... aku cuma enggak mau kamu jadi susah, kamu terlilit utang, atau sejenisnya karena buat bertahan hidup, padahal kamu punya istri yang harusnya bisa tolong kamu," ucapnya lagi dengan suara gemetar.

"Fa, kamu nangis?" tanya seorang wanita berbadan gempal merangkul Fafa, "Fa?" panggilnya dengan ragu sebelum mengalihkan pandangan pada Kal, menatap si pria berbadan atletis itu dengan tajam dan marah.

"Kak ... parah banget sih, niat Fafa itu baik loh. Segitunya banget belain cewek yang bahkan enggak peduli kamu hidup atau mati," ujar wanita lainnya dengan tahi lalat di dekat hidung.

"Kalil sudah berubah," sambung wanita lain lagi dengan lesung pipit menghiasi kedua pipinya.

"Minimal kalau punya otak dipakai, lihat kebaikan orang," kata Fafa kemudian memakai tas selempang dan beranjak pergi, disusul dengan tiga temannya yang sempat menatap marah Kal.

"Argh ...."

Related chapters

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (7) Rumah Den

    "Ya ... kalau gue jadi Rana juga bakal melakukan hal yang sama. Buat apa gue tolong orang yang enggak akrab sampai harus mengancam karir? Kan gitu, logika dasar saja, Kal," ujar seorang pria bersetelan celana pendek dan tanpa baju, setelan dasar untuk pria saat bermalasan di malam hari, "menolong orang itu pasti, tapi bukan berarti harus mengancam karir," lanjutnya sambil berbaring."Tapi wajar buat Rana begitu ke gue yang berstatus sebagai suaminya?" tanya Kal seraya bergerak mundur untuk bersandar ke dinding terdekatnya."Wajar saja menurut gue, kalian nikah juga karena tujuan masing-masing, kan? Kenapa lo jadi terpengaruh ke status pernikahan kalian? Itu memang resmi tapi enggak benar-benar mengikat kalian, kan?" sahut teman dari Kal, pria yang dikenal Kal sejak di bangku kuliah, Denandra Jamali.Terdiam sejenak Kal saat mendengar ungkapan dari temannya, "lo benar, bisa jadi juga Rana berpikir kayak lo. Tapi, perilaku Rana begitu bisa bikin pertanyaan ke orang-orang, kenapa dia eng

    Last Updated : 2024-06-25
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (8) Paket Misterius

    "Kemana saja seharian?"Tiga kata dalam kalimat tanya telah terdengar, dua jam lamanya Kal terdiam di ruang utama sejak tiba di rumah. Rasa lapar pun tidak lagi terasa sejak netra Rana menatap Kal dengan tajam dan tegas, seolah Kal adalah mangsa yang lezat. Dua jam lamanya pula Rana mengamati segala gerak-gerik Kal, dari mengubah posisi kaki, bersandar, sampai sekadar menguap tidak luput dari pandangan seorang Kirana Zendaya."Cari mobil ya? Tadi pagi gimana berangkat ker ....""Kemana saja seharian?" potong Rana dengan pertanyaan yang sama."Di rumah teman," jawab Kal terlihat canggung, pikirannya begitu kalut sejak menerima surat pemecatan di tengah bulan."Temanmu pengangguran juga?" tukas Rana bertanya tanpa memikirkan kondisi dan perasaan lawan bicara, hanya satu hal yang Rana tahu, bahwa dirinya mengalami kesulitan karena tidak ada kendaraan pribadi."Kagak, dia berangkat kerja tadi jam sepuluh karena ada rapat habis jam makan siang," jawab Kal yang cukup menyuratkan bahwa dirin

    Last Updated : 2024-06-26
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (9) "Dia Teman Gue."

    Hening terus mengintai meski jam digital sudah menunjukkan angka 22.00, begitu hening hingga cukup untuk memekakan telinga. Dalam kebimbangan dan rasa lelah, bersama kegelisahan dan rasa muak seolah bersatu tidak padu dengan keadaan kini."Janji jangan kasih saran gila," ucap Rana menunjuk Kal yang hanya terkekeh pelan, "terakhir kali kamu kasih saran tentang masalahku, kita malah menikah.""Ya ... mau gimana lagi? Harta buat orang tua lo sudah lebih dari cukup, tahta juga sudah cukup buat mereka dihormati sepanjang hidupnya," sahut Kal membuat Rana mengerucutkan bibirnya sebal, "jangan gitu bibir, gue cium lo.""Ih." Spontan Rana mengatup rapat bibirnya dan mendelik tajam pada Kal."Mata ngapain mata? Enggak takut gue," kekeh pria itu justru mengejek kelakuan istrinya, "santai saja santai, gue tahu batasan kok.""Harus," sentak Rana membuat Kal langsung mengulurkan tangan dan mengusap kepalanya, "ih apasih, jangan macam-macam ya," tukas Rana menepis kasar tangan Kal."Lo lucu," ucap

    Last Updated : 2024-06-27
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (10) Diskusi dan Rumor

    Tergagap Rana mendengar ungkapan Kal, ada begitu banyak pertanyaan yang ingin diucapkan, ada ketidakpercayaan yang membentuk keraguan dalam dirinya, dan ada kebingungan yang menjadi kebimbangannya untuk bersikap. Sementara Kal, hanya bersandar dan mengamati beberapa lembar foto, "hm ... ini kelihatan foto asli bukan buatan AI, ini juga cetak sendiri kayaknya karena enggak ada tanda percetakan atau studio," ujar Kal menunjukkan selembar foto pada Rana yang hanya terdiam sambil menganggukkan kepala."Terus itu main judi dimana?" tanya Rana ingin mencari tahu apapun yang dapat menjadi informasi dari foto."Enggak ada tanda apapun yang khas, harusnya ada semacam tanda gitu, kayak kalau lo pesan ruang privat di restoran pasti ada semacam nama atau tanda khas restorannya," jawab Kal memberi contoh kecil."Hm ...," deham Rana dengan perasaan bingung, "eh! ngapain?" sentaknya langsung mengambil kotak dan lembaran foto itu dari dekat Kal."Gue foto saja salah satunya, nanti kalau ketemu sama d

    Last Updated : 2024-06-28
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (11) "Ini Gila!"

    "Lo main judi?" tanya pria bersetelan celana panjang dan kaus pendek santai, pria yang akrab disapa Kal itu menatap tajam temannya."Tahu dari siapa?" sahut pria dengan tubuh yang lebih tinggi dari Kal, pria yang lebih tua dari Kal, dan pria bernama Tomi Uraga yang akrab disapa Tom."Memangnya itu penting?" kata Kal bertanya lagi, terdengar berbasa-basi meski Kal begitu ingin memojokkannya dengan segala foto dari bukti yang ada."Pentinglah, gue harus tahu orang yang berani ikut campur ranah pribadi," jawab Tom membuat Kal spontan tersenyum miring, "lagian, apa pentingnya buat lo kalau gue main judi atau kagak?"Terdiam Kal memandang pria yang dikenalnya sejak kuliah, pria yang pernah menjadi kakak tingkat, pria yang membuat Kal merasa segan, dan pria yang hampir selalu Kal patuhi ucapannya, "lo kakak ipar gue?" ucap Kal bertanya setelah terdiam cukup lama.Mencerna keadaan dan mencoba untuk memahami segala hal yang mungkin terlewat, namun yang didapat hanya kehampaan belaka dan pikir

    Last Updated : 2024-06-29
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (12) Permintaan

    "Jadi?""Aku minta tolong banget jangan sampai Jessica tahu," ucap seorang pria setelah memberi penjelasan yang memakan banyak waktu, penjelasan yang sebenarnya sama sekali tidak ingin didengar, dan penjelasan yang sangat tidak penting, "aku malu banget kalau sampai harus pulang dengan tangan kosong, sudah jadi pengangguran, cari kerja juga susah karena usiaku," lanjutnya menangkup kedua tangan dan memohon."Kenapa harus malu?" tanya seorang wanita dengan acuh tak acuh, hanya satu alasan yang membuatnya bertahan karena ini semua bersangkutan dengan kakaknya."Kalian dari keluarga berpendidikan, punya takhta, banyak harta dan investasi," jawab pria yang akrab disapa Tom, "dan aku cuma pengangguran enggak jelas, apa masih pantas aku jadi suami Jessica?"Terdiam Rana mencoba untuk melihat dari sudut pandang kakak iparnya, meski ia masih ingin mencari tahu pengirim foto, memberi tahu sang kakak, dan tetap tidak ingin memaafkan. Namun kenapa pria di hadapannya kini seolah mengemis keadaan?

    Last Updated : 2024-06-30
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (13) Obrolan

    "Tumben amat lo ajak kumpul di tempat kayak gini," celetuk seorang pria hampir botak yang baru saja datang. "Kagak ada salahnya," jawab pria berambut cepak berponi, potongan rambut andalan yang menjadi ciri khasnya dimanapun berada. "Jangan terlalu sering, Pak. Ingat lo kagak punya penghasilan, masa mau minta terus sama bini," ujar pria dengan kaca mata bulat di kepala, meski memiliki penglihatan yang tidak sebagus temannya, namun ia tetap menggunakan kaca mata hanya saat ada yang perlu dibaca. "Malu?" kata pria dengan potongan rambut cepak berponi, pria yang akrab disapa Kal. Pertanyaan amat singkat dalam satu kata, pertanyaan yang membuat tiga pria lain teralih memandangnya dengan ekspresi masam, "lo tanya, Pak? Buset dah, jadi makin goblok begini," ucap pria dengan potongan rambut rapi. "Gue serius," sentak Kal memastikan keseriusannya pada tiga teman yang sudah lama dikenal. "Ada apa ini ada apa? Cerita dulu saja, dari pada bikin kita salah paham sama pertanyaan lo," ujar pr

    Last Updated : 2024-07-01
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (14) Tipuan Tom

    Melompat girang seorang wanita setelah melihat kedatangan seseorang, lompatan gembira yang jelas menggambarkan suasana hati dan keadaannya. Senyum lebar menunjukkan barisan gigi dari pria dengan setelan santai, membuat wanita itu berlari menghampiri dan memeluknya, "kok kamu tiba-tiba sudah datang sih? Kan bisa aku jemput di bandara atau stasiun gitu," ujar wanita berambut cokelat itu mengambil alih koper besar."Sengaja, biar kejutan." Bergerak jahil alis pria berusia dua puluh sembilan tahun itu, "kamu tahunya aku pulang sore tapi enggak tahu jamnya," lanjutnya merangkul sang istri setelah menutup gerbang, dan bergegas masuk ke dalam rumah bersama wanita yang menyambut kedatangannya."Tuman deh jahilnya," ucap wanita bernama Jessica Danti itu mencubit pelan perut suaminya, cubitan yang justru membuat mereka saling tertawa bersama.Rasa rindu dalam cinta yang menenangkan selalu menjadi hal terindah dalam bahtera, ombak-ombak kecil tidak akan mampu menenggelamkan bahtera besar dengan

    Last Updated : 2024-07-02

Latest chapter

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (79) Ajakan Teman

    [Hari ini]Diambilnya ponsel dan mencari nama Fauziah Aini Fafa di daftar kontak, pernah saling bertukar nomor saat berjumpa di kantor beberapa hari lalu, demi kepentingan apapun kelak. Ditekannya kolom tulisan yang bertujuan untuk menghubungi, melakukan panggilan suara dengan sengaja, "halo," sapa Rana dengan canggung dan kebingungannya.Begitu pula dengan Fafa di lokasi berbeda, yang terbangun dalam keadaan terkejut karena nada dering dari panggilan. Sapaan ringan itu pula yang cepat ditanggapi, "halo, Rana.""Aku enggak mau basa-basi biar enggak basi juga, aku mau bilang ayo kita jadi teman," kata Rana membuat Fafa sontak terduduk di ranjang dengan mata terbuka lebar."Apa kamu bilang?" tukas Fafa menjawab sambil menggelengkan kepala dan mengusap mata, "aku takut salah dengar, baru bangun tidur hehe," lanjutnya terkekeh ringan tidak beralasan, hanya mencegah adanya kesan canggung."Ayo jadi teman," tanggap Rana singkat dan kali ini semakin jelas terdengar di telinga Fafa, "mau?" ka

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (78) Sampai kapan?

    [Kemarin] "Kakak mau sampai kapan jadi budak cinta dari cowok sialan itu? Sebenarnya juga, sejak kapan kakak jadi enggak percaya sama aku? Kenapa enggak percaya lagi sama aku? Aku salah apa?" tanya Rana memandang sang kakak dengan kecewa, membiarkan kakaknya hanya tertunduk yang mungkin saja menggerutu, alih-alih berpikir dan menyadari kesalahan, "Kak ... kakak tahu enggak sih yang sudah kakak kasih tahu ke Tomi itu apa? Kakak sadar enggak?" kata Rana mencecar Jess dengan pertanyaan dan pertanyaan. Terdiam dua wanita itu, napas menggebu Rana semakin memperjelas suasana yang canggung dan tidak tentram. Mata memerah dan hidung yang sesekali kembang-kempis, cukup menjelaskan suasana hati Rana kini yang menahan segalanya. Sedih, marah, dan kecewa sudah tidak bisa lagi dibagi atau sekadar dijelaskan semuanya, hanya ada satu kata yang pantas menjelaskan. Sesak. "Itu rencana aku, itu rencanaku untuk mencari tahu keterlibatan Tomi sama Fafa si pengirim paket, itu rencanaku buat cari ta

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (77) Ketemu Pelakunya (Revisi)

    [Kemarin] Satu hari sudah berlalu sejak wanita asing datang dan berbincang, sehari sudah berlalu dengan beban pikiran yang semakin tidak terkendali, dan sudah sehari pula memiliki suami rasa jomlo. Walau hubungan tidak melibatkan perasaan, namun tak jarang perasaan memang tidak bisa dikendalikan, terutama saat diri ini beberapa kali mengandalkannya dalam berbagai hal. "Ih!" seru wanita bersetelan semi formal cenderung santai, hanya menggunakan blus dan blazer dengan celana panjang kulot. Ingin rasanya berkeluh kesah dan mengoceh atas segala yang terjadi, namum nyatanya hidup memang akan selalu sendiri dan berjuang sendiri Melangkah keluar wanita itu tanpa sedikitpun menoleh ke pria yang termenung membisu di sofa ruang tengah, melewatinya seolah memang tidak ada apapun. Memulai pagi dengan perasaan yang berkecamuk, menghabiskan hari kemarin dengan kegundahan dan kesedihan. Walau pernikahan ini dilakukan dengan kesepakatan demi tujuan masing-masing, namun menikah demi sebuah kart

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (76) Konfirmasi Informasi (Revisi)

    [2 Hari lalu] Membelah ramainya jalan di siang menuju sore hari, lebarnya jalan di area bisnis perkantoran dan pusat kota, membuat jalanan seolah tidak pernah padat merayap meski seluruh karyawan keluar pada waktu bersamaan. Tertibnya lalu lintas tentu bagian dari kelancaran jalan yang dihasilkan, berpacu lagi dengan kecepatan tinggi nan stabil usai lampu jalan telah hijau. Pikiran yang terbang ke banyak hal dengan penuhnya fokus tak terbatas, membawa wanita di dalam kendaraan roda empat berwarna merah itu kembali ke rumah. Menghentikan cepat mobilnya di pinggir jalan tepat depan rumah, keahlian mengemudi jelas tak perlu dipertanyakan lagi. Bruk! "Loh ... sudah pulang?" tanya seorang pria yang kini memiliki perut sedikit buncit, memegang sapu dan terlihat sedang menyapu rumah. Menoleh pria itu ke dalam rumah dan kembali melihat ke arah istrinya yang sedang membuka gerbang, "baru jam 11," katanya lagi. "Aku enggak boleh pulang ke rumahku sendiri?" ketus Rana sambil melangkah masuk

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (75) Informasi (Revisi)

    [2 Hari lalu] "Menguasai salah satu cabang bisnis buat berbagi hasil, melanjutkan bisnisnya dan berorientasi pada penghasilannya?" kata Rana mengulang hal yang baru ia tahu, perkataan yang mendapat anggukan setuju, "kalau tentang Kalil taruhan, aku sudah tahu langsung dari Kalil sekitar dua minggu lalu. Tapi kenapa Tomi dendam sama aku?" "Ya kamu punya masa lalu apa sama Tomi?" jawab Fafa membuat Rana mengernyit bingung, terdiam sesaat dan menggeleng, "yakin?" kata wanita itu bertanya lagi, dan mendapat anggukan walau ekspresi tidak meyakinkan. Terhela napas Fafa melihat kebingungan Rana. Sebagai perempuan, dirinya sadar bahwa Rana tidak merasa bersalah dan tidak menganggap hal yang sudah lalu itu sebagai hal penting. "Aku mau tanya dulu, kamu kenapa bisa enggak peduli sama apapun dan siapapun?" tanya Fafa setelah terdiam sejenak dan bertukar tatap dengan Rana, komunikasi mata pun yang didapat hanya kehampaan belaka. "Ya ... buat apa? Aku urus diri sendiri saja belum tentu benar,

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (74) Percakapan

    [2 hari lalu]Berdeham panjang Rana mendengar itu, begitu ingin mulut berujar jahat tentang fakta bahwa pada akhirnya Kalil tidak menikahi wanita itu, "oke," tanggap Rana singkat dan memilih untuk menahan dirinya dari kejahatan verbal.Saling terdiam dan memikirkan banyak hal dalam satu waktu. Tujuan, manfaat, keinginan, kehendak, harapan, dan hal lainnya yang baru diketahui. Menciptakan hening yang begitu dalam di antara mereka, seolah tidak tahu lagi hal yang ingin dibicarakan namun juga ada banyak hal yang ingin dikatakan dan ditanyakan. Kebingungan melanda keduanya, harus memulai dari mana? Apakah akan ada rasa tersinggung? Bisakah ini dibicarakan? Dan banyak lagi yang dikhawatirkan wanita bernama Fauziah Aini itu.Begitu pula dengan keragaman yang berada di pikiran seorang Kirana Zendaya. Apa harus bertanya lebih jelas tentang hubungan wanita itu dengan Kalil? Bisakah Kalil dan wanita itu dipercaya? Harus mulai dari mana mempercayainya? Tapi apa perkataannya semua itu benar? Kena

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (73) Obrolan

    [2 hari lalu]"Jadi inti tujuanmu untuk mengingatkanku tentang bahaya sosial terutama lingkunganku gitu?"Mengangguk Fafa menanggapinya, "kamu bisa menjauhi bahaya itu dengan sikap bodoamat, dengan perilaku individualis, tapi itu tetap enggak bisa menyelamatkanmu. Orang jahat bisa saja dari sekitarmu sendiri, kayak yang dialami kakakmu," jelas Fafa membuat Rana terbungkam bersama pemahaman dan kesadarannya."Aku payah," lirih Rana seorang diri menyadari kegagalannya melindungi orang yang disayang dan menjaga diri sendiri, "terus apa urusannya sama kamu?""Kalau orang jahat saja bisa dari lingkungan sekitar, dari orang terdekat. Berarti orang baik juga bisa dari lingkungan terjauh, bahkan enggak dikenal dong," tutur Fafa membuat Rana sontak menyipitkan matanya bingung, "enggak ada yang bilang kalau aku baik, aku juga enggak baik ke kamu. Buktinya kamu ketakutan, dan kakakmu mau melibatkan pihak berwajib, ya karena caraku juga salah sih.""Sadar?" kata Rana menjawab dengan ketus."Aku c

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (72) Ayo cerita!

    Waktu berputar tak kenal lelah, waktu berjalan tak tahu bosan, dan waktu berlalu tanpa terasa. Sepuluh hari sudah sejak paket terakhir dikirim, dan dua hari sudah setelah bertemu tatap muka dan berbicara langsung dengan si penerima paket.Aktivitas harian selama satu bulan yang biasa terisi dengan pikiran untuk paket, kini menjadi aktivitas harian yang terasa lebih tenang dan santai. Bisa melakukan apapun dengan bebas dan sesuai keinginan, tidak perlu berharap dan hanya perlu mengambil segala hal serupa kesempatan yang menguntungkan terlihat.Berbaring cepat seorang wanita dengan rambut hitam sebatas bahu, napas terengah, mata terpejam, dan keringat yang membasahi wajah maupun tubuhnya. Diembuskan napas terengah itu berulang kali dari mulut, seolah meniup udara yang tak kunjung mengantarkan oksigen yang cukup."Ah ... kamu enak," puji seorang pria sambil mengubah posisi berbaringnya jadi menghadap ke wanita di sebelahnya, menatap penuh kepuasan pada wanita yang hanya tersenyum kecil t

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (71) Sama Fafa (Revisi)

    "Masuk!" Terbuka perlahan pintu ruang kerja itu oleh seorang wanita setelan formal, senyum simpulnya tidak mendapat balasan apapun dari sang penguasa ruangan itu. Melihat respon yang cenderung biasa diterima, berjalan keluar lagi wanita itu seraya mempersilakan tamu yang dibicarakan sebelumnya. Bunyi langkah dari sepatu tinggi terdengar jelas beradu dengan lantai, bunyi langkah yang sontak menghilang saat gerakan kaki itu terhenti tepat di balik pintu ruang kerja yang kini sudah tertutup. Saling beradu tatap dua wanita itu, napas menderu menjadi bahasa tubuh pertama yang disadari si Kepala Humas. Ada sedikit kegugupan yang wanita itu lihat dari tamu tak diundangnya, kegugupan yang sangat terlihat dari napas tidak stabil. "Sini," kata wanita bernama Kirana Zendaya itu menunjuk kursi di depan meja kerjanya, dua kursi yang berada persis di hadapannya dan hanya terjarak meja kerja. Terdiam wanita bersetelan santai cenderung tak sopan itu, setelan santai berupa celana pendek di atas lut

DMCA.com Protection Status