Share

(2) Setelah Pernikahan [Revisi]

Author: SyasaRanni
last update Last Updated: 2024-05-17 23:17:34

Kegiatan kantor yang cenderung memuakkan terjadi sepanjang hari secara berulang, tidak melewatkan walau hanya satu pekerjaan dan tidak melupakan satu pun kebiasaan selama bekerja. Andai manusia memiliki remot kontrol otomatis berdasar pada aktivitas harian, Rana yakin basis data pada remot kontrolnya pun muak dengan ini semua.

Berjalan santai namun penuh ketegasan dalam setiap langkahnya, sesekali tersenyum simpul membalas sapaan sesama karyawan perusahaan. Kenal atau tidak kenal bukan lagi menjadi prioritas bagi Rana saat berada di lingkungan kerjanya, dalam pikir Rana hanya jika orang itu baik maka harus membalasnya dengan perilaku baik dan berlaku untuk hal sebaliknya.

"Berkas sudah dibawa semua?" tanya Rana setelah berada di dalam lif menuju lantai bawah tanah untuk ke parkiran.

Selepas makan siang, sisa hari yang seringkali menjadi waktu bermalasan bagi sebagian pekerja. Begitu pula dengan seorang wanita cantik yang berdiri di samping Rana, "sudah," jawab wanita yang akrab disapa Nifa.

Wanita cantik yang bisa dikatakan menjadi satu-satunya rekan kerja Rana, namun juga yang dapat diandalkan dari divisi humas untuk bertugas keluar kantor. Bukan sebagai wakil, tapi hanya untuk menemani dan membantu Rana, seperti sekarang ini.

"Sudah hubungi yang bersangkutan?" tanya Rana lagi sambil melangkah keluar dari lif, kembali berjalan cepat tanpa memikirkan temannya yang ia anggap pasti dapat mengikuti.

Memeriksa ulang persiapan contoh produk yang akan dibagikan sebelum perilisan produk secara resmi, bekerja sebagai humas yang memerlukan jiwa sosial tinggi jelas berbanding terbalik dengan kepribadian Rana. Meski begitu, Rana menikmati kesengsaraannya, demi sesuatu yang memiliki nominal tinggi untuk mengisi rekening setiap bulan.

"Sudah," jawab Nifa tetap mengikuti langkah Rana yang penuh kepercayaan diri, terlihat jelas dari setiap sentakan langkahnya yang tegas dan berani.

"Ya sudah ayo," tukas Rana mendapat dehaman singkat dari Nifa sebagai tanda setuju.

Ada kalanya pertemanan di kantor harus pada batas tertentu, profesional bekerja tidak memiliki alasan untuk memaklumi apapun, namun pasti memiliki segala alasan untuk konsekuensi yang terjadi. Sungguh suatu hal yang cukup melelahkan, "ah!" keluh seseorang terdengar menggema di parkiran bawah tanah yang sepi.

Membuat langkah kaki Rana sontak terhenti dengan tangan kanannya terangkat, mengisyaratkan Nifa untuk berhenti melangkah dan diam. Menyipit mata kepala humas itu ke segala arah dengan bibir yang terkatup rapat, "bonyokin saja dulu bonyokin."

Mengernyit Rana kala mendengar suara menggema itu lagi, yang kali ini tidak terdengar samar berkat kesiapan dirinya untuk mendengar segala suara di parkiran bawah tanah. Sekarang bukan jam istirahat makan siang dan sekarang juga bukan jeda bekerja, sepinya parkiran bawah tanah membuat suara itu terdengar jelas.

"Kamu duluan saja ke mobil saya," ucap Rana menyerahkan kunci mobilnya ke Nifa, memberi perintah kecil pada rekan kerja yang kini ia posisikan sebagai asistennya.

"Suamimu, ya?" bisik Nifa justru mendapatkan lirikan tajam dari Rana, membuat Nifa spontan tersenyum canggung lalu bergegas menuju mobil Rana.

Terhela napas wanita muda itu melihat perilaku dasar manusia yang memiliki rasa ingin tahu pada segala hal, seringkali rasa ingin tahu yang melewati batas dan berakhir dengan kritisnya nilai kesopanan pada diri seseorang. Kembali melangkah pelan Rana menuju sumber suara yang berada di tangga darurat, titik yang menjadi salah satu akses keluar dari parkiran bawah tanah, suara menggerutu yang menyebalkan semakin jelas terdengar.

"Mau objektif, kagak? Oi, mau objektif kag ...."

"Kalil Nayaka," panggil Rana bersedekap dada tepat di belakang seorang pria, yang sedang bersandar di kerangka tangga besi seraya memainkan ponselnya.

Spontan berhenti mulut pria itu berucap secara acak, namun tidak dengan jemarinya yang terus bergerak aktif, bahkan kepalanya pun tidak menoleh untuk menjawab panggilan, "Kalil Nayaka," panggil Rana sekali lagi sambil memejamkan matanya sejenak.

Begitu muak, sangat muak rasanya menghadapi seorang pria dewasa yang tiba-tiba mengenal gim daring. Wajarkah untuk usianya sekarang?

Atau normalkah seorang pria bersetelan formal memainkan gim daring, sambil duduk bersandar di besi kerangka untuk tangga darurat parkiran bawah tanah kantornya? Jelas tidak!

"Apaan? Jangan ganggu dulu, gue lagi mabar," pungkas Kal menjawab pemilik suara yang sedari tadi memanggilnya, yang mungkin bahkan tidak ia ketahui, "perangin saja perangin," lanjutnya berbicara seorang diri tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya dari ponsel.

"Entar kamu kena SP lagi, Kal," tegur Rana menahan kekesalannya menghadapi pria berstatus sebagai suaminya sejak enam bulan lalu.

"Shh ... sudah diam saja, kerjaan gue di atas sudah ada yang urus," sahut Kal acuh tak acuh pada teguran Rana, sahutan yang tentu membuat Rana terpaku sesaat dengan segala kebingungannya.

Hanya kebingungan sederhana, bagaimana bisa ada seorang pria dewasa kecanduan gim daring sampai ke lingkungan kantor? Dimana letak profesionalnya sebagai pekerja, bahkan sebagai kepala arsip seperti Kal?

"Ya sudah terserah kamu," tukas Rana meninggalkan Kal lalu bergegas menuju mobilnya, dan melanjutkan pekerjaan yang lebih penting untuk dilakukan.

Terus menghela napas sepanjang langkah menuju mobil, sesekali mengulum senyum untuk menyamarkan raut kekesalan yang mungkin ada. Sampai ia melihat mobilnya yang sudah menyala, bagi Rana kini sudah cukup rasa dan pikiran personal di lingkungan kerja, harus kembali pada jiwa profesional sebagai pekerja.

Bruk!

Pintu mobil tertutup kasar, mengejutkan seorang wanita yang sedang memainkan ponsel di jok penumpang sebelah pengemudi, "kaget aku, Ran," ucap Nifa pada rekan kerjanya yang hanya mengulum senyum masam dalam sekejap mata, "mau langsung, kah?" lanjutnya bertanya saat melihat Rana mengenakan sabuk pengaman.

"Iya-lah. Taruh ponselnya, balik kerja," titah Rana menjawab, jawaban yang sangat memperlihatkan betapa hancurnya suasana hati seorang Kirana Zendaya.

"Hm," deham Nifa justru mengulurkan ponselnya, menunjukkan percakapan grup tentang Rana dan Kal.

Sontak, Rana mengambil alih ponsel Nifa dan membiarkan sang pemilik gawai kembali terkejut akan perilakunya. Membaca tiap pesan dari berbagai orang dengan nama kontak maupun yang tidak tersimpan kontaknya oleh Nifa, berbagai pendapat dan pemikiran tentang Rana menikah dengan Kal terus bergulir, sampai Rana menggerakkan jemarinya untuk menyusuri pesan terdahulu.

Sebuah pesan rekaman suara ditekan Rana untuk diputar, celotehan dan tawa pria menjadi pembuka sampai suara Kal terdengar jelas, "baru juga SP-1. Gue yakin sih, entar bini gue pasti tolong karir gue. Cewek kayak Rana, gengsinya tinggi cuy, enggak mungkin dia mau punya suami pengangguran."

Terdiam Rana memegang ponsel Nifa dengan pandangan lurus ke area parkir bawah tanah, sorot mata tajamnya dengan tangan hampir mengepal pada ponsel hingga mengkhawatirkan sang pemilik gawai. Walau banyak yang membicarakan sikap individualis Rana, banyak juga orang yang Rana tidak kenal, tapi di percakapan grup itu hampir semua membelanya. Apa artinya semua ini bagi nilai sosial?

"Ran, aku dan semua orang di kantor ini sebenarnya penasaran. Kok bisa kamu yang enggak pernah bergaul, tiba-tiba nikah sama Kal yang dia memang sebanyak itu temannya?" ucap Nifa berhasil mengalihkan pandangan Rana ke arahnya perlahan, "terus juga ya kalau aku boleh berpendapat, kayaknya kamu memang harus bantu dia deh, Ran. Seorang kepala arsip yang jadi suami kepala humas judes dapat SP-1, itu sudah jadi gosip panas banget, jangan sampai dipanaskan lagi dengan kabar pemecatan Kal. Bisa habis kamu digoreng sama semua orang."

"Kalau Kal memang enggak kompeten, biarlah perusahaan pecat dia. Dia memang suamiku, tapi bukan berarti aku harus nepotisme demi dia," sahut Rana sambil menyodorkan benda pipih di tangan untuk kembali ke pemiliknya, dan dengan acuh tak acuh pula ia bersiap untuk berkendara.

"Tapi, Ran. Aku khawatir kam ...."

"Sudahlah, jangan pusingkan urusan pribadiku," pungkas Rana memotong ucapan Nifa dan mulai melajukan mobilnya. Memangkas habis pembicaraan tentang Kal dan pernikahannya, bagi Rana kini biarlah urusan kantor memiliki tembok besar dan kokoh sebagai pembatas dengan urusan pribadinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (3) SP-2 [Revisi]

    "Apa lagi ini?" tanya seorang wanita mendongakkan kepala saat melihat amplop putih terlempar ke meja di hadapannya, "surat peringatan kedua?" tukas wanita itu setelah membaca tulisan di depan amplop. "Entah, sensitif banget itu perusahaan. Padahal kerjaan gue juga tuntas dan aman, gue juga sudah berusaha lebih baik lagi sejak terima SP-1," jawab pria yang melempar amplop putih ke meja, "bicara dong ke bagian HRD atau langsung ke pimpinan, bantu suami lo ini," lanjutnya melihat wanita yang duduk santai di sofa sambil membuka amplop dan membaca isi surat yang ada. Terdiam wanita cantik yang akrab disapa Rana, mengabaikan ujaran pria yang berstatus sebagai suaminya, status dari hasil kesepakatan dengan segala halangan yang menyebalkan. Bergerak pelan netranya dari kiri ke kanan, membaca dengan cermat setiap huruf terangkai di surat, "bodoh," ucap Rana meletakkan lagi surat itu ke meja sambil menatap kesal suaminya. "Siapa yang bodoh? Gue? Aneh saja lo! Yang penting kan gue sudah selesa

    Last Updated : 2024-05-20
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (4) "Dia mau apa?" [Revisi]

    "Argh!" erang seorang wanita sambil memegang keningnya, sementara tangan lain memegang ponsel yang sedang menunggu sambungan telepon, "angkat dong, aku mau berangkat kerja," keluhnya seorang diri. Waktu sudah menunjukkan angka 06.33, kegelisahan dan kepanikan benar-benar membuat kakinya tidak berhenti melangkah. Bolak-balik ke teras dan ruang utama rumah, berharap tipis pada seseorang yang ditunggunya untuk segera pulang. Sampai sambungan telepon pun terjawab, "halo." Suara parau terdengar jelas di telinga wanita bersetelan formal, napas teratur dengan dengkuran tipis amat sangat mengganggu indra pendengarannya. Tidak banyak kata lagi, wanita yang akrab disapa Rana itu mematikan sambungan telepon dan beralih ke kontak yang dapat ia hubungi. Jessica Danti, sang kakak yang tidak bekerja namun memiliki satu kendaraan yang jarang digunakan. "Halo, Kak. Bisa jemput aku sekarang, enggak? Aku sudah terlambat banget, mobil dibawa Kal enggak tahu kemana," ujar Rana cepat tanpa menunggu

    Last Updated : 2024-05-21
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (5) Surat Pemecatan [Revisi]

    Tin! Klakson nyaring terdengar mengejutkan dari depan rumah, membuat seorang wanita sontak melepas rangkulan pada adiknya yang terkekeh kecil, "sudah pulang deh," ucap wanita yang akrab disapa Jess itu mengikuti adiknya, yang cepat bergegas keluar rumah setelah mendengar klakson, "kalau ada yang ganggu tidurmu, bisa minum obat tidur, pesan ojek daring buat ke sini, pakai penutup telinga, atau amuk saja yang berisik," ujarnya pada sang adik yang mengangkat tangan untuk hormat sembari menunjukkan barisan gigi, sebelum masuk ke mobil. "Saya titip Rana, jangan sampai dia kurang istirahat atau sakit," lanjut Jess sedikit menunduk untuk melihat suami Rana yang mengacungkan ibu jarinya, acungan ibu jari yang disertai senyum tipis. "Ya sudah hati-hati," kata kakak dari Rana itu kembali berdiri tegak dan menunggu kendaraan roda empat sang adik melaju, meninggalkan gang rumahnya dan tidak lagi terlihat sejauh mata memandang. Lajunya mobil membelah jalan besar yang ramai dengan berbagai kecep

    Last Updated : 2024-05-22
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (6) Amarah Fafa

    "Rana Rana Ran ...," ucap seorang pria memanggil nama istrinya berulang kali yang berdiam diri di dalam kamar, ketukan pintu terus dilakukan untuk mengganggu kenyamanan yang selalu dijunjung tinggi sang istri, meski ia tahu akan memancing emosi yang dapat menguras kesabaran."Apa?" sahut seorang wanita langsung membuka pintu tanpa memberi sedikitpun aba-aba, tidak menciptakan suara yang dapat menandakan bahwa pintu akan terbuka, dan tidak bersikap selayaknya seorang istri yang baru tahu suaminya dipecat."Tadi kata lo lanjut bahas di rumah saja, ini sudah di rumah tapi lo malah mengeram di kamar," ujar pria bernama Kal itu mengeluhkan ucapan sang istri yang berbeda saat di kantor tadi.Mengecap mulut Rana yang terasa kering, tersenyum kecut ia sebelum menghembuskan napas penat dari mulut yang terbuka sedikit, "apa yang mau dibahas? Kalau buat bantu kamu dan memanfaatkan posisiku, aku jelas enggak bisa, enggak tahu, dan enggak mau berusaha juga," tukas Rana menegaskan keputusannya lagi

    Last Updated : 2024-06-24
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (7) Rumah Den

    "Ya ... kalau gue jadi Rana juga bakal melakukan hal yang sama. Buat apa gue tolong orang yang enggak akrab sampai harus mengancam karir? Kan gitu, logika dasar saja, Kal," ujar seorang pria bersetelan celana pendek dan tanpa baju, setelan dasar untuk pria saat bermalasan di malam hari, "menolong orang itu pasti, tapi bukan berarti harus mengancam karir," lanjutnya sambil berbaring."Tapi wajar buat Rana begitu ke gue yang berstatus sebagai suaminya?" tanya Kal seraya bergerak mundur untuk bersandar ke dinding terdekatnya."Wajar saja menurut gue, kalian nikah juga karena tujuan masing-masing, kan? Kenapa lo jadi terpengaruh ke status pernikahan kalian? Itu memang resmi tapi enggak benar-benar mengikat kalian, kan?" sahut teman dari Kal, pria yang dikenal Kal sejak di bangku kuliah, Denandra Jamali.Terdiam sejenak Kal saat mendengar ungkapan dari temannya, "lo benar, bisa jadi juga Rana berpikir kayak lo. Tapi, perilaku Rana begitu bisa bikin pertanyaan ke orang-orang, kenapa dia eng

    Last Updated : 2024-06-25
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (8) Paket Misterius

    "Kemana saja seharian?"Tiga kata dalam kalimat tanya telah terdengar, dua jam lamanya Kal terdiam di ruang utama sejak tiba di rumah. Rasa lapar pun tidak lagi terasa sejak netra Rana menatap Kal dengan tajam dan tegas, seolah Kal adalah mangsa yang lezat. Dua jam lamanya pula Rana mengamati segala gerak-gerik Kal, dari mengubah posisi kaki, bersandar, sampai sekadar menguap tidak luput dari pandangan seorang Kirana Zendaya."Cari mobil ya? Tadi pagi gimana berangkat ker ....""Kemana saja seharian?" potong Rana dengan pertanyaan yang sama."Di rumah teman," jawab Kal terlihat canggung, pikirannya begitu kalut sejak menerima surat pemecatan di tengah bulan."Temanmu pengangguran juga?" tukas Rana bertanya tanpa memikirkan kondisi dan perasaan lawan bicara, hanya satu hal yang Rana tahu, bahwa dirinya mengalami kesulitan karena tidak ada kendaraan pribadi."Kagak, dia berangkat kerja tadi jam sepuluh karena ada rapat habis jam makan siang," jawab Kal yang cukup menyuratkan bahwa dirin

    Last Updated : 2024-06-26
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (9) "Dia Teman Gue."

    Hening terus mengintai meski jam digital sudah menunjukkan angka 22.00, begitu hening hingga cukup untuk memekakan telinga. Dalam kebimbangan dan rasa lelah, bersama kegelisahan dan rasa muak seolah bersatu tidak padu dengan keadaan kini."Janji jangan kasih saran gila," ucap Rana menunjuk Kal yang hanya terkekeh pelan, "terakhir kali kamu kasih saran tentang masalahku, kita malah menikah.""Ya ... mau gimana lagi? Harta buat orang tua lo sudah lebih dari cukup, tahta juga sudah cukup buat mereka dihormati sepanjang hidupnya," sahut Kal membuat Rana mengerucutkan bibirnya sebal, "jangan gitu bibir, gue cium lo.""Ih." Spontan Rana mengatup rapat bibirnya dan mendelik tajam pada Kal."Mata ngapain mata? Enggak takut gue," kekeh pria itu justru mengejek kelakuan istrinya, "santai saja santai, gue tahu batasan kok.""Harus," sentak Rana membuat Kal langsung mengulurkan tangan dan mengusap kepalanya, "ih apasih, jangan macam-macam ya," tukas Rana menepis kasar tangan Kal."Lo lucu," ucap

    Last Updated : 2024-06-27
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (10) Diskusi dan Rumor

    Tergagap Rana mendengar ungkapan Kal, ada begitu banyak pertanyaan yang ingin diucapkan, ada ketidakpercayaan yang membentuk keraguan dalam dirinya, dan ada kebingungan yang menjadi kebimbangannya untuk bersikap. Sementara Kal, hanya bersandar dan mengamati beberapa lembar foto, "hm ... ini kelihatan foto asli bukan buatan AI, ini juga cetak sendiri kayaknya karena enggak ada tanda percetakan atau studio," ujar Kal menunjukkan selembar foto pada Rana yang hanya terdiam sambil menganggukkan kepala."Terus itu main judi dimana?" tanya Rana ingin mencari tahu apapun yang dapat menjadi informasi dari foto."Enggak ada tanda apapun yang khas, harusnya ada semacam tanda gitu, kayak kalau lo pesan ruang privat di restoran pasti ada semacam nama atau tanda khas restorannya," jawab Kal memberi contoh kecil."Hm ...," deham Rana dengan perasaan bingung, "eh! ngapain?" sentaknya langsung mengambil kotak dan lembaran foto itu dari dekat Kal."Gue foto saja salah satunya, nanti kalau ketemu sama d

    Last Updated : 2024-06-28

Latest chapter

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (116) Persiapan?

    "Panggil orang kepercayaan kamu, Denandra tunggu di mobil parkiran bawah tanah. Ayo," tukas Kalil lalu menekan tanda tutup di lif dan meninggalkan Rana yang masih mematung terkejut, belum selesai Rana mencerna keadaan yang begitu cepat, pintu lif itu sudah tertutup dan bergerak turun.Apa-apaan? Kenapa coba? Maksudnya apa?Menoleh Rana ke area tim humas, terlihat Nifa yang hendak meninggalkan mejanya setelah memastikan semua bawaan. Dua tas map dibawa oleh wanita berbadan semampai itu, melangkah penuh kepercayaan diri yang khas menuju lif sampai matanya bertemu dengan netra Rana, "loh, belum ke mobil?" tanya Nifa cukup terkejut melihat ketua dari tim tempatnya bekerja sekaligus teman seperjuangan itu masih berdiam diri di depan lif."Tadi lifnya sudah terbuka, terus ada Kalil dan dia bilang ada temannya yang tunggu di bawah," jawab Rana pada Nifa yang terlihat menggerakkan jarinya di depan sensor tanda turun untuk lif, "dia kelihatan buru-buru gitu.""Temannya siapa?"Membisu Rana men

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (115) Kalil?

    "Wanita murahan!""Pembawa sial!""Belum puas kau rebut Kalil dariku, dan ternyata Tomi pergi dariku karena kamu juga?""Jahat!""Apa sih kesalahanku sampai kamu sejahat ini?""Lepas! Cewek murahan begini memang harus dikasih pelajaran.""Doyan banget sama pacar orang.""Ya sudah iya dilepas dulu.""Rana, lawan Ran, jangan diam saja.""Lepas, Fa!""Semuanya bela cewek murahan ini.""Kamu yang murahan!" Satu bentakan terakhir dari Kalil berhasil membuat terlepasnya tangan Fafa dari rambut Rana, bentakan yang kini cukup terkenang di pikiran Rana dan menemaninya di ruang kerja dalam kesendirian.Tidak menyalakan lampu ruang kerja dan tidak membuka tirai penutup di kaca besar yang menghadap langsung ke area tim humas, menyendiri bersama rasa muak yang terjadi lagi dan lagi mendekap erat. Ada satu ketidaksangkaannya dalam benak, seorang Kalil Nayaka yang pernah menjadi budak dari Fauziah Aini, yang dengan sukarela menjadi cadangan, pada akhirnya membentak sang pujaan. Apa itu salah satu ta

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (114) Diskusi singkat

    Napas terengah lelah sesekali mendengus amarah menemani sepanjang malam yang tersisa usai pergulatan tak berguna, rambut kusut berantakan, dan baju kerja yang terlihat tak serapi sebelumnya. Menoleh dan melihat kesal ke pria di balik kemudi, "monyet rabies kayak begitu pernah kau cintai?" ketus wanita bernama Kirana Zendaya itu pada suaminya.Ketus dalam pertanyaan yang sebenarnya jelas tidak butuh jawaban, hanya ungkapan atas emosi yang memuncak tapi masih dalam kendali. Kembali lagi kepala itu menoleh ke sisi kiri dan melihat lancarnya jalan di hari yang menjelang tengah malam, tidak bisa dibilang jalan jadi sepi karena masih adanya lalu lalang kendaraan."Kal!" seru Rana bersedekap dada dan menarik napas panjang yang terdengar kasar, "ah, aku enggak tahu lagi, ini terlalu kacau. Aku enggak mau terlibat," ocehnya cenderung merajuk."Aku enggak mau terus bareng monyet rabies, makanya aku putuskan dia dan mau fokus sama kelinci anggora," tanggap Kalil membuat Rana sontak menoleh lagi,

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (113)Mal pinggir kota

    "Tapi ternyata Fafa malah tambah rewel, banyak menuntut, dan lainnya, karena Kalil menghilang gitu saja setelah memutuskan Fafa sepihak," tutur Tomi tidak mendapat reaksi apapun dari Rana yang menatap lurus ke danau buatan, "aku tambah muak sama semuanya, aku capek sama kelakuan cewek kayak gitu. Aku putus sama dia tapi aku juga minta dia ke kantormu, aku mempersilakan dia buat kasih tahu semua kisah yang berkaitan tentang aku dan Jessica.""Biar apa suruh dia ke kantorku?" tukas Rana menoleh ke arah Tomi dan menatapnya tajam."Aku masih sayang Fafa tapi aku juga enggak mau terus-terusan berada di dekatnya. Aku tahu dia enggak punya kompetensi, dan aku tahu kamu individualis tapi cukup punya empati." Terhenti sejenak Tomi dalam ucapannya, menatap Rana lekat dan menunduk, "jadi aku suruh Fafa begitu biar setidaknya dia punya teman, atau bahkan pekerjaan buat pemasukan dia karena selama ini dia hidup dari uangku atau uang Kalil," lanjutnya berhasil membuat Rana kehilangan selera makan.

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   Omongan

    "Hah?" pungkas Rana terkejut mendengar ujaran kakak iparnya itu.Bukankah Tomi bekerja sama dengan Fafa untuk banyak tujuan? Seperti harta, tahta, sampai dendam dalam obsesi yang tidak berkesudahan. Tapi kenapa sekarang ada pernyataan baru? Ataukah ini bagian dari rencana baru antara Tomi dan Fafa juga?"Ikut aku!" tukas Rana setelah terdiam sejenak menunggu kelanjutan hal yang akan Tomi ceritakan, tapi pria itu secara konyol juga ikut terdiam bersama Rana yang terkejut.Digenggam tangan yang jelas lebih besar dari tangannya, dalam pikir Rana kini peduli setan dengan kekonyolan yang akan timbul dalam diri Tomi setelah berpegangan tangan. Rana hanya ingin tahu lebih lanjut dan lebih di jelas di tempat yang tenang, berjalan cepat ia sambil tetap memegang tangan kakak ipar mencari berbagai restoran dalam mal yang memiliki area makan dengan pemandangan indah.Dari ramainya konten media sosial tentang pembukaan mal pinggir kota ini, tak sedikit juga konten yang menunjukkan adanya beberapa

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (111) Obrolan Tomi

    Langit jingga menghiasi sebagian langit di muka bumi, kicauan burung tak perlu diharapkan jika tinggal di pusat kota. Bagi penghuni pusat kota, langit jingga yang indah bisa menjadi suram dengan sejuta drama pekerjaan yang harus dibawa pulang, jadwal lembur yang mendadak, permasalahan di tempat kerja, permasalahan di rumah yang sudah menanti, dan kekonyolan banyak orang di jalan yang macet.Dimana tawa dan senyum bagi penghuni pusat kota kala jingga itu mewarnai langit dengan gembira? Mungkin ada, tapi tidak banyak, dan semakin tidak banyak saat akhir bulan setelah libur panjang."Hai, Rana," sapa seorang pria setelah menekan klakson mobilnya di pinggir jalan dekat area kantor Rana.Tersenyum kecil wanita yang disebut namanya itu, bergerak anggun ia membuka pintu mobil untuk masuk dan duduk di samping pengemudi. Ada kecanggungan dan rasa enggan yang luar biasa, tapi tujuan hidup tetaplah menjadi fokus utama untuk hidup yang lebih tenang."Hai," kata Rana menjawab sapaan ringan itu sam

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (110) Keputusan satu

    "Jadi menurut kamu gimana?"Empat kata dalam pertanyaan pertama, empat kata yang diharap cemas berhasil memecah keheningan yang sedari tadi menyelimuti, dan empat kata yang sangat membingungkan."Aku enggak sangka ternyata secepat ini," tanggap Kalil masih enggan menatap istrinya, ada perasaan lain yang semakin menggelora dalam dirinya, perasaan yang menuntut untuk lebih sering bersama Rana, perasaan yang terus ingin tahu semua hal yang Rana lakukan.Hanya dua harapan Kalil pada Rana kini. Tidak gagal memiliki secara utuh, dan ini bukanlah perasaan obsesi, Kalil tidak ingin memiliki obsesi seperti Tomi, yang bisa menjadi dendam hingga merepotkan banyak pihak, "sama," jawab Rana pelan penuh kepasrahan."Sebelum aku berpendapat, menurut kamu gimana?" tanya Kalil menanggapi pertanyaan Rana sebelumnya dengan serius."Aku?" kata Rana menoleh ke suaminya yang sedang mengemudi, tersenyum kecut ia sebelum menghela napas panjang, "aku agak malas sih ya, lagi pula cewek bodoh mana selain kakakk

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (109) Pesan di pagi hari

    Lagi, lagi, dan lagi. Seolah kesunyian menjadi pihak ketiga dalam hubungan Kalil Nayaka dan Kirana Zendaya, terikat pernikahan selama lebih dari satu tahun dan tinggal satu atap bersama meski berbeda kamar, tidak membuatnya dapat menjauhkan kesunyian dalam hubungan.Menguatkan komunikasi, katanya. Bertekad saling percaya, katanya. Tapi kenyataan yabg terjadi? Masih saling curiga, menyembunyikan hal yang dirasa dan dipikirkan, dan hanya mengurangi filter pembatas masing-masing, hingga terlihat dekat walau masih tidak terlihat seperti suami istri."Kamu kenapa?" tanya Rana pada suaminya yang sedari tadi hanya bermain ponsel, sekian menit sejak tiba di rumah, sekian waktu sejak keluar dari rumah Jessica, dan untuk ke sekian kalinya hanya kesunyian menjawab pertanyaan yang sama, "ya sudahlah, dari tadi aku nanya tapi enggak dijawab sama sekali, mending istirahat," ketusnya beranjak dari duduk."Aku cemburu," gumam Kalil menjawab singkat, jawaban yang tentu berhasil membuat Rana sontak me

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (108) Rumah Kak Jess

    "Kandungan?" tukas Rana dan Kalil serempak, "Kak Jess hamil?" lanjut Rana masih terkejut."Iya, sudah empat bulan," jawab pria bernama Tomi Uraga itu, pria yang berstatus sebagai kakak ipar Rana tapi pria yang juga pernah menjadi penguntitnya.Terasa aneh, kadang menakutkan, seringkali juga membingungkan. Tapi bagi Rana, namanya bukan hidup jika tidak dipenuhi berbagai hal tidak terduga. Sederhananya, seorang Kirana Zendaya jadi menikah hanya karena selalu didesak dan diganggu orang tua?"Dan badannya sekarang jelek banget, mukanya kusam, susah makan, pemalas juga," lanjut Tomi melambatkan langkahnya agar berjalan di samping Rana, secara sadar memaksa Kalil untuk berjalan di belakang Rana, "dia juga emosian, kalau mau bicara atau dia bicara kasar, bentak saja, biasanya bakal nangis doang," ucapnya lagi lalu berjalan cepat meninggalkan Rana dan Kalil yang sontak berhenti melangkah.Menyipit perlahan mata Rana mendengar ucapan kakak iparnya, sangat ingin dirinya untuk bertanya ulang dan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status