Share

(3) SP-2 [Revisi]

Penulis: SyasaRanni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-20 15:55:21

"Apa lagi ini?" tanya seorang wanita mendongakkan kepala saat melihat amplop putih terlempar ke meja di hadapannya, "surat peringatan kedua?" tukas wanita itu setelah membaca tulisan di depan amplop.

"Entah, sensitif banget itu perusahaan. Padahal kerjaan gue juga tuntas dan aman, gue juga sudah berusaha lebih baik lagi sejak terima SP-1," jawab pria yang melempar amplop putih ke meja, "bicara dong ke bagian HRD atau langsung ke pimpinan, bantu suami lo ini," lanjutnya melihat wanita yang duduk santai di sofa sambil membuka amplop dan membaca isi surat yang ada.

Terdiam wanita cantik yang akrab disapa Rana, mengabaikan ujaran pria yang berstatus sebagai suaminya, status dari hasil kesepakatan dengan segala halangan yang menyebalkan. Bergerak pelan netranya dari kiri ke kanan, membaca dengan cermat setiap huruf terangkai di surat, "bodoh," ucap Rana meletakkan lagi surat itu ke meja sambil menatap kesal suaminya.

"Siapa yang bodoh? Gue? Aneh saja lo! Yang penting kan gue sudah selesaikan kerjaan gue, lagi pula gue jug ...."

"Tapi kagak main gim daring sampai teriak-teriak di tempat kerja!" seru Rana memotong bantahan suaminya, "di kertas itu tertera dengan sangat jelas, kamu ganggu divisi lain, kamu jadi banyak mengandalkan tim sendiri tanpa melakukan tugas sebagaimana kepala arsip, dan kamu cuma pindah tempat duduk buat lanjut main pas dapat teguran lisan dari tim HRD. Terus dimana letak kerjaanmu selesai? Yang menyelesaikan itu tim kamu, dan kamu cuma tanda tangan tanpa lihat risiko," ujar Rana panjang menasihati, meski sebagian besar perkataannya ia ketahui bukan dari surat, tapi dari percakapan grup di ponsel Nifa.

"nyam nyam nyam." Mulut Kal bergerak lincah mengejek Rana seraya berjalan ke kamarnya, meninggalkan Rana yang membuka mata lebar terkejut.

"Ini sebabnya, hidup lebih enak menjomlo," gerutu Rana sembari menuju kamarnya yang berada di sebelah kamar Kal.

Meninggalkan ruang utama demi ruang tidur yang amat dirindukannya setelah melewatkan lima hari yang melelahkan, jumat malam menjadi malam yang selalu Rana nantikan setiap pekannya. Menjadi awal dari akhir pekan yang akan dihiasinya dengan berbagai hal menyenangkan, seperti tidur seharian, maraton drama atau film, pergi keliling pusat kota tanpa tujuan, belanja sepuasnya saat awal bulan, atau menghabiskan stok camilan yang selalu tersedia di kulkas sejak awal bulan.

Terpejam rapat mata Rana setelah memastikan jendela dan pintu kamarnya terkunci, jumat malam ini akan menjadi malam yang tentram sebab telah menyinggung Kal. Tidak akan ada gangguan karena Kal insomnia, tidak akan ada televisi dengan volume tinggi karena Kal sulit tidur, dan tidak akan ada segala hal yang biasa Rana lewatkan hampir setiap harinya sejak bersama Kal.

"Eh tapi ...," gumam Rana membuka matanya dan menatap lurus ke langit-langit kamar, berhiaskan berbagai gantungan yang bercahaya dalam gelap, "entar kalau suamiku itu tersinggung terus dia bocorkan kesepakatan ke keluarga, gim ...."

Terhenti Rana berucap dengan wajah mengerut jijik dan mulut sedikit terbuka, "suami? Dih, sejak kapan aku punya suami? Iihh ... bicara apa sih, Ran!" sentaknya mengusap-usap mulut sendiri sambil menggeleng-gelengkan kepala, "sudahlah mending tidur," lanjutnya tetap berbicara sendiri yang menjadi bagian dari kebiasaannya.

Kembali wanita muda itu memejamkan mata dan menciptakan taman luas dengan pagar di tengah taman, menghitung domba tak jelas asalnya yang memasuki area pagar untuk menciptakan rasa kantuk. Sampai hitungan demi hitungan ia lewati dan tergumam secara acak, dan menghilangnya taman domba itu perlahan sampai muncul suatu tempat yang terlihat menyenangkan.

Bunga tidur indah dengan segala ketentraman yang menggugah kenyamanan, andai bunga tidur dan dunia khayal dapat diwujudkan, pastilah tidak akan pernah ada kejadian buruk selain dari khayalan para pendendam, "pelan-pelan saja, ini rumah Rana, kan? Enggak usah klakson."

"ya terus gimana kabarin si Kal? Ponselnya mati itu bocah dungu, padahal dia undang kita kemari."

"Tapi ini sudah hampir tengah malam, yakin lo? Balik saja ayo, rumahnya gelap banget."

"Ini jebakan setan kali, kita di tengah kuburan sebenarnya."

"Bisa jadi, lo duluan yang kita kubur."

Segala obrolan pria secara acak terdengar bersahutan menembus alam bawah sadar, merusak kedamaian hingga menyadarkan kembali sang empu pada dunia yang sangat sial baginya. Terbangun duduk sejenak ia sebelum bergegas ke jendela kamar, membuka gorden dengan kasar dan berdiri tanpa ekspresi untuk menemukan sosok yang berani mengganggu jumat malamnya.

"Eh, siapa itu?" tunjuk seorang pria ke arah Rana yang hanya diam melihatnya dari jendela, pria kurus dengan kaca mata yang menepuk teman-temannya bergantian untuk menghentikan obrolan mereka, mengembalikan hening tengah malam tepat sebelum kedatangan tiga pria konyol depan gerbang rumah Rana.

"Ran ... Kal sudah tidur, ya?" kata seorang pria lain yang suaranya terdengar familiar di telinga Rana.

Rasa familiar yang membuat Rana menyipitkan matanya guna memperjelas penglihatan di malam hari, rasa familiar juga yang membuat Rana sedikit-banyak merasa bingung, "perasaan aku enggak punya banyak kenalan cowok, kenapa ada orang yang kayak aku kenal tapi dia kenal Kal?" gumam Rana seorang diri dengan bibir sedikit mengerucut.

Belum sempat Rana menemukan jawaban atas kebingungannya, belum juga ia menjawab pertanyaan itu. Kunci di ruang utama terdengar dibuka, disusul dengan Kal yang terlihat berlari ke arah gerbang untuk membuka gembok dan kunci.

Perilaku pria yang membuat Rana sontak bergegas keluar kamar, "apa-apaan? Ini rumahku, kenapa dia seenaknya undang tamu tanpa izin?" ucap Rana lalu berdiri di ambang pintu utama dan memperhatikan empat pria muda yang kini terdiam melihatnya.

"Rana," panggil seorang pria bersetelan kasual menghampirinya, mengangkat tangan kanan sebagai bentuk sapaan dengan senyum lebar seolah lama tak jumpa, "ingat gue? Sori waktu nikahan lo, gue enggak bisa datang karena ada urusan keluarga," ujarnya yang sama sekali tidak mendapat tanggapan dari Rana, bahkan ekspresi wanita itupun sama sekali tidak berubah.

"Jangan berisik, gue mau tidur," ucap Rana setelah membisu selama beberapa waktu, tidak memberi sambutan atau sahutan, tidak juga berekspresi terbuka atau menyenangkan.

Berbalik arah Rana lalu bergegas kembali ke dalam kamarnya, mengunci pintu kamar dan mengganjal pintu dengan kursi dari meja riasnya. Mengamankan diri atas segala kemungkinan buruk dari empat pria konyol di luar kamar, berbaring seperti semula dan mulai memejamkan mata guna melanjutkan mimpi indah.

Di sisi lain, empat pria itu bergegas masuk ke dalam rumah dan duduk santai di sofa ruang utama, "bini lo kaku banget, gue kira waktu di pelaminan itu dia jaim doang," komentar seorang pria hampir botak yang sudah bersandar ke sofa.

"Itu yang menarik gue sampai ke titik ini," jawab Kal lalu menatap lurus ke dinding yang terdapat foto pernikahannya dengan Rana, foto yang dipajang hanya untuk mengelabui orang-orang atas kesepakatan yang dibuat.

"Rana memang gitu orangnya," sambung pria bersetelan kasual yang tadi menyapa Rana dengan akrab, sapaan yang berakhir tragis dengan ekspresi datar penuh ketidakpedulian, "tapi lo masih berhubungan sama Fau?" lanjutnya bertanya pada Kal yang spontan menoleh dan berdeham singkat.

"Masihlah, cewek secantik dan sebaik Fafa. Kalau gue enggak bisa memilikinya, setidaknya gue bisa tetap jaga komunikasi sama dia, enggak baik juga putuskan komunik ...."

"Goblok."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (4) "Dia mau apa?" [Revisi]

    "Argh!" erang seorang wanita sambil memegang keningnya, sementara tangan lain memegang ponsel yang sedang menunggu sambungan telepon, "angkat dong, aku mau berangkat kerja," keluhnya seorang diri. Waktu sudah menunjukkan angka 06.33, kegelisahan dan kepanikan benar-benar membuat kakinya tidak berhenti melangkah. Bolak-balik ke teras dan ruang utama rumah, berharap tipis pada seseorang yang ditunggunya untuk segera pulang. Sampai sambungan telepon pun terjawab, "halo." Suara parau terdengar jelas di telinga wanita bersetelan formal, napas teratur dengan dengkuran tipis amat sangat mengganggu indra pendengarannya. Tidak banyak kata lagi, wanita yang akrab disapa Rana itu mematikan sambungan telepon dan beralih ke kontak yang dapat ia hubungi. Jessica Danti, sang kakak yang tidak bekerja namun memiliki satu kendaraan yang jarang digunakan. "Halo, Kak. Bisa jemput aku sekarang, enggak? Aku sudah terlambat banget, mobil dibawa Kal enggak tahu kemana," ujar Rana cepat tanpa menunggu

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-21
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (5) Surat Pemecatan [Revisi]

    Tin! Klakson nyaring terdengar mengejutkan dari depan rumah, membuat seorang wanita sontak melepas rangkulan pada adiknya yang terkekeh kecil, "sudah pulang deh," ucap wanita yang akrab disapa Jess itu mengikuti adiknya, yang cepat bergegas keluar rumah setelah mendengar klakson, "kalau ada yang ganggu tidurmu, bisa minum obat tidur, pesan ojek daring buat ke sini, pakai penutup telinga, atau amuk saja yang berisik," ujarnya pada sang adik yang mengangkat tangan untuk hormat sembari menunjukkan barisan gigi, sebelum masuk ke mobil. "Saya titip Rana, jangan sampai dia kurang istirahat atau sakit," lanjut Jess sedikit menunduk untuk melihat suami Rana yang mengacungkan ibu jarinya, acungan ibu jari yang disertai senyum tipis. "Ya sudah hati-hati," kata kakak dari Rana itu kembali berdiri tegak dan menunggu kendaraan roda empat sang adik melaju, meninggalkan gang rumahnya dan tidak lagi terlihat sejauh mata memandang. Lajunya mobil membelah jalan besar yang ramai dengan berbagai kecep

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-22
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (6) Amarah Fafa

    "Rana Rana Ran ...," ucap seorang pria memanggil nama istrinya berulang kali yang berdiam diri di dalam kamar, ketukan pintu terus dilakukan untuk mengganggu kenyamanan yang selalu dijunjung tinggi sang istri, meski ia tahu akan memancing emosi yang dapat menguras kesabaran."Apa?" sahut seorang wanita langsung membuka pintu tanpa memberi sedikitpun aba-aba, tidak menciptakan suara yang dapat menandakan bahwa pintu akan terbuka, dan tidak bersikap selayaknya seorang istri yang baru tahu suaminya dipecat."Tadi kata lo lanjut bahas di rumah saja, ini sudah di rumah tapi lo malah mengeram di kamar," ujar pria bernama Kal itu mengeluhkan ucapan sang istri yang berbeda saat di kantor tadi.Mengecap mulut Rana yang terasa kering, tersenyum kecut ia sebelum menghembuskan napas penat dari mulut yang terbuka sedikit, "apa yang mau dibahas? Kalau buat bantu kamu dan memanfaatkan posisiku, aku jelas enggak bisa, enggak tahu, dan enggak mau berusaha juga," tukas Rana menegaskan keputusannya lagi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-24
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (7) Rumah Den

    "Ya ... kalau gue jadi Rana juga bakal melakukan hal yang sama. Buat apa gue tolong orang yang enggak akrab sampai harus mengancam karir? Kan gitu, logika dasar saja, Kal," ujar seorang pria bersetelan celana pendek dan tanpa baju, setelan dasar untuk pria saat bermalasan di malam hari, "menolong orang itu pasti, tapi bukan berarti harus mengancam karir," lanjutnya sambil berbaring."Tapi wajar buat Rana begitu ke gue yang berstatus sebagai suaminya?" tanya Kal seraya bergerak mundur untuk bersandar ke dinding terdekatnya."Wajar saja menurut gue, kalian nikah juga karena tujuan masing-masing, kan? Kenapa lo jadi terpengaruh ke status pernikahan kalian? Itu memang resmi tapi enggak benar-benar mengikat kalian, kan?" sahut teman dari Kal, pria yang dikenal Kal sejak di bangku kuliah, Denandra Jamali.Terdiam sejenak Kal saat mendengar ungkapan dari temannya, "lo benar, bisa jadi juga Rana berpikir kayak lo. Tapi, perilaku Rana begitu bisa bikin pertanyaan ke orang-orang, kenapa dia eng

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-25
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (8) Paket Misterius

    "Kemana saja seharian?"Tiga kata dalam kalimat tanya telah terdengar, dua jam lamanya Kal terdiam di ruang utama sejak tiba di rumah. Rasa lapar pun tidak lagi terasa sejak netra Rana menatap Kal dengan tajam dan tegas, seolah Kal adalah mangsa yang lezat. Dua jam lamanya pula Rana mengamati segala gerak-gerik Kal, dari mengubah posisi kaki, bersandar, sampai sekadar menguap tidak luput dari pandangan seorang Kirana Zendaya."Cari mobil ya? Tadi pagi gimana berangkat ker ....""Kemana saja seharian?" potong Rana dengan pertanyaan yang sama."Di rumah teman," jawab Kal terlihat canggung, pikirannya begitu kalut sejak menerima surat pemecatan di tengah bulan."Temanmu pengangguran juga?" tukas Rana bertanya tanpa memikirkan kondisi dan perasaan lawan bicara, hanya satu hal yang Rana tahu, bahwa dirinya mengalami kesulitan karena tidak ada kendaraan pribadi."Kagak, dia berangkat kerja tadi jam sepuluh karena ada rapat habis jam makan siang," jawab Kal yang cukup menyuratkan bahwa dirin

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-26
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (9) "Dia Teman Gue."

    Hening terus mengintai meski jam digital sudah menunjukkan angka 22.00, begitu hening hingga cukup untuk memekakan telinga. Dalam kebimbangan dan rasa lelah, bersama kegelisahan dan rasa muak seolah bersatu tidak padu dengan keadaan kini."Janji jangan kasih saran gila," ucap Rana menunjuk Kal yang hanya terkekeh pelan, "terakhir kali kamu kasih saran tentang masalahku, kita malah menikah.""Ya ... mau gimana lagi? Harta buat orang tua lo sudah lebih dari cukup, tahta juga sudah cukup buat mereka dihormati sepanjang hidupnya," sahut Kal membuat Rana mengerucutkan bibirnya sebal, "jangan gitu bibir, gue cium lo.""Ih." Spontan Rana mengatup rapat bibirnya dan mendelik tajam pada Kal."Mata ngapain mata? Enggak takut gue," kekeh pria itu justru mengejek kelakuan istrinya, "santai saja santai, gue tahu batasan kok.""Harus," sentak Rana membuat Kal langsung mengulurkan tangan dan mengusap kepalanya, "ih apasih, jangan macam-macam ya," tukas Rana menepis kasar tangan Kal."Lo lucu," ucap

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-27
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (10) Diskusi dan Rumor

    Tergagap Rana mendengar ungkapan Kal, ada begitu banyak pertanyaan yang ingin diucapkan, ada ketidakpercayaan yang membentuk keraguan dalam dirinya, dan ada kebingungan yang menjadi kebimbangannya untuk bersikap. Sementara Kal, hanya bersandar dan mengamati beberapa lembar foto, "hm ... ini kelihatan foto asli bukan buatan AI, ini juga cetak sendiri kayaknya karena enggak ada tanda percetakan atau studio," ujar Kal menunjukkan selembar foto pada Rana yang hanya terdiam sambil menganggukkan kepala."Terus itu main judi dimana?" tanya Rana ingin mencari tahu apapun yang dapat menjadi informasi dari foto."Enggak ada tanda apapun yang khas, harusnya ada semacam tanda gitu, kayak kalau lo pesan ruang privat di restoran pasti ada semacam nama atau tanda khas restorannya," jawab Kal memberi contoh kecil."Hm ...," deham Rana dengan perasaan bingung, "eh! ngapain?" sentaknya langsung mengambil kotak dan lembaran foto itu dari dekat Kal."Gue foto saja salah satunya, nanti kalau ketemu sama d

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-28
  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (11) "Ini Gila!"

    "Lo main judi?" tanya pria bersetelan celana panjang dan kaus pendek santai, pria yang akrab disapa Kal itu menatap tajam temannya."Tahu dari siapa?" sahut pria dengan tubuh yang lebih tinggi dari Kal, pria yang lebih tua dari Kal, dan pria bernama Tomi Uraga yang akrab disapa Tom."Memangnya itu penting?" kata Kal bertanya lagi, terdengar berbasa-basi meski Kal begitu ingin memojokkannya dengan segala foto dari bukti yang ada."Pentinglah, gue harus tahu orang yang berani ikut campur ranah pribadi," jawab Tom membuat Kal spontan tersenyum miring, "lagian, apa pentingnya buat lo kalau gue main judi atau kagak?"Terdiam Kal memandang pria yang dikenalnya sejak kuliah, pria yang pernah menjadi kakak tingkat, pria yang membuat Kal merasa segan, dan pria yang hampir selalu Kal patuhi ucapannya, "lo kakak ipar gue?" ucap Kal bertanya setelah terdiam cukup lama.Mencerna keadaan dan mencoba untuk memahami segala hal yang mungkin terlewat, namun yang didapat hanya kehampaan belaka dan pikir

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-29

Bab terbaru

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (91) Celoteh Kalil

    "Ran," panggil seorang pria yang sedari tadi terus mengamati wanitanya, melihat ke arah wanita yang hanya menunduk dan menyuap sarapan. Seolah enggan untuk sekadar mengangkat kepala, seolah tak ada rasa penasaran pada hal sekitar, dan mungkin pula seolah makan sendirian tanpa siapapun."Hm?" sahut wanita itu berdeham singkat, lagi dan lagi terlihat seperti tidak ada keinginan untuk sekadar mengangkat kepala atau melirik ke lawan bicara."Kamu kenapa?" tanya pria bernama Kalil Nayaka, pria berusia 27 tahun yang memiliki keinginan untuk menjadi lebih baik, walau semua yang telah dilakukan tidak pantas dimaafkan.Berselingkuh, membawa wanita lain ke kamar sang istri, berulang kali mencoba melanggar kesepakatan pra-nikah, memakai kartu kredit yang sebenarnya ditujukan untuk bisnis keluarga, dan pesta alkohol sampai membuat mobil istri rusak. Bagi Kalil yang paling parah adalah saat memutuskan untuk menikahi Rana, dan membuat wanita itu harus berada dalam lingkaran setan yang

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (90) Cuma kamu

    "Kirana!" Tersenyum kecut Kirana mengangkat kedua alisnya menanggapi emosi yang mendadak tinggi, terluap cepat tak terkendali dari suara yang tiba-tiba membentak. Terkejut? Tentu tidak. Jantung Rana dilahirkan untuk menjadi bagian dari sosok yang kebal akan segala hal di dunia keji, jantung Rana juga tumbuh dan berkembang bersama caci maki berkedok nasihat dengan suara tinggi. Sekadar bentakan belaka itu, hanya sampah yang bisa cepat didaur ulang. Terdiam dua wanita itu saling bertukar pandang, netra yang menatap tajam dengan wajah memerah dan napas menderu cepat, jelas menggambarkan betapa tingginya emosi yang ada di dalam benak, "ah kelamaan," ketus wanita muda yang datang bertamu tanpa izin dan tanpa undangan. Bergerak santai tangannya mengeluarkan sebuah kartu kredit hitam, warna kartu elegan yang menjadi tanda prioritas di salah satu bank swasta ternama, warna kartu elegan yang juga menjadi tanda bahwa tidak ada batas penggunaan, dan kart

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (89) Rumah Orang Tua

    Hanya ada satu dari seribu hal membingungkan di dunia yang bisa dijawab, sisanya hanya angan belaka yang dipaksa logika terbatas untuk dapat dijawab. Menyakitkan? Tentu saja. Tapi bukan manusia namanya, jika tidak memiliki cara untuk bertahan dari segala hal, termasuk melegakan dahaga keingintahuannya yang tak terbatas. Pertanyaan demi pertanyaan terjawab, pernyataan demi pernyataan diketahui, bukti demi bukti dikumpulkan, dan saksi demi saksi silih berganti dengan berbagai pengakuan yang bisa saja penuh kebohongan yang menguntungkan sebelah pihak. Hanya satu kepasrahan kini yang akan ditempuhnya dengan tekad, bukan dengan keyakinan dan kepercayaan, tapi hanya dengan tekad yang mungkin saja bisa dikatakan konyol. Berjalan lunglai wanita bersetelan semi formal, menutup pintu mobil yang terparkir depan salah satu rumah mewah di pemukiman elit. Satu dua napas ia hembuskan kasar sebelum menekan bel, sudah muak rasanya untuk berurusan dengan manusia yang bahkan jumlah

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (88) Kenapa tanya saya?

    Terhela napas wanita muda itu menundukkan kepalanya, sedikit memiringkan badan dan meluruskan kedua tangan, membiarkan kepala bersandar penuh ke meja lalu memejamkan mata dengan pasrah. Ada rasa yang sangat besar dalam diri untuk memanfaatkan jabatan, tapi itu bukanlah tujuan sesungguhnya, dan itu juga bukanlah keinginan hatinya. "Ah!" serunya mengeluh singkat lalu kembali duduk tegak, mengangkat gagang telepon kantor dan menekan beberapa nomor yang menjadi kode untuk menghubungi divisi lain, "hubungkan saya langsung ke wakil kepala arsip." Wakil kepala arsip, pria muda yang ia tahu menjadi teman dekat suaminya saat masih bekerja, teman dekat yang ia tahu juga berulang kali meminta sang suami berhenti bermain gim di jam kerja, dan teman dekat juga yang beberapa kali mengerjakan pekerjaan suaminya demi menyembunyikan perilaku malas saat itu. Permintaan dihubungkan langsung, bukan berarti permintaan untuk berbicara melalui telepon, melainkan pengajuan permohonan ta

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (87) Enggak Berharap

    Membisu dalam kesendirian seorang wanita di ruang kerjanya, sepanjang malam dan pagi sudah dihabisinya waktu untuk sendiri. Satu rapat tim dan satu rapat hasil perilisan produk baru dilewatkannya dengan sengaja, tidak mengutus siapapun dari tim humas untuk rapat hasil, dan hanya mengandalkan notula yang akan didapat. Bisakah? Sebenarnya bisa saja, dan kerap kali dilakukan oleh berbagai orang dari berbagai jabatan dengan alasan beragam. Namun, ini adalah hal pertama yang seorang Kirana Zendaya lakukan, hal yang menjadi catatan merah pertama, dan hal yang cepat Rana sadari justru menjadi beban baru. "Ah ...," desahnya mengeluh seorang diri di ruang kerja yang temaram, ruangan yang sengaja ia tutup tirainya, dan meminta anggota humas untuk tidak menemuinya dengan alasan apapun. Berat? Sangat. Manusia normal dan manusia waras mana, yang baru dikhianati sahabat, dibohongi kakak, tahu bisnis keluarga terancam karena kebodohan cinta, tahu bahwa perni

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (86) Taruhan Baru Lagi

    "Aku memutuskan untuk berteman sama Fafa." Enam kata terucap dari balik bibir tipis merona si wanita cantik, suara lembut yang menyenangkan untuk selalu didengar. Enam kata terucap yang tentu langsung mengejutkan dan membuat napas seolah terhenti sesaat, "Fafa tahu?" Mengangguk Rana menjawabnya, anggukan kepala yang sangat tidak diharapkan dan sangat tidak ingin dilihat. Terhela napas Kalil dengan desahan pasrah yang keluar bebas dari mulutnya, "kamu tahu enggak sih Fafa itu cewek kayak gimana? Apa alasan kamu ajak dia berteman? Kapan kamu ajaknya? Kenapa enggak bilang atau tanya dulu ke aku?" Menyipit mata Rana mendengar pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan Kalil, menatap tajam mata sang suami dengan ketegasan yang jelas terlihat dari raut wajah orientalnya, "kok atur aku? sejak kapan atur kehidupan jadi bagian hal yang diizinkan dari kesepakatan nikah kita? Memangnya pertemanan juga sampai ke tahap atur-atur gini?" cecar Rana mengembalikan pert

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (85) Keputusanku

    Terbuka lebar mata pria berusia 27 tahun itu, terkejut ia mendengar pernyataan wanita di hadapannya. Hadiah yang didapat dari menjalin pernikahan dengan puluhan kesepakatan resmi, ternyata bukanlah benar-benar hadiah. Kartu hitam tanpa batas penggunaan, kartu hitam yang dengan bangga diserahkan padanya sebagai hasil dari keberhasilan memenangkan taruhan, dan kartu hitam yang umumnya menjadi pernyataan tak bersuara akan derajat sosial, ternyata hanyalah kartu dari bisnis keluarga yang masih terikat laporan. Sekarang harus apa? Marah pada pemberi kartu? Tapi, apa gunanya marah? Apa marah dapat menyelesaikan masalah? Ataukah ini bukan masalah? "Sini," tukas wanita bernama Kirana Zendaya itu merebut sumpitnya dari tangan Kalil yang masih mematung, Rana tahu bahwa Kalil merasa dibohongi atau mungkin ditipu. Fakta dan kebenaran memang lebih sering menyakiti, kesakitan dan kekecewaan yang sebenarnya takkan pernah ada jika tidak diiringi harapan dan ekspektasi. Sayang seribu sayang, alih

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (84) Asal kartu hitam

    Merengut dengan wajah memerah, mata yang sesekali melirik ke pria di hadapannya, saling berdiam diri sejak pelayan wanita pergi membawa menu tambahan yang dipesan. Mata yang teralih lagi dan lagi keluar ruangan, memandang air mancur dekat parkiran belakang restoran yang terlihat menarik dengan cahaya warna-warni. Ruang khusus dipesan dengan sengaja untuk mencairkan kecanggungan antar keduanya, justru kini membuat kecanggungan itu meningkat hanya karena ketidaksengajaan yang disadari. Memegang tangan suami depan umum, keinginan tetap bersama meski pandangan tidak lurus dan pikiran tidak fokus. Ketidaksengajaan yang menggelisahkan hati macam apa ini? Terhitung sejak menikah, enam bulan sudah menjalin hubungan dengan pria konyol di hadapannya, pria yang sedari tadi terus memandangnya tanpa alasan. Harus berkata apa? Harus bersikap bagaimana? Serba salah rasanya jika dilihat dan dipandangi begitu. Bukan risih, hanya bingung. Terhitung juga sejak pria menganggur, lima bulan sudah pria

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (83) Pegangan Tangan

    Tangan terkepal bebas memukul kasur berulang kali, wajah tersembunyi di bantal, kaki pun mengayun dan mendarat tak terkendali di atas kasur. Jerit dan teriakan pun terdengar samar dari bantal putih bersih itu, perasaan kacau seolah sudah mendekam di benak dan pikiran.Teringin hati dan pikiran menangis, teringin diri ini kabur dan menghilang dari takdir, teringin pula semua terulang dan lebih memilih untuk menghadapi amarah orang tua dari pada menikah. Sejak menikah semua jadi kacau, semua menjadi penuh kesialan, dan jalan hidup yang memaksanya untuk pasrah."Rana ...," panggil seorang pria mengetuk pintu, membuat wanita yang telungkup itu sontak menghentikan gerakan tangan dan kakinya, sontak terdiam dan hanya melihat bantalnya, "Kirana Zendaya."Ada perasaan aneh yang menyenangkan di dalam benak dan pikirannya, ada keinginan besar untuk segera melihat pria yang memanggil, dan ada kegelisahan tak kalah besar juga ingin melawan semua yang dirasa. Perbedaan yang akhirnya

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status