Share

Bab 2 : Pertemuan Dua Keluarga

“Rachel, gue pindah belakang. Lu baik-baik ya,” pamit Mila sembari menenteng tas, berlalu menuju bangku belakang. Digantikan Jonathan yang menempati bangku Mila, di sebelah Rachel.

Meski niatnya ingin fokus pada buku di hadapannya, namun dengan kehadiran Jonathan, Rachel mendadak kehilangan fokus. Apalagi Jonathan sengaja mengetuk-ngetuk pulpen di atas meja.

“Hay, bisa diam gak?” hardik Rachel, tentunya dengan berbisik. Dia tidak ingin ditegur pak Supri, namun tidak bisa mengabaikan tingkah Jonathan yang mengganggu konsentrasi.

Bukannya berhenti, ucapan Rachel justru membuat Jonathan terpancing untuk berbuat lebih usil.

Jonathan mengangkat satu kakinya dan diletakkan pada kaki yang lain, lalu mengayun-ayunkan kakinya hingga mengenai kaki Rachel.

Hal itu memantik amarah Rachel yang sudah berada di ubun-ubun. Tangannya terkepal menahan amarah. Bibirnya sudah siap memaki pemuda tengil yang begitu mengganggu.

Namun suara pak Supri membuyarkan niatnya.

“Simpan buku LKS kalian. Keluarkan satu lembar kertas," ucap pak Supri.

Tak terasa 15 menit sudah berlalu, Rachel merasa belum puas karena Jonathan mengganggu waktu berharganya.

Pak Supri menulis beberapa soal di papan tulis. Kumpulan rumus dan angka yang tentunya Rachel sangat paham dan bisa menyelesaikannya. Beda halnya dengan Jonathan yang tampak pusing memikirkan jawaban.

Kepintaran Jonathan memang di bawah rata-rata, namun dia ahli menyalin jawaban milik temannya. Dan suatu keberuntungan dia duduk bersebelahan dengan si kutu buku yang jago matematika.

Ketika Rachel sedang fokus mengerjakan soal, Jonathan berusaha melirik jawaban Rachel lalu menyalin di kertas miliknya. Jonathan tersenyum puas ketika sudah menyalin seluruh jawaban Rachel.

Hingga saat guru menilai, pak Supri tampak syok dengan hasil nilai yang didapat Jonathan. Seratus sempurna, bahkan dari dua puluh soal jawaban Jonathan tidak ada yang salah.

Ketika hasil nilai dibagikan, pak Supri kembali memanggil Jonathan.

“Jonathan maju ke depan!” ucap pak Supri dengan aura galak.

Rachel yang mendengar nama teman sebangkunya dipanggil, ikut menoleh. Sedari tadi Rachel tak menyadari jika Jonathan telah menyontek jawabannya.

Jonathan beranjak dari bangku, dan berjalan ke depan, berdiri di samping pak Supri yang tengah menulis sesuatu di papan tulis.

“Kerjakan ini! Aku lihat nilaimu bagus. Kerjakan satu soal ini dan terangkan pada teman-temanmu yang lain,” ucap Supri berusaha memendam rasa ketidakpercayaannya pada murid bandel itu.

Rachel memandang pada ekspresi Jonathan yang terlihat frustasi. Pemuda itu menyugar rambut sembari menghembuskan nafasnya dengan berat.

Pak Supri kembali duduk di depan mejanya, melanjutkan menilai lembar jawaban para murid. Sambil sesekali melirik pada Jonathan untuk memastikan murid itu mengerjakan sendiri.

Jo melihat keadaan sekitar, melirik ke arah pak Supri yang tengah fokus. Lalu tatapannya tertuju pada Rachel yang tengah menatap ke arahnya dengan tatapan mengejek. Salah satu sudut bibirnya terangkat, membentuk senyum sinis setengah mengejek ke arah Jo.

“Bantuin gue, please!” ucap Jo dengan gerakan bibir tanpa suara.

Rachel mengedikkan bahunya lalu menoleh ke arah lain, pura-pura acuh. Membuat Jo menyerah, tak ada jalan lain selain menulis asal jawaban.

“Bagaimana Jonathan? Apa kamu bisa menyelesaikan soal itu? Bukankah tadi kamu bisa menyelesaikan soal ulangan dengan nilai sempurna?”

Pak Supri melihat pada jawaban Jo yang tertulis di depan papan tulis. Tentunya jawaban itu salah, semakin membuat pak Supri yakin jika Jo telah menyontek.

Jonathan menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Tersenyum dengan wajah tak bersalah.

“Apa kau menyontek lagi?” imbuh pak Supri. Disambut anggukan oleh Jonathan.

“Berdiri di depan kelas, sampai pelajaran selesai!” perintah Supri memberi hukuman pada Jo. Hanya beliau yang tidak takut menghukum Jonathan, anak dari Nicholas yang menjadi donatur di sekolah. Bagi Supri, dia tidak akan segan menghukum anak seorang bos jika mendapati kesalahan.

Rachel tersenyum puas, melihat si Biang Kerok dihukum. Menatap pada Jonathan sembari menjulurkan lidahnya, mengejek.

‘Awas lo! Bakal gue balas!’ ucap Jonathan dengan gerakan bibir tanpa bersuara.

Satu jam kemudian bel istirahat berbunyi, setelah guru meninggalkan kelas, Jonathan baru berani duduk. Berdiri satu jam lebih, cukup membuat kakinya pegal.

***

Sore hari di kediaman keluarga Lesham.

Rachel turun dari mobil bersama kedua orangtuanya. Hatinya berdebar ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di kediaman keluarga Lesham.

Meskipun Rachel merasa belum siap untuk bertemu dengan cucu laki-laki opa Anthoni, namun dia sudah terlanjur menerima perjodohan ini, sesuai dengan keinginan Jacob, papa Rachel.

Rachel tidak bisa mundur lagi, karena jika dia melakukannya akan mencoreng nama baik keluarga Shaquille.

Memasuki pintu utama, mereka di sambut oleh keluarga Lesham yang ramah.

“Hay, apa kabarmu Jacob?” sapa Nicholas pada pria yang seumuran dengannya, sambil menjabat tangan Jacob.

“Baik. Akhirnya keluarga kita bisa bertemu lagi," ucap Jacob menimpali.

“Tentu, duduklah!” Nicholas memberi arahan agar Jacob dan keluarganya menduduki kursi yang sudah disediakan.

Setelah mencium tangan sang pemilik rumah, Rachel hanya duduk diam dengan tatapan merotasi ke seluruh ruangan yang tampak luas dan megah.

“Perkenalkan, putri kesayangan saya Rachel Shaquille," ucap Jacob dengan lantang memperkenalkan putri kebanggaannya.

Debora melihat pada gadis yang nantinya akan menjadi calon menantu. Gadis mungil yang mengenakan dress panjang yang tampak kebesaran. Debora sempat menilai jika Rachel memiliki kecantikan yang tertutup karena penampilannya yang tidak modis. Apalagi kacamata dengan bingkai tebal, juga rambut panjang yang dikepang dua. Sungguh penampilan Rachel seperti gadis desa. Membuat Debora ragu, apakah putranya akan tertarik pada gadis seperti ini?

"Baiklah kita tinggal menunggu Lim datang, dia sudah dalam perjalanan dan sebentar lagi akan sampai," ujar Nicholas memberitahu.

Lim adalah pengacara opa Anthoni yang nantinya akan membacakan surat wasiat secara resmi di hadapan kedua keluarga.

"Dimana putramu, Nicho?" tanya Jacob yang sedari tadi tampak penasaran dengan wajah calon menantunya.

"Dia lagi bersiap-siap di kamarnya, sebentar lagi juga akan turun," jelas Nicholas, lalu menoleh pada istrinya. "Mi, dimana anakmu?" tanya Nicholas sembari berbisik, agar tamunya tidak mendengar.

Sebelum sempat menjawab, orang yang dibicarakan muncul dari anak tangga. Namun yang membuat Nicholas terkejut adalah penampilan putranya masih mengenakan baju Jersey. Sungguh tidak sopan, padahal Nicholas sudah memintanya untuk mengenakan baju formal.

Posisi duduk Rachel membelakangi anak tangga, sehingga dia tidak menyadari kehadiran pemuda yang akan menjadi calon suaminya.

"Jo, kemarilah. Papi akan mengenalkanmu dengan teman baik papi," ucap Nicholas sembari mengisyaratkan putranya agar mendekat.

Jo? panggilan yang tak asing di telinga Rachel. Namun mengapa dia merasa jika Jo yang dimaksud adalah teman sekelasnya?

Dengan hati berdebar, Rachel mengalihkan pandangannya mengikuti arah Nicholas memandang. Seketika membuat bola matanya melebar, hingga kacamatanya ikut melorot.

"Jo?" ucap Rachel tanpa sadar.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status