Share

Bab 6 : Rachel Pingsan

Rachel memandang pada cincin emas putih yang terpasang di jari manisnya. Teringat kembali saat Jonathan memasangkan cincin itu di jarinya. Sungguh rasanya seperti mimpi, mengingat itu membuat wajah Rachel memanas.

Hingga tepukan Mila membuyarkan lamunan.

“Hai, Rachel yuk kita ke kantin," ajak Mila, yang merupakan sahabat satu-satunya Rachel. “Muka lo kok merah, Chel? Lo sakit?” tanya Mila lagi.

“Hum, gak Mil, cuma pusing sedikit," jawab Rachel yang seratus persen bohong, sembari menyembunyikan jari manisnya agar cincin itu tak terlihat Mila. Rachel belum menyiapkan jawaban jika sahabatnya bertanya tentang cincin itu.

Keduanya berjalan beriringan menuju kantin sekolah yang letaknya lumayan jauh. Harus melewati lapangan basket. Dimana Jonathan dan yang lain tengah bermain di sana.

Rachel tampak gugup ketika melewati tepi lapangan basket. Jika ada jalan lain, mungkin dia akan melaluinya. Namun hanya ini jalan pintas menuju kantin.

Rachel bisa melihat saat Jonathan memandang ke arahnya. Namun Rachel tak ada niat untuk membalas. Dia berusaha berjalan cepat hingga Mila ikut berjalan terburu-buru.

“Chel, pelan-pelan aja jalannya. Masih lama juga waktu istirahat," ucap Mila sembari mengimbangi langkah Rachel yang setengah berlari.

“Gue laper Mil," jawab Rachel seadanya.

Hingga akhirnya mereka sampai di kantin. Memesan makanan dan minuman sembari mengobrol ringan.

Mila banyak bercerita tentang keluarganya, Rachel menanggapinya dengan anggukan dan jawaban singkat. Memang seperti itulah cara Rachel berteman, tidak banyak bercerita dan lebih banyak mendengar.

Hingga makanan dan minuman mereka tandas, keduanya berniat kembali ke kelas. Lima menit lagi bel sekolah berbunyi. Tentu Rachel harus berada di kelas, sebelum bel berbunyi.

“Mil, kita lewat depan kantor guru aja ya. Gue males lewat lapangan basket," ucap Rachel mengusulkan.

“Kejauhan lagi, Chel. Masak iya kita harus muter. Udah lewat lapangan basket aja biar cepet. Lagian bel masuk lima menit lagi," tolak Mila lalu berjalan mendahului Rachel.

Meski malas kembali melewati Jonathan, Rachel tak bisa berbuat apa selain mengikuti Mila dari belakang.

Pandangan Rachel lurus ke depan, dengan pikiran yang entah kemana. Hingga teriakan orang tak dia dengar.

“Minggir.. Awas!!!”

‘Bughhhh’

Tubuh Rachel terhuyung, setelah bola basket itu mengenai kepalanya. Hingga kacamatanya ikut terlempar ke tanah.

Rachel merasa melihat banyak bintang di atas kepalanya, hingga akhirnya tubuhnya jatuh tak sadarkan diri.

“Rachel.. Rachel,” teriak orang-orang yang mulai mengerumuni gadis yang baru saja pingsan.

“Minggir-minggir," ucap Jonathan membelah kerumunan siswa yang mengelilingi tubuh Rachel tanpa berniat menolong.

Jonathan mengangkat tubuh Rachel, setelah mengambil kacamata Rachel yang sedikit retak di beberapa sisi. Dia merasa bersalah karena akibat lemparan bola yang dia lakukan, tak sengaja mengenai Rachel.

Jonathan melangkahkan kakinya menuju UKS yang letaknya bersebelahan dengan kantor guru. Beberapa murid mengikutinya, Mila dan juga Jessi. Mila begitu khawatir akan kondisi sahabatnya. Sementara hati Jessi begitu panas melihat Jonathan justru menolong gadis cupu itu.

Jessi berjalan sembari menghentakkan kakinya dengan kasar, wajahnya terlihat berlipat karena rasa cemburu. Baru kali ini Jessi melihat Jonathan menggendong seorang gadis.

Sesampainya di UKS, Jonathan segera meletakkan tubuh Rachel di atas kasur. Lalu menoleh pada Mila.

“Mil, lo tahu gak cara bikin orang sadar?” tanya Jonathan dengan wajah khawatir.

Mila menggeleng, karena dia memang tidak pernah menolong orang pingsan.

“Jes, tolong ambil minyak kayu putih dari kotak p3k," pinta Jo pada Jessi yang berdiri di sisinya.

“Hah kok gue? Ogah, ngapain juga gue," tolak Jessi sembari bersedekap.

“Biar gue aja Jo, yang ambilin," ucap Mila kemudian, dia melangkah menuju kotak p3k yang tergantung di sudut ruangan.

Jessi melirik pada Mila, lalu segera menghampiri Mila. Ketika Mila membuka kotak, Jessi mengambil balsem paling panas. Lalu membawanya pada Jonathan.

“Nih pakai ini saja, Jo. Biar si cupu cepet sadarnya," ucap Jessi.

“Lo apaan sih Jes,” Jo mengambil balsem itu tapi meletakkannya di atas nakas samping ranjang. Lalu menoleh pada Mila.

Mila menyodorkan minyak kayu putih pada Jonathan, dan segera Jonathan membuka penutup minyak kayu putih. Lalu mendekatkan pada hidung Rachel.

Tak lama suara bel berbunyi.

“Ayolah Jo, kita harus masuk kelas. Biarin aja si cupu sama Mila. Kita balik ke kelas ya,” ucap Jessi sembari melingkarkan tangannya di lengan Jo. Namun Jo segera menepisnya.

“Gue merasa bersalah Jes, gara-gara gue Rachel jadi pingsan. Lo balik duluan gih, nanti gue nyusul.”

“Tapi—,”

“Udah gak apa, ntar juga gue balik kelas. Lagian habis ini kelas gue pelajaran seni budaya, jadi agak santai gurunya," ujar Jo memotong ucapan Jessi.

Meski berat meninggalkan Jo, tapi Jessi harus segera menuju kelas sebelum pak Supri sang guru killer memasuki kelasnya.

“Mil, lu juga kalau mau balik kelas gak apa. Biar gue yang jaga Rachel,” ucap Jonathan tanpa menoleh ke arah Mila. Tatapan Jo fokus pada mata Rachel yang tak kunjung terbuka.

“Baik, Jo.” Karena sudah ada Jo yang menemani Rachel, Mila sedikit lega. Tidak mungkin jika dirinya dan Jo ijin dari mata pelajaran seni. Tentu tak diizinkan.

Jo terus mengusap dahi Rachel dengan minyak kayu putih, dimana ada sedikit bekas memar akibat lemparan bola basket tadi.

Tangan yang lain terus memegang botol minyak kayu putih, dan mempertahankan posisinya di bawah lubang hidung Rachel.

Hingga tak lama mata Rachel terbuka perlahan. Membuat Jo terkejut.

“Jonathan?”

Kedua pasang mata saling menatap beberapa detik. Jo tertegun memandang mata indah yang selalu ditutupi kacamata. Mata bulat dengan bulu mata panjang dan lentik, sungguh wajah Rachel terlihat berbeda ketika tanpa kacamata.

“Lo sudah sadar? Gue minta maaf, tadi gue gak sengaja," ujar Jo dengan perasaan bersalah.

“Gue dimana Jo?” Rachel bangkit dari posisinya, mengamati keadaan di sekitarnya. Pandangannya begitu buram tanpa kacamata.

“Lo di UKS. Gue udah minta Mila buat ngizinin ke guru," jawab Jonathan.

“Kacamata gue mana?” tanya Rachel merasa tak nyaman tanpa kacamata.

Jo segera mengambil kacamata yang disimpan di kantong seragamnya. Lalu menyerahkannya pada Rachel.

“Sorry, gara-gara gue kacamata lo rusak, Chel.”

Mendengar ucapan Jonathan, membuat dada Rachel kembali berdebar. Baru kali ini Jo memanggil namanya. Biasanya pemuda tengil itu selalu memanggilnya kutu buku.

Dan memang benar, kacamata itu sedikit retak di bagian lensanya. Namun gagang kacamata masih normal dan bisa dipakai.

“Gue harus balik ke kelas, gue gak mau ketinggalan pelajaran.” Rachel hendak beranjak turun dari ranjang. Namun tangan Jo meraih lengannya.

“Gue kan udah bilang tadi. Mila udah izinin kita. Jadi lo bisa istirahat dulu di sini. Setidaknya sampai jam istirahat kedua,” jawab Jo memberi saran.

Namun fokus Rachel justru pada tangan Jo yang mencengkram lengannya. Sungguh membuat jantungnya semakin tidak aman. Hingga wajahnya memerah.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status