Share

Bab 3. Menikah Juga.

Wulan sudah berada di kamar sementaranya. Dia juga tidak paham kenapa dia tidak dipertemukan dengan calon suaminya.

Hanya saja menurut beberapa pelayan yang melayaninya, Tuan muda Saka, walaupun lumpuh dia tidak bisa sembarangan ditemui dan disentuh oleh siapapun. Hanya satu pelayan saja yang boleh melayaninya yaitu Bu Asri. Dan dua pelayan pria pilihan Tuan Abraham yang mendapat tugas untuk mengantarkan makanan dan keperluan tuan muda Saka ke kamarnya.

Dan, waktu yang menegangkan bagi Wulan itu akhirnya benar-benar tiba. Hal yang sebenarnya tidak diinginkannya dan bahkan tidak pernah diimpikan seumur hidupnya, ternyata begitu menggetarkan hati gadis itu.

Terdengar suara seseorang mengetuk pintu kamar sementaranya.

"Nona, silahkan berganti baju dahulu. Saya akan menunggu di sini." Kata sekretaris Ang yang sudah berdiri di depan pintu bersama seorang pelayan wanita.

Wulan hanya diam saja, dia tidak menjawab dan tidak mengangguk.

Pelayan wanita itu masuk ke dalam kamarnya dan sekretaris Ang menutup pintu.

Pelayan wanita itu tersenyum ramah ke arahnya. "Saya akan membantu Nona berganti." Ucapnya , sambil membawa sebuah kebaya putih di tangannya.

Wulan hanya mengangguk.

Bibi pelayan itu membantunya mengenakan kebaya. Tampak sederhana sekali, tidak seperti cerita-cerita yang pernah dia dengar dari Jihan atau Yuri, jika seorang konglomerat menikah akan mengenakan gaun bagus yang mahal. Belum lagi pestanya akan diselenggarakan di gedung berbintang.

'Ah, ini kan hanya pernikahan di atas kertas.'

Wulan sudah selesai berganti. Balutan kebaya putih sederhana itu sungguh bisa mengubah penampilannya. Dia terlihat begitu anggun dan cantik dengan paduan make up tipis di wajahnya.

Pelayan wanita itu pun bahkan terpesona. "Nona, kenapa kamu begitu cantik hanya dengan kebaya seperti ini?" Pujinya.

Wulan hanya tersenyum getir.

"Nona, anda boleh memanggil saya kapan saja jika membutuhkan. Nama saya Bu Asri. Saya adalah pelayan Tuan Brahmana dan Nyonya ketika beliau berdua masih hidup dahulu. Dan saat ini hanya saya satu-satunya pelayan yang Tuan muda Saka ijinkan untuk melayaninya. Semoga dengan kehadiran Nona, Tuan muda mau di layani oleh anda." Ucap pelayan itu memperkenalkan dirinya.

"Terima kasih, Bu." Jawab Wulan.

"Ah, suara anda begitu merdu. Semoga Tuan muda akan menjadi lebih baik di tangan anda ya?” Ucap pelayan itu kembali.

"Bu.. Sebenarnya..." Sebenarnya banyak sekali pertanyaan di otak Wulan yang ingin dia tanyakan pada pelayan itu, tapi Wulan berusaha menahannya.

Dia mengingat perjanjian itu. Tidak boleh mengurusi apapun di luar urusan tuan muda.

'Ah, baik ah. Aku tidak perlu tahu apapun. Ah.. tapi??'

"Ada yang ingin Anda tanyakan, Nona?"

"Ah, tidak Bi, tidak jadi." Wulan mengurungkan niat bertanya dan kembali fokus dengan dandanannya.

"Nona tidak perlu cemas. Jika sudah saatnya, Nona akan paham dengan sendirinya." Ucap Bu Asri, seperti tahu apa yang ingin dikatakan Wulan.

"Ini sudah selesai. Baiklah, kita bisa pergi sekarang." Ucap Bu Asri.

Wulan mengangguk dan mengikuti langkah Bu Asri yang membuka pintu. Di luar, Sekretaris Ang masih setia menunggu dan segera mempersilahkan dia untuk mengikutinya.

Mereka memasuki sebuah kamar yang berukuran besar dan begitu mewah, dengan sebuah ranjang yang besar juga. Wulan bisa melihat beberapa orang di sana, di antaranya Tuan Abraham ada di sana.

Lalu seorang Ustad, ah, bukan bukan! Lebih tepatnya seorang penghulu.

Matanya melirik seorang pria yang duduk di kursi roda. Wajahnya tampan, tapi terlihat muram dengan rambut ikal dan panjang tak terurus. 'Apa dia calon suamiku?'

Wulan tersentak ketika sekretaris Ang memanggilnya. "Nona, mari silahkan."

Wulan melangkah sesuai petunjuk sekretaris Ang. Dia duduk di sofa, tepat di depan Pak Penghulu, dan di sebelahnya pria berkursi roda tadi.

Suasana mendadak hening, seperti mencekam.

'Apakah pernikahannya akan segera dimulai?' Wulan seperti sedang menunggu. Matanya menari-nari liar ke seluruh penjuru kamar. 'Bahkan ayah tidak ingin hadir disini menjadi waliku?' batin Wulan kecewa.

Sesaat setelah semua terdiam, Penghulu pun memulai acara.

Karena Saka bukan hanya bisu tapi juga tidak bisa menggerakkan tubuhnya, sebab itu, ijab qobul-nya diwakilkan. Dan Sekretaris Ang lah yang dipercayai untuk mewakilinya.

Seharusnya, hari ini menjadi hari terbahagia dalam hidup diri Wulan. Pernikahan seharusnya jadi momen paling berharga, tapi semua itu tidak dirasakan olehnya.

Tidak ada orang tuanya yang hadir, juga tidak ada orang tua Saka. Bahkan, tidak ada sanak saudara yang hadir untuk memberi restu mereka. Sungguh pernikahan paling menyedihkan.

Bahkan Wulan sempat menangis ketika saksi mengucapkan kata sah! Saka sedikit melirik padanya dengan tatapan penuh arti.

Setelah acara selesai, satu persatu orang pergi meninggalkan kamar tanpa berbicara. Tersisa sekretaris Ang saja.

"Nona. Mulai sekarang Nona sudah resmi menjadi Nona muda Brahmana. Jadi, Tuan Muda Saka sudah menjadi tanggung jawab Nona sepenuhnya. Semoga Nona bisa menjadi istri yang baik untuk Tuan muda. Dan jangan sungkan menghubungi saya jika anda membutuhkan sesuatu." Ucap sekretaris Ang.

"Baik Tuan, terima kasih." Jawab Wulan.

Sekretaris Ang beralih menghampiri Saka. "Tuan muda, selamat ya. Semoga Tuan muda senang dengan pernikahan anda. Saya pergi dulu." Ang pamit.

Kini hanya tinggal Wulan dan Saka saja di kamar itu.

Hati Wulan bergetar menatap Saka, dia sudah menjadi istri pria cacat di hadapannya itu. Seperti sedang bermimpi buruk. Tapi melihat keadaan Saka, hatinya tersentuh. Pria calon pewaris tunggal itu, seperti tidak terurus.

Tiba-tiba Wulan terkejut saat melihat Saka berusaha untuk bangun dari kursi rodanya dan hampir saja terjatuh.

"Biar saya bantu, Tuan." Wulan cepat merengkuh tubuh pria itu dan kembali mendudukkannya di kursi roda. Lalu mendorongnya ke tepi ranjang. "Tunggu sebentar Tuan, saya harus berganti dulu."

Saka hanya menatap sekilas penuh arti ke arahnya.

Wulan segera pergi ke kamar mandi untuk berganti, setelah mengambil baju miliknya di dalam kopernya yang sudah ada di dalam kamar itu.

Setelah mengganti bajunya, Wulan kembali menghampiri Saka yang masih di kursi roda.

"Apa Tuan juga ingin berganti baju juga?" Tanya Wulan. Yang ditanya tidak menjawab, malah memalingkan mukanya. Entah marah, entah malu, Wulan juga tidak mengerti.

'Apa dia tidak bisa mendengar juga?’ batin Wulan.

Lalu Wulan mendekat dan menyentuh kerah baju Saka. Merasa disentuh, Saka tiba-tiba menarik kepalanya untuk menghindar.

'Apa yang harus aku lakukan?'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status