Share

Bab 4. Banyak Yang Terlihat Baik Diluar.

Wulan sedikit bingung, tapi dia segera mengingat ucapan Bu Asri, jika Tuan Muda Saka tidak mau sembarangan disentuh oleh siapapun.

"Tuan, sekarang saya istri anda. Jadi tugas saya adalah melayani Tuan dan mengurus Tuan. Tidak apa-apa ya?" Kata Wulan dengan hati-hati.

Dia yakin kalau Saka bisa mendengar ucapannya.

Perlahan Wulan memegang kerah baju Saka kembali. Pria itu kini diam, meski pandangannya tertuju ke samping, tidak menatap Wulan.

Wulan membuka kemeja Saka dengan lembut dan menggantinya dengan baju yang dia ambil dari lemari.

Lalu dia kembali membuka lemari sebelah, berniat mencari celana untuk Saka, tapi dia melihat lemari itu penuh baju wanita. "Ini baju siapa?" Tanyanya, entah bertanya pada siapa.

"Itu baju anda, Nona. Saya yang menyiapkannya semalam."

Wulan menoleh. Tiba-tiba Bu Asri sudah ada di belakangnya. "Bu?"

"Maaf mengganggu. Saya mengantar makanan untuk kalian, Nona." Bu Asri meletakkan baki di atas meja.

"Terima kasih, Bu." Jawab Wulan yang langsung melangkah kembali mendekati Saka.

"Apa Tuan mau makan?" Tanya Wulan.

Saka kali ini mengangguk, melihat itu Bu Asri tersenyum senang. Dia segera mengambil piring berisi makanan dan mengulurkannya pada Wulan.

Wulan menyendok nasi dan menyodorkannya pada mulut Saka.

Lama, Saka terdiam, menatap Wulan yang tersenyum hangat penuh persahabatan padanya. Saka pun membuka mulutnya.

"Alhamdulillah!" Gumam Bu Asri, perempuan itu lega melihat Tuan Mudanya mau disuapin oleh Wulan.

"Bu, boleh aku bertanya?" Wulan menoleh pada Bu Asri.

"Silahkan, Nona?"

"Sejak kapan Tuan muda sakit seperti ini?" Tanya Wulan.

Bu Asri tidak segera menjawab, malah melangkah menghampiri pintu dan menguncinya, kemudian berjalan kembali mendekati Wulan yang masih setia menyuapi Saka.

"Tuan muda sakit sejak dua tahun yang lalu. Tidak lama dari Tuan besar dan Nyonya besar meninggal karena kecelakaan. Awalnya, Tuan Muda hanya demam biasa. Lama kelamaan Tuan muda tidak dapat berjalan dan kemudian tidak dapat berbicara." Jelas Bu Asri.

"Nona, saya minta ketulusan nona dalam menemani Tuan Muda ya? Jangan tinggalkan Tuan Muda sendirian. Kasihan Tuan Muda, sejak Tuan besar dan Nyonya meninggal tidak ada lagi yang tulus padanya, kecuali Tuan Abian dan Nyonya Sulis. Sebenarnya Tuan muda adalah orang yang baik dan ramah. Tapi saya tidak menyangka jika Tuan Muda mendapat ujian seberat ini." ucap Bu Asri.

"Tuan Abian dan Nyonya Sulis? Siapa mereka, Bu?" Wulan menyerngitkan alisnya.

"Nenek dan kakek Tuan muda. Saat ini mereka sedang berada di rumah sakit karena Tuan Abian sedang dirawat di sana. Bahkan mereka tidak tahu kalau hari ini Tuan muda menikah." Jawab Bu Asri.

Wulan merasa aneh, merasa jika memang ada kejanggalan dengan pernikahan mereka ini. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan dan kesannya terburu-buru sekali. Apa lagi mengingat sikap datar dan tidak ramahnya Tuan Abraham dan Nyonya Sintia.

Lalu mengingat surat perjanjian yang harus ia tandatangani itu. Wulan menebak jika memang ada yang tidak beres.

"Apa Tuan muda tidak pernah di bawa berobat?" Tanya Wulan lagi.

"Sebenarnya sudah. Bahkan dokter dari luar negeri pun sudah diundang kemari. Tapi...." Bu Asri tidak melanjutkan kata-katanya.

Sampai Wulan bertanya. "Tapi apa, Bu? Tidak ada hasilnya, begitu?"

"Nona. Apa boleh saya berpesan?"

"Tentu, Bu."

"Nona percaya pada saya?" Bu Asri seperti ingin menegaskan sesuatu.

Wulan mengangguk. Dia merasa perlu mempercayai Bu Asri. Karena perempuan itu, satu-satunya yang dia kenal dan dekat di rumah ini.

"Apa menurut nona, Tuan Abraham dan Nyonya Sintia benar-benar peduli pada Tuan muda?" Tanya Bu Asri.

"Sepertinya begitu, Bu. Buktinya, mereka mencarikan istri Tuan muda sampai rela mengeluarkan uang yang begitu besar." Jawab Wulan sesuai dengan apa yang dia ketahui.

"Tidak seperti yang Nona pikirkan." Ucap Bu Asri.

"Maksud Ibu?"

"Banyak yang terlihat baik di luar, tapi justru itu yang sangat berbahaya. Berhati-hatilah, Nona."

"Bu," Wulan seperti tidak puas dengan jawaban Bu Asri.

"Apa Nona tahu, maksud dari Tuan Abraham mencarikan istri untuk Tuan Muda?"

"Ya, mungkin agar ada yang mengurus Tuan Muda." Wulan menjawab.

Bu Asri menggeleng. "Mereka adalah keluarga terkaya di kota ini. Jika masalah pengurus atau pelayan, bisa dengan sangat mudah membayarnya."

"Lalu..?" Wulan semakin tidak mengerti.

"Karena saat ini Nona sudah menjadi istri Tuan Muda, sepertinya Nona perlu sedikit mengetahuinya. Selanjutnya, Nona hanya perlu menjaga Tuan Muda dengan baik. Saya tahu Nona gadis yang baik, dan saya yakin Nona tidak mungkin tega menyakiti Tuan Muda."

"Bu, sebenarnya ada apa?" Wulan semakin tidak paham.

Da menyimpan piring kosongnya dan meraih gelas untuk memberi minum Saka. Setelah itu Wulan segera menoleh pada Bu Asri, menunggu jawaban Bu Asri selanjutnya.

"Tuan muda Saka adalah pewaris tunggal kekayaan keluarga Brahmana, tapi dengan satu catatan setelah Tuan Muda menikah. Karena sekarang Tuan Muda sudah menikah, maka kekayaan ini resmi atas namanya. Dan semua orang juga tahu bagaimana keadaan Tuan Muda saat ini."

Bu Asri menjeda kalimatnya guna mengambil napas. "Keadaan yang tadinya diharapkan Tuan Muda untuk dirahasiakan, sekarang malah tersebar, seolah malah sengaja dipublikasikan." Ucap Bu Asri.

Kata-katanya sempat membuat Wulan tidak mengerti. Tapi dia berusaha mencernanya. "Jadi, maksudnya?"

"Siapa yang tidak tergiur dengan kekayaan Keluarga ini? Ditambah dengan keadaan Tuan muda saat ini. Bagi seseorang yang serakah, ini adalah kesempatan besar. Dan Nona, diyakini oleh Tuan Abraham sebagai wanita bodoh dan akan patuh dengan semua aturan serta perintah Tuan Abraham. Uang, bisa membuat orang lupa segalanya. Dan uang, bisa membuat orang berkhianat, kecuali orang-orang yang berhati tulus, Nona." Ucap Bu Asri.

Wulan semakin bingung.

"Apa Nona mau menikah dengan Tuan muda karena bayaran itu?"

Pertanyaan Bu Asri kali ini membuat Wulan terdiam, matanya berkaca-kaca dan setitik kristal jatuh ke pipinya. Dia mengingat nasibnya yang ditukar demi sekoper uang balas budi.

Saka sendiri melihat itu. Wulan segera menyekanya dan kembali melanjutkan suapannya.

"Tentu saja, Bu." Jawabnya membuat Saka kembali meliriknya. Yang dilirik tidak menyadarinya karena menunduk memainkan sendok di atas piring yang di pegangnya.

"Sebenarnya, aku juga tidak tahu apa-apa, Bu. Aku menerima pernikahan ini demi balas budiku pada keluarga yang sudah mau menampung anak haram sepertiku." Wulan mencoba bercerita latar belakang dia menerima pernikahan ini. "Aku pikir, jika aku keluar dari rumah itu setidaknya mereka akan senang. Dan aku tidak merepotkan mereka lagi." Kata Wulan.

"Tadinya, aku tidak bisa membayangkan pernikahan ini akan seperti apa." Wulan menatap Saka sekilas, lalu kembali melanjutkan ucapannya. "Tapi setelah melihat keadaan Tuan Muda Saka seperti ini, aku jadi mengerti. Mungkin Tuhan ingin aku menjaganya, dan menemaninya. Bu Asri, sekarang bisa mempercayakan itu padaku."

Wulan menatap sungguh-sungguh ke arah pelayan terpercaya Saka. Dia kembali berkata, "Sungguh, aku tidak berniat apapun dengan pernikahan ini. Kecuali, untuk berbakti. Pertama untuk ayahku, dan sekarang untuk suamiku. Percayalah, Bu.”

Wulan tidak menyadari jika semua ucapannya didengar oleh Saka. Hati pria itu seketika menghangat. Kehangatan yang sudah lama tidak dia rasakan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status