Share

Bab 5. Aku Akan Mengurusmu Dengan Baik

Semenjak orangtuanya meninggal, Saka tidak pernah mendapatkan kasih sayang, kecuali dari sang kakek dan neneknya yang sekarang sedang ada di rumah sakit luar negri. Apalagi setelah dia sakit. Baru kali ini dia bisa merasakan kehangatan hati dari seseorang.

Tidak disadari, Saka tersentuh hatinya dan menatap wajah ayu Wulan. Yang ditatap tidak sengaja juga menatapnya. Kedua mata mereka saling memandang. Bibir Saka bergerak, seperti ingin berbicara, tapi hanya sekilas, lalu pria itu mengalihkan pandangannya.

Bu Asri bicara kembali. "Nona, pesan saya hanya satu. Jangan mudah percaya dengan siapapun. Dan maaf, saya sudah banyak berbicara dengan anda." Ucap Bu Asri, melirik Saka yang tersenyum tipis padanya. Bu Asri berdiri dan berpamitan. "Cepat sembuh ya, Tuan Muda. Kami semua merindukan Tuan Muda yang dulu." Ucap Bu Asri pada Saka.

Setelah Bu Asri pergi, Wulan membantu Saka untuk berbaring diranjang. Dia menambah bantal untuk pinggang Saka dan memposisikan kepala Saka di sandaran ranjang agar pria itu bisa bersandar dengan nyaman. Sementara Wulan duduk di sebelah suaminya.

Entah kenapa, yang tadinya Wulan merasa takut dengan pernikahannya, malam ini, setelah dia sudah sah menjadi istri tuan Muda Saka, perasaan takut itu hilang begitu saja. Dia merasa nyaman berada di sisi Saka. Mendadak, dia seperti menyayangi Saka. Atau mungkin karena selama ini dia tidak pernah dekat dengan siapa pun?

Tidak pernah ada yang menyayanginya dan tidak pernah ada yang mau diberi kasih sayang olehnya yang dianggap 'anak haram' itu. Meskipun dia sayang dengan keluarganya, tapi kehadiran Wulan di tengah keluarganya tidak dianggap.

Mereka tidak sudi menerima apapun darinya, kecuali pelayanannya saja. Wulan benar-benar merasa dikucilkan. Ketika melihat keadaan Saka, dia menjadi iba. Dia kasihan. Ternyata ada yang lebih menderita daripada dirinya.

Dia masih merasa beruntung karena mempunyai tubuh yang sehat. Lalu, Saka? Semua orang mengenalnya sebagai pewaris tunggal, tapi kondisinya sungguh menyedihkan. 'Katanya pewaris tunggal, tapi kok tidak terurus? Tubuhnya saja dekil, rambutnya berantakan sekali. Belum lagi mukanya kusut. Kulitnya pun mulai keriput.' batin Wulan, meneliti penampilan Saka dengan saksama.

"'Sungguh, ini adalah pewaris tunggal yang malang. Dianya yang tidak mau diurus, atau memang tidak ada yang mengurus sih?'

Mungkin itu sebabnya Tuan Abraham memilih untuk mencarikan istri untuknya, agar ada yang mengurusnya. 'Baiklah, berhubung aku sekarang sudah menjadi istrimu... Aku akan mengurusmu dengan baik!' kata Wulan lagi dalam hati, penuh dengan semangat.

Wulan sedikit menggeser tubuhnya untuk lebih dekat dengan Saka. Dia bertanya, "Tuan,. Apa anda ingin mandi?"

Saka hanya diam. Ah, Wulan teringat kalau Saka juga tidak bisa mendengar dengan baik. Lalu dia melakukan gerakan isyarat agar Saka mengerti dengan maksud ucapannya.

Pria itu memperhatikan gerakan tangannya. Sepertinya berhasil. Saka mengerti maksudnya dan menggeleng tanda tidak mau. Wulan mendengus. "Baiklah, kalau tidak mau mandi tidak apa-apa. Saya akan mengganti celanamu saja."

Wanita itu lalu berdiri dan melangkah mencari ganti celana untuk Saka yang tadi sempat tertunda karena kedatangan Bu Asri. Dia menemukan celana training milik Saka dan segera membawanya.

Saat dia hendak membuka celana Saka, terdengar suara Saka. "Emmm."

Suara berat Saka sambil menggelengkan kepala dengan wajahnya yang memerah. Wulan bengong. "Oh, kamu tidak mau, ah maaf. Maksud saya, anda tidak mau atau anda malu?" ucap Wulan, mencoba memahami. Namun, tidak menyerah, dia kembali menemukan cara lain. "Ya sudah, ya sudah. Begini saja, tutup mata anda. Begini."

Wulan mengulurkan tangannya untuk menutup kedua mata Saka. Pria itu menurut. Setelah melihat mata Saka tertutup, Wulan membuka celana Saka. 'Astaga.. gadis ini apa tidak malu membuka celana seorang pria sembarangan!' Teriak Saka, tapi hanya sampai di tenggorokan.

Karena penasaran, Saka membuka matanya sebelah untuk mengintip. Saka sedikit tergelak ketika melihat Wulan yang ternyata juga menutup matanya. Saka tersenyum sambil memandangi wajah Wulan yang masih menutup matanya sambil mengganti celananya.

Terlihat sudah selesai, Saka cepat-cepat menutup matanya kembali. "Ah, sudah. Anda boleh membuka mata kembali." Ucap Wulan. Saka pun pura-pura membuka matanya kembali. "Kalau begitu tidak malu, kan? Saya saja sebagai wanita tidak malu melepas celana anda." Sambung Wulan.

Di dalam hati Saka tertawa melihat tingkah konyol gadis ini. Wulan mengambil sebuah sisir, dan mulai menyisir rambut Saka dengan memberi sedikit minyak rambut. Saka menurut saja diperlakukan lembut oleh Wulan.

"Kenapa rambutmu keriting, Tuan? Apa ini dari kecil?" Tanya Wulan. Yang diajak bicara sedikit tergelitik hatinya. Ingin tertawa tapi ingin marah juga, namun hanya bisa di dalam hati. "Mana panjang, tidak pernah dipotong, ya?" Kembali Wulan bertanya.

Dia tidak sadar, jika Saka sebenarnya mendengar semua ucapannya. Saka hanya berusaha untuk pura-pura tidak mendengar saja. Wulan lalu menggulung rambut Saka dan mengikatnya dengan ikat rambut miliknya. Sementara dia, membiarkan rambutnya sendiri terurai begitu saja karena ikat rambutnya yang ia ambil untuk Saka.

Rambut hitam lurus miliknya semakin membuat Saka terpesona. Dia tertegun sejenak. Ternyata gadis ini sekarang lebih cantik dari yang dulu pernah dilihatnya.

Wulan menatap wajah pria di depannya itu. Yang dipandang pun juga sama. Wulan tersenyum, lalu mengambil sebuah kaca. "Lihat Tuan, begini kan lebih baik. Terlihat rapi dan semakin tampan." Ucap Wulan memperlihatkan bayangan Saka.

Melihat bayangan dirinya di kaca, Saka tidak terlihat senang. Dia menunduk, matanya berkaca-kaca.

"Ya Tuhan. Kenapa anda menangis? Maafkan saya Tuan, maafkan saya." Wulan jadi panik melihat Saka akan menangis.

Lalu dia menyimpan kembali kaca itu. 'Apa mungkin Tuan muda tersinggung melihat bayangannya sendiri?'

Wulan merasa sangat bersalah, dia mengulurkan tangannya perlahan dan mengusap air mata Saka. "Jangan bersedih ya, Tuan. Anda pasti bisa melewati masa sulit ini. Saya akan menemani Tuan sampai Tuan sembuh dan menemukan kebahagiaan Tuan kembali. Lalu setelah itu, saya akan meminta hidup saya kembali pada Tuan." Ucap Wulan.

Dia yakin Saka mendengarnya walaupun hanya samar. Saka menatapnya lagi, lalu tersenyum tipis. "Kamu tersenyum. Yehh.. berarti Tuan bisa mengerti apa maksudku."

Wulan tiba-tiba merasa senang melihat senyuman Saka. "Mulai sekarang, berjanjilah untuk semangat, Tuan. Saya adalah gadis yang malang dan bertemu Tuan muda yang malang. Kalau kita bersatu dan kompak, maka masa sulit ini akan cepat berlalu." Wulan bersorak semangat. Padahal, belum genap semalam bersama Wulan, tapi Saka seperti mendapat anugerah dari langit ketujuh. Bertemu wanita yang polos dan tulus seperti Wulan, bak malaikat tak bersayap. Dan kini menjadi istrinya.

Sungguh, hati Saka saat ini sedang bahagia. Mungkin jika Saka bisa melakukannya saat ini juga ia sudah katrol jungkir balik karena saking senangnya.

Sementara Wulan, dia berpikir jika Saka sembuh, kemungkinan untuk keluar dari rumah ini akan ada. Karena dia yakin jika Saka adalah orang yang baik. Pasti akan mau memberi kebijakan pada dirinya. Tidak seperti ayahnya dan ibu tirinya yang tidak peduli padanya. Dan tidak seperti Tuan Abraham dan Nyonya Sintia yang tidak ramah.

'Apa! Tidak ramah? Bukan bukan. Mereka bukan tidak ramah. Tapi…!'

Mendadak dia ingat ucapan Bu Asri. Wulan termenung memikirkan ucapan Bu asri tadi. "Apa mungkin maksud Bu Asri... Tuan Abraham mempunyai niat tertentu dengan pernikahan ini?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status