"Tidak ada bau apa pun!" Wulan lalu beralih memeriksa lauk dan sayur mayur yang berada di mangkok terpisah."Sungguh sempurna sekali!" Wulan terkejut ketika mendapati serbuk halus timbal yang sepertinya sengaja ditabur seseorang di sana. Walaupun hanya sedikit, tapi jika itu dikonsumsi setiap hari, bayangkan akibatnya. Komplikasi Keracunan Timbal! Jika tidak ditangani, keracunan timbal dengan kadar timbal darah yang rendah sekalipun dapat menyebabkan gangguan intelektual permanen dan gangguan perkembangan otak/saraf otorik. Sementara itu, orang yang keracunan timbal dengan kadar tinggi dan tidak ditangani dengan benar dapat mengalami komplikasi yang lebih serius, seperti gangguan sistem saraf sampai pada kerusakan saraf, kejang, kerusakan ginjal, hilang kesadaran sampai kematian. 'Rencana yang dirancang secara halus. Pelan tapi pasti.' pikir Wulan. 'Sebelum Tuan muda mati, harta kekayaan sudah atas nama Tuan muda Saka. Dan setelah tuan muda mati, sudah dapat dipastikan jika selur
Hanya butuh satu setengah hari saja setelah Bu Asri menghubungi kerabatnya di kampung dan menyebut semua bahan-bahan itu, dengan alasan jika ia sedang menderita rematik dan asam urat akut. Maka keponakan Bu Asri siang itu sudah tiba dengan membawa pesanan Bu Asri dengan jumlah sangat banyak.Tentu saja alasan itu bisa diterima dengan masuk akal oleh siapapun yang melihatnya, tanpa tahu rencana Bu Asri yang sesungguhnya dengan bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan itu."Bude, kenapa bisa kena asam urat?" Tanya keponakan Bu asri yang baru saja turun dari taksi dengan menenteng karung."Namanya sudah tua, Nang? Ya beginilah." Jawab Bu Asri pada keponakan laki-lakinya itu."Ya sudah. Ini bahan-bahannya. Ibu sudah mencarikan semuanya dengan lengkap dan banyak, buat stok katanya," kata keponakan Bu Asri.Bu Asri mengangguk senang. Mengulurkan sejumlah uang untuk sekedar upah si keponakan yang sudah mau mengantar. Yang di beri uang pun sangat senang."Aduh.. Makasih bude ya.?""Iya, Nang. B
Saka hanya bisa tersenyum menanggapi ucapan Wulan. 'Apalagi Aku, bukan hanya akan membencinya, tapi akan membuat perhitungan besar dengannya.' batin Saka.Lama mengobrol, obrolan yang hanya terjadi sepihak itu, karena cuma Wulan yang berbicara kesana kemari sedangkan Saka hanya bisa menggeleng, mengangguk lalu tersenyum saja itu terhenti ketika suara Bu Asri memanggil dari balik pintu.Wulan berlari kecil membuka pintu.Bu Asri langsung masuk tanpa permisi, langsung menutup pintu dan menguncinya."Apa benar seperti ini, Nona?" Bu Asri menunjukkan ramuan hasil ciptaan tangannya kepada Wulan. Juga biji asam yang sudah di sulapnya menjadi cairan.Wulan mengangguk senang, puas dengan hasil racikan Bu Asri.Segera Wulan mengambil gelas ramuan itu dan membawanya pada Saka."Minum ini, Tuan."Saka tidak menolak ketika Wulan membantunya meminum ramuan itu.Baru saja seteguk, kedua mata Saka terbelalak. Pahit! Dia berteriak di dalam hati."Tuan harus menghabiskannya walaupun pahit." Bujuk Wula
Sudah satu mingguan, Wulan menerapkan terapi pada Saka dengan ramuan yang terus dia berikan dengan rutin dan teratur.Sudah ada perubahan pada Saka yang mulai bisa menggerakkan jarinya, lalu mengepalkan tangannya. Itu membuat Wulan dan Bu Asri girang, terlebih Saka sendiri.Hanya bisa menggerakkan jarinya saja sudah merasa sangat senang sekali, apalagi kalau bisa sembuh seperti sedia kala. Mungkin dia akan menggendong Wulan dan membawanya berlari memutari halaman rumahnya yang luas sebanyak tujuh kali.Malam kembali tiba. Saat Wulan sudah bersiap untuk pergi tidur, terdengar seseorang mengetuk pintu.'Siapa?' pikir Wulan. Jika si Anton itu tidak mungkin, karena dia sudah dari datang mengantar makanan. Bukan makanan, lebih tepat nya racun!Bu Asri juga sudah datang mengantar makanan yang sesungguhnya. Wulan berdiri dari duduknya, melangkah ragu, lalu membuka pintu dengan lembut."Tuan Abraham?" Dia langsung menunduk hormat melihat siapa yang datang."Bagaimana kabar, Tuan muda Saka?
Wulan sempat melirik Saka yang belum juga memejamkan matanya. Lalu iseng mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah Saka."Tidurlah Tuan muda. Biar cepat sembuh."Lama menunggu, akhirnya Saka tertidur juga. Wulan memastikan Saka tertidur dulu sebelum dia ikut memejamkan mata.Malam terus merambat pelan, kedua insan itu sudah tertidur pulas. Pulas, sampai tidak sadar jika Wulan sudah menjadikan Saka sebagai gulingnya.Pagi berikutnya, ketika Saka membuka mata terlebih dahulu, dia merasakan kepala Wulan ada di pundaknya, sementara tangan Wulan erat memeluk perutnya dengan kaki yang menumpang bebas di pahanya. Terasa bebas tanpa dosa!Saka menghela nafas. Jika saja saat ini dia bisa memutar tubuhnya, mungkin sudah ia lakukan. Memutar tubuhnya, lalu memeluk Wulan kembali seperti yang gadis itu lakukan sekarang.Pagi menyingsing. Sinar matahari menerobos masuk melalui celah jendela kamar besar milik Saka yang sudah dibuka gordennya lebar-lebar oleh Wulan.Wajah memerah semerah tomat menghi
"Sudahlah, Ayah. Ayah tidak perlu ikut campur urusan ini. Memangnya, Ayah bisa apa untuk cucu kesayanganmu itu, Hem? Sudah bagus aku mau mencarikan istri untuknya. Siapa memangnya yang mau menikah dengan pria cacat seperti dia? Kalau bukan karena usahaku,” kata Abraham tersenyum tanpa rasa bersalah."Kamu..!!" Kakek Abian semakin emosi, dia kembali menunjuk batang hidung Abraham."Tuan!" Tiba-tiba Sekretaris Ang sudah berada di belakang Kakek Abian."Ang, kamu tau semua ini, tapi kau diam saja. Dimana otakmu, Ang? Sekretaris tak ada otak. Atau jangan-jangan otakmu sudah di beli oleh iblis itu?" Seru Abian kini beralih menunjuk Ang yang masih berdiri di sana."Tuan besar, tolong tenang dulu, saya bisa jelaskan semuanya. Nanti tensi Tuan besar naik lagi jika Tuan marah-marah begini," bujuk Ang."Aku tidak butuh nasehatmu, Ang! Aku butuh penjelasanmu!""Sudahlah Tuan Ang, bawa saja dia pergi. Urus dia. Bikin pusing saja." Celetuk Abraham tanpa ada sedikitpun rasa sopannya."Tuan, sebai
Tapi kakek Abian tidak putus asa, walau tidak mungkin lagi bisa berbuat sesuatu untuk Saka. Karena dia juga tidak lagi sekuat dulu. Sudah tua, sudah rapuh. Berjalan saja kadang sambil dibantu tongkat.Hanya doa, itu satu-satunya yang bisa ia berikan pada cucunya. Doa setiap saat yang tidak pernah putus. Berharap Saka bisa sembuh dan kembali seperti dulu lagi.Ketika saat ini, gadis yang pernah menolongnya dulu ada di hadapannya, Kakek Abian lalu percaya, jika Tuhan sedikit sudah menjawab doanya. Setidaknya, cucunya tidak salah menikahi wanita. 'Wanita ini, gadis ini. Polos dan baik. Penuh keikhlasan, mirip seperti menantuku!'Kakek Abian masih menatap Wulan, lalu menepuk lembut kepalanya."Cucuku ternyata menepati janjinya. Oh, senangnya aku!"'Cucu?’ Wulan bengong. "Kek.. maksud..."Kakek Abian melangkah mendekati Saka. Saka tersenyum lebar padanya."Saka, cucuku. Mana bisa kamu melakukan ini? Bagaimana caranya kamu menemukan dia dan menikahinya?" Kakek Abian meraih tangan Saka dan
"Wulan, mencoba menerapkan terapi totok saraf pada Tuan muda Saka setiap pagi, Kek. Dan syukurlah, ada hasilnya walaupun perlahan.""Ya Tuhan... Kamu membawa berkah rupanya." Bukannya memeluk cucunya, kakek Abian malah memeluk Wulan."Terima kasih, Wulan. Terima kasih." Kakek Abian melepaskan pelukannya."Sudah Kek, tidak perlu berterima kasih. Ini sudah menjadi tanggung jawabku juga."Kakek Abian bahagia, menoleh pada Saka. "Kamu dengar, Saka. Lihatlah gadis ini, begitu mirip mamamu. Kamu beruntung, Saka." Kakek Abian beralih menghampiri Saka lagi."Kamu harus bersemangat untuk sembuh ya. Cepatlah sembuh. Kasihan kan, Wulan, jika harus mengurusmu terus."Saka mengangguk.Lama berada di kamar itu, akhirnya Kakek Abian dan sekretaris Ang meninggalkan mereka.Setelah mereka pergi, Wulan langsung menghampiri Saka.Wajah lembutnya hilang seketika. Dimata Saka, tiba-tiba Wulan berubah seperti serigala galak. Matanya melotot menatap Saka.Saka jadi bingung melihat perubahan Wulan."Heh kamu
"Sekali kali manja pada istri sendiri tidak apa apa kek. Kenapa di permasalahkan? Kakek ini, Aku sedang menderita begini masih saja dimarahi terus!""Lagian , tangan masih berfungsi juga. Jangan jadikan alasan ngidammu buat bermanja manja pada istrimu. Kasian dia, dia bukan pelayanmu. Dan kamu harus ingat, dulu Wulan sudah puas mengurusmu , memandikanmu dan menyuapmu sebelum tanganmu bisa berfungsi." ucap Kakek Abian semakin sewot."Hehe, Iya kek. Maaf maaf. Wulan, maafkan bang Saka. Bang Saka akan makan sendiri saja." Saka malu, segera mengambil alih mangkok di tangan Wulan .Tapi Wulan buru-buru mencegahnya."Tidak apa Bang Saka, Wulan senang kok menyuapi bang Saka. Memang menyuapi bang Saka harus karena tangan bang Saka tidak berfungsi? Ini tanda nya romantis . Begitu kek, bukan karena bang Saka manja. Bang Saka juga sering menyuapi Wulan, kan?" sahut Wulan , menoleh pada Kakek Abian dan Saka."Tuh, kakek dengar sendiri. Jangan terus menyalahkan Saka. Kita ini pasangan yang romanti
"Saya mengerti, Nyonya. Saya mengerti. Mohon maafkan saya, Nyonya. Bukan tidak percaya kepada Nyonya, tapi saya mohon, izinkan kali ini saya mendampingi Tuan Muda di setiap keadaannya. Saya hanya ingin menebus kesalahan saya di hari kemarin, yang terlalu sibuk dengan perusahaan hingga mengabaikan keamanan dan kesembuhan Tuan Muda. Saat ini saya hanya ingin memastikan jika Tuan Muda akan terus baik-baik saja, dan tidak mengulangi kesalahan saya yang kemarin," jawab Sekretaris Ang, menunduk. Tidak berani membalas tatapan sangar milik Wulan."Lalu bagaimana dengan ayah dan ibuku? Apa kamu tidak memikirkan itu, Tuan Ang? Apa kamu tahu, jika mereka sudah menyiapkan pesta kecil di rumahnya untuk kalian? Bahkan mereka sudah membagi sedekah pada para mantan tetangganya dulu di komplek kumuh itu, dan meminta doa mereka untuk hari pernikahan kalian yang sudah ditentukan? Mereka pasti akan kecewa hatinya, walau bibir mereka tidak akan berani mengatakan itu."Sekretaris Ang terkejut, mendongak. M
"Saya tidak mengatakan itu, tapi jika Anda ingin begitu, tidak masalah. Demi Tuan Muda, saya akan melakukan apa pun! Saya akan sangat senang, tidak harus bersusah payah, saya sudah akan mendapatkan bayi.""Dasar, gila kamu ya? Kamu pikir aku sapi atau bagaimana? Kamu ini, sudah dapat adiknya mau kakaknya juga. Langkahi dulu mayatku, Ang!"Ang tergelak melihat emosi Saka yang meluap."Kamu tahu tidak, aku sudah payah menanam benih, kamu yang enak mau mengambil untungnya. Aha... tidak mungkin terjadi. Wulan dan bayinya itu milikku. Jika kamu mau bayi, usaha sendiri. Cepatlah menikah dan membuatnya, kamu akan mengalami seperti aku juga." Saka menendang tangan Ang yang masih tergelak."Hanya bercanda, Tuan Muda! Mana saya berani. Mendapatkan Yuri saja sudah membuat saya beruntung. Habisnya Tuan Muda tidak bisa bersabar. Padahal tadinya Tuan Muda sendiri yang mengatakan jika akan rela menanggung derita ini setahun sekali pun," jawab Ang, masih dengan tertawa."Diam, bedebah! Kamu terus saj
Di hari di mana Saka diperiksa oleh sang dokter, di hari di mana Wulan dinyatakan positif hamil oleh dokter spesialis kandungan, di hari itu juga mereka sudah diperbolehkan pulang. Tak perlu menginap, tak perlu dirawat inap, kata sang dokter. Sebab keadaan Saka murni dinyatakan sebagai Sindrom Suami Ngidam atau Sindrom Couvade.Saka mengalami kehamilan simpatik, di mana istrinya yang tengah hamil, namun Saka yang menanggung masa ngidam istrinya.Sejak hari itu, sejak masuk ke dalam kamar mereka, Saka yang tadinya laki-laki tangguh dan kuat mendadak menjadi laki-laki lemah yang sensitif.Manja melebihi balita.Mual dan muntah pun terus berlanjut. Bukan hanya itu, Saka mulai tidak menyukai bau-bau wangi, seperti sabun, parfum, dan pewangi ruangan. Hari-harinya juga terlihat menyedihkan karena Saka hanya bisa meminum air teh manis hangat dan memakan buah saja. Jika ada minuman atau makanan lain yang ia telan, perut Saka langsung menolak.Bukan hanya itu, baik kamar dan seluruh ruangan ya
"Wulan," Saka bangun dan duduk. Wulan langsung menubruknya dan tersedu."Bang Saka, kamu menakutiku, bagaimana keadaanmu sekarang? Apa yang masih Bang Saka rasakan?""Wulan, jangan menangis lagi. Aku tidak apa-apa, hanya masih sedikit pusing dan sedikit mual. Sebentar lagi akan hilang. Dokter sudah memberiku obat anti muntah tadi," ucap Saka mengelus lembut kepala Wulan."Dokter, sebenarnya apa yang terjadi pada Tuan Muda Saka?" tanya Sekretaris Ang.Dokter itu menarik napas."Menurut hasil pemeriksaan, Tuan Muda baik-baik saja. Lambung, usus, dan semua organ di tubuh Tuan Muda tidak ada gangguan. Tidak juga keracunan," jawab sang dokter."Baik-baik saja bagaimana? Tuan Muda terlihat sakit parah sampai pingsan, kamu bilang baik-baik saja. Kamu ini bisa memeriksa tidak! Kamu mau bermain-main denganku, hah!" bentak Sekretaris Ang."Tuan Sekretaris, tolong tenanglah. Dokter kandungan sebentar lagi akan datang dan kita akan segera tahu penyebab sakit Tuan Muda.""Apa kamu bilang? Tuan Mud
"Benar, Ayah. Itu biar menjadi urusan mereka. Sekarang, mari kita membahas tanggal pernikahan," sahut Saka.Sekretaris Ang mengangguk. "Lebih cepat lebih baik, Tuan Gani. Saya ingin segera menghindari fitnah atau hal-hal yang tidak diinginkan.""Apa akhir minggu ini terdengar baik untuk Anda?" tanya Gani Harmoko.Sekretaris Ang menoleh pada Yuri. "Apa kamu setuju, sayang?""Iya, aku ikut keputusan Kakak saja," jawab Yuri dengan senyuman."Baiklah, Tuan Gani. Saya akan mempersiapkan semuanya untuk akhir minggu ini," balas Ang.Rencana PernikahanSemua sepakat. Mereka memutuskan pernikahan sederhana yang dilakukan di bawah tangan karena usia Yuri yang masih belum mencapai 19 tahun. Sekretaris Ang memahami konsekuensi pernikahan dini dan berjanji untuk menjaga Yuri dengan baik.Setelah obrolan selesai, mereka melanjutkan makan siang bersama. Yuri, Wulan, Jihan, dan Tiara sibuk menyiapkan hidangan, sementara para pria melanjutkan pembicaraan ringan.Saat semua sudah siap, Yuri memanggil c
"Dulu saya bertemu dengan ibunya Wulan. Gadis yang membuat saya jatuh cinta. Padahal saat itu keluarga saya sudah berencana untuk menjodohkan saya dengan istri saya ini.""Saya melakukan hal terlarang pada ibu Wulan, dan saya meninggalkannya karena terpaksa harus menikahi wanita pilihan orang tua saya. Saya tidak pernah tahu jika pada saat itu ibu Wulan mengandung benih saya. Saya sempat mencarinya ke mana-mana, namun saya gagal menemukannya karena ternyata ibu Wulan dibawa keluarganya pulang ke kampung. Hingga suatu hari, seorang famili ibu Wulan mengantar bayi merah kepada saya beserta selembar surat. Dia mengatakan bahwa ibu dari bayi itu sudah meninggal dunia beberapa jam setelah melahirkan." Kini air mata Gani yang tadi sudah kering kembali menetes. Tepukan-tepukan halus Tiara mengusap punggungnya."Sudah, Yah. Itu masa lalu. Tidak akan terjadi pada anak cucu kita. Cukup, Ayah. Cukup kita yang berbuat salah," ucap Tiara.Gani mengangguk, melirik wajah Wulan yang memerah dan teris
"Kalau begitu, aku akan membantumu, Wulan," seru Yuri, ikut berdiri.Tiara pun berdiri. "Yuri, calon pengantin. Kembali lah duduk. Biar Ibu yang membantu kakakmu Wulan. Kamu duduk manis saja, ya?"Yuri tersipu dengan ucapan ibunya dan kembali duduk di samping Sekretaris Ang yang terus tersenyum padanya.Wulan dan Tiara beranjak ke dapur, dan tak lama kemudian sudah kembali dengan membawa minuman—segelas teh untuk Gani Harmoko dan segelas kopi putih untuk Saka.Kembali mereka terlihat fokus sesaat setelah Gani menyeruput minumannya.Saka kembali menarik napas dan memulai obrolan yang kedua."Ayah dan Ibu, sekali lagi kami ucapkan terima kasih atas penerimaan ini. Dan kami minta maaf jika tidak membawa apa-apa dalam acara lamaran dadakan ini. Kami tidak mempersiapkan apa pun, karena keputusan ini kami ambil semalam. Dan pagi hari ini kami langsung kemari tanpa sempat ke mana-mana dulu.""Tuan muda Saka, apa yang harus dibawa memangnya? Ini saja sudah membuat kami hampir terbang ke awan.
"Ya Tuhan! Seharusnya kami bangga! Tapi tidak. Kami malu, Tuan, kami malu! Pantaskah kami menerima kehormatan yang bertubi-tubi ini?" ucap Tiara, sudah berurai air mata. Gani Harmoko menepuk-nepuk halus punggung Tiara untuk menenangkan istrinya. Ia paham bagaimana perasaan Tiara saat ini. Rasa bersalah masih begitu membekas di hati istrinya itu. Kemudian pria separuh baya ini mulai angkat bicara kembali. "Tuan Sekretaris, mohon maafkan saya jika saya lancang. Tapi sebagai Ayah Yuri, saya wajib bertanya pada Anda. Apa Anda sudah memikirkan risiko yang mungkin akan Anda hadapi jika menikahi Yuri yang masih terlalu muda ini? Dan apakah Anda tidak malu mempunyai istri dari putri seorang orang tua yang hina dan tidak tahu diri seperti kami ini? Orang tua yang pernah menjual anaknya sendiri demi uang. Kami tidak akan pernah melupakan hal paling memalukan itu, Tuan," ucap Gani Harmoko, menatap tegas ke arah Sekretaris Ang. "Tuan Gani Harmoko, saya tidak pernah bisa mengatur hati saya ak