Hanya butuh satu setengah hari saja setelah Bu Asri menghubungi kerabatnya di kampung dan menyebut semua bahan-bahan itu, dengan alasan jika ia sedang menderita rematik dan asam urat akut. Maka keponakan Bu Asri siang itu sudah tiba dengan membawa pesanan Bu Asri dengan jumlah sangat banyak.Tentu saja alasan itu bisa diterima dengan masuk akal oleh siapapun yang melihatnya, tanpa tahu rencana Bu Asri yang sesungguhnya dengan bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan itu."Bude, kenapa bisa kena asam urat?" Tanya keponakan Bu asri yang baru saja turun dari taksi dengan menenteng karung."Namanya sudah tua, Nang? Ya beginilah." Jawab Bu Asri pada keponakan laki-lakinya itu."Ya sudah. Ini bahan-bahannya. Ibu sudah mencarikan semuanya dengan lengkap dan banyak, buat stok katanya," kata keponakan Bu Asri.Bu Asri mengangguk senang. Mengulurkan sejumlah uang untuk sekedar upah si keponakan yang sudah mau mengantar. Yang di beri uang pun sangat senang."Aduh.. Makasih bude ya.?""Iya, Nang. B
Saka hanya bisa tersenyum menanggapi ucapan Wulan. 'Apalagi Aku, bukan hanya akan membencinya, tapi akan membuat perhitungan besar dengannya.' batin Saka.Lama mengobrol, obrolan yang hanya terjadi sepihak itu, karena cuma Wulan yang berbicara kesana kemari sedangkan Saka hanya bisa menggeleng, mengangguk lalu tersenyum saja itu terhenti ketika suara Bu Asri memanggil dari balik pintu.Wulan berlari kecil membuka pintu.Bu Asri langsung masuk tanpa permisi, langsung menutup pintu dan menguncinya."Apa benar seperti ini, Nona?" Bu Asri menunjukkan ramuan hasil ciptaan tangannya kepada Wulan. Juga biji asam yang sudah di sulapnya menjadi cairan.Wulan mengangguk senang, puas dengan hasil racikan Bu Asri.Segera Wulan mengambil gelas ramuan itu dan membawanya pada Saka."Minum ini, Tuan."Saka tidak menolak ketika Wulan membantunya meminum ramuan itu.Baru saja seteguk, kedua mata Saka terbelalak. Pahit! Dia berteriak di dalam hati."Tuan harus menghabiskannya walaupun pahit." Bujuk Wula
Sudah satu mingguan, Wulan menerapkan terapi pada Saka dengan ramuan yang terus dia berikan dengan rutin dan teratur.Sudah ada perubahan pada Saka yang mulai bisa menggerakkan jarinya, lalu mengepalkan tangannya. Itu membuat Wulan dan Bu Asri girang, terlebih Saka sendiri.Hanya bisa menggerakkan jarinya saja sudah merasa sangat senang sekali, apalagi kalau bisa sembuh seperti sedia kala. Mungkin dia akan menggendong Wulan dan membawanya berlari memutari halaman rumahnya yang luas sebanyak tujuh kali.Malam kembali tiba. Saat Wulan sudah bersiap untuk pergi tidur, terdengar seseorang mengetuk pintu.'Siapa?' pikir Wulan. Jika si Anton itu tidak mungkin, karena dia sudah dari datang mengantar makanan. Bukan makanan, lebih tepat nya racun!Bu Asri juga sudah datang mengantar makanan yang sesungguhnya. Wulan berdiri dari duduknya, melangkah ragu, lalu membuka pintu dengan lembut."Tuan Abraham?" Dia langsung menunduk hormat melihat siapa yang datang."Bagaimana kabar, Tuan muda Saka?
Wulan sempat melirik Saka yang belum juga memejamkan matanya. Lalu iseng mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah Saka."Tidurlah Tuan muda. Biar cepat sembuh."Lama menunggu, akhirnya Saka tertidur juga. Wulan memastikan Saka tertidur dulu sebelum dia ikut memejamkan mata.Malam terus merambat pelan, kedua insan itu sudah tertidur pulas. Pulas, sampai tidak sadar jika Wulan sudah menjadikan Saka sebagai gulingnya.Pagi berikutnya, ketika Saka membuka mata terlebih dahulu, dia merasakan kepala Wulan ada di pundaknya, sementara tangan Wulan erat memeluk perutnya dengan kaki yang menumpang bebas di pahanya. Terasa bebas tanpa dosa!Saka menghela nafas. Jika saja saat ini dia bisa memutar tubuhnya, mungkin sudah ia lakukan. Memutar tubuhnya, lalu memeluk Wulan kembali seperti yang gadis itu lakukan sekarang.Pagi menyingsing. Sinar matahari menerobos masuk melalui celah jendela kamar besar milik Saka yang sudah dibuka gordennya lebar-lebar oleh Wulan.Wajah memerah semerah tomat menghi
"Sudahlah, Ayah. Ayah tidak perlu ikut campur urusan ini. Memangnya, Ayah bisa apa untuk cucu kesayanganmu itu, Hem? Sudah bagus aku mau mencarikan istri untuknya. Siapa memangnya yang mau menikah dengan pria cacat seperti dia? Kalau bukan karena usahaku,” kata Abraham tersenyum tanpa rasa bersalah."Kamu..!!" Kakek Abian semakin emosi, dia kembali menunjuk batang hidung Abraham."Tuan!" Tiba-tiba Sekretaris Ang sudah berada di belakang Kakek Abian."Ang, kamu tau semua ini, tapi kau diam saja. Dimana otakmu, Ang? Sekretaris tak ada otak. Atau jangan-jangan otakmu sudah di beli oleh iblis itu?" Seru Abian kini beralih menunjuk Ang yang masih berdiri di sana."Tuan besar, tolong tenang dulu, saya bisa jelaskan semuanya. Nanti tensi Tuan besar naik lagi jika Tuan marah-marah begini," bujuk Ang."Aku tidak butuh nasehatmu, Ang! Aku butuh penjelasanmu!""Sudahlah Tuan Ang, bawa saja dia pergi. Urus dia. Bikin pusing saja." Celetuk Abraham tanpa ada sedikitpun rasa sopannya."Tuan, sebai
Tapi kakek Abian tidak putus asa, walau tidak mungkin lagi bisa berbuat sesuatu untuk Saka. Karena dia juga tidak lagi sekuat dulu. Sudah tua, sudah rapuh. Berjalan saja kadang sambil dibantu tongkat.Hanya doa, itu satu-satunya yang bisa ia berikan pada cucunya. Doa setiap saat yang tidak pernah putus. Berharap Saka bisa sembuh dan kembali seperti dulu lagi.Ketika saat ini, gadis yang pernah menolongnya dulu ada di hadapannya, Kakek Abian lalu percaya, jika Tuhan sedikit sudah menjawab doanya. Setidaknya, cucunya tidak salah menikahi wanita. 'Wanita ini, gadis ini. Polos dan baik. Penuh keikhlasan, mirip seperti menantuku!'Kakek Abian masih menatap Wulan, lalu menepuk lembut kepalanya."Cucuku ternyata menepati janjinya. Oh, senangnya aku!"'Cucu?’ Wulan bengong. "Kek.. maksud..."Kakek Abian melangkah mendekati Saka. Saka tersenyum lebar padanya."Saka, cucuku. Mana bisa kamu melakukan ini? Bagaimana caranya kamu menemukan dia dan menikahinya?" Kakek Abian meraih tangan Saka dan
"Wulan, mencoba menerapkan terapi totok saraf pada Tuan muda Saka setiap pagi, Kek. Dan syukurlah, ada hasilnya walaupun perlahan.""Ya Tuhan... Kamu membawa berkah rupanya." Bukannya memeluk cucunya, kakek Abian malah memeluk Wulan."Terima kasih, Wulan. Terima kasih." Kakek Abian melepaskan pelukannya."Sudah Kek, tidak perlu berterima kasih. Ini sudah menjadi tanggung jawabku juga."Kakek Abian bahagia, menoleh pada Saka. "Kamu dengar, Saka. Lihatlah gadis ini, begitu mirip mamamu. Kamu beruntung, Saka." Kakek Abian beralih menghampiri Saka lagi."Kamu harus bersemangat untuk sembuh ya. Cepatlah sembuh. Kasihan kan, Wulan, jika harus mengurusmu terus."Saka mengangguk.Lama berada di kamar itu, akhirnya Kakek Abian dan sekretaris Ang meninggalkan mereka.Setelah mereka pergi, Wulan langsung menghampiri Saka.Wajah lembutnya hilang seketika. Dimata Saka, tiba-tiba Wulan berubah seperti serigala galak. Matanya melotot menatap Saka.Saka jadi bingung melihat perubahan Wulan."Heh kamu
"Sebaiknya aku memaafkan , berbaik baik dulu sama dia, sampai dia benar-benar sembuh dan urusannya beres. Setelah itu minta uang yang banyak dan pergi.""Tapi tidak boleh pergi darinya.""Sudah lah, urusan nanti. Tidak boleh ya minggat! Beres kan?”"Hah! Aku kan sudah dinikahinya, mana bisa!" Wulan bergelut dengan pikirannya, kemana mana.Yang diluar pun begitu, senang bercampur sedih. Senang , tubuh atasnya sudah berfungsi kembali. Sedih, ketika memikirkan tentang janjinya mau melakukan apapun untuk Wulan.'Kalau dia minta pergi bagaimana? Tidak tau apa , kalau aku menyukainya? Sejak pertama melihatnya. Belum lagi kakek, sudah pasti minta aku merantainya.'Terdengar Wulan membuka pintu, pandangannya langsung bertemu dengan pandangan tuan mudanya. Lalu melangkah menghampiri."Bagaimana Tuan?"Deg! Yang ditanya terasa di hati. Takut Wulan kembali meminta ingin pergi."Aku kan belum sembuh total?""Iya tahu! Maksudnya.. Mau mandi dulu atau tunggu makanan datang, mau makan dulu?" Wulan d