"Sudahlah, Ayah. Ayah tidak perlu ikut campur urusan ini. Memangnya, Ayah bisa apa untuk cucu kesayanganmu itu, Hem? Sudah bagus aku mau mencarikan istri untuknya. Siapa memangnya yang mau menikah dengan pria cacat seperti dia? Kalau bukan karena usahaku,” kata Abraham tersenyum tanpa rasa bersalah."Kamu..!!" Kakek Abian semakin emosi, dia kembali menunjuk batang hidung Abraham."Tuan!" Tiba-tiba Sekretaris Ang sudah berada di belakang Kakek Abian."Ang, kamu tau semua ini, tapi kau diam saja. Dimana otakmu, Ang? Sekretaris tak ada otak. Atau jangan-jangan otakmu sudah di beli oleh iblis itu?" Seru Abian kini beralih menunjuk Ang yang masih berdiri di sana."Tuan besar, tolong tenang dulu, saya bisa jelaskan semuanya. Nanti tensi Tuan besar naik lagi jika Tuan marah-marah begini," bujuk Ang."Aku tidak butuh nasehatmu, Ang! Aku butuh penjelasanmu!""Sudahlah Tuan Ang, bawa saja dia pergi. Urus dia. Bikin pusing saja." Celetuk Abraham tanpa ada sedikitpun rasa sopannya."Tuan, sebai
Tapi kakek Abian tidak putus asa, walau tidak mungkin lagi bisa berbuat sesuatu untuk Saka. Karena dia juga tidak lagi sekuat dulu. Sudah tua, sudah rapuh. Berjalan saja kadang sambil dibantu tongkat.Hanya doa, itu satu-satunya yang bisa ia berikan pada cucunya. Doa setiap saat yang tidak pernah putus. Berharap Saka bisa sembuh dan kembali seperti dulu lagi.Ketika saat ini, gadis yang pernah menolongnya dulu ada di hadapannya, Kakek Abian lalu percaya, jika Tuhan sedikit sudah menjawab doanya. Setidaknya, cucunya tidak salah menikahi wanita. 'Wanita ini, gadis ini. Polos dan baik. Penuh keikhlasan, mirip seperti menantuku!'Kakek Abian masih menatap Wulan, lalu menepuk lembut kepalanya."Cucuku ternyata menepati janjinya. Oh, senangnya aku!"'Cucu?’ Wulan bengong. "Kek.. maksud..."Kakek Abian melangkah mendekati Saka. Saka tersenyum lebar padanya."Saka, cucuku. Mana bisa kamu melakukan ini? Bagaimana caranya kamu menemukan dia dan menikahinya?" Kakek Abian meraih tangan Saka dan
"Wulan, mencoba menerapkan terapi totok saraf pada Tuan muda Saka setiap pagi, Kek. Dan syukurlah, ada hasilnya walaupun perlahan.""Ya Tuhan... Kamu membawa berkah rupanya." Bukannya memeluk cucunya, kakek Abian malah memeluk Wulan."Terima kasih, Wulan. Terima kasih." Kakek Abian melepaskan pelukannya."Sudah Kek, tidak perlu berterima kasih. Ini sudah menjadi tanggung jawabku juga."Kakek Abian bahagia, menoleh pada Saka. "Kamu dengar, Saka. Lihatlah gadis ini, begitu mirip mamamu. Kamu beruntung, Saka." Kakek Abian beralih menghampiri Saka lagi."Kamu harus bersemangat untuk sembuh ya. Cepatlah sembuh. Kasihan kan, Wulan, jika harus mengurusmu terus."Saka mengangguk.Lama berada di kamar itu, akhirnya Kakek Abian dan sekretaris Ang meninggalkan mereka.Setelah mereka pergi, Wulan langsung menghampiri Saka.Wajah lembutnya hilang seketika. Dimata Saka, tiba-tiba Wulan berubah seperti serigala galak. Matanya melotot menatap Saka.Saka jadi bingung melihat perubahan Wulan."Heh kamu
"Sebaiknya aku memaafkan , berbaik baik dulu sama dia, sampai dia benar-benar sembuh dan urusannya beres. Setelah itu minta uang yang banyak dan pergi.""Tapi tidak boleh pergi darinya.""Sudah lah, urusan nanti. Tidak boleh ya minggat! Beres kan?”"Hah! Aku kan sudah dinikahinya, mana bisa!" Wulan bergelut dengan pikirannya, kemana mana.Yang diluar pun begitu, senang bercampur sedih. Senang , tubuh atasnya sudah berfungsi kembali. Sedih, ketika memikirkan tentang janjinya mau melakukan apapun untuk Wulan.'Kalau dia minta pergi bagaimana? Tidak tau apa , kalau aku menyukainya? Sejak pertama melihatnya. Belum lagi kakek, sudah pasti minta aku merantainya.'Terdengar Wulan membuka pintu, pandangannya langsung bertemu dengan pandangan tuan mudanya. Lalu melangkah menghampiri."Bagaimana Tuan?"Deg! Yang ditanya terasa di hati. Takut Wulan kembali meminta ingin pergi."Aku kan belum sembuh total?""Iya tahu! Maksudnya.. Mau mandi dulu atau tunggu makanan datang, mau makan dulu?" Wulan d
Saat ini, Saka masih terlihat senang. Lebih senang lagi ketika melihat Wulan yang baru saja keluar dari kamar mandi. Gadis itu sudah berganti di kamar mandi. Karena sejak kejadian kecerobohannya yang telanjang kepergok Saka, Wulan memang sedikit waspada. Memilih menyiapkan ganti terlebih dahulu dan membawanya langsung ke kamar mandi.Wajah manis tanpa makeup itu terlihat begitu indah dimata Saka.Lalu Wulan menyisir rambutnya yang sengaja tidak dibasahinya dan mengikat nya dengan mengangkat tinggi-tinggi dan menggulungnya ke atas. Bukan sengaja pamer leher jenjang, tapi sepertinya itu sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil.Tapi bagi Saka, penampilan apa adanya Wulan itu malah membuatnya semakin menggilai gadis itu. Cantik alami tanpa make up, tanpa luluran tanpa smoothing atau sejenisnya.Melihat Saka sesekali meliriknya, Wulan bertanya. "Saya jelek ya, Tuan?""Sedikit.""Syukurlah. Aku kira jelek banget. Aku khawatir mata Tuan muda sakit karena melihatku yang jelek ini terus. Karena
"Bagaimana Mas, tentang tanda tangan Saka? Kenapa sampai sekarang belum ada kabar? Kamu ini bisa bekerja tidak sih?" Bentak Sintia pada suaminya di dalam ruangan khusus milik mereka."Sabar Sintia.. Aku sudah menyuruh istri bodohnya itu untuk membicarakan hal ini pada Saka. Sebentar lagi, semua ini akan atas nama Saka." Jawab Abraham."Lalu setelah Saka mati, maka akan pindah atas nama gadis itu. Dan setelah itu... Kita baru akan mengambilnya.” Kata Sintia. Tertawa puas."Nama kita tetap baik. Harta menjadi milik kita." Abraham menyentil hidung istrinya, ikut tertawa."Tapi Mas.. kenapa Saka tidak mati-mati? Apa kamu benar-benar sudah mengarahkan Anton dengan baik?" Tanya Sintia."Tentu saja. Kabar terakhir yang aku dengar langsung dari Wulan, keadaan Saka semakin memburuk. Mungkin hanya tinggal menunggu hitungan hari saja. Pelan tapi pasti. Dan kematiannya sudah bisa dipastikan akibat kerusakan saraf. Tidak akan ada yang dapat mengungkapnya." Abraham semakin puas."Apa benar-benar am
"Percuma berbisik, suara Tuan sudah terdengar kemana-mana. Untung yang datang sekretaris Ang. Coba kalau Anton. Percuma akting,” Kata Wulan, memutar tubuhnya, melangkah menghampiri Sekretaris Ang yang masih menunggu di balik pintu.Wulan menutup pintu, tak lupa menguncinya dari luar dan memasukan anak kunci ke dalam sakunya.Dia menoleh pada sekretaris Ang. Dia tahu jika pria itu pasti bertanya di dalam hatinya, kenapa dia harus mengunci pintu. Jadi dia duluan menjawab, sebelum ditanya, "Hanya untuk jaga-jaga, Tuan Ang. Takut ada setan.""Setan?” Sekretaris Ang mengerutkan keningnya. “Sejak kapan rumah ini angker? Kalaupun iya, setan tidak perlu membuka pintu, kan?""Ada. Setan yang doyan sambel. Masa tidak mengerti juga?" Kata Wulan."Ohh." sekretaris Ang, seolah paham, padahal tidak sepenuhnya paham. Lalu melangkah diikuti Wulan di belakangnya tanpa berkata lagi.Bola mata Wulan berputar, melihat seluruh ruangan yang dilewati mereka.'Besarnya! Rumah apa lapangan bola?'Semenjak m
Wulan juga terkejut karena sekretaris Ang, tiba-tiba sudah berdiri di depannya, "Mana ada, siapa yang menangis?” Bantah Wulan."Itu,?" Sekretaris Ang menunjuk wajahnya.Wulan tersipu, "Oh, ini? Ini namanya air mata bawang," kata Wulan."...” Sekretaris Ang."Tidak mengerti juga?”Sekretaris Ang menggeleng.Wulan mendengus kesal, lalu bicara asal saja, “Sekretaris andalan kok tidak mengerti apa-apa. Bagaimana sih?" Celotehnya lalu melanjutkan langkahnya."(?)" Sekretaris Ang semakin tidak mengerti.Wulan menoleh, ternyata sekretaris Ang mengikuti di belakang."Kenapa mengikuti saya?”"Saya.. saya hanya ingin mengantar Nona. Takut Nona Wulan tersesat." Jawab Sekretaris Ang, padahal dia sebenarnya ingin menanyakan apa yang dibicarakan Abraham tadi. Tapi melihat sorot mata Wulan yang tidak bersahabat, sekretaris Ang jadi urung."Tidak perlu mengantar, Tuan Ang. Saya bisa sendiri. Tidak mungkin juga bakal tersesat di sini." Wulan tidak peduli dengan perhatian sekretaris Ang, terus saja me
" Ayah..! Maafkan aku, jika aku akan menikahi gadis kecil. Aku tidak bisa menjaga pesan Ayah untuk tidak mengikuti jejak Ayah. Aku tidak bisa lagi menahan perasaanku. Aku terlanjur jatuh cinta padanya Ayah."" Aku kemari ingin meminta restu pada kalian. Minggu ini aku akan menikahinya.Tapi Ayah dan ibu jangan khawatir. Aku akan menjaga menantu kalian dengan nyawaku. Dengan badanku, percaya lah Ayah, kisah kalian tidak akan terulang pada kami. Ayah harus percaya itu. Tenanglah kalian di sana. Aku akan sering sering kemari bersama menantu kalian nantinya." ucap Sekretaris Ang, menoleh pada Yuri yang masih menatapnya.Tak ada suara dari mulut Yuri. Seperti nya hati gadis kecil itu ikut merasakan kepedihan hati kekasih nya, meskipun pria itu tak menunjukkan sedikitpun rasa sedihnya."Yuri, ucapkan sesuatu pada kedua calon mertuamu.""Ah, iya kakak." Yuri tergagap lalu menoleh kepada dua batu nisan itu secara bergantian.Ia sempat membaca nama yang terukir di sana.'Anggita dan Sebastian!'
"Sekali kali manja pada istri sendiri tidak apa apa kek. Kenapa di permasalahkan? Kakek ini, Aku sedang menderita begini masih saja dimarahi terus!""Lagian , tangan masih berfungsi juga. Jangan jadikan alasan ngidammu buat bermanja manja pada istrimu. Kasian dia, dia bukan pelayanmu. Dan kamu harus ingat, dulu Wulan sudah puas mengurusmu , memandikanmu dan menyuapmu sebelum tanganmu bisa berfungsi." ucap Kakek Abian semakin sewot."Hehe, Iya kek. Maaf maaf. Wulan, maafkan bang Saka. Bang Saka akan makan sendiri saja." Saka malu, segera mengambil alih mangkok di tangan Wulan .Tapi Wulan buru-buru mencegahnya."Tidak apa Bang Saka, Wulan senang kok menyuapi bang Saka. Memang menyuapi bang Saka harus karena tangan bang Saka tidak berfungsi? Ini tanda nya romantis . Begitu kek, bukan karena bang Saka manja. Bang Saka juga sering menyuapi Wulan, kan?" sahut Wulan , menoleh pada Kakek Abian dan Saka."Tuh, kakek dengar sendiri. Jangan terus menyalahkan Saka. Kita ini pasangan yang romanti
"Saya mengerti, Nyonya. Saya mengerti. Mohon maafkan saya, Nyonya. Bukan tidak percaya kepada Nyonya, tapi saya mohon, izinkan kali ini saya mendampingi Tuan Muda di setiap keadaannya. Saya hanya ingin menebus kesalahan saya di hari kemarin, yang terlalu sibuk dengan perusahaan hingga mengabaikan keamanan dan kesembuhan Tuan Muda. Saat ini saya hanya ingin memastikan jika Tuan Muda akan terus baik-baik saja, dan tidak mengulangi kesalahan saya yang kemarin," jawab Sekretaris Ang, menunduk. Tidak berani membalas tatapan sangar milik Wulan."Lalu bagaimana dengan ayah dan ibuku? Apa kamu tidak memikirkan itu, Tuan Ang? Apa kamu tahu, jika mereka sudah menyiapkan pesta kecil di rumahnya untuk kalian? Bahkan mereka sudah membagi sedekah pada para mantan tetangganya dulu di komplek kumuh itu, dan meminta doa mereka untuk hari pernikahan kalian yang sudah ditentukan? Mereka pasti akan kecewa hatinya, walau bibir mereka tidak akan berani mengatakan itu."Sekretaris Ang terkejut, mendongak. M
"Saya tidak mengatakan itu, tapi jika Anda ingin begitu, tidak masalah. Demi Tuan Muda, saya akan melakukan apa pun! Saya akan sangat senang, tidak harus bersusah payah, saya sudah akan mendapatkan bayi.""Dasar, gila kamu ya? Kamu pikir aku sapi atau bagaimana? Kamu ini, sudah dapat adiknya mau kakaknya juga. Langkahi dulu mayatku, Ang!"Ang tergelak melihat emosi Saka yang meluap."Kamu tahu tidak, aku sudah payah menanam benih, kamu yang enak mau mengambil untungnya. Aha... tidak mungkin terjadi. Wulan dan bayinya itu milikku. Jika kamu mau bayi, usaha sendiri. Cepatlah menikah dan membuatnya, kamu akan mengalami seperti aku juga." Saka menendang tangan Ang yang masih tergelak."Hanya bercanda, Tuan Muda! Mana saya berani. Mendapatkan Yuri saja sudah membuat saya beruntung. Habisnya Tuan Muda tidak bisa bersabar. Padahal tadinya Tuan Muda sendiri yang mengatakan jika akan rela menanggung derita ini setahun sekali pun," jawab Ang, masih dengan tertawa."Diam, bedebah! Kamu terus saj
Di hari di mana Saka diperiksa oleh sang dokter, di hari di mana Wulan dinyatakan positif hamil oleh dokter spesialis kandungan, di hari itu juga mereka sudah diperbolehkan pulang. Tak perlu menginap, tak perlu dirawat inap, kata sang dokter. Sebab keadaan Saka murni dinyatakan sebagai Sindrom Suami Ngidam atau Sindrom Couvade.Saka mengalami kehamilan simpatik, di mana istrinya yang tengah hamil, namun Saka yang menanggung masa ngidam istrinya.Sejak hari itu, sejak masuk ke dalam kamar mereka, Saka yang tadinya laki-laki tangguh dan kuat mendadak menjadi laki-laki lemah yang sensitif.Manja melebihi balita.Mual dan muntah pun terus berlanjut. Bukan hanya itu, Saka mulai tidak menyukai bau-bau wangi, seperti sabun, parfum, dan pewangi ruangan. Hari-harinya juga terlihat menyedihkan karena Saka hanya bisa meminum air teh manis hangat dan memakan buah saja. Jika ada minuman atau makanan lain yang ia telan, perut Saka langsung menolak.Bukan hanya itu, baik kamar dan seluruh ruangan ya
"Wulan," Saka bangun dan duduk. Wulan langsung menubruknya dan tersedu."Bang Saka, kamu menakutiku, bagaimana keadaanmu sekarang? Apa yang masih Bang Saka rasakan?""Wulan, jangan menangis lagi. Aku tidak apa-apa, hanya masih sedikit pusing dan sedikit mual. Sebentar lagi akan hilang. Dokter sudah memberiku obat anti muntah tadi," ucap Saka mengelus lembut kepala Wulan."Dokter, sebenarnya apa yang terjadi pada Tuan Muda Saka?" tanya Sekretaris Ang.Dokter itu menarik napas."Menurut hasil pemeriksaan, Tuan Muda baik-baik saja. Lambung, usus, dan semua organ di tubuh Tuan Muda tidak ada gangguan. Tidak juga keracunan," jawab sang dokter."Baik-baik saja bagaimana? Tuan Muda terlihat sakit parah sampai pingsan, kamu bilang baik-baik saja. Kamu ini bisa memeriksa tidak! Kamu mau bermain-main denganku, hah!" bentak Sekretaris Ang."Tuan Sekretaris, tolong tenanglah. Dokter kandungan sebentar lagi akan datang dan kita akan segera tahu penyebab sakit Tuan Muda.""Apa kamu bilang? Tuan Mud
"Benar, Ayah. Itu biar menjadi urusan mereka. Sekarang, mari kita membahas tanggal pernikahan," sahut Saka.Sekretaris Ang mengangguk. "Lebih cepat lebih baik, Tuan Gani. Saya ingin segera menghindari fitnah atau hal-hal yang tidak diinginkan.""Apa akhir minggu ini terdengar baik untuk Anda?" tanya Gani Harmoko.Sekretaris Ang menoleh pada Yuri. "Apa kamu setuju, sayang?""Iya, aku ikut keputusan Kakak saja," jawab Yuri dengan senyuman."Baiklah, Tuan Gani. Saya akan mempersiapkan semuanya untuk akhir minggu ini," balas Ang.Rencana PernikahanSemua sepakat. Mereka memutuskan pernikahan sederhana yang dilakukan di bawah tangan karena usia Yuri yang masih belum mencapai 19 tahun. Sekretaris Ang memahami konsekuensi pernikahan dini dan berjanji untuk menjaga Yuri dengan baik.Setelah obrolan selesai, mereka melanjutkan makan siang bersama. Yuri, Wulan, Jihan, dan Tiara sibuk menyiapkan hidangan, sementara para pria melanjutkan pembicaraan ringan.Saat semua sudah siap, Yuri memanggil c
"Dulu saya bertemu dengan ibunya Wulan. Gadis yang membuat saya jatuh cinta. Padahal saat itu keluarga saya sudah berencana untuk menjodohkan saya dengan istri saya ini.""Saya melakukan hal terlarang pada ibu Wulan, dan saya meninggalkannya karena terpaksa harus menikahi wanita pilihan orang tua saya. Saya tidak pernah tahu jika pada saat itu ibu Wulan mengandung benih saya. Saya sempat mencarinya ke mana-mana, namun saya gagal menemukannya karena ternyata ibu Wulan dibawa keluarganya pulang ke kampung. Hingga suatu hari, seorang famili ibu Wulan mengantar bayi merah kepada saya beserta selembar surat. Dia mengatakan bahwa ibu dari bayi itu sudah meninggal dunia beberapa jam setelah melahirkan." Kini air mata Gani yang tadi sudah kering kembali menetes. Tepukan-tepukan halus Tiara mengusap punggungnya."Sudah, Yah. Itu masa lalu. Tidak akan terjadi pada anak cucu kita. Cukup, Ayah. Cukup kita yang berbuat salah," ucap Tiara.Gani mengangguk, melirik wajah Wulan yang memerah dan teris
"Kalau begitu, aku akan membantumu, Wulan," seru Yuri, ikut berdiri.Tiara pun berdiri. "Yuri, calon pengantin. Kembali lah duduk. Biar Ibu yang membantu kakakmu Wulan. Kamu duduk manis saja, ya?"Yuri tersipu dengan ucapan ibunya dan kembali duduk di samping Sekretaris Ang yang terus tersenyum padanya.Wulan dan Tiara beranjak ke dapur, dan tak lama kemudian sudah kembali dengan membawa minuman—segelas teh untuk Gani Harmoko dan segelas kopi putih untuk Saka.Kembali mereka terlihat fokus sesaat setelah Gani menyeruput minumannya.Saka kembali menarik napas dan memulai obrolan yang kedua."Ayah dan Ibu, sekali lagi kami ucapkan terima kasih atas penerimaan ini. Dan kami minta maaf jika tidak membawa apa-apa dalam acara lamaran dadakan ini. Kami tidak mempersiapkan apa pun, karena keputusan ini kami ambil semalam. Dan pagi hari ini kami langsung kemari tanpa sempat ke mana-mana dulu.""Tuan muda Saka, apa yang harus dibawa memangnya? Ini saja sudah membuat kami hampir terbang ke awan.