_Rumah Wulan_
"Kamu kok mesam mesem gitu? Lagian itu kenapa kepedesen diarahain di HP segala?""
Ana mendongak ke arah Wulan yang baru saja selesai mandi.
"Aku sengaja."
"Loh? Kok aneh gitu?"
"Aku memang sengaja mau godain Mas Joko. Dan, kamu mau tau enggak?"
Wulan berjalan mendekat dan duduk di sebelah Ana Dolly. Mengangkat kedua kakinya di atas sofa.
"Ada apa? Sukses kencan pertama?"
"Hemmm, sukses lah. Dan bikin aku pengen lagi ketemu ... ketemu teruuuusss!"
"Kangen gitu?"
Ana dolly tersenyum lebar. Lalu dia mendekati Wulan seraya berbisik,
"Sangat, Lan. Padahal baru aja ketemu. Kalau aku cinta gimana?"
"Kangen iku dudu jenis e wit-witan. Dadi enggak usah di pendem, koyok polo pendem Ana!"
(Kangen itu bukan jenis tanaman jadi jangan dipendam, seperti umbi-umbian)
Sontak ucapan Wulan membuat Ana terpingkal-pingkal.
"Tapi ada satu hal yang bikin kaget aku setengah mati Lan."
"Kenapa harus pusing?""Aku merasa kalah bersaing dengan Ana istrinya."Sontak Wulan terkekeh melihat ulah Ana yang kelimpungan."Kata Mas Joko aku enggak boleh kirim pesan apa pun juga. Bayangin coba!""Terus yang boleh apa?" Kali ini Wulan berpaling mengarah pada Ana.Terlihat Ana yang cengar cengir. Semakin membuat Wulan penasaran."Aku minta dia telpon. Kalau enggak aku bakalan chat atau telpon dia. Jitu 'kan?"Wulan tergelak terbahak."Itu namanya pemalakan rasa rindu dan cinta.""Biarin. Hahahaaa ...."Tatap mata Wulan terus tertuju pada Ana. Dia tak menyangka bila kawan baiknya itu, menyukai tetangga belakang rumah. Sudah bisa terbayang dalam pikiran Wulan. Bagaimana bila satu perumahan tahu hal ini. Yang ada dirinya akan dibully sampai habis."Kok melamun?""Ngelamunin kamu lah.""Kok bisa?""Aku enggak bisa bayangin ya. Kalau satu komplek tahu kamu suka sama Mas Joko. Ter
"Malam, Mas Joko. Kok diam aja sih? Malu atau gimana nih Mas?" goda Wulan.Sontak Ana langsung menoleh dan mengarah pandangannya pada Joko. Lalu tersenyum. Sitompul yang melihat wanita itu, mengernyit. Sambil menebak siapa wanita ini?"Kami ke depan dulu ya Bapak-bapak. Mari!""Silakan MBak Wulan.""Ehhh, Mas Joko! Kenapa cewek yang jalan sama Mbak Wulan mirip sekali sama teman Mas Joko tadi ya?""Yang bener, Bang?" sahut Beny kepo."Ahhh ... itu cuman mirip aja, Bang."Namun sepertinya Beny, tak mudah percaya begitu saja. Dengan penolakan Joko."Yakin nih Mas Joko? Bukan cewek tadi?""Bukanlah, Bang. Buat apa saya bohong itu?"Sitompul manggut-manggut. Dia pun harus mempercayai apa yang dikatakan oleh Joko.Dari kejauhan, terlihat seseorang yang berjalan ke arah mereka. Beny langsung menepuk bahu Sitompul cukup keras."Kayaknya itu Pak RT, Bang. Kok bisa pas ya?""Maksud Mas Beny
{Cintaku kepadamu Mas Joko, seperti sebuah kamera. Selalu fokus hanya sama Mas Joko seorang. Sedangkan yang lainnya blurrr}Ana senyum-senyum sendiri saat mengirimkan pesan itu."Memangnya yang kamu kirim tulisan apa?""Nih, kamu baca sendiri!"Dia menyodorkan ponsel pada Wulan."Waaaahhhh ... edan! Serangan kamu kok maut? Mas Joko bisa makin klepek-klepek koyok iwak koki, An!"Ana tergelak."Cuman kalau aku udah kayak gini, Lan. Pertanda aku harus bisa dapatkan dia.""Tapi, Mas Joko itu cinta mati lho sama istrinya.""Masa aku enggak bisa kalahin dia?"Terlihat Wulan memikirkan sesuatu. Lalu menjentikkan jari tangannya tepat di wajah Ana."Besok, sabtu sore ada pertemuan Ibu-ibu PKK. Kamu mau ikut?""Ada Ana?""Pastinya ada dong.""Mau, ikut aku.""Sekalian mau promo jamu buat mereka.""Jamu apaan?""Pokoknya deh."Mereka sudah duduk dan memesan bakso
"Tenang, Mas Joko. Ini mau aku tunjukin foto celana yang ada belalainya ini."Sitompul mengeluarkan ponsel. Lalu memperlihatkan foto G-string gajah. Membuat Joko mengerutkan kening."Dari mana Bang Sitompul dapatkan foto itu?""Ehhh ... ehhh, dari istri saya.""Istri Bang Sitompul?" tanya Joko terbelalak. "Bagaimana bisa kok istri Bang Sitompul tahu daleman saya?""Haaahhh?!"Sitompul garuk-garuk kepala. Dia pun kebingungan menjawab pertanyaan Joko."Benar juga Mas Joko. Dari mana istri saya dapatkan foto ini ya?" ulang Sitompul."Enggak usah heran lah Mas Joko. Di grup Ibu-ibu, foto celana dalam ada belalainya ini lagi dibahas."Seketika mata Joko membulat lebar."Yang bener nih Pak RT?""Mana pernah saya bohong, Mas Joko. Nanti kalau pas di rumah. Coba lihat HP Mbak Ana. Baca deh.""Saya pulang dulu kalau gitu!" lanjut Joko yang tergesa-gesa beranjak dari duduknya. tanpa mengindahkan panggilan Beny
Setelah bertukar nomer. Wulan dan Ana Dolly berlalu meninggalkan Beny yang bak mendapat durian runtuh. Dari jarak yang tak dekat. Pak RT memasang muka masam."Minta nomer Wulan?" Tanpa tedeng aling-aling. Pat RT langsung bertanya dengan raut wajah yang tegas. Terlihat tidak senang."Iya. Memangnya kenapa Pak RT? Kok kelihatannya sewot.""Ehhh ... enggak apa-apa Mas Beny. Cuman kenapa kok sampai minta nomer Dek Wulan segala? Nanti Mbak Binti cemburu lhooo ...!"Sontak kalimat Pak RT membuat Beny terbahak-bahak."Yang cemburu Pak RT apa istri saya toh Pak."Raut wajah Pak RT tertekuk. Dengan dahi yang berlipat-lipat, dan rahang mengeras."Permisi, Bapak-bapak! Aku mau pulang dulu," ucap Pak RT masih terlihat kesal."Tunggu Pak RT!" teriak Joko. "Permisi dulu Bang, Mas Beny, Mas Dony."Joko mengejar langkah Pak RT yang sudah mendahuluinya."Pak RT marah nih?""Siapa bilang?""Itu, dari tadi kumisn
Tiba-tiba ....Ting tung ting tung!Sontak Ana berbalik, melihat pada Joko yang pias seketika."Ada telpon kok enggak diangkat Mas?"Berulang kali Joko meneguk salivanya. Dia merasakan tenggorokkan yang tiba-tiba mengering. Berulang kali dia berdehem, sampai membuat Ana menoleh padanya. Sang istri mengerutkan dahi denagn wajah penuh heran."Kamu ini kenapa toh Mas? Kayak orang lagi sakit perut gitu?""E-emang, An.""Sini HPnya! Biar aku bawa, Mas pup sana!"Sontak Ana menyambar ponsel yang digenggam oleh Joko. Untung dengan gerak cepat, Joko memasukkan ke dalam saku kemeja."Enggak jadi mulesnya Sayang. Yuk, kita ke kamar aja.""Terus, yang telpon tadi siapa?""Paling Pak RT."Dua bola mata Ana melotot ke arahnya. Dia pun menghentikan langkah kaki dan memutar tubuh suami. Keduanya saling berhadapan."Ada apa Ana sayang?""Ngapain Pak RT itu telpon, Mas Joko?"Dalam hati, 'Syu
"Iya, Sayang. Asal kamu enggak sewot dan cemberut lagi."Lalu Ana berbisik, "Ana minta yang liar dan buas. Seperti macan tutul." Keduanya langsung terkikik. Sampai sebuah notifikasi pesan terdengar dari ponsel Joko.Ting!"Ada yang kirim pesan Mas. Boleh Ana yang baca?""Haaahhh?" Seketika Joko mendelik. Membuat Ana mengernyit heran. Lalu dengan cepat tangannya menyambar ponsel yang berada dalam saku kemeja.Wuuushhh!Ponsel Joko sudah berpindah tangan. Membuat degup jantung berhenti detak. Wajah Joko mulai menujukkan kulit yang memucat. Sampai Ana pun ikutan melotot, memandang sang suami."Mas ... Mas Joko, kenapa?""Ehhh ... @#@#@#!""Mas Joko ini ngomong opo toh?" teriak Ana keras."Iii-itu ... ehhh, nganu.""Nganu? Nganu opo sih? Kok Mas Joko jado enggak jelas kayak gini? Heran aku. Memang e habis kesambet apaaaa?""Anu ... An! Konok'an mau ojo mbok buka!" (Konok'an = sesuatu, ojo = j
Tanpa menunggu pendapat Joko lagi. Tiba-tiba Ana langsung menelepon nomer misterius. Membuat Joko melongo dan semakin terdengar napas yang memburu."An ... Ana! Jangan kamu telpon. Siapa tahu itu rekan kerja aku dari perusahaan lain."Ana tak menggubris. Dia terus melanjutkan untuk menelepon. Reaksi Joko hanya bisa mengkeret dengan wajah tanpa ekspresi sama sekali. Hanya bisa terpaku dengan pandangan kosong.Segera Ana menekan panggilan keluar tertuju nomer misterius. Suasana sesaat hening dan sunyi. Hanya terdengar detak jarum jam dinding.Sesekali Ana melirik pada Joko yang terus memandang ke arahnya. Tiba-tiba, tangan Ana bergerak menunjuk ke arah ponsel Joko."Diangkat Mas!" Suara Ana berbisik. "Tapi, enggak ngomong sama sekali. Kayaknya cuman didengerin aja," ucap Ana tanpa bersuara sama sekali.Joko pun memahami apa yang dikatakan oleh Ana.'Semoga Ana Dolly enggak ngomong. Kalau sampai dia jawab, bisa mati aku,'
"Wulaaan???" ulang Bu RT dengan gigi yang berbunyi gemertak. Semakin membuat Pak RT salah tingkah dan kelimpungan."Modyarrrr!" bisik Pak RT. "Bagaimana bisa aku kelepasan omong. Kenapa aku harus bilang rumahnya Wulan?" Masih berbisik."Dari ... mana Bapak bisa tahu aku cariin Bapak di rumah janda gatel itu?""Ehhh, perasaan aku tadi enggak bilang. Ibu saja kali yang kedengerannya kayak gitu.""Pak, aku serius. Kupingku ini masih jangkep, enggak bakalan salah denger!""Yaaaa, aku tadi 'kan cuman nebak. Ibu 'kan biasanya memang suka ke situ."Pak RT menjawab enteng, pura-pura tenang dan santai, seolah tidak ada yang terjadi. Mendengar jawaban suami yang seperti itu, Bu RT hanya bisa manyun satu meter. Wanita bertubuh subur itu, berlalu meninggalkan suaminya yang senyum-senyum sendiri.'Aku mau kirim pesan sama Dek Wulan. Pokoknya aku enggak bisa terima dia jalan sama si Beny itu!' bisik Pak RT dalam hati.Tangannya b
"Tuh, Pak. Pakai tali itu, kayak Tom Cruise di Mission Impossible. Ngerti Pak?""Ta-tali?"Wulan manggut-manggut. Lalu, dia maju beberapa langkah. Menarik kain panjang dan mengikatnya pada salah satu sisi pagar besi."Ayo sekarang Bapak naik, dan pegang tali ini!""Se-sekarang aku harus naik pagar ini, terus melompat ke bawah, Wulan?""Iya, enggak ada pilihan!""Waduuhhh!"Wulan bergerak cepat. Dia mengikat ujung kain dan melingkarkan di perut buncit Pak RT."Sekarang juga Pak RT turun, atau Bu RT akan keluarkan jurus lemparan maut. Bisa bendol dahi Bapak nanti.""I-iyaaa ...."Dengan berhati-hati, Pak RT mulai menaiki pagar. Sesekali dia melongok ke bawah."Dek, aku takut.""Pegang yang kencang, Bapak!"Wulan mengeluarkan tenaganya untuk menghentakkan kain tersebut."Loh ... loh, Dek Wulan! A-apa yang mau kamu lakukan?""BIar Bapak cepat mendarat di bumi!
"Pak RT bisa ketahuan lho.""Biarinlah! Aku enggak mau ada masalah sama nih wanita. Bisa-bisa namaku dicatut terus sama dia kalau berurusan pelakor. Belum lagi suaranya yang super kencang itu."Ana hanya bisa menghela napas panjang. Sekilas dia melihat Mbok Lasmi yang berdiri di belakang Bu RT. Dia lebih tertarik menghampirinya, dan menanyakan perihal Joko dan Ana. Wanita cantik itu, meninggalkan Wulan dengan segala keruwetannya bersama Bu RT.Di sisi lain, Bu RT mulai menyusuri segala penjuru ruang. Wulan berusaha untuk tenang, sampai sudut matanya menangkap jempol kaki Pak RT di balik korden."Matek, Pak!" bisik Wulan terkesiap.Segera Wulan berdiri di depan korden, berusaha untuk menutupi jempol kaki Pak RT."Kok, Pak RT enggak ada? Memang kamu sembunyikan di mana ... haaaa?"Wulan menggeleng."Buat apa saya sembunyikan? Ibu bisa cek seluruh isi kamar dari lantai bawah sampai atas. Loh, kurang opo coba?""Kurang ajar!
"Itu, kayaknya Bu RT? Ngapain mereka berdua?"Ana pun ikut mengikuti mereka. Sengaja dia berjaga jarak, agar tidak ketahuan."Apa, Pak RT bener-bener selingkuh sama Mbak Wulan? Kok sampai Bu RT bawa klompen?"Kedua matanya semakin menyipit tajam. Memperhatikan segala gerak gerik mereka."Bukannya Mbak Wulan itu sama Mas Beny, ya?"Rasa penasaran membuat Ana terus mengikuti kedua wanita itu. Dia mengendap-endap, mirip dengan agen MI (Mission Impossible). Merapatkan tubuhnya ke dinding rumah. Sambil sesekali menyelinap di antara pohon mangga."Loh, mereka main bukapagar aja. Aku harus cepat ke sana!"Ana pun berlari kecil mengejar mereka yang sudah memasuki, halaman rumah Wulan. Teriakan Bu RT mengguncangkan perumahan pagi ini."Bapaaaaaaakkk!!!" Sembari siap melemparkan serangan jurus maut.Klompen di tangan kanan sudah siap melayang."Bapaaaaaakkk!" teriak Bu RT tak peduli didengar oleh tetangga yang lain.
"Mbok Lasmi?!" Tampak raut wajahnya keheranan melihat kedatangannya. "Tumben, Mbok? Ada apa?""Ehhh ... Bu RT. Ini lho, tadi saya masak opor ayam. Mau kasih incip.""Wahhh, kebetulan saya juga belum masuk ini, Mbok. Ayo masuk dulu, Mbok!"Mbok Lasmi langsung terlihat senang. Dia meletakkan mangkoknya di atas meja makan."Opor sukaannya Pak RT, MBok.""Ohhh, sekarang ke mana Pak RTnya, Bu?""Paling di dalam. Sukanya 'kan pelihara kembang-kembang, Mbok."Mbok Lasmi, menyeringai masam. Mmebuat Bu RT menarik dagunya hampir menyentuh leher."Memangnya ada apa sih, Mbok?""Soalnya tadi saya kok melihatnya Pak RT keluar rumah, Bu RT. Jalan ke sana!""Sana, mana toh Mbok?""Sana itu lho, Bu RT. Mosok enggak paham toh?"Ucapan Mbok Lasmi semakin membuat Bu RT penasaran."Maksud Mbok Lasmi ke belakang?" Mbok Lasmi mengangguk. "Rumahnya si janda genit itu?" Hampir berteriak Bu RT mengatakanny
"Gimana itu, Mbok? Kok, yo bisa-bisanya itu celana belalainya Mas Joko sampai gosong. Mana berlubang lagi. Gimana itu coba?!" sentak Ana dengan kesal."Sa-sabar dulu Mbak Ana. Nanti buntutnya ini, biar Mbok jahit.""Mana bisaaa, Mbok!"Ana sangat kesal, sampai membanting G-string belalai milik Joko. Napasnya memburu seiring amarah yang mau meledak."Mbok itu enggak tahu ini apa?""Ta-tahu, Mbak. I-itu 'kan ... ehhh, buat tempatnya manuk toh Mbak?""Manuk ... manuk opo, Mbok?""Ehhh ...."Mbok Lasmi hanya bisa gigit jari. Setiap jawaban yang dia lontarkan semakin membuat Ana marah dan berteriak. Langkah Ana terdengar menghentak di lantai."Walahhh, cuman tempat manuk gini ae kok yo marah-marah toh Mbak Ana ini."Ana yang mendengar gerutu Mbok Lasmi menghentikan langkahnya. Lalu, berbalik, "Mbok ngomong apa barusan?""E-enggak, ada ngomong Mbak.""Ngomong! Wong aku ini denger Mbok."
Maya dan Dony tertawa lirih. Terlihat Dony kurang nyaman dengan pengakuan Maya yang blak-blakan."Saya deketin aja, Pak RT. Rumahnya Mas Dony, biar enggak diincar pelakor. Iya 'kan Bu RT?""Wahhh, bener sekali Jeng."Bu RT sepakat dengan ide Maya. Sepertinya mereka pun langsung akrab dan berbagi nomer HP. Setelah mengisi formulir warga, mereka berdua pun berpamitan pulang."Bu ... Bu! Ini nanti bisa terjadi perang dunia ketiga toh, Bu.""Kok bisa?""Lah, rumah yang dikontrak Bu Maya itu 'kan bersebelahan sama Mbak Binti. Apa enggak bakalan rame tuh?""Ehhh, iya juga sih Pak. Cuman, biarin aja deh. BIsa jadi hiburan buat aku." Bu RT tergelak sambil berlalu meninggalkan suaminya."Pak! Aku ke pasar dulu, mungkin agak siangan, sekalian mampir mau ke rumah teman aku sekolah dulu!""Iya!" sahut Pak RT. 'Wahhh, kesempatan emas ini. Aku harus bicara sama Wulan!' batin Pak RT girang.Bergegas lelaki berkumis tebal i
"Apalagi toh, Bu?" "Bapak denger ini, pasti kaget!" "Coba cerita!!!" Jenny membenarkan sikap duduknya, sampai merasa nyaman. "Bapak tahu kalau teman si janda gatel itu, yang namanya sama si Ana, juga lagi ada hubungan sama ... Mas Joko!" "Wahhh, gila benar!" sahut Pak RT spontan. ' Coba aku lebih berani?!' bisiknya dalam hati. 'Kurang ajar benar si Beny, main selonong aja. Pastinya si Wulan lebih milih aku lah!' "Bapak kok malah diem, melamun gitu?" sentak sang istri yang merasa aneh melihat suaminya. "Apa Bapak mikirin Mas Beny yang jalan sama tuh Janda?" "Ehhhh ... Ibu kok makin ngawur ya. Aku tuh berpikir, kok bisa RT kita orang-orangnya begitu." Di saat mereka berbincang serius. Terdengar bel rumah yang berbunyi. Ting tong! Sontak membuat keduanya langsung berpaling ke arah pintu rumah. Ting tong! "Pak! Buka pintunya. Kayaknya ada tamu tuh." "Ibu aja lah! Bapak capek nih. Habi
Lah, saya ini datang karena ingin tahu kok. Jangan pura-pura lah Jeng Tami. Saya tahu kalau kalian ini gosipnya lewat japrian 'kan, enggak lewat grup." Deg! Jeng Tami agak kelimpungan dibuatnya. Dia tak bisa mengelak lagi, karena tebakan wanita bertubuh subur ini sangat tepat. "Ehhh, iya Bu RT." "Emang ada gosip apa?"Lah, saya ini datang karena ingin tahu kok. Jangan pura-pura lah Jeng Tami. Saya tahu kalau kalian ini gosipnya lewat japrian 'kan, enggak lewat grup." Jeng Tami pun kelimpungan. Dia tidak tahu harus menjawab apa, pada Bu RT. "Kok malah diam?" "Ehhh, saya bingung Bu." "Apa yang bikin bingung? Jeng Tami tinggal cerita aja, gitu aja kok repot!" Wanita berambut ikal itu, menggaruk kepalanya sendiri. "Ceritanya panjang Bu RT." "Saya punya waktu panjang kok Jeng Tami. Silakan cerita!"