Lah, saya ini datang karena ingin tahu kok. Jangan pura-pura lah Jeng Tami. Saya tahu kalau kalian ini gosipnya lewat japrian 'kan, enggak lewat grup."
Deg!
Jeng Tami agak kelimpungan dibuatnya. Dia tak bisa mengelak lagi, karena tebakan wanita bertubuh subur ini sangat tepat.
"Ehhh, iya Bu RT."
"Emang ada gosip apa?"Lah, saya ini datang karena ingin tahu kok. Jangan pura-pura lah Jeng Tami. Saya tahu kalau kalian ini gosipnya lewat japrian 'kan, enggak lewat grup."
Jeng Tami pun kelimpungan. Dia tidak tahu harus menjawab apa, pada Bu RT.
"Kok malah diam?"
"Ehhh, saya bingung Bu."
"Apa yang bikin bingung? Jeng Tami tinggal cerita aja, gitu aja kok repot!"
Wanita berambut ikal itu, menggaruk kepalanya sendiri.
"Ceritanya panjang Bu RT."
"Saya punya waktu panjang kok Jeng Tami. Silakan cerita!"
"Apalagi toh, Bu?" "Bapak denger ini, pasti kaget!" "Coba cerita!!!" Jenny membenarkan sikap duduknya, sampai merasa nyaman. "Bapak tahu kalau teman si janda gatel itu, yang namanya sama si Ana, juga lagi ada hubungan sama ... Mas Joko!" "Wahhh, gila benar!" sahut Pak RT spontan. ' Coba aku lebih berani?!' bisiknya dalam hati. 'Kurang ajar benar si Beny, main selonong aja. Pastinya si Wulan lebih milih aku lah!' "Bapak kok malah diem, melamun gitu?" sentak sang istri yang merasa aneh melihat suaminya. "Apa Bapak mikirin Mas Beny yang jalan sama tuh Janda?" "Ehhhh ... Ibu kok makin ngawur ya. Aku tuh berpikir, kok bisa RT kita orang-orangnya begitu." Di saat mereka berbincang serius. Terdengar bel rumah yang berbunyi. Ting tong! Sontak membuat keduanya langsung berpaling ke arah pintu rumah. Ting tong! "Pak! Buka pintunya. Kayaknya ada tamu tuh." "Ibu aja lah! Bapak capek nih. Habi
Maya dan Dony tertawa lirih. Terlihat Dony kurang nyaman dengan pengakuan Maya yang blak-blakan."Saya deketin aja, Pak RT. Rumahnya Mas Dony, biar enggak diincar pelakor. Iya 'kan Bu RT?""Wahhh, bener sekali Jeng."Bu RT sepakat dengan ide Maya. Sepertinya mereka pun langsung akrab dan berbagi nomer HP. Setelah mengisi formulir warga, mereka berdua pun berpamitan pulang."Bu ... Bu! Ini nanti bisa terjadi perang dunia ketiga toh, Bu.""Kok bisa?""Lah, rumah yang dikontrak Bu Maya itu 'kan bersebelahan sama Mbak Binti. Apa enggak bakalan rame tuh?""Ehhh, iya juga sih Pak. Cuman, biarin aja deh. BIsa jadi hiburan buat aku." Bu RT tergelak sambil berlalu meninggalkan suaminya."Pak! Aku ke pasar dulu, mungkin agak siangan, sekalian mampir mau ke rumah teman aku sekolah dulu!""Iya!" sahut Pak RT. 'Wahhh, kesempatan emas ini. Aku harus bicara sama Wulan!' batin Pak RT girang.Bergegas lelaki berkumis tebal i
"Gimana itu, Mbok? Kok, yo bisa-bisanya itu celana belalainya Mas Joko sampai gosong. Mana berlubang lagi. Gimana itu coba?!" sentak Ana dengan kesal."Sa-sabar dulu Mbak Ana. Nanti buntutnya ini, biar Mbok jahit.""Mana bisaaa, Mbok!"Ana sangat kesal, sampai membanting G-string belalai milik Joko. Napasnya memburu seiring amarah yang mau meledak."Mbok itu enggak tahu ini apa?""Ta-tahu, Mbak. I-itu 'kan ... ehhh, buat tempatnya manuk toh Mbak?""Manuk ... manuk opo, Mbok?""Ehhh ...."Mbok Lasmi hanya bisa gigit jari. Setiap jawaban yang dia lontarkan semakin membuat Ana marah dan berteriak. Langkah Ana terdengar menghentak di lantai."Walahhh, cuman tempat manuk gini ae kok yo marah-marah toh Mbak Ana ini."Ana yang mendengar gerutu Mbok Lasmi menghentikan langkahnya. Lalu, berbalik, "Mbok ngomong apa barusan?""E-enggak, ada ngomong Mbak.""Ngomong! Wong aku ini denger Mbok."
"Mbok Lasmi?!" Tampak raut wajahnya keheranan melihat kedatangannya. "Tumben, Mbok? Ada apa?""Ehhh ... Bu RT. Ini lho, tadi saya masak opor ayam. Mau kasih incip.""Wahhh, kebetulan saya juga belum masuk ini, Mbok. Ayo masuk dulu, Mbok!"Mbok Lasmi langsung terlihat senang. Dia meletakkan mangkoknya di atas meja makan."Opor sukaannya Pak RT, MBok.""Ohhh, sekarang ke mana Pak RTnya, Bu?""Paling di dalam. Sukanya 'kan pelihara kembang-kembang, Mbok."Mbok Lasmi, menyeringai masam. Mmebuat Bu RT menarik dagunya hampir menyentuh leher."Memangnya ada apa sih, Mbok?""Soalnya tadi saya kok melihatnya Pak RT keluar rumah, Bu RT. Jalan ke sana!""Sana, mana toh Mbok?""Sana itu lho, Bu RT. Mosok enggak paham toh?"Ucapan Mbok Lasmi semakin membuat Bu RT penasaran."Maksud Mbok Lasmi ke belakang?" Mbok Lasmi mengangguk. "Rumahnya si janda genit itu?" Hampir berteriak Bu RT mengatakanny
"Itu, kayaknya Bu RT? Ngapain mereka berdua?"Ana pun ikut mengikuti mereka. Sengaja dia berjaga jarak, agar tidak ketahuan."Apa, Pak RT bener-bener selingkuh sama Mbak Wulan? Kok sampai Bu RT bawa klompen?"Kedua matanya semakin menyipit tajam. Memperhatikan segala gerak gerik mereka."Bukannya Mbak Wulan itu sama Mas Beny, ya?"Rasa penasaran membuat Ana terus mengikuti kedua wanita itu. Dia mengendap-endap, mirip dengan agen MI (Mission Impossible). Merapatkan tubuhnya ke dinding rumah. Sambil sesekali menyelinap di antara pohon mangga."Loh, mereka main bukapagar aja. Aku harus cepat ke sana!"Ana pun berlari kecil mengejar mereka yang sudah memasuki, halaman rumah Wulan. Teriakan Bu RT mengguncangkan perumahan pagi ini."Bapaaaaaaakkk!!!" Sembari siap melemparkan serangan jurus maut.Klompen di tangan kanan sudah siap melayang."Bapaaaaaakkk!" teriak Bu RT tak peduli didengar oleh tetangga yang lain.
"Pak RT bisa ketahuan lho.""Biarinlah! Aku enggak mau ada masalah sama nih wanita. Bisa-bisa namaku dicatut terus sama dia kalau berurusan pelakor. Belum lagi suaranya yang super kencang itu."Ana hanya bisa menghela napas panjang. Sekilas dia melihat Mbok Lasmi yang berdiri di belakang Bu RT. Dia lebih tertarik menghampirinya, dan menanyakan perihal Joko dan Ana. Wanita cantik itu, meninggalkan Wulan dengan segala keruwetannya bersama Bu RT.Di sisi lain, Bu RT mulai menyusuri segala penjuru ruang. Wulan berusaha untuk tenang, sampai sudut matanya menangkap jempol kaki Pak RT di balik korden."Matek, Pak!" bisik Wulan terkesiap.Segera Wulan berdiri di depan korden, berusaha untuk menutupi jempol kaki Pak RT."Kok, Pak RT enggak ada? Memang kamu sembunyikan di mana ... haaaa?"Wulan menggeleng."Buat apa saya sembunyikan? Ibu bisa cek seluruh isi kamar dari lantai bawah sampai atas. Loh, kurang opo coba?""Kurang ajar!
"Tuh, Pak. Pakai tali itu, kayak Tom Cruise di Mission Impossible. Ngerti Pak?""Ta-tali?"Wulan manggut-manggut. Lalu, dia maju beberapa langkah. Menarik kain panjang dan mengikatnya pada salah satu sisi pagar besi."Ayo sekarang Bapak naik, dan pegang tali ini!""Se-sekarang aku harus naik pagar ini, terus melompat ke bawah, Wulan?""Iya, enggak ada pilihan!""Waduuhhh!"Wulan bergerak cepat. Dia mengikat ujung kain dan melingkarkan di perut buncit Pak RT."Sekarang juga Pak RT turun, atau Bu RT akan keluarkan jurus lemparan maut. Bisa bendol dahi Bapak nanti.""I-iyaaa ...."Dengan berhati-hati, Pak RT mulai menaiki pagar. Sesekali dia melongok ke bawah."Dek, aku takut.""Pegang yang kencang, Bapak!"Wulan mengeluarkan tenaganya untuk menghentakkan kain tersebut."Loh ... loh, Dek Wulan! A-apa yang mau kamu lakukan?""BIar Bapak cepat mendarat di bumi!
"Wulaaan???" ulang Bu RT dengan gigi yang berbunyi gemertak. Semakin membuat Pak RT salah tingkah dan kelimpungan."Modyarrrr!" bisik Pak RT. "Bagaimana bisa aku kelepasan omong. Kenapa aku harus bilang rumahnya Wulan?" Masih berbisik."Dari ... mana Bapak bisa tahu aku cariin Bapak di rumah janda gatel itu?""Ehhh, perasaan aku tadi enggak bilang. Ibu saja kali yang kedengerannya kayak gitu.""Pak, aku serius. Kupingku ini masih jangkep, enggak bakalan salah denger!""Yaaaa, aku tadi 'kan cuman nebak. Ibu 'kan biasanya memang suka ke situ."Pak RT menjawab enteng, pura-pura tenang dan santai, seolah tidak ada yang terjadi. Mendengar jawaban suami yang seperti itu, Bu RT hanya bisa manyun satu meter. Wanita bertubuh subur itu, berlalu meninggalkan suaminya yang senyum-senyum sendiri.'Aku mau kirim pesan sama Dek Wulan. Pokoknya aku enggak bisa terima dia jalan sama si Beny itu!' bisik Pak RT dalam hati.Tangannya b