"Wulaaan???" ulang Bu RT dengan gigi yang berbunyi gemertak. Semakin membuat Pak RT salah tingkah dan kelimpungan.
"Modyarrrr!" bisik Pak RT. "Bagaimana bisa aku kelepasan omong. Kenapa aku harus bilang rumahnya Wulan?" Masih berbisik.
"Dari ... mana Bapak bisa tahu aku cariin Bapak di rumah janda gatel itu?"
"Ehhh, perasaan aku tadi enggak bilang. Ibu saja kali yang kedengerannya kayak gitu."
"Pak, aku serius. Kupingku ini masih jangkep, enggak bakalan salah denger!"
"Yaaaa, aku tadi 'kan cuman nebak. Ibu 'kan biasanya memang suka ke situ."
Pak RT menjawab enteng, pura-pura tenang dan santai, seolah tidak ada yang terjadi. Mendengar jawaban suami yang seperti itu, Bu RT hanya bisa manyun satu meter. Wanita bertubuh subur itu, berlalu meninggalkan suaminya yang senyum-senyum sendiri.
'Aku mau kirim pesan sama Dek Wulan. Pokoknya aku enggak bisa terima dia jalan sama si Beny itu!' bisik Pak RT dalam hati.
Tangannya b
Joko Irawan, sosok lelaki dengan perawakan tubuh sedang. Perkiraan tinggi 170 senti meter. Ditambah paras manis khas wajah lelaki Jawa. Pernikahannya telah berlangsung lima tahun dan belum dikaruniai seorang anak.Kehidupan rumah tangga dengan segala problematika mulai dia jalani. Termasuk urusan ranjang.“Apakah kehidupan pernikahan itu hanya bertolak ukur dari ranjang?”Dia hanya mengangkat kedua pundaknya. Saat sebuah pertanyaan terlontar dari kawan wanita sekantornya.“Serius ini pertanyaanku? Apa kalian para kaum lelaki, hanya memikirkan pernikahan dari urusan ranjang?” Kembali pertanyaan itu terlontar._oOo__Surabaya,2010_Sore itu Joko Irawan diajak beberapa teman kantor untuk sekedar mencari hawa segar ala kota Surabaya. Sepakat mereka melaju ke arah jalan beraspal yang tidak seberapa lebar menuju gang yang terkenal sebagai salah satu tempat prostitusi terbesar di
“Aku akan buat Mas Joko ketagihan mencari aku!” bisiknya lirih. Membuat dada Joko semakin berdebar-debar. “Itu kamarku, Mas! Aku jamin Mas akan ketagihan. Layanan aku sangat memuaskan.” Suaranya membuat merinding. Hingga tengkuk Joko bulu kuduknya berdiri.‘Aku kok jadi kayak lihat setan?’ bisik Joko dalam hati.Kini mereka berdua sudah berada dalam sebuah kamar, yang tak begitu luas. Bernuansa putih dengan aroma terapi melati yang wangi. Hembusan angin AC semakin menambah suasana kamar ini nyaman.Terdengar suara pintu yang ditutup perlahan.Klek!Terlihat wanita ini sedang merapikan sprai berwarna putih yang tersingkap. Joko merasakan dadanya yang sesak. Seperti sulit untuk bernapas. Dia sampai menghela napasnya berkali-kali. Hanya untuk sekedar mendapatkan tambahan oksigen.“Kamu baik-baik aja ‘kan Mas,” ucap wanita itu manja. Lalu dia mengu
“Mbak, apa ada pakaian dalam satu set. Yang bagian atasnya itu bolong, bagian cupnya. Hanya ada kain tipis nerawang. Terus bagian celananya itu cuman tali, sama mutiara gitu Mbak. Apa ada?” Suara Joko terdengar berbisik. “A-apa Pak?” “Waduhhh kamu ini. Bikin aku harus ngulang lagi kalimatnya.” Penjaga toko itu ingin tertawa akan tetapi dia tahan. Dua orang temannya pun terkikik. Semakin membuat Joko garuk-garuk kepala. “Ya itu tadi lho. Pokoknya pakaian dalam. Bagian bra sma celananya kayak kurang bahan, Mbak,” bisik Joko. “A-ada kok Pak. Banyak model lagi. Tunggu sebentar ya!” Tiba-tiba dari arah dalam, seorang wanita menyahutinya. “Ohhh, banyak model?” tanya Joko berbinar. “Benar, Pak. “ Wanita itu pergi ke arah dalam. Pandangan Joko berpendar. Dia berharap tak ada pembeli lagi selain dia. Tak lama dia menunggu, penjaga toko sudah membawa beberapa model pakaian dalam yang diminta.
Teriakan Ana membuat Joko ingin segera menyelesaikan mandinya. Buru-buru dia keluar kamar mandi dengan melilitkan handuk di pinggang.“Ada apa, Ana?” Dia menyembul dari balik pintu.“Ini opo toh, Mas? Pakaian apa ini? Kok modelnya enggak genah blas (wajar)!” ucap Ana langsung melempar G-string ke atas kasur. Senyum manisnya berubah menjadi masam. “Kalau mau kasih hadiah itu yang keren lah, Mas. Jangan pakaian kok cuman tali thok! Kayak gitu. Mana aku paham juga makainya.”“Sabar dulu, Sayang. Biar Mas jelaskan ya?”Dengan tubuh yang masih basah dan hanya memakai handuk. Joko mengambil lagi pakaian dalam itu. Dia meraih tangan Ana.“Perhatikan dulu ya. Yang ini buat bagian atas ... dan yang ini buat bagian bawah.”“Jadi maksudnya ini itu BH dan ini CD?”Joko mengangguk berulang-ulang.“Mas … Mas! Coba kamu perhatikan lagi deh. Mosok yo aku pakai
Keesokan hari di kantor. Joko berjalan dengan langkah yang tegap penuh percaya diri. Wajahnya terlihat segar dan ceria. Berbeda dengan Yono serta temannya yang lain. Mereka tampak kesal dan bersungut-sungut.Baru saja Joko meletakkan tas laptop di meja. Yono berjalan menghampiri.“Jiancuk i kon!" (Bahasa pertemanan Surabaya). Yono langsung misuh begitu melihat Joko. Dari raut wajahnya terlihat dia sangat geram.“Hei, masih pagi kok teriak salam pramuka yo,” sahut Nindy.“Minggat enggak katek ngomong kon? (Kamu pergi kok tidak bilang?)” imbuh Yono sangat kesal yang langsung disambut tawa oleh Joko.“Males karo setan! Rai-mu sampe koyok Dolly, Yon!" (Males dengan setan! Wajahmu sampai seperti Dolly!). Ucapan Joko langsung disambut riuh teman-teman satu kantor.Hingga ponsel Joko berbunyi . Segera dia merogoh ponsel yang terletak di saku celana. Tertera nama ANA
“Jawaaaab!!!”Matanya melotot mengarah pada sang suami. Suara Bu RT terdengar sangat kencang. Membuat Joko jadi gemetaran.“Wahhh, mereka kayaknya lagi baku hantam. Ada permasalahan apa ini?” tanya Joko cemas. “Apa perlu aku panggilkan Pak Wakil ya?”Tiba-tiba, terdengar derap langkah kaki yang berlari ke arahnya.Bruaaakkk!Pintu terbuka dengan kasar. Pak RT berlari kencang menghindari pukulan Bu RT yang membawa wajan dan panci.“Sini, Pak!”Joko yang berada di balik pintu. Mengerang kesakitan. Kepalanya terbentur keras daun pintu. Dengan tertatih dan meringis. Dia keluar, menampakkan diri.“Assalamualaikum, Pak RT!” Suara Joko terdengar parau berasa ingin minum. Entah kenapa tiba-tiba saja, tenggorokannya kering.Sontak suara salam yang diucapkan Joko, membuat keduanya menoleh.“Waalaikumsalam!” Sahut mereka berdua serempak.
Spontan kedua tangan pak RT melambai. Seakan ada perkataan Joko yang salah. Lalu pak RTmenarik lengan Joko agar mendekat. Dia berbisik,“Enggak usah bingung soal ukurannya. Belikan yang seukuran sama persis dengan istri Mas Joko!”“Haaaa? Ta-tapi … ‘kan—“Joko melotot ke arah Pak RT yang masih senyum-senyum.“Soal uang nanti biar aku transfer, Mas.”“Tu-tunggu dulu, Pak! Kok, bisa ukurannya jadi kayak punya istri saya?”“Memang ukurannya segitu, Mas Joko.” Sembari menunjuk G-string milik Ana. Yang dipegang Joko. Dia mengernyit. Mencoba menebak apa yang sebenarnya tengah terjadi?‘Sebenarnya Pak RT membelikan kado untuk siapa? Enggak mungkin kalau untuk Bu RT.’“Sudah ya, Mas Joko. Belikan warna merah sama hitam atau putih. Belikan dua yang seukuran sama. Nanti malam aku transfer. Matur sembah nuwun, Mas Joko.&rd
Seketika kalimat itu membuat Ana mengernyit. Tawanya langsung hilang dalam sekejap. Dia memikirkan sesuatu yang janggal. Dengan mata yang menyipit. “Apa yang kamu pikirkan?” Suara Joko terdengar sangat serius. “Aku mengendus aroma perselingkuhan, Mas!" "Ka-kamu serius?" Kali ini Joko sudah menarik kedua bahu Ana, agar melihat ke arah dirinya. "Dari mana kamu tahu?" "Hemmm, kan aku cuman nebak aja Mas." "Bayangin Ana. Aku ke toko itu aja malu setengah mati. Bagaimana bisa mau beliin punya Bu RT yang segede gaban?" "Hussst. Jangan menghina, Mas!" Belum sampai perbincangan mereka selesai. Terdengar pintu yang diketuk. "Sopo, Mas?" Joko hanya mengangkat bahu. Lalu bangkit dari duduknya. Saat membuka pintu. Seraut wajah sudah menyeringai lebar. "B-Bu ... RT?" "Iyo, Mas Joko. Mosok lupa sama tetangga sebelah. Lagian lihatnya jangan kayak begitu. Seperti lihat artis Bollywood," ucap Bu RT me