Seketika kalimat itu membuat Ana mengernyit. Tawanya langsung hilang dalam sekejap. Dia memikirkan sesuatu yang janggal. Dengan mata yang menyipit.
“Apa yang kamu pikirkan?” Suara Joko terdengar sangat serius.
“Aku mengendus aroma perselingkuhan, Mas!"
"Ka-kamu serius?" Kali ini Joko sudah menarik kedua bahu Ana, agar melihat ke arah dirinya. "Dari mana kamu tahu?"
"Hemmm, kan aku cuman nebak aja Mas."
"Bayangin Ana. Aku ke toko itu aja malu setengah mati. Bagaimana bisa mau beliin punya Bu RT yang segede gaban?"
"Hussst. Jangan menghina, Mas!"
Belum sampai perbincangan mereka selesai. Terdengar pintu yang diketuk.
"Sopo, Mas?"
Joko hanya mengangkat bahu. Lalu bangkit dari duduknya. Saat membuka pintu. Seraut wajah sudah menyeringai lebar.
"B-Bu ... RT?"
"Iyo, Mas Joko. Mosok lupa sama tetangga sebelah. Lagian lihatnya jangan kayak begitu. Seperti lihat artis Bollywood," ucap Bu RT me
"Apa ini Ana?" "Haaaaa?" Keduanya terperangah. Mereka saling berpandangan dengan bola mata melotot. Sontak Joko menarik lengan sang istri masuk ke kamar. "Eits! Tunggu dulu, Ana. Bawa itu bungkusannya ke dalam!" "I-iya, Mas." Setelah sampai kamar. Ana membentangkan sesuatu yang berada dalam bungkusan, di atas kasur. Membuat bola mata Joko semakin terbelalak. "I-ini ...?" Suaranya terdengar bergetar, parau. Ana hanya mengangguk dengan dahi yang mengernyit. "Ja-jadi, Bu RT mau pesan pakaian ini?" ulang Joko seolah tak percaya. "Iya, Mas. Katanya buat kejutan di perayaan kawin perak dia." "Hemmm. Lalu yang mau beli siapa?" tanya Joko melotot. "Yo, sampean lah Mas." "Semaput (Pingsan) aku, Ana." Joko langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur. "Mas ... Mas Joko!" "Aku nyerah aja, An. Bilang Bu RT, enggak ada barangnya." "Ehhh ... tapi, Mas?" Joko lan
"Anaaaaa! Aku kok jadi puyeng?"Terdengar derap langkah yang berlari kecil mengarah ruang tamu. Ana melihat sang suami yang tengah menyandarkan kepalanya. Dia mengernyitkan kening, dengan perasaan kacau."Mas Joko, enggak apa-apa?""Enggak apa-apa gimana sih, Ana. Wong Pak RT pesen juga G-string yang ukurannya sama kayak punya kamu. Lah, ini kan jadinya aneh. Angel wes angel!" (Angel = sulit)Ana masih terbengong saat Joko berusaha menjelaskan padanya."Kamu kok bengong gitu?""Yang bikin aku enggak paham. Itu kenapa jadi ukurannya punya aku, Mas. Berarti, Pak RT--"Mimik wajah Ana langsung berubah masam. Dengan bibir yang maju beberapa senti meter."Apalagi yang ada dalam pikiran kamu, An?""Berarti--"Kembali Ana terdiam tak melanjutkan kalimatnya. Kulit wajahnya merona kemerahan. Dia pun merasa jengah saat membayangkan apa yang dilakukan Pak RT pada perabotan bagian dalam tubuhnya."Ana! Berarti ap
"Ana! Sepulang dari ngantor kamu aku jemput buat beli G-string." "Nanti sore?" "Iya, Sayang." "Oke, Mas." Tampak Ana sibuk memasak di dapur. Dia pun segera menyiapkan kopi kesukaan sang suami. "Mas!" "Ehmmm." "Tadi pas belanja sayur. Mbak Wulan juga belanja." "Hemmm ...." "Kok hemmm ... hemmmm terus sih!" "Loh, aku kan nungguin kamu ngomong Sayang. Lanjutin sekarang." "Maaas!" Joko yang merasa terganggu dengan celoteh Ana. Langsung meletakkan ponselnya di atas meja. Dia mulai memperhatikan bibir Ana yang bergerak-gerak. "Mas, denger?" "Haaa? Ta-tadi kamu tanya apa?" "Ihhhh!" Spontan tangan Ana bergerak mencubit perut suaminya. "Aku ngomong enggak didengerin." "Sorry, kamu ngomong apa tadi?" "Mbak Wulan itu bilang. Ada jamu yang bisa bikin hidup. Emang apanya yang hidup sih Mas?" "Jamu buat cowok?" Ana menggeleng keras. "Bukaa
Tepat pukul setengah enam. Mobil Joko sudah berhenti di depan pintu pagar. Biasanya Ana selalu menunggu Joko di terasa rumah. Tidak kali ini. Dia tak terlihat batang hidungnya."Assalamualaikum!" teriak Joko."Waalaikumsalam. Masuk, Mas.""Kok enggak nungguin aku di depan?""Aku masih dandan, Mas. Katanya mau di ajak shopping?""Iya. Cuman enggak perlu menor kayak gitu dandannya.""Ishhh! Pengen kayak Mbak Wulan yang selalu kelihatan cantik, Mas. Wong bangun tidur aja cantik banget."Joko pun tak berani mendebat sang istri. Setengah jam kemudian. Setelah Joko selesai mandi dan berganti pakaian santai. Mereka bersiap hendak pergi."Ana, contuh ukuran Bu RT jangan lupa!""Siap, Mas. Udah aku siapin kok.""Kamu tadi ngapain pakai chat ke Yono segala?""Yono? Mas Yono teman kantor?""Iya. Ngapain? Jangan coba-coba main api loh ya. Apa lagi sama teman kantorku!""Maksud Mas Joko ini apaan sih
Penjaga toko itu tampak mempraktekkan cara memakainya.Tiba-tiba Joko mendekati Ana. Seraya berbisik,"Seng ditutupi opo e, Ana? (Yang ditutupi apanya Ana?) Kalau cuman tali aja.""Husssst!"Lalu Ana mengambil dengan warna yang sama persis, hitam dan merah."Ini aja, Mbak. Ukurannya sudah sama 'kan Mbak?""Iya, Mbak. Sama persis bagian atas dan bawah.""Sekalian saya minta tolong dibungkus dengan kertas kado ya. Jadi tiga bungkus ya!""Ohhh, Baik. Cuman kebetulan kertas kadonya habis. Cuman ada satu motif saja warna biru muda, gimana Mbak?""Ehmmmm, enggak apa-apa deh. Enggak bakalan ketuker juga."Setelah selesai, mereka segera menuju perkiran mobil."Mau kasihkan kapan, An?""Besok aja, Mas. Biar Mbok Lasmi yang kasih .""Tapi, awas ketuker aja. Bisa berabe, Sayang.""Iya, Mas Joko. Sekarang mampir makan dulu ya?""Boleh. Ngomong-ngomong, yang satu punya siapa?"Ana hanya cengar
Setelah mengintip sang istri yang sudah pergi. Pak RT segera keluar rumah, dengan membawa kado yang dimasukkan ke dalam tas plastik hitam. Tanpa sepengetahuan Pak RT, Mbok Lasmi terus memperhatikannya. "Mau ke mana Pak RT itu?" bisik Mbok Lasmi kepo. "Siapa, Mbok?" Tiba-tiba Ana sudah berdiri belakang Mbok Lasmi. Sontak wanita itu menoleh ke belakang. "Ehhh, Mbak Ana." "Mbok tadi lihat siapa?" "Pak RT, Mbak." "Hemmm???" Dahi Ana berkerut keras. "Pak RT?" "Iya, Mbak Ana. Pak RT sebelah." "Memang kenapa dengan Pak RT, Mbok?" Mbok Lasmi langsung mengajak Ana untuk duduk di teras depan rumah. Sembari dia membersihkan keranjang sampah. "Tadi, Pak RT bawa bungkusan tas kresek hitam Mbak." "Terus Mbok Lasmi kok kepo sih?" "Yo, enggak. Heheheee." Tak berapa lama. Terdengar suara sandal yang beradu dengan aspal. "Tuh ... tuh, Mbak. Pak RT sudah pulang."
"Hussst! Pak RT!" Terdengar suara wanita yang berbisik memanggil dirinya. Seketika dia berjalan keluar menuju halaman. "Ada apa, Sayang?" Tanpa bersuara. Lalu, sang wanita mengambil sesuatu dalam sebuah bungkusan. Dan membentangkan di depan dada. Seraya menggoyangkan benda itu dan tersenyum menggoda. "Haaaaa?" Mulut Pak RT terbuka lebar. "Bagaimana bisa?" Masih tanpa suara. Dari atas lantai dua. Wulan mengangkat kedua tangan. Tanda dia pun tak mengerti. Lalu, Wulan memasukkan kepalanya ke salah satu lubang yang ada di bagian bra. Dan kembali memperlihatkan pada Pak RT. Sembari tersenyum lebar sesekali terkikik. "Mati, aku! Kok bisa jadi ukurannya Jenny?" Suaranya lirih hampir tak terdengar. Pada detik yang bersamaan. Di dalam kamar. Bu RT tergesa-gesa membuka bungkusan yang diberikan Mbok Lasmi. Raut wajahnya terlihat senang. Dengan bola mata yang berbinar terang, ceria. "Kok? Jadi beda ukurannya sih? Ini mana cukup? Gima
Sontak Wulan yang melihat Bu RT sudah berdiri di belakang Pak RT. Langsung kabur masuk rumah. Sedangkan Tito, tertangkap basah. Dia berbalik perlahan. "Dasar Kamu, Pak! Sudah tua kok tambah gragas (rakus). Enggak bisa lihat cewek bohay dikit. Opo aku ini kurang bohay dan seksi ... haaahhh?" "Aaaa ... iiii ... uuu!" "Jangan bilang a, i, u! Sekarang jawab! Kenapa kok bisa si janda gatel itu punya G-string aku?" "Haaaa??? Itu punya Ibu?" "Kenapa kok mendelik gitu? Ngaku aja Pak! Kok bisa-bisanya itu janda gatel punya G-string aku?!" sentak Bu RT garang dan nyaring. Membuat Pak RT benar-benar bungkam sejuta bahasa. 'Wahhh, gawat ini! Bisa makin runyam kalau Jenny udah marah begini. Bisa-bisa Wulan dia samperin. Matek aku, Jum!' "Kenapa Bapak diam? Mikir keras ya? Bagaimana caranya biar bisa berkelit?" "Bu-bukan begitu, Bu. Aku itu sedikit bingung. Ibu main tuduh aku aja toh. Kenapa sih Bu? Aku ini enggak ada main s