Penjaga toko itu tampak mempraktekkan cara memakainya.Tiba-tiba Joko mendekati Ana. Seraya berbisik,
"Seng ditutupi opo e, Ana? (Yang ditutupi apanya Ana?) Kalau cuman tali aja."
"Husssst!"
Lalu Ana mengambil dengan warna yang sama persis, hitam dan merah.
"Ini aja, Mbak. Ukurannya sudah sama 'kan Mbak?"
"Iya, Mbak. Sama persis bagian atas dan bawah."
"Sekalian saya minta tolong dibungkus dengan kertas kado ya. Jadi tiga bungkus ya!"
"Ohhh, Baik. Cuman kebetulan kertas kadonya habis. Cuman ada satu motif saja warna biru muda, gimana Mbak?"
"Ehmmmm, enggak apa-apa deh. Enggak bakalan ketuker juga."
Setelah selesai, mereka segera menuju perkiran mobil.
"Mau kasihkan kapan, An?"
"Besok aja, Mas. Biar Mbok Lasmi yang kasih ."
"Tapi, awas ketuker aja. Bisa berabe, Sayang."
"Iya, Mas Joko. Sekarang mampir makan dulu ya?"
"Boleh. Ngomong-ngomong, yang satu punya siapa?"
Ana hanya cengar
Setelah mengintip sang istri yang sudah pergi. Pak RT segera keluar rumah, dengan membawa kado yang dimasukkan ke dalam tas plastik hitam. Tanpa sepengetahuan Pak RT, Mbok Lasmi terus memperhatikannya. "Mau ke mana Pak RT itu?" bisik Mbok Lasmi kepo. "Siapa, Mbok?" Tiba-tiba Ana sudah berdiri belakang Mbok Lasmi. Sontak wanita itu menoleh ke belakang. "Ehhh, Mbak Ana." "Mbok tadi lihat siapa?" "Pak RT, Mbak." "Hemmm???" Dahi Ana berkerut keras. "Pak RT?" "Iya, Mbak Ana. Pak RT sebelah." "Memang kenapa dengan Pak RT, Mbok?" Mbok Lasmi langsung mengajak Ana untuk duduk di teras depan rumah. Sembari dia membersihkan keranjang sampah. "Tadi, Pak RT bawa bungkusan tas kresek hitam Mbak." "Terus Mbok Lasmi kok kepo sih?" "Yo, enggak. Heheheee." Tak berapa lama. Terdengar suara sandal yang beradu dengan aspal. "Tuh ... tuh, Mbak. Pak RT sudah pulang."
"Hussst! Pak RT!" Terdengar suara wanita yang berbisik memanggil dirinya. Seketika dia berjalan keluar menuju halaman. "Ada apa, Sayang?" Tanpa bersuara. Lalu, sang wanita mengambil sesuatu dalam sebuah bungkusan. Dan membentangkan di depan dada. Seraya menggoyangkan benda itu dan tersenyum menggoda. "Haaaaa?" Mulut Pak RT terbuka lebar. "Bagaimana bisa?" Masih tanpa suara. Dari atas lantai dua. Wulan mengangkat kedua tangan. Tanda dia pun tak mengerti. Lalu, Wulan memasukkan kepalanya ke salah satu lubang yang ada di bagian bra. Dan kembali memperlihatkan pada Pak RT. Sembari tersenyum lebar sesekali terkikik. "Mati, aku! Kok bisa jadi ukurannya Jenny?" Suaranya lirih hampir tak terdengar. Pada detik yang bersamaan. Di dalam kamar. Bu RT tergesa-gesa membuka bungkusan yang diberikan Mbok Lasmi. Raut wajahnya terlihat senang. Dengan bola mata yang berbinar terang, ceria. "Kok? Jadi beda ukurannya sih? Ini mana cukup? Gima
Sontak Wulan yang melihat Bu RT sudah berdiri di belakang Pak RT. Langsung kabur masuk rumah. Sedangkan Tito, tertangkap basah. Dia berbalik perlahan. "Dasar Kamu, Pak! Sudah tua kok tambah gragas (rakus). Enggak bisa lihat cewek bohay dikit. Opo aku ini kurang bohay dan seksi ... haaahhh?" "Aaaa ... iiii ... uuu!" "Jangan bilang a, i, u! Sekarang jawab! Kenapa kok bisa si janda gatel itu punya G-string aku?" "Haaaa??? Itu punya Ibu?" "Kenapa kok mendelik gitu? Ngaku aja Pak! Kok bisa-bisanya itu janda gatel punya G-string aku?!" sentak Bu RT garang dan nyaring. Membuat Pak RT benar-benar bungkam sejuta bahasa. 'Wahhh, gawat ini! Bisa makin runyam kalau Jenny udah marah begini. Bisa-bisa Wulan dia samperin. Matek aku, Jum!' "Kenapa Bapak diam? Mikir keras ya? Bagaimana caranya biar bisa berkelit?" "Bu-bukan begitu, Bu. Aku itu sedikit bingung. Ibu main tuduh aku aja toh. Kenapa sih Bu? Aku ini enggak ada main s
"Apa itu yang Bapak beli?"Tampak Tito mulai kelimpungan. Dia terlihat tidak tenang. Sampai tak berani menatap manik mata istrinya. Dia pun tak berani melihat G-string yang berada di lantai. Tak jauh darinya."Sekarang jawab aku, Pak! Ini, G-string siapa?""A-aku ... j-juga enggak tau, Bu.""Jangan mengelak. Jawab aja sekarang!" Dengan suara yang landai. Bu RT mengarahkan pandangannya mengamati tingkah polah sang suami. Yang terlihat kelimpungan. Seperti sedang berpikir keras."Mikir untuk bohong sama aku?""E-enggak, kok."Kemudian, Bu RT berusaha untuk berjongkok. Walau dirinya cukup kesulitan. Dan, kini dia telah berhadapan dengan Pak RT yang masih duduk di lantai."Sekarang jawab dengan jujur! G-string siapa ini, Sayang?"Sengaja Bu RT berlembut-lembut pada Tito, suaminya. Sesekali dia mengusap pipi dengan senyum lebar. Lalu, menarik pelan kumis yang tebal hampir menutupi bibir atasnya."Jawa
Tak lama menunggu. Bu RT langsung menarik lengan sang suami masuk kamar. Dengan beringas dan ganas. Dia mendorong tubuh Pak RT hingga terlentang di atas kasur. "Bapak, harus lihat aku memakainya!" Dan, alhasil .... Pak RT melongo melihat sang istri. "Ibu!" "Kenapa? Opo Bapak kaget?" "Yo pastinya aku kaget." "Aku terlihat seksi kan?" Tak ada komentar atau tanggapan yang lain. Tito masih terkesiap. Apalagi Jenny saat berputar di hadapannya. Sembari menggoyang tubuhnya bagian atas. Dan tersenyum lebar seraya menggoda. "Gimana Pak? Makin seksi toh?" Pak RT hanya berani manggut-manggut tanpa bersuara. "Yang pasti punyaku jauh lebih gede toh Pak?" Kembali Tito mengangguk. Dia tak ingin ajian jurus sejuta bayangan. Bersarang di tubuhnya lagi. "Bapak kok malah ngelamun?!" sentak Bu RT. "A-aku ...." Belum sempat dia melanjutkan kalimatnya. Bu RT langsung mneyambar omongan y
"Ya, udah. Kalau kamu enggak paham. Yang jelas Pak RT sama Mbak Wulan ada uwu-uwu,' ucapnya sembari pergi meninggalkan Tami yang melongo. "Pak RT ada hubungan sama Mbak Wulan? Wahhh, bener-bener gosip hot dan terbaru. Mau japri Bu Wakil aja ahhh." Tak lama setelah kirim pesan WA. Ada panggilan masuk dari Bu Wakil RT. "Serius? Pak RT sama Mbak Wulan? Si janda genit itu?" "Iya, Bu Wakil." "Tau dari mana?" "Dari ratu kepo." "Mbok Lasmi?" "Iya, dijamin update dan benar." Hanya dalam waktu singkat. Kasak kusuk tentang hubungan Pak RT dan Wulan tersebar melalui pesan WA, antar warga. Tak hanya pada ibu-ibu saja. Pesan berantai itu akhirnya sampai juga pada pesan WA di ponsel Joko. Ting! {Mas Bro, ada gossip hot!} "Apa lagi nih Mas Wakil RT?" {Gossip apa, Mas?} Tiba-tiba ponselnya berdering. "Hallo, lagi di mana Mas Joko?" "Ehhh, Mas Beny? Sampe tel
Sekilas Joko memperhatikan panggilan dari nomer yang tak tampak. Sepertinya nomer sengaja disembunyikan dari penelepon. Kening Joko sampai mengernyit. Hendak dia abaikan tapi ponselnya terus berbunyi. "Hallo!" "Mas ... Joko ya?" Terdengar suara yang begitu lembut nan syahdu. "I-iya. I-ini siapa?" Joko mendengarkan suara merdu itu dengan seksama. Sembari dia mencoba mengingat-ingat semua teman-temannya. Baik rekan kerja atau pun alumni sekolah dan kuliah. Namun, tetap saja Joko tak berhasil menemukan suara siapa ini? "Mas Joko, lupa ya?" Suara wanita itu terdengar menggoda penuh desahan. Membuat jakun Joko naik turun. Sesekali dia meneguk salivanya. Hanya sekedar membasahi tenggorokkan yang tiba-tiba kering. "I-iya, Mbak. Aku lupa. Siapa ya?" "Ihhh, masa lupa Mas?" "Apa teman aku SMP? Atau SMA?" "Hemmmm ... Mas Joko tebak aja deh. Besok bisa ketemuan enggak?" "Besok? Di
"Ehhh ... au au au au au," jawab wanita cantik itu pada Yono. Yang seolah bisa mengerti bahasanya.Sontak Joko menarik bajunya dari arah belakang. Lalu, berbisik, "Dia bisu?""Iya. Emangnya kenapa?""Kebacut! Keterlaluan kamu Yon. Masa sih sewa yang bisu. Mending kasih duit trus suruh pulang!" bisik Joko protes."Kamu belum tau, dia di ranjang bagaimana.""Memangnya bagaimana?""Ya, kamu coba aja!" celetuk Yono santai. "Mau enggak?""Enggak!"Lantas Joko mengusir mereka berdua pergi dari kamarnya. Terdengar gelak Joko yang terkekeh mengingat kejadian itu."Emang kamu nih, benar-benar edan, Yon."Tepat pukul sembilan malam. Mobil Joko memasuki gerbang komplek kawasan rumahnya. Beberapa bapak-bapak yang ngumpul melambaikan tangan. Joko menurunkan jendela mobil dan mengangguk pada mereka."Mas Joko!"Ternyata Beny sudah nongkrong di pos keamanan."Nanti ke sini Mas. Ngobrolin yang tadi!" se