Share

KADO

“Jawaaaab!!!”

Matanya melotot mengarah pada sang suami. Suara Bu RT terdengar sangat kencang. Membuat Joko jadi gemetaran.

“Wahhh, mereka kayaknya lagi baku hantam. Ada permasalahan apa ini?” tanya Joko cemas. “Apa perlu aku panggilkan Pak Wakil ya?”

Tiba-tiba, terdengar derap langkah kaki yang berlari ke arahnya.

Bruaaakkk!

Pintu terbuka dengan kasar. Pak RT berlari kencang menghindari pukulan Bu RT yang membawa wajan dan panci.

“Sini, Pak!”

Joko yang berada di balik pintu. Mengerang kesakitan. Kepalanya terbentur keras daun pintu. Dengan tertatih dan meringis. Dia keluar, menampakkan diri.

 “Assalamualaikum, Pak RT!”  Suara Joko terdengar parau berasa ingin minum. Entah kenapa tiba-tiba saja, tenggorokannya kering.

Sontak suara salam yang diucapkan Joko, membuat keduanya menoleh.

“Waalaikumsalam!” Sahut mereka berdua serempak.

Tiba-tiba  ….

“Mas Joko!!!” teriak keduanya kencang.

Pandangan mereka tertuju tajam pada tetangga sebelah kanannya itu.

“Mas Joko ngapain di sini?” teriak Bu RT, keheranan.

“Maaf, Bu RT. Saya tadi mau ketuk pintu, kok tiba-tiba pintu dibanting keras. Lecet dahi saya ini.”

“Ohhh!” Bibir Bu RT membulat. “Maaf ya, Mas Joko.”

“Silakan duduk Mas Joko!” Pak RT langsung mempersilakan. Masih terdengar keras hembusan napas keduanya yang tersengal-sengal.

“Bapak sama Bu RT, lagi latihan apa sih?”

“Heee … enggak ada apa-apa kok, Mas Joko,” sahut Bu RT lemah lembut. “Ada acara apa ke sini?”

“Bu! Biar Mas Joko urusannya sama saya. Ibu diam saja!”

Tanpa menjawab, wanita itu cemberut dan wajahnya terlihat masam.

“Ada keperluan apa, Mas?”

“Mohon maaf sebelumnya, Pak, Bu. Saya ke sini cuman mau ambil pakaian dalam istri saya yang nyangkut di pohon belimbing rumah Pak RT.”

“Yang warnanya merah?” tanya mereka berdua spontan kompak.

Joko manggut-manggut, malu.

“Jadi BH yang cuman tali itu, punya Jeng Ana toh?” tanya Bu RT dengan suara kencang.

“Hussst! Bu, jangan kencang-kencang toh.”

“Iya, itu punya istri saya. Sama celananya juga.”

Buru-buru Bu RT masuk ke dalam rumah.

“Untung Mas Joko keburu datang. Kalau enggak, aku sudah babak belur.”

“Sekali lagi maaf, Pak.”

Tak lama berselang. Bu RT berjalan dari arah dalam sambil menenteng  G-string merah. Lalu dia  berdiri di ambang pintu dengan mengangkat cukup tinggi G-string milik Ana.

“Opo ini, Mas?”

“I-iya, Bu,” jawab Joko tertunduk.

“Oalaaa Mas, itu punya Jeng Ana toh?”  Bu RT langsung memberikannya pada Joko.

“Tiwas Pak RT ta seneni,  Mas Joko (Terlanjur pak RT saya marahi Mas Joko). Saya kira dia punya selingkuhan.”  Bu RT langsung mengelus tangan Pak RT mesra. “Soalnya Pak RT ini lho, kalau manggil janda genit itu, Dek! Kan yo wajar aku curiga.”

Joko tak berani memberikan tanggapan apa pun. Dia hanya cengar cengir dan tersenyum masam.

“Aku tadi sudah mencak-mencak lho Mas Joko. Kok yo berani dia beli pakaian dalam model nakal seperti itu,” ucap Bu RT, dengan mata yang  melotot ke arah Joko. Pak RT sendiri hanya senyam-senyum tak jelas.

“Tadinya saya sempat sumringah. Saya kira itu hadiah untuk pernikahan kami yang ke 25, Mas Joko. Eeeeh,  lah.  Kok modelnya seperti itu?  Terus mana muat sama saya, ‘kan?  Hehehee … iya toh Pak?” Tangannya mencolek pak RT yang cuman bisa diam mendengar celoteh sang istri.

“Kira-kira lho, apa Bapak mau aku pakai model begitu?” tanya Bu RT sambil mengerling.

“Opo enggak koyok lepet tah Bu sampean?  (Apa enggak seperti kue lepet kamu, Bu?)”  jawab Pak RT. Yang langsung disambut pukulan sang istri dilengan.

Sebelum mereka bertengkar lagi. Joko segera pamit pulang. Buru-buru dia meninggalkan mereka .

“Huuufhh! Akhirnya bisa aku dapatkan lagi milik Ana ini,” bisik Joko tersenyum.

Langkahnya bergerak cepat menuju pagar. Dia hanya ingin segera pulang. Takut akan terjadi lagi perang dunia. Hingga sebuah seruan membuat langkahnya terhenti.

“Mas Joko!”

Sosok Bu RT memanggil sembari berlari. Membuat seluruh bagian anggota tubuhnya bergoyang. Joko sampai melempar pandangan jauh, karena merasa risih.

“Ada apa, Bu?”

“Jawabnya jangan kenceng-kenceng yo, Mas.  Namanya pakaian tadi apa toh? Trus belinya dimana?”

Pertanyaan wanita ini, membuat Joko tak bisa berkata-kata. Sampai sebuah pukulan cukup keras mendarat di lengannya.

Buughhh!

“Mas Joko!” bisik Bu RT.

Sontak pukulan di lengannya, membuat Joko gelagapan.

“Jawab dong Mas Joko! Namanya tadi itu apa? Belinya di mana?” Kembali Bu RT memaksanya.

“Maaf, Bu. Saya enggak tau. Yang lebih tau Ana.”

“Ohhh, ya udah kalau gitu!”

Bu RT meninggalkan Joko pergi dan masuk rumah. Dia hanya bisa geleng-geleng kepala. Belum sampai langkah kakinya keluar dari pagar. Kembali terdengar sebuah suara yang memanggil.

“Mas Joko!”

Lelaki berkumis tebal itu sudah berada di belakang Joko.

“Mas Joko, pakaian dalam tadi kok bagus dan seksi gitu. Beli di mana sampean?”

Tampak Joko menggaruk lehernya yang tak gatal. Sambil cengar cengir. Dia pun kebingungan harus menjawab apa?

“Aku ini ingin beri kado spesial, Mas Joko. Tolong bantulah!”

“Kado buat hari spesial juga, Pak?” Sepertinya dia teringat apa yang tadi diucapkan oleh Bu RT. Tentang kado hari pernikahan ke 25.

“I-iya, Mas Joko,” sahut Pak RT terkekeh.

“Terus maksud Pak RT apa ya?”

Lelaki berkumis tebal itu, cengengesan. Lalu berbisik, “Boleh titip yang model sama kayak gitu, Mas Joko?”

“Waduuhhh! Mending Pak RT beli sendiri deh. Ukurannya kan saya enggak tau toh, Pak. Lagian warna dan modelnya macem-macem.”

“Maksud aku  biar surprise Mas Joko. Kalau aku yang beli nanti ketahuan.”

Sejenak Joko terdiam dan berpikir.

“Tapi, yang susah itu ukurannya, Pak. Apalagi untuk ukuran sebesar Bu RT, harus inden dulu.”

Spontan kedua tangan pak RT melambai, menolak. Seakan ada perkataan Joko yang salah. Lalu pak RT menarik lengan Joko agar mendekat. Dia berbisik,

“Enggak usah bingung soal ukurannya. Belikan yang seukuran sama persis dengan istri Mas Joko!”

“Haaaa? Ta-tapi  … ‘kan—“

_II_

Hemmm ... Pak RT?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status