Keesokan hari di kantor. Joko berjalan dengan langkah yang tegap penuh percaya diri. Wajahnya terlihat segar dan ceria. Berbeda dengan Yono serta temannya yang lain. Mereka tampak kesal dan bersungut-sungut.
Baru saja Joko meletakkan tas laptop di meja. Yono berjalan menghampiri.
“Jiancuk i kon!" (Bahasa pertemanan Surabaya). Yono langsung misuh begitu melihat Joko. Dari raut wajahnya terlihat dia sangat geram.
“Hei, masih pagi kok teriak salam pramuka yo,” sahut Nindy.
“Minggat enggak katek ngomong kon? (Kamu pergi kok tidak bilang?)” imbuh Yono sangat kesal yang langsung disambut tawa oleh Joko.
“Males karo setan! Rai-mu sampe koyok Dolly, Yon!" (Males dengan setan! Wajahmu sampai seperti Dolly!). Ucapan Joko langsung disambut riuh teman-teman satu kantor.
Hingga ponsel Joko berbunyi . Segera dia merogoh ponsel yang terletak di saku celana. Tertera nama ANA SAYANG.
“Ya, Sayang. Ada apa?”
Joko ke luar ruangan. Dia berjalan mondar mandir dengan berbisik. Beberpa teman kerja terus memperhatikan dan menguping.
“Mas Joko! Gawat nih, Mas.”
“A-ada apa, Ana?”
Tampak gurat kecemasan terpancar dari wajah Joko yang gelisah. Dia sangat takut telah terjadi apa-apa dengan sang istri.
“Ana, kamu tahan napas. Cerita terus terang sama Mas sekarang. Ada apa sebenarnya?”
“Ehhh … anu Mas.”
“Anu apa, Ana?”
Suara Joko sedikit meninggi. Dia sudah tak sabar lagi dengan apa yang terjadi pada sang istri. HIngga dia terus mendesak agar Ana mau cerita.
“Mas, pakaian dalam semalam. Apa namanya?”
“G-string!” Tanpa sadar Joko berteriak. Membuat beberapa teman kantor menoleh padanya. Dan tertawa terkikik.
“Iya, Mas. G stringnya terbang kebawa angin.”
Suara Ana terdengar berteriak.
“Apa?! Ya ampun Ana. Aku kira ada apa. Ya tinggal diambil ‘kan bisa, Sayang,” sahut Joko lirih.
“Maluuuu ….”
“Kok bisa malu? Emangnya kenapa?”
“G-stringnya nangkring di pohon belimbing, Mas. Belakang rumah Pak RT.”
“Haaah? Waduuuuhhh!” teriak Joko tertahan.
Tiba-tiba, Yono sudah berdiri di belakang Joko.
“Hei, ada yang pakai G-string nih.”
Kembali ruang kantor khusus para marketing kembali heboh.
“Hussst!” Nindy berjalan mendekati Joko yang terlihat memerah seperti kepiting rebus.
“Pak Joko, emangnya G-string itu apa?”
“Ahhh, kalian ini benar-benar mengganggu orang lagi telepon!” sentak Joko.
“Sama Ana ya Jok?! Tapi, Ana yang mana nih?” sahut Yono tak berhenti menggodanya. Tampak dia benar-benar kesal dengan ulah Joko yang semalam meninggalkannya.
Joko kali ini benar-benar keluar menuju parkiran.
“Maaf, Sayang. Tadi teman-teman rame sendiri. Gimana tadi?”
“Pokoknya nanti sore, Mas Joko yang ambil! Aku enggak mau!”
“Tapi, Ana?”
“Enggak ada kata tapi!”
Tut tut tut!
“Ahhh, sial. Kok bisa-bisanya itu pakaian nangkring di rumah Pak RT segala. Bisa malu lah aku kalau memintanya. Pasti Pak RT interogasi aku.”
Delapan jam berlalu ….
Dalam perjalanan pulang ke rumah. Joko teringat akan pesan Ana.
“Mengambil G-stringnya di rumah Pak RT? Busyeeet, kenapa juga si angin naruhnya di rumah Pak RT? Aku bisa jadi perbincangan Bapak-Bapak di balai RT nih.”
Joko garuk-garuk kepalanya yang tak terasa gatal.
Ting!
Sebuah pesan masuk.
{Sayang, jangan mampir ke mana-mana lho ya!}
Kembali Ana mengirim pesan. Membuat Joko terus menggelengkan kepalanya.
Tak lama kemudian. Mobil Joko sudah berhenti di depan pagar rumah. Sekilas dia melirik ke arah rumah pak RT yang pintu pagarnya sedikit terbuka.
“Haaahhh!”
Joko menghembuskan napas panjang. Dari dalam mobil dia melihat Ana yang sudah duduk cantik menunggunya di teras depan. Lalu senyum manis mengembang lebar. Terasa legit di bibir.
Begitu melihat sang suami yang datang. Ana berlari kecil menyambut. Dengan sigap dia menenteng tas kerja Joko. Dan menggiring sang suami untuk duduk dan melepaskan sepatunya.
“Mumpung Pak RT dan Bu RT ada di rumah Mas,” bisiknya manja.
“Oh!” Hanya dua huruf itu yang keluar dari bibir Joko.
“ Kok cuman oh?”
“Ya, oh aja.”
Tak ambil pusing. Ana langsung menarik lengan suaminya. Dia pun menyiapkan sandal jepit untuk dipakai Joko.
“Ayo, Mas! Aku antar ke depan!” Ana setengah memaksa Joko yang terlihat enggan.
“Biarin aja deh, Sayang. Besok aku belikan lagi.”
“Ehhh, itu masih baru kok. Enggak mau! Ambilkan sekarang!”
Dengan langkah berat. Pada akhirnya Joko menuruti kemauan sang istri. Dia berpikir keras bagaimana cara yang asyik dan bahasa yang pantas untuk meminta G string Ana.
‘Sialan tuh angin, main samber pakaian dalam Ana. Apa mungkin si angin pingin pakai juga? ‘ Pikiran Joko melayang.
“Mas, jangan malah melamun!” gertak Ana.
“Iya … iya. Aku ke sana sekarang.”
Ana pun mengantar hanya sampai sebatas pagar. Dia bersembunyi di balik tembok rumahnya. Saat Joko memasuki halaman rumah. Terdengar suara gaduh. Tak hanya itu saja. Seperti suara alat dapur yang dibanting ke lantai.
“Kayak ada perang ini. Apa mereka lagi bertengkar?”
Sejenak Joko terdiam terpaku. Dia berjalan perlahan. Memperhatikan dari arah jendela. Yang kordennya tersingkap.
“Wahhh, kayaknya memang benar mereka lagi bertengkar.”
“Hussst!”
Joko menoleh ke arah sang istri. Dia membulatkan kepalan tangannya. Lalu digerakkan seperti sedang mengetuk pintu.
“Iya, sabaaar!”
Joko yang penasaran. Akhirnya memberanikan diri mengintip dan menguping kegaduhan di dalam rumah pak RT.
Praaaang!
Kembali terdengar sesuatu yang dibanting ke lantai lagi.
“Bu! Apa mau kamu hancurkan semua barang-barang di dapur?”
“Iya! Memangnya Bapak mau apa?”
“Sudahlah, Bu! Aku ini bilang jujur. Aku enggak tau itu pakaian dalam siapa. Lagian jatuh sama hangernya ‘kan?”
Wanita bertubuh subur itu. Terdiam sejenak. Tarikan napasnya tersengal-sengal, seraya menahan emosi yang memuncak.
“Memangnya kenapa kalau jatuh sama hangernya?”
“Yo, coba kamu perhatikan lagi. Opo itu hanger kita toh?”
Bu RT merasa apa yang dikatakan sang suami ada benarnya. Wanita itu memperhatikan dengan seksama.
“Kayak e bukan punya kita. Tapi, bisa saja Bapak beli sama hangernya toh?”
“Lagian, aku beli buat siapa toh Bu?”
“Yo, aku juga enggak tahu. Tapi ….”
Bu RT terdiam. Saat jemari tangannya membentangkan bagian atas pakaian itu. Dia terbelalak dengan mulut terbuka lebar.
“Bapaaak … lihat model BH ini!”
“Ya aku sudah lihat dari tadi, Bu.”
“Bapak juga sudah lihat bagian celananya juga?”
Lelaki paruh baya berkumis tebal itu mengangguk.
Buuugh!
Bu RT memukul cukup keras lengan suaminya.
“Ngapain kok lihat-lihat pakaian dalam orang lain?”
“Loh, ‘kan salah lagi. Aku itu cuman penasaran toh, Bu. Gimana cara pakainya?”
“Menurut Bapak ini punya siapa?”
“Ya, tetangga kita ada yang di kiri, kanan sama belakang. Ibu malah lebih tau.”
Kemudian Bu RT kembali memperhatikan pakaian yang terlihat aneh dan lucu di matanya. Lalu dia seperti teringat seseorang.
“Bapak, yang tinggal di belakang rumah kita siapa?”
“Loh, kok Ibu lupa!”
“Lah, iya. Siapa?”
“Dek Wulan,” bisik Pak RT lirih.
Sontak mendengar jawaban sang suami. Kembali pukulan mendarat di lengan Pak RT.
Bughhh!
“Aduuuuhhh … kamu ini kenapa toh Bu? Apa lagi kerasukan jin Tomang?”
“Kenapa itu manggil janda genit dengan sebutan Dek? Kenapa, Pak?”
“Jawaaaab!!!”
_II_
“Jawaaaab!!!”Matanya melotot mengarah pada sang suami. Suara Bu RT terdengar sangat kencang. Membuat Joko jadi gemetaran.“Wahhh, mereka kayaknya lagi baku hantam. Ada permasalahan apa ini?” tanya Joko cemas. “Apa perlu aku panggilkan Pak Wakil ya?”Tiba-tiba, terdengar derap langkah kaki yang berlari ke arahnya.Bruaaakkk!Pintu terbuka dengan kasar. Pak RT berlari kencang menghindari pukulan Bu RT yang membawa wajan dan panci.“Sini, Pak!”Joko yang berada di balik pintu. Mengerang kesakitan. Kepalanya terbentur keras daun pintu. Dengan tertatih dan meringis. Dia keluar, menampakkan diri.“Assalamualaikum, Pak RT!” Suara Joko terdengar parau berasa ingin minum. Entah kenapa tiba-tiba saja, tenggorokannya kering.Sontak suara salam yang diucapkan Joko, membuat keduanya menoleh.“Waalaikumsalam!” Sahut mereka berdua serempak.
Spontan kedua tangan pak RT melambai. Seakan ada perkataan Joko yang salah. Lalu pak RTmenarik lengan Joko agar mendekat. Dia berbisik,“Enggak usah bingung soal ukurannya. Belikan yang seukuran sama persis dengan istri Mas Joko!”“Haaaa? Ta-tapi … ‘kan—“Joko melotot ke arah Pak RT yang masih senyum-senyum.“Soal uang nanti biar aku transfer, Mas.”“Tu-tunggu dulu, Pak! Kok, bisa ukurannya jadi kayak punya istri saya?”“Memang ukurannya segitu, Mas Joko.” Sembari menunjuk G-string milik Ana. Yang dipegang Joko. Dia mengernyit. Mencoba menebak apa yang sebenarnya tengah terjadi?‘Sebenarnya Pak RT membelikan kado untuk siapa? Enggak mungkin kalau untuk Bu RT.’“Sudah ya, Mas Joko. Belikan warna merah sama hitam atau putih. Belikan dua yang seukuran sama. Nanti malam aku transfer. Matur sembah nuwun, Mas Joko.&rd
Seketika kalimat itu membuat Ana mengernyit. Tawanya langsung hilang dalam sekejap. Dia memikirkan sesuatu yang janggal. Dengan mata yang menyipit. “Apa yang kamu pikirkan?” Suara Joko terdengar sangat serius. “Aku mengendus aroma perselingkuhan, Mas!" "Ka-kamu serius?" Kali ini Joko sudah menarik kedua bahu Ana, agar melihat ke arah dirinya. "Dari mana kamu tahu?" "Hemmm, kan aku cuman nebak aja Mas." "Bayangin Ana. Aku ke toko itu aja malu setengah mati. Bagaimana bisa mau beliin punya Bu RT yang segede gaban?" "Hussst. Jangan menghina, Mas!" Belum sampai perbincangan mereka selesai. Terdengar pintu yang diketuk. "Sopo, Mas?" Joko hanya mengangkat bahu. Lalu bangkit dari duduknya. Saat membuka pintu. Seraut wajah sudah menyeringai lebar. "B-Bu ... RT?" "Iyo, Mas Joko. Mosok lupa sama tetangga sebelah. Lagian lihatnya jangan kayak begitu. Seperti lihat artis Bollywood," ucap Bu RT me
"Apa ini Ana?" "Haaaaa?" Keduanya terperangah. Mereka saling berpandangan dengan bola mata melotot. Sontak Joko menarik lengan sang istri masuk ke kamar. "Eits! Tunggu dulu, Ana. Bawa itu bungkusannya ke dalam!" "I-iya, Mas." Setelah sampai kamar. Ana membentangkan sesuatu yang berada dalam bungkusan, di atas kasur. Membuat bola mata Joko semakin terbelalak. "I-ini ...?" Suaranya terdengar bergetar, parau. Ana hanya mengangguk dengan dahi yang mengernyit. "Ja-jadi, Bu RT mau pesan pakaian ini?" ulang Joko seolah tak percaya. "Iya, Mas. Katanya buat kejutan di perayaan kawin perak dia." "Hemmm. Lalu yang mau beli siapa?" tanya Joko melotot. "Yo, sampean lah Mas." "Semaput (Pingsan) aku, Ana." Joko langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur. "Mas ... Mas Joko!" "Aku nyerah aja, An. Bilang Bu RT, enggak ada barangnya." "Ehhh ... tapi, Mas?" Joko lan
"Anaaaaa! Aku kok jadi puyeng?"Terdengar derap langkah yang berlari kecil mengarah ruang tamu. Ana melihat sang suami yang tengah menyandarkan kepalanya. Dia mengernyitkan kening, dengan perasaan kacau."Mas Joko, enggak apa-apa?""Enggak apa-apa gimana sih, Ana. Wong Pak RT pesen juga G-string yang ukurannya sama kayak punya kamu. Lah, ini kan jadinya aneh. Angel wes angel!" (Angel = sulit)Ana masih terbengong saat Joko berusaha menjelaskan padanya."Kamu kok bengong gitu?""Yang bikin aku enggak paham. Itu kenapa jadi ukurannya punya aku, Mas. Berarti, Pak RT--"Mimik wajah Ana langsung berubah masam. Dengan bibir yang maju beberapa senti meter."Apalagi yang ada dalam pikiran kamu, An?""Berarti--"Kembali Ana terdiam tak melanjutkan kalimatnya. Kulit wajahnya merona kemerahan. Dia pun merasa jengah saat membayangkan apa yang dilakukan Pak RT pada perabotan bagian dalam tubuhnya."Ana! Berarti ap
"Ana! Sepulang dari ngantor kamu aku jemput buat beli G-string." "Nanti sore?" "Iya, Sayang." "Oke, Mas." Tampak Ana sibuk memasak di dapur. Dia pun segera menyiapkan kopi kesukaan sang suami. "Mas!" "Ehmmm." "Tadi pas belanja sayur. Mbak Wulan juga belanja." "Hemmm ...." "Kok hemmm ... hemmmm terus sih!" "Loh, aku kan nungguin kamu ngomong Sayang. Lanjutin sekarang." "Maaas!" Joko yang merasa terganggu dengan celoteh Ana. Langsung meletakkan ponselnya di atas meja. Dia mulai memperhatikan bibir Ana yang bergerak-gerak. "Mas, denger?" "Haaa? Ta-tadi kamu tanya apa?" "Ihhhh!" Spontan tangan Ana bergerak mencubit perut suaminya. "Aku ngomong enggak didengerin." "Sorry, kamu ngomong apa tadi?" "Mbak Wulan itu bilang. Ada jamu yang bisa bikin hidup. Emang apanya yang hidup sih Mas?" "Jamu buat cowok?" Ana menggeleng keras. "Bukaa
Tepat pukul setengah enam. Mobil Joko sudah berhenti di depan pintu pagar. Biasanya Ana selalu menunggu Joko di terasa rumah. Tidak kali ini. Dia tak terlihat batang hidungnya."Assalamualaikum!" teriak Joko."Waalaikumsalam. Masuk, Mas.""Kok enggak nungguin aku di depan?""Aku masih dandan, Mas. Katanya mau di ajak shopping?""Iya. Cuman enggak perlu menor kayak gitu dandannya.""Ishhh! Pengen kayak Mbak Wulan yang selalu kelihatan cantik, Mas. Wong bangun tidur aja cantik banget."Joko pun tak berani mendebat sang istri. Setengah jam kemudian. Setelah Joko selesai mandi dan berganti pakaian santai. Mereka bersiap hendak pergi."Ana, contuh ukuran Bu RT jangan lupa!""Siap, Mas. Udah aku siapin kok.""Kamu tadi ngapain pakai chat ke Yono segala?""Yono? Mas Yono teman kantor?""Iya. Ngapain? Jangan coba-coba main api loh ya. Apa lagi sama teman kantorku!""Maksud Mas Joko ini apaan sih
Penjaga toko itu tampak mempraktekkan cara memakainya.Tiba-tiba Joko mendekati Ana. Seraya berbisik,"Seng ditutupi opo e, Ana? (Yang ditutupi apanya Ana?) Kalau cuman tali aja.""Husssst!"Lalu Ana mengambil dengan warna yang sama persis, hitam dan merah."Ini aja, Mbak. Ukurannya sudah sama 'kan Mbak?""Iya, Mbak. Sama persis bagian atas dan bawah.""Sekalian saya minta tolong dibungkus dengan kertas kado ya. Jadi tiga bungkus ya!""Ohhh, Baik. Cuman kebetulan kertas kadonya habis. Cuman ada satu motif saja warna biru muda, gimana Mbak?""Ehmmmm, enggak apa-apa deh. Enggak bakalan ketuker juga."Setelah selesai, mereka segera menuju perkiran mobil."Mau kasihkan kapan, An?""Besok aja, Mas. Biar Mbok Lasmi yang kasih .""Tapi, awas ketuker aja. Bisa berabe, Sayang.""Iya, Mas Joko. Sekarang mampir makan dulu ya?""Boleh. Ngomong-ngomong, yang satu punya siapa?"Ana hanya cengar
"Wulaaan???" ulang Bu RT dengan gigi yang berbunyi gemertak. Semakin membuat Pak RT salah tingkah dan kelimpungan."Modyarrrr!" bisik Pak RT. "Bagaimana bisa aku kelepasan omong. Kenapa aku harus bilang rumahnya Wulan?" Masih berbisik."Dari ... mana Bapak bisa tahu aku cariin Bapak di rumah janda gatel itu?""Ehhh, perasaan aku tadi enggak bilang. Ibu saja kali yang kedengerannya kayak gitu.""Pak, aku serius. Kupingku ini masih jangkep, enggak bakalan salah denger!""Yaaaa, aku tadi 'kan cuman nebak. Ibu 'kan biasanya memang suka ke situ."Pak RT menjawab enteng, pura-pura tenang dan santai, seolah tidak ada yang terjadi. Mendengar jawaban suami yang seperti itu, Bu RT hanya bisa manyun satu meter. Wanita bertubuh subur itu, berlalu meninggalkan suaminya yang senyum-senyum sendiri.'Aku mau kirim pesan sama Dek Wulan. Pokoknya aku enggak bisa terima dia jalan sama si Beny itu!' bisik Pak RT dalam hati.Tangannya b
"Tuh, Pak. Pakai tali itu, kayak Tom Cruise di Mission Impossible. Ngerti Pak?""Ta-tali?"Wulan manggut-manggut. Lalu, dia maju beberapa langkah. Menarik kain panjang dan mengikatnya pada salah satu sisi pagar besi."Ayo sekarang Bapak naik, dan pegang tali ini!""Se-sekarang aku harus naik pagar ini, terus melompat ke bawah, Wulan?""Iya, enggak ada pilihan!""Waduuhhh!"Wulan bergerak cepat. Dia mengikat ujung kain dan melingkarkan di perut buncit Pak RT."Sekarang juga Pak RT turun, atau Bu RT akan keluarkan jurus lemparan maut. Bisa bendol dahi Bapak nanti.""I-iyaaa ...."Dengan berhati-hati, Pak RT mulai menaiki pagar. Sesekali dia melongok ke bawah."Dek, aku takut.""Pegang yang kencang, Bapak!"Wulan mengeluarkan tenaganya untuk menghentakkan kain tersebut."Loh ... loh, Dek Wulan! A-apa yang mau kamu lakukan?""BIar Bapak cepat mendarat di bumi!
"Pak RT bisa ketahuan lho.""Biarinlah! Aku enggak mau ada masalah sama nih wanita. Bisa-bisa namaku dicatut terus sama dia kalau berurusan pelakor. Belum lagi suaranya yang super kencang itu."Ana hanya bisa menghela napas panjang. Sekilas dia melihat Mbok Lasmi yang berdiri di belakang Bu RT. Dia lebih tertarik menghampirinya, dan menanyakan perihal Joko dan Ana. Wanita cantik itu, meninggalkan Wulan dengan segala keruwetannya bersama Bu RT.Di sisi lain, Bu RT mulai menyusuri segala penjuru ruang. Wulan berusaha untuk tenang, sampai sudut matanya menangkap jempol kaki Pak RT di balik korden."Matek, Pak!" bisik Wulan terkesiap.Segera Wulan berdiri di depan korden, berusaha untuk menutupi jempol kaki Pak RT."Kok, Pak RT enggak ada? Memang kamu sembunyikan di mana ... haaaa?"Wulan menggeleng."Buat apa saya sembunyikan? Ibu bisa cek seluruh isi kamar dari lantai bawah sampai atas. Loh, kurang opo coba?""Kurang ajar!
"Itu, kayaknya Bu RT? Ngapain mereka berdua?"Ana pun ikut mengikuti mereka. Sengaja dia berjaga jarak, agar tidak ketahuan."Apa, Pak RT bener-bener selingkuh sama Mbak Wulan? Kok sampai Bu RT bawa klompen?"Kedua matanya semakin menyipit tajam. Memperhatikan segala gerak gerik mereka."Bukannya Mbak Wulan itu sama Mas Beny, ya?"Rasa penasaran membuat Ana terus mengikuti kedua wanita itu. Dia mengendap-endap, mirip dengan agen MI (Mission Impossible). Merapatkan tubuhnya ke dinding rumah. Sambil sesekali menyelinap di antara pohon mangga."Loh, mereka main bukapagar aja. Aku harus cepat ke sana!"Ana pun berlari kecil mengejar mereka yang sudah memasuki, halaman rumah Wulan. Teriakan Bu RT mengguncangkan perumahan pagi ini."Bapaaaaaaakkk!!!" Sembari siap melemparkan serangan jurus maut.Klompen di tangan kanan sudah siap melayang."Bapaaaaaakkk!" teriak Bu RT tak peduli didengar oleh tetangga yang lain.
"Mbok Lasmi?!" Tampak raut wajahnya keheranan melihat kedatangannya. "Tumben, Mbok? Ada apa?""Ehhh ... Bu RT. Ini lho, tadi saya masak opor ayam. Mau kasih incip.""Wahhh, kebetulan saya juga belum masuk ini, Mbok. Ayo masuk dulu, Mbok!"Mbok Lasmi langsung terlihat senang. Dia meletakkan mangkoknya di atas meja makan."Opor sukaannya Pak RT, MBok.""Ohhh, sekarang ke mana Pak RTnya, Bu?""Paling di dalam. Sukanya 'kan pelihara kembang-kembang, Mbok."Mbok Lasmi, menyeringai masam. Mmebuat Bu RT menarik dagunya hampir menyentuh leher."Memangnya ada apa sih, Mbok?""Soalnya tadi saya kok melihatnya Pak RT keluar rumah, Bu RT. Jalan ke sana!""Sana, mana toh Mbok?""Sana itu lho, Bu RT. Mosok enggak paham toh?"Ucapan Mbok Lasmi semakin membuat Bu RT penasaran."Maksud Mbok Lasmi ke belakang?" Mbok Lasmi mengangguk. "Rumahnya si janda genit itu?" Hampir berteriak Bu RT mengatakanny
"Gimana itu, Mbok? Kok, yo bisa-bisanya itu celana belalainya Mas Joko sampai gosong. Mana berlubang lagi. Gimana itu coba?!" sentak Ana dengan kesal."Sa-sabar dulu Mbak Ana. Nanti buntutnya ini, biar Mbok jahit.""Mana bisaaa, Mbok!"Ana sangat kesal, sampai membanting G-string belalai milik Joko. Napasnya memburu seiring amarah yang mau meledak."Mbok itu enggak tahu ini apa?""Ta-tahu, Mbak. I-itu 'kan ... ehhh, buat tempatnya manuk toh Mbak?""Manuk ... manuk opo, Mbok?""Ehhh ...."Mbok Lasmi hanya bisa gigit jari. Setiap jawaban yang dia lontarkan semakin membuat Ana marah dan berteriak. Langkah Ana terdengar menghentak di lantai."Walahhh, cuman tempat manuk gini ae kok yo marah-marah toh Mbak Ana ini."Ana yang mendengar gerutu Mbok Lasmi menghentikan langkahnya. Lalu, berbalik, "Mbok ngomong apa barusan?""E-enggak, ada ngomong Mbak.""Ngomong! Wong aku ini denger Mbok."
Maya dan Dony tertawa lirih. Terlihat Dony kurang nyaman dengan pengakuan Maya yang blak-blakan."Saya deketin aja, Pak RT. Rumahnya Mas Dony, biar enggak diincar pelakor. Iya 'kan Bu RT?""Wahhh, bener sekali Jeng."Bu RT sepakat dengan ide Maya. Sepertinya mereka pun langsung akrab dan berbagi nomer HP. Setelah mengisi formulir warga, mereka berdua pun berpamitan pulang."Bu ... Bu! Ini nanti bisa terjadi perang dunia ketiga toh, Bu.""Kok bisa?""Lah, rumah yang dikontrak Bu Maya itu 'kan bersebelahan sama Mbak Binti. Apa enggak bakalan rame tuh?""Ehhh, iya juga sih Pak. Cuman, biarin aja deh. BIsa jadi hiburan buat aku." Bu RT tergelak sambil berlalu meninggalkan suaminya."Pak! Aku ke pasar dulu, mungkin agak siangan, sekalian mampir mau ke rumah teman aku sekolah dulu!""Iya!" sahut Pak RT. 'Wahhh, kesempatan emas ini. Aku harus bicara sama Wulan!' batin Pak RT girang.Bergegas lelaki berkumis tebal i
"Apalagi toh, Bu?" "Bapak denger ini, pasti kaget!" "Coba cerita!!!" Jenny membenarkan sikap duduknya, sampai merasa nyaman. "Bapak tahu kalau teman si janda gatel itu, yang namanya sama si Ana, juga lagi ada hubungan sama ... Mas Joko!" "Wahhh, gila benar!" sahut Pak RT spontan. ' Coba aku lebih berani?!' bisiknya dalam hati. 'Kurang ajar benar si Beny, main selonong aja. Pastinya si Wulan lebih milih aku lah!' "Bapak kok malah diem, melamun gitu?" sentak sang istri yang merasa aneh melihat suaminya. "Apa Bapak mikirin Mas Beny yang jalan sama tuh Janda?" "Ehhhh ... Ibu kok makin ngawur ya. Aku tuh berpikir, kok bisa RT kita orang-orangnya begitu." Di saat mereka berbincang serius. Terdengar bel rumah yang berbunyi. Ting tong! Sontak membuat keduanya langsung berpaling ke arah pintu rumah. Ting tong! "Pak! Buka pintunya. Kayaknya ada tamu tuh." "Ibu aja lah! Bapak capek nih. Habi
Lah, saya ini datang karena ingin tahu kok. Jangan pura-pura lah Jeng Tami. Saya tahu kalau kalian ini gosipnya lewat japrian 'kan, enggak lewat grup." Deg! Jeng Tami agak kelimpungan dibuatnya. Dia tak bisa mengelak lagi, karena tebakan wanita bertubuh subur ini sangat tepat. "Ehhh, iya Bu RT." "Emang ada gosip apa?"Lah, saya ini datang karena ingin tahu kok. Jangan pura-pura lah Jeng Tami. Saya tahu kalau kalian ini gosipnya lewat japrian 'kan, enggak lewat grup." Jeng Tami pun kelimpungan. Dia tidak tahu harus menjawab apa, pada Bu RT. "Kok malah diam?" "Ehhh, saya bingung Bu." "Apa yang bikin bingung? Jeng Tami tinggal cerita aja, gitu aja kok repot!" Wanita berambut ikal itu, menggaruk kepalanya sendiri. "Ceritanya panjang Bu RT." "Saya punya waktu panjang kok Jeng Tami. Silakan cerita!"