"Iya, Sayang. Asal kamu enggak sewot dan cemberut lagi."
Lalu Ana berbisik, "Ana minta yang liar dan buas. Seperti macan tutul." Keduanya langsung terkikik. Sampai sebuah notifikasi pesan terdengar dari ponsel Joko.
Ting!
"Ada yang kirim pesan Mas. Boleh Ana yang baca?"
"Haaahhh?" Seketika Joko mendelik. Membuat Ana mengernyit heran. Lalu dengan cepat tangannya menyambar ponsel yang berada dalam saku kemeja.
Wuuushhh!
Ponsel Joko sudah berpindah tangan. Membuat degup jantung berhenti detak. Wajah Joko mulai menujukkan kulit yang memucat. Sampai Ana pun ikutan melotot, memandang sang suami.
"Mas ... Mas Joko, kenapa?"
"Ehhh ... @#@#@#!"
"Mas Joko ini ngomong opo toh?" teriak Ana keras.
"Iii-itu ... ehhh, nganu."
"Nganu? Nganu opo sih? Kok Mas Joko jado enggak jelas kayak gini? Heran aku. Memang e habis kesambet apaaaa?"
"Anu ... An! Konok'an mau ojo mbok buka!" (Konok'an = sesuatu, ojo = j
Tanpa menunggu pendapat Joko lagi. Tiba-tiba Ana langsung menelepon nomer misterius. Membuat Joko melongo dan semakin terdengar napas yang memburu."An ... Ana! Jangan kamu telpon. Siapa tahu itu rekan kerja aku dari perusahaan lain."Ana tak menggubris. Dia terus melanjutkan untuk menelepon. Reaksi Joko hanya bisa mengkeret dengan wajah tanpa ekspresi sama sekali. Hanya bisa terpaku dengan pandangan kosong.Segera Ana menekan panggilan keluar tertuju nomer misterius. Suasana sesaat hening dan sunyi. Hanya terdengar detak jarum jam dinding.Sesekali Ana melirik pada Joko yang terus memandang ke arahnya. Tiba-tiba, tangan Ana bergerak menunjuk ke arah ponsel Joko."Diangkat Mas!" Suara Ana berbisik. "Tapi, enggak ngomong sama sekali. Kayaknya cuman didengerin aja," ucap Ana tanpa bersuara sama sekali.Joko pun memahami apa yang dikatakan oleh Ana.'Semoga Ana Dolly enggak ngomong. Kalau sampai dia jawab, bisa mati aku,'
_Rumah Wulan_Tiga puluh menit sebelumnya."An ... ihhh, kamu kelihatan konyolnya deh.""Hussst! Mau coba aku telpon lagi.""Jangan, An. Entar istri Mas Joko telpon lagi lho."Mendengar Wulan yang protes. Ana tergelak."Kenapa sih?""Udah, ahhh! Kasihan Mas Joko, paling sekarang dia enggak dapat jatah dari istrinya.""Apa Ana begitu mencintai Mas Joko?"Wulan mengerutkan dahinya."Kenapa kamu tanya begitu? Emangnya aku ini Mbah dukun yang bisa menerawang."Sontak Ana tertawa keras. "Kali aja, Lan. Lagian kamu cocok kok."Saat mereka saling bersenda gurau. Ponsel Wulan berbunyi.Ting!Sebuah pesan masuk. Yang membuat wanita cantik ini semakin mengernyit. Sampai Ana Dolly keheranan memandang wajah temannya ini."Kamu ... dapat WA dari siapa?""Mas Beny.""Mas Beny? Yang tadi minta nomer kamu?"Wulan menjawab dengan anggukan."Memangnya japri
"Yakin, nih Pak?" Sembari Wulan sedikit mendoyongkan wajahnya, mendekat pada lelaki berusia sekitar 50 tahun. Aksi Wulan membuat dada Pak RT semakin berdebar-debar. Pandangan mata tak mampu berkedip walau sekejap."Pak RT kok lihatin Wulan kayak nafsu gitu?""Ehhh ... ehhh, bisa aja nih Dek Wulan. Kok bisa tahu gitu? Pinter banget.""Saya 'kan udah pengalaman Pak RT. Apalagi sama buaya."Pak RT langsung menelan saliva."Buaya? Apa ada model yang seperti itu?""Banyak dong Pak RT. Pokoknya model sekebun binatang lah. Terlebih hewan melata.""Hoooohhh ... aku kira cuman gajah aja. Karena ada belalainya, Dek Wulan. Hemmm ... ternyata banyak model lain."Seketika Wulan mengernyit. Membuat dahinya sampai berkerut keras."Memangnya Pak RT enggak ngerasa apa?""Ngerasa opo toh Dek?"Wulan mencebik dan tersungging masam."Memangnya Pak Rt mikir apaan sih?""Ya, mikirin G-string!"Sontak ucapan
"Wahhh, ini bener-bener keren sekali, Pak RT. Berarti kalau banyak piring terbang, gelas terbang, wajan terbang, itu berarti sedang latihan ya?" Sembari terkikik lucu."Benar sekali.""Ohhh ...."Kedua mata Wulan hanya membulat lebar. Sengaja dia berpura-pura tak tahu, hanya untuk menjaga perasaan Pak RT."Coba dibuka Dek Wulan! Kado terindah dan terspesial hanya untuk Dek Wulan seorang.""Wowww, khusus buat Wulan nih Pak RT?""Iya dong," tandas Pak Rt, sembari menggerakkan kumisnya berulang-ulang."Emang kumisnya kenapa sih Pak RT? Gatel ya? Mau aku garukin?"Seakan banyak burung merpati terbang mengelilingi kepala Pak RT Senyum manis dan cantik Wulan begitu menggoda. Apalagi desah suara Wulan, yang begitu menyayat seakan merobek dinding kesetiaannya."Ma-mau lah, Dek Wulan. Sini dong deket-deket duduknya!""Sabar, Pak RT. Katanya tadi disuruh buka kadonya. Iya 'kan?""I-iya, sih. Mungkin aja D
"Ini Mas, mau bantu aku kan?""A-apa ini?""Ini minyak oles buat kaum lelaki. Mas RT bisa beli dari Wulan. Terus habis itu promoin dong sama Bapak-bapak yang lain, Mas." Sambil mencebik manja. Bibir Wulan sengaja dimonyongkan, berniat menggoda Pak RT."Dek ... Dek Wulan, jangan kayak gitu dong. Bisa enggak kuat aku nanti," bisik Pak RT kluget-kluget. (Kluget = menggeliat)"Enggak kuat kenapa toh, Mas? Kayak orang lagi mules gitu.""Dek Wulan ... ehhh!""Apa sih Mas RT?""Ehhh ... nganu, Dek Wulan."Pak RT menggeser duduknya hingga merapat pada Wulan. Yang masih membiarkan lelaki berkumis tebal itu, merapat pada dirinya."Mas RT, kalau mau deket-deket gini. Harus mau beli jamu dan obat oles di aku!""Semuanya akan aku beli, Dek Wulan.""Yang bener. Mahal lho, kalau Wulan yang jual.""Enggak masalah. Boleh cium rambut kamu?"Wulan tak menjawab. Dia juga tak mengangguk. Namun membiarkan saja Pak
"Apa kalian ini enggak lihat jam berapa sekarang?" Pak RT menggeleng.Spontan dengan gerakan yang sangat cepat. Sepertinya Bu RT mengeluarkan jurus ajian penjepit maut. Hanya sekali jurus, dia bisa menangkap telinga Pak RT, yang mulai nyengir kesakitan."Adooohhh, sakit Bu!""Kamu mau nginep di sini, apa pulang?!""Ya, pulang dong Bu. Masa kamu bolehin aku nginep di sini.""Apa? Coba ulang lagi!" sentak Bu RT semakin berang. Jemari tangannya bergerak cepat dan sangat kuat, memelintir Telinga Pak RT."Adoh ... adoohhh! Ampun, Bu!""Hei! Sundel, beraninya kamu merayu suami aku!""Loh, Bu RT salah paham. Wong Pak RT mau beli jamu kuat dan obat oles."Bukan malah membuat wanita bertubuh subur itu, tenang. Dan redam amarahnya. Dia semakin naik pitam."Kamu jangan kira aku ini wong bodoh lho!" (Wong = orang)"Sa-sabar, Bu!"Tiba-tiba dari arah dalam. Ana Dolly muncul."Bu RT sabar
"Soalnya aku nih curiga juga sama kamu. Ngapain tuh ya, Pak RT kamu kasih obat begituan segala. Kalau sama Mas yang ganteng tadi enggak soal lah.""Mas Dony maksud kamu?""Iya. Mau yang mana lagi? Jangan Mas Joko aku, yang manisnya maksimal lho ya! Pokok e ... i love you Mas Joko!"Wulan hanya nyengir. Dia masih terbayang dengan sosok Bu RT yang tiba-tiba hadir. Membuyarkan rayuan mautnya pada Pak RT."Kok, melamun gitu? Jangan bilang lagi kebayang Pak RT lho ya. Entar kamu bisa jatuh cinta beneran!""Emangnya, aku bisa jatuh cinta?""Jangan bilang begitu. Entar beneran lho!""Lagian, An. Aku juga kalau cinta, milih yang ganteng dikitlah."Ana Dolly menghentikan langkahnya. Lalu terkikik geli. Sambil membayangkan wajah Pak RT yang terlihat buas, tapi hati Hello Kity."Kenapa ketawa sendiri gitu?""Aku bayangin Pak RT. Katanya sih, kalau jempol sama telunjuk cowok itu, @#@#@#," bisik Ana Dolly pada Wula
"Hehhh!" sentak Bu RT, berang. Matanya melotot mengarah pada seseorang. "Ohhh, Mbok Super Kepo rupanya!" Suara Bu RT terdengar parau. Menandakan dia sedang menahan kemarahannya. "Bantuin!!!" teriak Bu RT pada wanita itu, yang tak lain si Mbok Lasmi."Ehhh, i-iya Bu RT."Langkah Mbok Lasmi mendekati Bu RT yang masih dalam posisi semula. Perlahan dia menarik tangan Bu RT yang berat."Erghhhh, ayo Bu RT!" Dengan intonasi suara sangat lambat dan penuh tekanan. "Ayo ... Bu!!!""Ehhhhh!" Suara Bu RT mencoba untuk bangun. Dengan bersusah payah akhirnya dia berhasil bangun. Sekilas dia melihat suaminya, yang masih tergeletak di jalan."Sini, Pak RT! Saya bantuin," cetus Mbok Lasmi seraya mengerling genit.Sontak Bu RT menceolek lengannya dengan kasar. Sampai membuat tubuh Mbok Lasmi yang kerempeng hampir tersungkur."Enggak usah sampean bantu, Mbok! Biar aku saja."Hanya sekali tarikan, Pak RT langsung bangkit. Da langsung