"Wahhh, ini bener-bener keren sekali, Pak RT. Berarti kalau banyak piring terbang, gelas terbang, wajan terbang, itu berarti sedang latihan ya?" Sembari terkikik lucu.
"Benar sekali."
"Ohhh ...."
Kedua mata Wulan hanya membulat lebar. Sengaja dia berpura-pura tak tahu, hanya untuk menjaga perasaan Pak RT.
"Coba dibuka Dek Wulan! Kado terindah dan terspesial hanya untuk Dek Wulan seorang."
"Wowww, khusus buat Wulan nih Pak RT?"
"Iya dong," tandas Pak Rt, sembari menggerakkan kumisnya berulang-ulang.
"Emang kumisnya kenapa sih Pak RT? Gatel ya? Mau aku garukin?"
Seakan banyak burung merpati terbang mengelilingi kepala Pak RT Senyum manis dan cantik Wulan begitu menggoda. Apalagi desah suara Wulan, yang begitu menyayat seakan merobek dinding kesetiaannya.
"Ma-mau lah, Dek Wulan. Sini dong deket-deket duduknya!"
"Sabar, Pak RT. Katanya tadi disuruh buka kadonya. Iya 'kan?"
"I-iya, sih. Mungkin aja D
"Ini Mas, mau bantu aku kan?""A-apa ini?""Ini minyak oles buat kaum lelaki. Mas RT bisa beli dari Wulan. Terus habis itu promoin dong sama Bapak-bapak yang lain, Mas." Sambil mencebik manja. Bibir Wulan sengaja dimonyongkan, berniat menggoda Pak RT."Dek ... Dek Wulan, jangan kayak gitu dong. Bisa enggak kuat aku nanti," bisik Pak RT kluget-kluget. (Kluget = menggeliat)"Enggak kuat kenapa toh, Mas? Kayak orang lagi mules gitu.""Dek Wulan ... ehhh!""Apa sih Mas RT?""Ehhh ... nganu, Dek Wulan."Pak RT menggeser duduknya hingga merapat pada Wulan. Yang masih membiarkan lelaki berkumis tebal itu, merapat pada dirinya."Mas RT, kalau mau deket-deket gini. Harus mau beli jamu dan obat oles di aku!""Semuanya akan aku beli, Dek Wulan.""Yang bener. Mahal lho, kalau Wulan yang jual.""Enggak masalah. Boleh cium rambut kamu?"Wulan tak menjawab. Dia juga tak mengangguk. Namun membiarkan saja Pak
"Apa kalian ini enggak lihat jam berapa sekarang?" Pak RT menggeleng.Spontan dengan gerakan yang sangat cepat. Sepertinya Bu RT mengeluarkan jurus ajian penjepit maut. Hanya sekali jurus, dia bisa menangkap telinga Pak RT, yang mulai nyengir kesakitan."Adooohhh, sakit Bu!""Kamu mau nginep di sini, apa pulang?!""Ya, pulang dong Bu. Masa kamu bolehin aku nginep di sini.""Apa? Coba ulang lagi!" sentak Bu RT semakin berang. Jemari tangannya bergerak cepat dan sangat kuat, memelintir Telinga Pak RT."Adoh ... adoohhh! Ampun, Bu!""Hei! Sundel, beraninya kamu merayu suami aku!""Loh, Bu RT salah paham. Wong Pak RT mau beli jamu kuat dan obat oles."Bukan malah membuat wanita bertubuh subur itu, tenang. Dan redam amarahnya. Dia semakin naik pitam."Kamu jangan kira aku ini wong bodoh lho!" (Wong = orang)"Sa-sabar, Bu!"Tiba-tiba dari arah dalam. Ana Dolly muncul."Bu RT sabar
"Soalnya aku nih curiga juga sama kamu. Ngapain tuh ya, Pak RT kamu kasih obat begituan segala. Kalau sama Mas yang ganteng tadi enggak soal lah.""Mas Dony maksud kamu?""Iya. Mau yang mana lagi? Jangan Mas Joko aku, yang manisnya maksimal lho ya! Pokok e ... i love you Mas Joko!"Wulan hanya nyengir. Dia masih terbayang dengan sosok Bu RT yang tiba-tiba hadir. Membuyarkan rayuan mautnya pada Pak RT."Kok, melamun gitu? Jangan bilang lagi kebayang Pak RT lho ya. Entar kamu bisa jatuh cinta beneran!""Emangnya, aku bisa jatuh cinta?""Jangan bilang begitu. Entar beneran lho!""Lagian, An. Aku juga kalau cinta, milih yang ganteng dikitlah."Ana Dolly menghentikan langkahnya. Lalu terkikik geli. Sambil membayangkan wajah Pak RT yang terlihat buas, tapi hati Hello Kity."Kenapa ketawa sendiri gitu?""Aku bayangin Pak RT. Katanya sih, kalau jempol sama telunjuk cowok itu, @#@#@#," bisik Ana Dolly pada Wula
"Hehhh!" sentak Bu RT, berang. Matanya melotot mengarah pada seseorang. "Ohhh, Mbok Super Kepo rupanya!" Suara Bu RT terdengar parau. Menandakan dia sedang menahan kemarahannya. "Bantuin!!!" teriak Bu RT pada wanita itu, yang tak lain si Mbok Lasmi."Ehhh, i-iya Bu RT."Langkah Mbok Lasmi mendekati Bu RT yang masih dalam posisi semula. Perlahan dia menarik tangan Bu RT yang berat."Erghhhh, ayo Bu RT!" Dengan intonasi suara sangat lambat dan penuh tekanan. "Ayo ... Bu!!!""Ehhhhh!" Suara Bu RT mencoba untuk bangun. Dengan bersusah payah akhirnya dia berhasil bangun. Sekilas dia melihat suaminya, yang masih tergeletak di jalan."Sini, Pak RT! Saya bantuin," cetus Mbok Lasmi seraya mengerling genit.Sontak Bu RT menceolek lengannya dengan kasar. Sampai membuat tubuh Mbok Lasmi yang kerempeng hampir tersungkur."Enggak usah sampean bantu, Mbok! Biar aku saja."Hanya sekali tarikan, Pak RT langsung bangkit. Da langsung
_Balai RT Kawasan Absurd_Tampak Ibu-ibu sudah berkumpul di balai. Mereka langsung berkasak kusuk heboh. Apalagi saat Bu RT baru datang."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam," sahut Jenny yang langsung duduk di lantai."Kayaknya semalam habis ada yang perang ya Jeng RT?" celetuk Binti, istri Beny."Perang Jeng Binti? Maksudnya gimana toh?" sahut Jeng Tami pemilik warung."Ada deh. Tanya langsung aja sama Jeng RT," sahut Binti sembari mengerling.Sedangkan Bu RT hanya diam tak menanggapi canda gurau mereka."Memangnya ada apa sih Jeng RT? Kok bisa sampai ada perang? Apa ... Pak RT punya orang ketiga?"Sontak Bu RT mendongak, menatap tajam pada Fatma. Yang tak lain istri dari Sitompul."Ibu-ibu ini kok pada kepo ya. Emang pada tahu dari siapa?" tanya Bu RT dengan mata yang melotot. Saat Binti hendak menjawab. "Stop! Saya sudah tahu orangnya. Pasti ini si biang kerok Mbok Lasmi. Iya 'kan Jeng Binti?"
"Cerita dong Jeng Ana, gimana tuh yang model gajah?!" Kali ini suara Binti lebih keras lagi dari yang pertama. Sampai membuat Ibu-ibu yang lain terpecah konsentrasinya. Mereka mulai mencuri dengar, pada topik yang dibahas Binti dan Ana."Jeng Binti sama Jeng Ana ini lagi bahas apa sih?" tanya Fatma yang bener-benar penasaran."Bahas belalai gajah!" sahut Binti asal. Dengan sesekali melirik pada Bu RT."Saya tahu maksudnya!" Tiba-tiba Jeng Tami bicara. Membuat yang lain terbeliak."Loh, kok malah Jeng Tami bisa tahu?" tanya mereka serempak."Tahu dong. Warnanya coklat, ada tutulnya kayak macan tutul. Iya 'kan Jeng Ana?"Semburat merah kulit wajah Ana merona. Dia tersipu dengan menundukkan wajah."Yo, enggak usah malu toh Jeng Ana. Bagi tips dan cerita biar ranjang tetap hangat. Apalagi di sini rata-rata pernikahan sudah lima tahun ke atas. Iya 'kan Ibu-ibu?" cetus Binti keras.Tiba-tiba ...."Kalau ibu-ibu ingin ranjangny
"Selamat malam semuanyaaaa." Suara Wulan terdengar manja dan kenes. "Ini yah Ibu-ibu kesayangan. Saya bawa beberapa produk dari Madura. Ibu tahu sendiri 'kan ramuan Madura sangat terkenal khasiatnya lhoooo!"Mereka sangat memperhatikan dengan seksama, apa yang dibicarakan Wulan. Dari kantong kertas besar. Tampak Wulan mengeluarkan sebuah botol plastik."Coba tebak Ibu-ibu semua. Ini apa yaaa?"Ibu-ibu hanya menggeleng, mereka saling menoleh ke kanan dan kiri. Saling lempar pandangan antara yang satu dengan yang lain."Itu jamu 'kan?" tanya Tami penasaran. Di sisi lain Bu RT hanya manyun, dan kesal melihat para ibu yang lain begitu antusiasnya mendengarkan Wulan memberikan penjelasan."Kalau Ibu-ibu di sini mau Bapaknya makin nempel dan minta terus. Coba minum jamu ini ya Bu! Namanya jamu empot.""Haaaahhh?!" Serempak mereka terperangah. Nama itu sangat asing di telinga mereka."Pasti Ibu-ibu baru tahu 'kan?"Serempak mere
"Hallo, Ibu-ibu. Sudah ya, apa yang disampaikan oleh Bu RT hanya sepihak. Saya juga akan kasih garansi, pasti Ibu-ibu akan terkejut sama hasilnya. Benar-bener punya daya hisap seperti pompa dan Ibu bakal selalu dicariin sama suami," lanjut Wulan terkekeh. Wulan berupaya mengembalikan atmosfir yang sempat dingin, dan berubah menjadi pandangan yang tidak bersahabat untuk dirinya. "Apa yang dikatakan Bu RT tadi tidak benar ya Ibu-ibu. Pak RT tadi malam memang datang ke rumah saya, tapi bukan indehoi. Atau lagi ngapelin saya. Bukan begitu, Ibu-ibu. Pak RT datang karena memang mau beli obat oles dan jamu kuat. Yang katanya sih, mau nyenengin Bu RT." Sengaja suara Wulan pelankan, agar semakin membuat Ibu-ibu yang masih hadir di sana penasaran. Termasuk Ana, yang terus mengikuti dengan serius apa yang dituturkan oleh Wulan. Di detik yang sama. Binti terlihat sibuk dengan ponselnya sendiri. {Di mana kamu Mas?} Tak lama pesan langsung dibalas.