_Balai RT Kawasan Absurd_
Tampak Ibu-ibu sudah berkumpul di balai. Mereka langsung berkasak kusuk heboh. Apalagi saat Bu RT baru datang.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," sahut Jenny yang langsung duduk di lantai.
"Kayaknya semalam habis ada yang perang ya Jeng RT?" celetuk Binti, istri Beny.
"Perang Jeng Binti? Maksudnya gimana toh?" sahut Jeng Tami pemilik warung.
"Ada deh. Tanya langsung aja sama Jeng RT," sahut Binti sembari mengerling.
Sedangkan Bu RT hanya diam tak menanggapi canda gurau mereka.
"Memangnya ada apa sih Jeng RT? Kok bisa sampai ada perang? Apa ... Pak RT punya orang ketiga?"
Sontak Bu RT mendongak, menatap tajam pada Fatma. Yang tak lain istri dari Sitompul.
"Ibu-ibu ini kok pada kepo ya. Emang pada tahu dari siapa?" tanya Bu RT dengan mata yang melotot. Saat Binti hendak menjawab. "Stop! Saya sudah tahu orangnya. Pasti ini si biang kerok Mbok Lasmi. Iya 'kan Jeng Binti?"
"Cerita dong Jeng Ana, gimana tuh yang model gajah?!" Kali ini suara Binti lebih keras lagi dari yang pertama. Sampai membuat Ibu-ibu yang lain terpecah konsentrasinya. Mereka mulai mencuri dengar, pada topik yang dibahas Binti dan Ana."Jeng Binti sama Jeng Ana ini lagi bahas apa sih?" tanya Fatma yang bener-benar penasaran."Bahas belalai gajah!" sahut Binti asal. Dengan sesekali melirik pada Bu RT."Saya tahu maksudnya!" Tiba-tiba Jeng Tami bicara. Membuat yang lain terbeliak."Loh, kok malah Jeng Tami bisa tahu?" tanya mereka serempak."Tahu dong. Warnanya coklat, ada tutulnya kayak macan tutul. Iya 'kan Jeng Ana?"Semburat merah kulit wajah Ana merona. Dia tersipu dengan menundukkan wajah."Yo, enggak usah malu toh Jeng Ana. Bagi tips dan cerita biar ranjang tetap hangat. Apalagi di sini rata-rata pernikahan sudah lima tahun ke atas. Iya 'kan Ibu-ibu?" cetus Binti keras.Tiba-tiba ...."Kalau ibu-ibu ingin ranjangny
"Selamat malam semuanyaaaa." Suara Wulan terdengar manja dan kenes. "Ini yah Ibu-ibu kesayangan. Saya bawa beberapa produk dari Madura. Ibu tahu sendiri 'kan ramuan Madura sangat terkenal khasiatnya lhoooo!"Mereka sangat memperhatikan dengan seksama, apa yang dibicarakan Wulan. Dari kantong kertas besar. Tampak Wulan mengeluarkan sebuah botol plastik."Coba tebak Ibu-ibu semua. Ini apa yaaa?"Ibu-ibu hanya menggeleng, mereka saling menoleh ke kanan dan kiri. Saling lempar pandangan antara yang satu dengan yang lain."Itu jamu 'kan?" tanya Tami penasaran. Di sisi lain Bu RT hanya manyun, dan kesal melihat para ibu yang lain begitu antusiasnya mendengarkan Wulan memberikan penjelasan."Kalau Ibu-ibu di sini mau Bapaknya makin nempel dan minta terus. Coba minum jamu ini ya Bu! Namanya jamu empot.""Haaaahhh?!" Serempak mereka terperangah. Nama itu sangat asing di telinga mereka."Pasti Ibu-ibu baru tahu 'kan?"Serempak mere
"Hallo, Ibu-ibu. Sudah ya, apa yang disampaikan oleh Bu RT hanya sepihak. Saya juga akan kasih garansi, pasti Ibu-ibu akan terkejut sama hasilnya. Benar-bener punya daya hisap seperti pompa dan Ibu bakal selalu dicariin sama suami," lanjut Wulan terkekeh. Wulan berupaya mengembalikan atmosfir yang sempat dingin, dan berubah menjadi pandangan yang tidak bersahabat untuk dirinya. "Apa yang dikatakan Bu RT tadi tidak benar ya Ibu-ibu. Pak RT tadi malam memang datang ke rumah saya, tapi bukan indehoi. Atau lagi ngapelin saya. Bukan begitu, Ibu-ibu. Pak RT datang karena memang mau beli obat oles dan jamu kuat. Yang katanya sih, mau nyenengin Bu RT." Sengaja suara Wulan pelankan, agar semakin membuat Ibu-ibu yang masih hadir di sana penasaran. Termasuk Ana, yang terus mengikuti dengan serius apa yang dituturkan oleh Wulan. Di detik yang sama. Binti terlihat sibuk dengan ponselnya sendiri. {Di mana kamu Mas?} Tak lama pesan langsung dibalas.
"Haaahhh?!"Mereka terperangah dengan kisah Binti. Baru kali ini mereka tahu."Ehhh ... ma-maaf, Mbak Binti. Kok aku enggak paham dengan sekali jress, korek api. Maksudnya gimana sih Mbak?" tanya Ana lugu dan polos."Udah ahhh, Jeng Ana. Entar kena sensor!" ujar Binti terkikik.Setelah Ana Dolly membagi semua pesanan mereka. Fatma segera menutup acara pertemuan PKK malam ini. Sebelum meninggalkan tempat.Ting!Ponsel Ana berbunyi. Segera dia melihat pesan dari Bu RT, yang membuat dahinya berkerut-kerut.{Jeng Ana, tolong dong saya dibelikan produk tadi. Jamu yang bikin kedut-kedut}Seketika Ana garuk-garuk kepala."Apa maksudnya jamu empot tadi?"Segera Ana menghampiri Wulan."Mbak Wulan, saya beli satu lagi.""Wahhh, Jeng Ana borong," sahut Binti dari arah belakang."Bukan punya saya, Mbak Binti.""Lah, terus?"Ana Hanya tersenyum masam, lalu berbisik, "Punya Bu RT, Mbak Binti."
"Hussst! Bin ... Binti!" Sontak dia menoleh ke segala arah. Lalu melihat sosok Dony berada tak jauh dari dia berdiri. "Maaf, aku enggak langsung balas." "Udah! Aku mau pulang." "Tunggu dulu lah! Aku mau ngomong." "Apalagi yang mau diomongin?" "Besok kita janjian keluar gimana?" Binti menghentikan langkahnya. "Bisa enggak jangan ikutin aku? Nanti aku balas di HP. Aku enggak mau kalau ada yang lihat kita ngobrol kayak gini, Mas Dony!" "Oke, aku memang maunya ke pos kok. Kan bisa sekalian jalan. Lagian aku kangen," bisik Dony yang tiba-tiba merapatkan tubuhnya pada Binti. "Ihhh, udah dibilangin kok ... ahhh!" Binti bergegas meninggalkan Dony yang masih berdiri terpaku di tempatnya. Saat mendekati pos, dia melihat sang suami yang sudah duduk-duduk di sana. "Mama kok lama?" "Iya, Pa. Tadi ngobrol sama Jeng Ana dulu." Tak lama, Dony sudah melambaikan tangan ke arah Beny dan Mint
{Oke, besok siang jam sebelas. Aku tunggu di pom bensin seperti biasa, Mas} {Naik mobil aku?} {Nanti aku kasih kabar} Dony pun menutup pesan. "Pak Minto, saya balik dulu!" "Baik, Mas." Langkahnya berjalan pelan menuju rumah. Suasana kawasan rumah dia sudah sepi. Sepertinya malam minggu banyak yang punya acara keluar rumah. Terdengar kembali ponselnya berderit lirih. "Binti?" Tampak Dony heran. "Kok beraninya dia telpon pas ada Bang Beny?" Segera Dony mengangkatnya. Walau terlihat ragu, pada akhirnya Dony bersuara. "Ha-hallo!" Dengan suara terbata dan serak. Dia takut kalau telepon berasal dari Beny. Hanya untuk sekedar cek HP Binti. "Hai, Nadya!" "Haaahhh? Kok jadi Nadya sih?" tanya Dony keheranan. Detik itu dia masih berpikir bahwa Binti niat bercanda dengannya. Setelah dia mendnegarkan celotehnya. Dony tersadar, bahwa ini hanyalah sandiwara Binti. Dony sampai geleng-geleng.
"Ya ambil di dompet tuh. Ada satu juta, tapi jangan diambil semua. Papa juga sisain juga.""Emangnya Papa mau ke mana sih?""Paling kalau suntuk mau ngopi aja.""Ya, udah. Besok Mama, berangkatnya pagi ya?"Beny menjawab dengan anggukan._Rumah Joko_"Kok lama sih Ana?""Maaf, Mas. Tapi ngobrol sebentar sama Mbak Binti.""Terus sekarang mau ke mana lagi?"Ana tersenyum lebar. Tangannya bergerak mengangkat kantong plastik hingga sejajar dengan pandangan mata."Mau kasihkan punya Bu RT.""Memangnya itu apa?""Ada deh. Pokoknya rahasia. Bisa bikin Mas Joko takluk."Lelaki berparas ganteng itu, mengerutkan dahi."Ya, udah. Jangan lama-lama ya. Keburu kangen sama pengen.""Ihhh!"Langkah Ana bergerak keluar rumah. Dalam detik yang sama, ponsel Joko berdering. Membuatnya terkejut, dengan cepat meraih ponsel yang berada tak jauh darinya."Waduuuhhh! Ana lagi. Ini kal
"Bu-bukan itu, Ana! Waktu aku memang enggak ada.""Aku hanya butuh waktu satu jam saja, Mas Joko. Masa enggak bisa sih?""Memangnya mau ajak ke mana?"Pertanyaan Joko seolah memberikan harapan pada Ana Dolly."Beneran Mas Joko mau ketemuan sama aku?""Kalau enggak kamunya marah. Macam merajuk gitru. Memang aku bisa menolak?""Hemmm, kayaknya Mas Joko kepaksa banget gitu sih?""Kamu selalu penuh ancaman.""Lain kali enggak deh, asalkan Mas Joko enggak menghindar dari aku. Gimana, deal?""Au ah lap!"Ana Dolly terkikik geli, mendengar Joko yang protes."Kita ketemuan di cafe kemarin gimana, Mas?""Boleh, jam tujuh. Kamu terlambat lima menit, aku tinggal pulang.""Pasti Mas Joko. Enggak akan datang terlambat aku, Mas.""Satu lagi. Tepat satu jam, jangan minta jalan ke mana-mana lagi. Deal?""Siiip, deal."Segera Joko menutup telepon dari Ana Dolly. Dia tak ingin Ana istrinya
"Wulaaan???" ulang Bu RT dengan gigi yang berbunyi gemertak. Semakin membuat Pak RT salah tingkah dan kelimpungan."Modyarrrr!" bisik Pak RT. "Bagaimana bisa aku kelepasan omong. Kenapa aku harus bilang rumahnya Wulan?" Masih berbisik."Dari ... mana Bapak bisa tahu aku cariin Bapak di rumah janda gatel itu?""Ehhh, perasaan aku tadi enggak bilang. Ibu saja kali yang kedengerannya kayak gitu.""Pak, aku serius. Kupingku ini masih jangkep, enggak bakalan salah denger!""Yaaaa, aku tadi 'kan cuman nebak. Ibu 'kan biasanya memang suka ke situ."Pak RT menjawab enteng, pura-pura tenang dan santai, seolah tidak ada yang terjadi. Mendengar jawaban suami yang seperti itu, Bu RT hanya bisa manyun satu meter. Wanita bertubuh subur itu, berlalu meninggalkan suaminya yang senyum-senyum sendiri.'Aku mau kirim pesan sama Dek Wulan. Pokoknya aku enggak bisa terima dia jalan sama si Beny itu!' bisik Pak RT dalam hati.Tangannya b
"Tuh, Pak. Pakai tali itu, kayak Tom Cruise di Mission Impossible. Ngerti Pak?""Ta-tali?"Wulan manggut-manggut. Lalu, dia maju beberapa langkah. Menarik kain panjang dan mengikatnya pada salah satu sisi pagar besi."Ayo sekarang Bapak naik, dan pegang tali ini!""Se-sekarang aku harus naik pagar ini, terus melompat ke bawah, Wulan?""Iya, enggak ada pilihan!""Waduuhhh!"Wulan bergerak cepat. Dia mengikat ujung kain dan melingkarkan di perut buncit Pak RT."Sekarang juga Pak RT turun, atau Bu RT akan keluarkan jurus lemparan maut. Bisa bendol dahi Bapak nanti.""I-iyaaa ...."Dengan berhati-hati, Pak RT mulai menaiki pagar. Sesekali dia melongok ke bawah."Dek, aku takut.""Pegang yang kencang, Bapak!"Wulan mengeluarkan tenaganya untuk menghentakkan kain tersebut."Loh ... loh, Dek Wulan! A-apa yang mau kamu lakukan?""BIar Bapak cepat mendarat di bumi!
"Pak RT bisa ketahuan lho.""Biarinlah! Aku enggak mau ada masalah sama nih wanita. Bisa-bisa namaku dicatut terus sama dia kalau berurusan pelakor. Belum lagi suaranya yang super kencang itu."Ana hanya bisa menghela napas panjang. Sekilas dia melihat Mbok Lasmi yang berdiri di belakang Bu RT. Dia lebih tertarik menghampirinya, dan menanyakan perihal Joko dan Ana. Wanita cantik itu, meninggalkan Wulan dengan segala keruwetannya bersama Bu RT.Di sisi lain, Bu RT mulai menyusuri segala penjuru ruang. Wulan berusaha untuk tenang, sampai sudut matanya menangkap jempol kaki Pak RT di balik korden."Matek, Pak!" bisik Wulan terkesiap.Segera Wulan berdiri di depan korden, berusaha untuk menutupi jempol kaki Pak RT."Kok, Pak RT enggak ada? Memang kamu sembunyikan di mana ... haaaa?"Wulan menggeleng."Buat apa saya sembunyikan? Ibu bisa cek seluruh isi kamar dari lantai bawah sampai atas. Loh, kurang opo coba?""Kurang ajar!
"Itu, kayaknya Bu RT? Ngapain mereka berdua?"Ana pun ikut mengikuti mereka. Sengaja dia berjaga jarak, agar tidak ketahuan."Apa, Pak RT bener-bener selingkuh sama Mbak Wulan? Kok sampai Bu RT bawa klompen?"Kedua matanya semakin menyipit tajam. Memperhatikan segala gerak gerik mereka."Bukannya Mbak Wulan itu sama Mas Beny, ya?"Rasa penasaran membuat Ana terus mengikuti kedua wanita itu. Dia mengendap-endap, mirip dengan agen MI (Mission Impossible). Merapatkan tubuhnya ke dinding rumah. Sambil sesekali menyelinap di antara pohon mangga."Loh, mereka main bukapagar aja. Aku harus cepat ke sana!"Ana pun berlari kecil mengejar mereka yang sudah memasuki, halaman rumah Wulan. Teriakan Bu RT mengguncangkan perumahan pagi ini."Bapaaaaaaakkk!!!" Sembari siap melemparkan serangan jurus maut.Klompen di tangan kanan sudah siap melayang."Bapaaaaaakkk!" teriak Bu RT tak peduli didengar oleh tetangga yang lain.
"Mbok Lasmi?!" Tampak raut wajahnya keheranan melihat kedatangannya. "Tumben, Mbok? Ada apa?""Ehhh ... Bu RT. Ini lho, tadi saya masak opor ayam. Mau kasih incip.""Wahhh, kebetulan saya juga belum masuk ini, Mbok. Ayo masuk dulu, Mbok!"Mbok Lasmi langsung terlihat senang. Dia meletakkan mangkoknya di atas meja makan."Opor sukaannya Pak RT, MBok.""Ohhh, sekarang ke mana Pak RTnya, Bu?""Paling di dalam. Sukanya 'kan pelihara kembang-kembang, Mbok."Mbok Lasmi, menyeringai masam. Mmebuat Bu RT menarik dagunya hampir menyentuh leher."Memangnya ada apa sih, Mbok?""Soalnya tadi saya kok melihatnya Pak RT keluar rumah, Bu RT. Jalan ke sana!""Sana, mana toh Mbok?""Sana itu lho, Bu RT. Mosok enggak paham toh?"Ucapan Mbok Lasmi semakin membuat Bu RT penasaran."Maksud Mbok Lasmi ke belakang?" Mbok Lasmi mengangguk. "Rumahnya si janda genit itu?" Hampir berteriak Bu RT mengatakanny
"Gimana itu, Mbok? Kok, yo bisa-bisanya itu celana belalainya Mas Joko sampai gosong. Mana berlubang lagi. Gimana itu coba?!" sentak Ana dengan kesal."Sa-sabar dulu Mbak Ana. Nanti buntutnya ini, biar Mbok jahit.""Mana bisaaa, Mbok!"Ana sangat kesal, sampai membanting G-string belalai milik Joko. Napasnya memburu seiring amarah yang mau meledak."Mbok itu enggak tahu ini apa?""Ta-tahu, Mbak. I-itu 'kan ... ehhh, buat tempatnya manuk toh Mbak?""Manuk ... manuk opo, Mbok?""Ehhh ...."Mbok Lasmi hanya bisa gigit jari. Setiap jawaban yang dia lontarkan semakin membuat Ana marah dan berteriak. Langkah Ana terdengar menghentak di lantai."Walahhh, cuman tempat manuk gini ae kok yo marah-marah toh Mbak Ana ini."Ana yang mendengar gerutu Mbok Lasmi menghentikan langkahnya. Lalu, berbalik, "Mbok ngomong apa barusan?""E-enggak, ada ngomong Mbak.""Ngomong! Wong aku ini denger Mbok."
Maya dan Dony tertawa lirih. Terlihat Dony kurang nyaman dengan pengakuan Maya yang blak-blakan."Saya deketin aja, Pak RT. Rumahnya Mas Dony, biar enggak diincar pelakor. Iya 'kan Bu RT?""Wahhh, bener sekali Jeng."Bu RT sepakat dengan ide Maya. Sepertinya mereka pun langsung akrab dan berbagi nomer HP. Setelah mengisi formulir warga, mereka berdua pun berpamitan pulang."Bu ... Bu! Ini nanti bisa terjadi perang dunia ketiga toh, Bu.""Kok bisa?""Lah, rumah yang dikontrak Bu Maya itu 'kan bersebelahan sama Mbak Binti. Apa enggak bakalan rame tuh?""Ehhh, iya juga sih Pak. Cuman, biarin aja deh. BIsa jadi hiburan buat aku." Bu RT tergelak sambil berlalu meninggalkan suaminya."Pak! Aku ke pasar dulu, mungkin agak siangan, sekalian mampir mau ke rumah teman aku sekolah dulu!""Iya!" sahut Pak RT. 'Wahhh, kesempatan emas ini. Aku harus bicara sama Wulan!' batin Pak RT girang.Bergegas lelaki berkumis tebal i
"Apalagi toh, Bu?" "Bapak denger ini, pasti kaget!" "Coba cerita!!!" Jenny membenarkan sikap duduknya, sampai merasa nyaman. "Bapak tahu kalau teman si janda gatel itu, yang namanya sama si Ana, juga lagi ada hubungan sama ... Mas Joko!" "Wahhh, gila benar!" sahut Pak RT spontan. ' Coba aku lebih berani?!' bisiknya dalam hati. 'Kurang ajar benar si Beny, main selonong aja. Pastinya si Wulan lebih milih aku lah!' "Bapak kok malah diem, melamun gitu?" sentak sang istri yang merasa aneh melihat suaminya. "Apa Bapak mikirin Mas Beny yang jalan sama tuh Janda?" "Ehhhh ... Ibu kok makin ngawur ya. Aku tuh berpikir, kok bisa RT kita orang-orangnya begitu." Di saat mereka berbincang serius. Terdengar bel rumah yang berbunyi. Ting tong! Sontak membuat keduanya langsung berpaling ke arah pintu rumah. Ting tong! "Pak! Buka pintunya. Kayaknya ada tamu tuh." "Ibu aja lah! Bapak capek nih. Habi
Lah, saya ini datang karena ingin tahu kok. Jangan pura-pura lah Jeng Tami. Saya tahu kalau kalian ini gosipnya lewat japrian 'kan, enggak lewat grup." Deg! Jeng Tami agak kelimpungan dibuatnya. Dia tak bisa mengelak lagi, karena tebakan wanita bertubuh subur ini sangat tepat. "Ehhh, iya Bu RT." "Emang ada gosip apa?"Lah, saya ini datang karena ingin tahu kok. Jangan pura-pura lah Jeng Tami. Saya tahu kalau kalian ini gosipnya lewat japrian 'kan, enggak lewat grup." Jeng Tami pun kelimpungan. Dia tidak tahu harus menjawab apa, pada Bu RT. "Kok malah diam?" "Ehhh, saya bingung Bu." "Apa yang bikin bingung? Jeng Tami tinggal cerita aja, gitu aja kok repot!" Wanita berambut ikal itu, menggaruk kepalanya sendiri. "Ceritanya panjang Bu RT." "Saya punya waktu panjang kok Jeng Tami. Silakan cerita!"