"Bu-bukan itu, Ana! Waktu aku memang enggak ada."
"Aku hanya butuh waktu satu jam saja, Mas Joko. Masa enggak bisa sih?"
"Memangnya mau ajak ke mana?"
Pertanyaan Joko seolah memberikan harapan pada Ana Dolly.
"Beneran Mas Joko mau ketemuan sama aku?"
"Kalau enggak kamunya marah. Macam merajuk gitru. Memang aku bisa menolak?"
"Hemmm, kayaknya Mas Joko kepaksa banget gitu sih?"
"Kamu selalu penuh ancaman."
"Lain kali enggak deh, asalkan Mas Joko enggak menghindar dari aku. Gimana, deal?"
"Au ah lap!"
Ana Dolly terkikik geli, mendengar Joko yang protes.
"Kita ketemuan di cafe kemarin gimana, Mas?"
"Boleh, jam tujuh. Kamu terlambat lima menit, aku tinggal pulang."
"Pasti Mas Joko. Enggak akan datang terlambat aku, Mas."
"Satu lagi. Tepat satu jam, jangan minta jalan ke mana-mana lagi. Deal?"
"Siiip, deal."
Segera Joko menutup telepon dari Ana Dolly. Dia tak ingin Ana istrinya
"Berarti apa tadi Janda genit itu, tadi bilang sama Jeng Ana, kalau dia cinta sama suami saya?""Kok, Mbak Wulan sih Bu RT? Ehhh ... itu tadi 'kan--"Belum sempat menyelesaikan kalimatnya. Bu RT sudah masuk rumah."Bapaaaak ... Paaaak!" teriak wanita bertubuh subur itu."Waduuuhhh, gawat! Kok bisa Bu RT salah ngerti begini sih. Apa aku yang salah omong?"Tampak Ana kebingungan. Dia menarik lengan Bu RT, agar mau mendnegarkan apa yang dia jelaskan."Bu ... Bu RT! Dengerin saya dulu!""Bapaaaaaakkkk!"Namun Bu RT sudah emosi tingkat dewa. Dia abaikan Ana yang berusaha untuk menjelaskan."Bu RT! Itu tadi cuman perkiraan saya. Bukan berarti kalau Pak RT memang beneran cinta Buuuu ...!""Iya, saya tahu Jeng Ana. Cuman bagiku itu bisa menjadi sebuah kemungkinan."Ana hanya bisa mendelik dengan mulut lebar terbuka. Punggungnya bersandar di kursi seolah tak percaya."Tapi ... Bu?!"Namun B
"Aku mau minum ini dulu. Sekalian mau test drive." Sembari menunjukkan sebuah botol kecil pada suaminya."Kayak mobil aja. Memang yang mau kamu minum itu apa?""Pokoknya bisa bikin Mas Joko, mana tahan," ujar Ana sembari terkikik geli.Lelaki ganteng tersebut, hanya tersenyum simpul. Sambil terus memandang pada Ana yang sudah berpakaian sangat seksi. Tak lama, istrinya meminum jamu berasa terasi itu.Terdengar suara yang tertahan seperti hendak muntah."Ana!" teriak Joko, yang langsung menghampiri sang istri. "Kamu, kenapa?""Ini, baunya enggak enak Mas. Kayak terasi.""Enggak usah minum macem-acem! Kalau kamu malah sakit, bisa bikin aku marah. Ngerti enggak?""Loh, Mas Joko. Itu 'kan aku beli juga buat kamu Mas."Namun, Joko tak peduli."Loh ... loh Mas, jangan dibuang!""Enggak aku buang kok. Cuman aku taruh di dapur." Seraya Joko mencium dalam botol. Dia langsung mengibaskan tangan, sambil mengemba
"Opo iki?" Seraya membuka botol. "Ini kok terasi ditaruh di sini! Piye toh Mbak Ana ini." Mbok Lasmi pun membawa botol tersebut, ke arah belakang. "Terasi kok bentuknya aneh-aneh," bisik Mbok Lasmi, masih tertarik dengan botol itu. "Pasti baru beli." Segera Mbok Lasmi menyiapkan ayam yang hendak dia goreng dan tempe.Lombok sepuluh biji sudah siap untuk diuleg. "Tinggal tambahkan terasi ini. Pantas aja, Mbak Ana minta sarapan penyetan. Mungkin sambil mau cobain rasa terasinya, enak apa enggak," cerocos Mbok Lasmi si Super Kepo. Setelah menyiapkan semua hdangan untuk sarapan. Mbok Lasmi berjalan pelan menuju kamar Ana. Tok tok tok! "Mbak Ana! Sarapannya sudah siap." "Makasih, Mbok!" Tak lama Ana dan Joko sudah muncul menuju meja makan. "Mas, kok aneh sih. Minggu-minggu masuk kerja?" "Bukan masuk kerja Sayangku. Kebetulan Big Boss datang, dan mau ajak keliling Surabaya.' Ana mengembusk
"Jadi, memang beneran Mbok Lasmi pakai jamu itu buat terasinya?""I-iya, Mbak Ana. Saya enggak tahu kalau itu ternyata jamu e. Wong saya cium baunya kayak terasi.""Haduuuuuuhhhh! Kalau manuk e Mas Joko mengkeret gimana toh, Mboook?!""Ma-manuk ... Mas Joko mengkeret, Mbak?""Tobaaat aku!" teriak Ana kesal dan geram pada pembantunya. "Kalau beneran mengkeret gimana, Mbok?"Dari raut wajahnya, terlihat Mbok Lasmi kebingungan. Dia semakin tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh Ana."Kok jadinya saya bingung toh, Mbak? Kok bisa malah punya e Mas Joko yang mengkeret?""Ya, bisa aja 'kan Mbooook! Soalnya terasi kamu ganti sama jamu aku!" tegas Ana melotot.Barulah Mbok Lasmi menyadari kesalahannya. Dia melotot ke arah Ana dan mencengkeram lengannya kuat."Apalagi Mbok?!" Hampir saja Ana berteriak, melihat ulahnya yang aneh."Kalau malam, Mbak Ana olesi minyak buulus aja. Penangkal jamu yang buat Mbak Ana tadi
"Lohhh, joss tenan iku!""Joss gundulmu! Pusing aku tuh sekarang. Si Ana Dolly itu, ngejar-ngejar terus Bro.""Yo, dinikmatilah. Paling kan dia mau kasih @#@#@# sama kamu.""Ahhh ...! Ana cukup sudah buat aku. Mantab di ranjang, baik, penuh pengertian, biar pun enggak bisa pintar masak. Aku sudah bersyukur dapat dia.""Emang enggak pengen punya anak?""Yo pengenlah! Siapa yang enggak pengen punya anak, Bro. Cuman 'kan manusia ini hanya bisa berusaha, hasilnya tetap Gusti Pangeran toh, penentunya."Yono mengangguk pelan, sebagai tanda sepakat terhadap semua ucapan Joko."Cuman, kamu ini dikejar cewek cantik kok enggak mau."Suara tawa Joko menggelegar."Cewek cantik tapi bekas banyak orang. Ahhh ... kamu ini!""Ehhh, Bro. Denger-denger si Ana ini udah enggak mangkal di Dolly lagi.""Lah, di mana? Mosok kembang kuning Bro?" Seraya terkikik geli."Ohhh, semprul. Kelas e Ana yo jauh."Sembari meng
"Loh, angel gimana? Ini kebenaran yang harus dnikmati, Bro. Di rumah nasi goreng spesial, di timur mie goreng, di selatan sayur asem, di barat ayam bhakar. Ngunu lho perumpamaannya." (Ngunu = gitu, angel = sulit)"Wes ... wes! Tambah munyeng aku. Pikiranmu wes rusak. Makanya kawin sana!""Kawin 'kan udah bolak balik, Bro.""Nikah, maksudnyaaaaa ... ampun deh, Yon!"Tak lama mobil mereka telah sampai di hotel bintang lima yang berada di kawasan tengah kota, di dekat sebuah plaza ternama."Kayaknya kita udah ditunggu di loby, Yon.""Sama Pak Hari?""Iya.""Pak Hari bilang kalau langsung ke hotel tadi?"Joko manggut-manggut."Ya, udah enak di kita kan? Lagian seharusnya kenapa kita juga harus datang? Mana waktunya libur lagi.""Memang. Waktu kita istirahat.""Pak Sundono itu, anaknya berapa Bro?" tanya Yono sembari menoleh."Katanya sih dua. Cowok sama cewek. Yang cowok seumuran kita. Kalau yang
Di hari yang sama, waktu masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Binti sudah bersiap dengan dandanan yang rapi dan terlihat sangat cantik. Membuat Beny sampai memandangnya dari atas kepala hingga ujung kaki."Kenapa, Mas? Ada ayang slaah kah?""Enggak. Tapi, kok cantik kali? Memangnya beneran kamu mau ketemuan sama teman cewek?""Iya lah, Mas. Emangnya mau ketemuan sama siapa?"Beny pun manggut manggut. Tiba-tiba, Binti menyodorkan ponselnya."Untuk apa kamu kasih HP?""Kalau Mas Beny enggak percaya, telpon si Nadya sekarang. Mas Beny bisa tanyakan sama dia.""Enggak lah. Buat apa? Aku percaya deh sama kamu. Mau aku antar?"Sejenak Binti terlihat ragu. Akhirnya dia mengangguk."Boleh, antar aku ke jalan raya aja Mas. Dia nungguin di depan.""Tapi, aku masih mau ke kamar mandi. Kamu jalan sendiri aja gimana?""Aku naik ojek online aja kalau gitu."Beny pun meninggalkannya pergi ke kamar mandi. Sambi
"Kenapa aku harus diam?"Segera Dony menempelkan ujung jarinya ke bibir. Pertanda agar Binti segera diam dan jangan bicara lagi."Hallo, pagi Tante.""Kamu ... di mana? Terus berapa kali deringan baru mengangkat telepon aku?" sentak suara dari seberang telepon. Membuat Dony kehabisan kata-kata. Di sampai celingukan memandang arah Binti, yang juga tengah melihat kepadanya.Wajah Binti mengekerut, dengan bibir manyun maju beberapa inchi. Perasaannya mulai kesal, marah, cemburu, jadi satu."Kenapa kamu diam?" Kembali suara dari seberang telepon membentak Dony. "Aku enggak mau tau, Don. Aku tunggu kamu jam sembilan pagi ini di tempat biasanya.""Ta-tapi, Tan. Ini udah jam delapan, mana bisa aku sampai sana jam sembilan.""Engga ada kata tapi. Atau ... kamu mau aku suruh kembalikan semua yang udah aku kasih?""Ya, jangan gitu lah Tante. Beri waktu lah dikit.""Toleransi sampai jam