"Hallo, Ibu-ibu. Sudah ya, apa yang disampaikan oleh Bu RT hanya sepihak. Saya juga akan kasih garansi, pasti Ibu-ibu akan terkejut sama hasilnya. Benar-bener punya daya hisap seperti pompa dan Ibu bakal selalu dicariin sama suami," lanjut Wulan terkekeh.
Wulan berupaya mengembalikan atmosfir yang sempat dingin, dan berubah menjadi pandangan yang tidak bersahabat untuk dirinya.
"Apa yang dikatakan Bu RT tadi tidak benar ya Ibu-ibu. Pak RT tadi malam memang datang ke rumah saya, tapi bukan indehoi. Atau lagi ngapelin saya. Bukan begitu, Ibu-ibu. Pak RT datang karena memang mau beli obat oles dan jamu kuat. Yang katanya sih, mau nyenengin Bu RT." Sengaja suara Wulan pelankan, agar semakin membuat Ibu-ibu yang masih hadir di sana penasaran. Termasuk Ana, yang terus mengikuti dengan serius apa yang dituturkan oleh Wulan.
Di detik yang sama. Binti terlihat sibuk dengan ponselnya sendiri.
{Di mana kamu Mas?}
Tak lama pesan langsung dibalas.
"Haaahhh?!"Mereka terperangah dengan kisah Binti. Baru kali ini mereka tahu."Ehhh ... ma-maaf, Mbak Binti. Kok aku enggak paham dengan sekali jress, korek api. Maksudnya gimana sih Mbak?" tanya Ana lugu dan polos."Udah ahhh, Jeng Ana. Entar kena sensor!" ujar Binti terkikik.Setelah Ana Dolly membagi semua pesanan mereka. Fatma segera menutup acara pertemuan PKK malam ini. Sebelum meninggalkan tempat.Ting!Ponsel Ana berbunyi. Segera dia melihat pesan dari Bu RT, yang membuat dahinya berkerut-kerut.{Jeng Ana, tolong dong saya dibelikan produk tadi. Jamu yang bikin kedut-kedut}Seketika Ana garuk-garuk kepala."Apa maksudnya jamu empot tadi?"Segera Ana menghampiri Wulan."Mbak Wulan, saya beli satu lagi.""Wahhh, Jeng Ana borong," sahut Binti dari arah belakang."Bukan punya saya, Mbak Binti.""Lah, terus?"Ana Hanya tersenyum masam, lalu berbisik, "Punya Bu RT, Mbak Binti."
"Hussst! Bin ... Binti!" Sontak dia menoleh ke segala arah. Lalu melihat sosok Dony berada tak jauh dari dia berdiri. "Maaf, aku enggak langsung balas." "Udah! Aku mau pulang." "Tunggu dulu lah! Aku mau ngomong." "Apalagi yang mau diomongin?" "Besok kita janjian keluar gimana?" Binti menghentikan langkahnya. "Bisa enggak jangan ikutin aku? Nanti aku balas di HP. Aku enggak mau kalau ada yang lihat kita ngobrol kayak gini, Mas Dony!" "Oke, aku memang maunya ke pos kok. Kan bisa sekalian jalan. Lagian aku kangen," bisik Dony yang tiba-tiba merapatkan tubuhnya pada Binti. "Ihhh, udah dibilangin kok ... ahhh!" Binti bergegas meninggalkan Dony yang masih berdiri terpaku di tempatnya. Saat mendekati pos, dia melihat sang suami yang sudah duduk-duduk di sana. "Mama kok lama?" "Iya, Pa. Tadi ngobrol sama Jeng Ana dulu." Tak lama, Dony sudah melambaikan tangan ke arah Beny dan Mint
{Oke, besok siang jam sebelas. Aku tunggu di pom bensin seperti biasa, Mas} {Naik mobil aku?} {Nanti aku kasih kabar} Dony pun menutup pesan. "Pak Minto, saya balik dulu!" "Baik, Mas." Langkahnya berjalan pelan menuju rumah. Suasana kawasan rumah dia sudah sepi. Sepertinya malam minggu banyak yang punya acara keluar rumah. Terdengar kembali ponselnya berderit lirih. "Binti?" Tampak Dony heran. "Kok beraninya dia telpon pas ada Bang Beny?" Segera Dony mengangkatnya. Walau terlihat ragu, pada akhirnya Dony bersuara. "Ha-hallo!" Dengan suara terbata dan serak. Dia takut kalau telepon berasal dari Beny. Hanya untuk sekedar cek HP Binti. "Hai, Nadya!" "Haaahhh? Kok jadi Nadya sih?" tanya Dony keheranan. Detik itu dia masih berpikir bahwa Binti niat bercanda dengannya. Setelah dia mendnegarkan celotehnya. Dony tersadar, bahwa ini hanyalah sandiwara Binti. Dony sampai geleng-geleng.
"Ya ambil di dompet tuh. Ada satu juta, tapi jangan diambil semua. Papa juga sisain juga.""Emangnya Papa mau ke mana sih?""Paling kalau suntuk mau ngopi aja.""Ya, udah. Besok Mama, berangkatnya pagi ya?"Beny menjawab dengan anggukan._Rumah Joko_"Kok lama sih Ana?""Maaf, Mas. Tapi ngobrol sebentar sama Mbak Binti.""Terus sekarang mau ke mana lagi?"Ana tersenyum lebar. Tangannya bergerak mengangkat kantong plastik hingga sejajar dengan pandangan mata."Mau kasihkan punya Bu RT.""Memangnya itu apa?""Ada deh. Pokoknya rahasia. Bisa bikin Mas Joko takluk."Lelaki berparas ganteng itu, mengerutkan dahi."Ya, udah. Jangan lama-lama ya. Keburu kangen sama pengen.""Ihhh!"Langkah Ana bergerak keluar rumah. Dalam detik yang sama, ponsel Joko berdering. Membuatnya terkejut, dengan cepat meraih ponsel yang berada tak jauh darinya."Waduuuhhh! Ana lagi. Ini kal
"Bu-bukan itu, Ana! Waktu aku memang enggak ada.""Aku hanya butuh waktu satu jam saja, Mas Joko. Masa enggak bisa sih?""Memangnya mau ajak ke mana?"Pertanyaan Joko seolah memberikan harapan pada Ana Dolly."Beneran Mas Joko mau ketemuan sama aku?""Kalau enggak kamunya marah. Macam merajuk gitru. Memang aku bisa menolak?""Hemmm, kayaknya Mas Joko kepaksa banget gitu sih?""Kamu selalu penuh ancaman.""Lain kali enggak deh, asalkan Mas Joko enggak menghindar dari aku. Gimana, deal?""Au ah lap!"Ana Dolly terkikik geli, mendengar Joko yang protes."Kita ketemuan di cafe kemarin gimana, Mas?""Boleh, jam tujuh. Kamu terlambat lima menit, aku tinggal pulang.""Pasti Mas Joko. Enggak akan datang terlambat aku, Mas.""Satu lagi. Tepat satu jam, jangan minta jalan ke mana-mana lagi. Deal?""Siiip, deal."Segera Joko menutup telepon dari Ana Dolly. Dia tak ingin Ana istrinya
"Berarti apa tadi Janda genit itu, tadi bilang sama Jeng Ana, kalau dia cinta sama suami saya?""Kok, Mbak Wulan sih Bu RT? Ehhh ... itu tadi 'kan--"Belum sempat menyelesaikan kalimatnya. Bu RT sudah masuk rumah."Bapaaaak ... Paaaak!" teriak wanita bertubuh subur itu."Waduuuhhh, gawat! Kok bisa Bu RT salah ngerti begini sih. Apa aku yang salah omong?"Tampak Ana kebingungan. Dia menarik lengan Bu RT, agar mau mendnegarkan apa yang dia jelaskan."Bu ... Bu RT! Dengerin saya dulu!""Bapaaaaaakkkk!"Namun Bu RT sudah emosi tingkat dewa. Dia abaikan Ana yang berusaha untuk menjelaskan."Bu RT! Itu tadi cuman perkiraan saya. Bukan berarti kalau Pak RT memang beneran cinta Buuuu ...!""Iya, saya tahu Jeng Ana. Cuman bagiku itu bisa menjadi sebuah kemungkinan."Ana hanya bisa mendelik dengan mulut lebar terbuka. Punggungnya bersandar di kursi seolah tak percaya."Tapi ... Bu?!"Namun B
"Aku mau minum ini dulu. Sekalian mau test drive." Sembari menunjukkan sebuah botol kecil pada suaminya."Kayak mobil aja. Memang yang mau kamu minum itu apa?""Pokoknya bisa bikin Mas Joko, mana tahan," ujar Ana sembari terkikik geli.Lelaki ganteng tersebut, hanya tersenyum simpul. Sambil terus memandang pada Ana yang sudah berpakaian sangat seksi. Tak lama, istrinya meminum jamu berasa terasi itu.Terdengar suara yang tertahan seperti hendak muntah."Ana!" teriak Joko, yang langsung menghampiri sang istri. "Kamu, kenapa?""Ini, baunya enggak enak Mas. Kayak terasi.""Enggak usah minum macem-acem! Kalau kamu malah sakit, bisa bikin aku marah. Ngerti enggak?""Loh, Mas Joko. Itu 'kan aku beli juga buat kamu Mas."Namun, Joko tak peduli."Loh ... loh Mas, jangan dibuang!""Enggak aku buang kok. Cuman aku taruh di dapur." Seraya Joko mencium dalam botol. Dia langsung mengibaskan tangan, sambil mengemba
"Opo iki?" Seraya membuka botol. "Ini kok terasi ditaruh di sini! Piye toh Mbak Ana ini." Mbok Lasmi pun membawa botol tersebut, ke arah belakang. "Terasi kok bentuknya aneh-aneh," bisik Mbok Lasmi, masih tertarik dengan botol itu. "Pasti baru beli." Segera Mbok Lasmi menyiapkan ayam yang hendak dia goreng dan tempe.Lombok sepuluh biji sudah siap untuk diuleg. "Tinggal tambahkan terasi ini. Pantas aja, Mbak Ana minta sarapan penyetan. Mungkin sambil mau cobain rasa terasinya, enak apa enggak," cerocos Mbok Lasmi si Super Kepo. Setelah menyiapkan semua hdangan untuk sarapan. Mbok Lasmi berjalan pelan menuju kamar Ana. Tok tok tok! "Mbak Ana! Sarapannya sudah siap." "Makasih, Mbok!" Tak lama Ana dan Joko sudah muncul menuju meja makan. "Mas, kok aneh sih. Minggu-minggu masuk kerja?" "Bukan masuk kerja Sayangku. Kebetulan Big Boss datang, dan mau ajak keliling Surabaya.' Ana mengembusk