"Hussst! Bin ... Binti!"
Sontak dia menoleh ke segala arah. Lalu melihat sosok Dony berada tak jauh dari dia berdiri.
"Maaf, aku enggak langsung balas."
"Udah! Aku mau pulang."
"Tunggu dulu lah! Aku mau ngomong."
"Apalagi yang mau diomongin?"
"Besok kita janjian keluar gimana?"
Binti menghentikan langkahnya.
"Bisa enggak jangan ikutin aku? Nanti aku balas di HP. Aku enggak mau kalau ada yang lihat kita ngobrol kayak gini, Mas Dony!"
"Oke, aku memang maunya ke pos kok. Kan bisa sekalian jalan. Lagian aku kangen," bisik Dony yang tiba-tiba merapatkan tubuhnya pada Binti.
"Ihhh, udah dibilangin kok ... ahhh!"
Binti bergegas meninggalkan Dony yang masih berdiri terpaku di tempatnya. Saat mendekati pos, dia melihat sang suami yang sudah duduk-duduk di sana.
"Mama kok lama?"
"Iya, Pa. Tadi ngobrol sama Jeng Ana dulu."
Tak lama, Dony sudah melambaikan tangan ke arah Beny dan Mint
{Oke, besok siang jam sebelas. Aku tunggu di pom bensin seperti biasa, Mas} {Naik mobil aku?} {Nanti aku kasih kabar} Dony pun menutup pesan. "Pak Minto, saya balik dulu!" "Baik, Mas." Langkahnya berjalan pelan menuju rumah. Suasana kawasan rumah dia sudah sepi. Sepertinya malam minggu banyak yang punya acara keluar rumah. Terdengar kembali ponselnya berderit lirih. "Binti?" Tampak Dony heran. "Kok beraninya dia telpon pas ada Bang Beny?" Segera Dony mengangkatnya. Walau terlihat ragu, pada akhirnya Dony bersuara. "Ha-hallo!" Dengan suara terbata dan serak. Dia takut kalau telepon berasal dari Beny. Hanya untuk sekedar cek HP Binti. "Hai, Nadya!" "Haaahhh? Kok jadi Nadya sih?" tanya Dony keheranan. Detik itu dia masih berpikir bahwa Binti niat bercanda dengannya. Setelah dia mendnegarkan celotehnya. Dony tersadar, bahwa ini hanyalah sandiwara Binti. Dony sampai geleng-geleng.
"Ya ambil di dompet tuh. Ada satu juta, tapi jangan diambil semua. Papa juga sisain juga.""Emangnya Papa mau ke mana sih?""Paling kalau suntuk mau ngopi aja.""Ya, udah. Besok Mama, berangkatnya pagi ya?"Beny menjawab dengan anggukan._Rumah Joko_"Kok lama sih Ana?""Maaf, Mas. Tapi ngobrol sebentar sama Mbak Binti.""Terus sekarang mau ke mana lagi?"Ana tersenyum lebar. Tangannya bergerak mengangkat kantong plastik hingga sejajar dengan pandangan mata."Mau kasihkan punya Bu RT.""Memangnya itu apa?""Ada deh. Pokoknya rahasia. Bisa bikin Mas Joko takluk."Lelaki berparas ganteng itu, mengerutkan dahi."Ya, udah. Jangan lama-lama ya. Keburu kangen sama pengen.""Ihhh!"Langkah Ana bergerak keluar rumah. Dalam detik yang sama, ponsel Joko berdering. Membuatnya terkejut, dengan cepat meraih ponsel yang berada tak jauh darinya."Waduuuhhh! Ana lagi. Ini kal
"Bu-bukan itu, Ana! Waktu aku memang enggak ada.""Aku hanya butuh waktu satu jam saja, Mas Joko. Masa enggak bisa sih?""Memangnya mau ajak ke mana?"Pertanyaan Joko seolah memberikan harapan pada Ana Dolly."Beneran Mas Joko mau ketemuan sama aku?""Kalau enggak kamunya marah. Macam merajuk gitru. Memang aku bisa menolak?""Hemmm, kayaknya Mas Joko kepaksa banget gitu sih?""Kamu selalu penuh ancaman.""Lain kali enggak deh, asalkan Mas Joko enggak menghindar dari aku. Gimana, deal?""Au ah lap!"Ana Dolly terkikik geli, mendengar Joko yang protes."Kita ketemuan di cafe kemarin gimana, Mas?""Boleh, jam tujuh. Kamu terlambat lima menit, aku tinggal pulang.""Pasti Mas Joko. Enggak akan datang terlambat aku, Mas.""Satu lagi. Tepat satu jam, jangan minta jalan ke mana-mana lagi. Deal?""Siiip, deal."Segera Joko menutup telepon dari Ana Dolly. Dia tak ingin Ana istrinya
"Berarti apa tadi Janda genit itu, tadi bilang sama Jeng Ana, kalau dia cinta sama suami saya?""Kok, Mbak Wulan sih Bu RT? Ehhh ... itu tadi 'kan--"Belum sempat menyelesaikan kalimatnya. Bu RT sudah masuk rumah."Bapaaaak ... Paaaak!" teriak wanita bertubuh subur itu."Waduuuhhh, gawat! Kok bisa Bu RT salah ngerti begini sih. Apa aku yang salah omong?"Tampak Ana kebingungan. Dia menarik lengan Bu RT, agar mau mendnegarkan apa yang dia jelaskan."Bu ... Bu RT! Dengerin saya dulu!""Bapaaaaaakkkk!"Namun Bu RT sudah emosi tingkat dewa. Dia abaikan Ana yang berusaha untuk menjelaskan."Bu RT! Itu tadi cuman perkiraan saya. Bukan berarti kalau Pak RT memang beneran cinta Buuuu ...!""Iya, saya tahu Jeng Ana. Cuman bagiku itu bisa menjadi sebuah kemungkinan."Ana hanya bisa mendelik dengan mulut lebar terbuka. Punggungnya bersandar di kursi seolah tak percaya."Tapi ... Bu?!"Namun B
"Aku mau minum ini dulu. Sekalian mau test drive." Sembari menunjukkan sebuah botol kecil pada suaminya."Kayak mobil aja. Memang yang mau kamu minum itu apa?""Pokoknya bisa bikin Mas Joko, mana tahan," ujar Ana sembari terkikik geli.Lelaki ganteng tersebut, hanya tersenyum simpul. Sambil terus memandang pada Ana yang sudah berpakaian sangat seksi. Tak lama, istrinya meminum jamu berasa terasi itu.Terdengar suara yang tertahan seperti hendak muntah."Ana!" teriak Joko, yang langsung menghampiri sang istri. "Kamu, kenapa?""Ini, baunya enggak enak Mas. Kayak terasi.""Enggak usah minum macem-acem! Kalau kamu malah sakit, bisa bikin aku marah. Ngerti enggak?""Loh, Mas Joko. Itu 'kan aku beli juga buat kamu Mas."Namun, Joko tak peduli."Loh ... loh Mas, jangan dibuang!""Enggak aku buang kok. Cuman aku taruh di dapur." Seraya Joko mencium dalam botol. Dia langsung mengibaskan tangan, sambil mengemba
"Opo iki?" Seraya membuka botol. "Ini kok terasi ditaruh di sini! Piye toh Mbak Ana ini." Mbok Lasmi pun membawa botol tersebut, ke arah belakang. "Terasi kok bentuknya aneh-aneh," bisik Mbok Lasmi, masih tertarik dengan botol itu. "Pasti baru beli." Segera Mbok Lasmi menyiapkan ayam yang hendak dia goreng dan tempe.Lombok sepuluh biji sudah siap untuk diuleg. "Tinggal tambahkan terasi ini. Pantas aja, Mbak Ana minta sarapan penyetan. Mungkin sambil mau cobain rasa terasinya, enak apa enggak," cerocos Mbok Lasmi si Super Kepo. Setelah menyiapkan semua hdangan untuk sarapan. Mbok Lasmi berjalan pelan menuju kamar Ana. Tok tok tok! "Mbak Ana! Sarapannya sudah siap." "Makasih, Mbok!" Tak lama Ana dan Joko sudah muncul menuju meja makan. "Mas, kok aneh sih. Minggu-minggu masuk kerja?" "Bukan masuk kerja Sayangku. Kebetulan Big Boss datang, dan mau ajak keliling Surabaya.' Ana mengembusk
"Jadi, memang beneran Mbok Lasmi pakai jamu itu buat terasinya?""I-iya, Mbak Ana. Saya enggak tahu kalau itu ternyata jamu e. Wong saya cium baunya kayak terasi.""Haduuuuuuhhhh! Kalau manuk e Mas Joko mengkeret gimana toh, Mboook?!""Ma-manuk ... Mas Joko mengkeret, Mbak?""Tobaaat aku!" teriak Ana kesal dan geram pada pembantunya. "Kalau beneran mengkeret gimana, Mbok?"Dari raut wajahnya, terlihat Mbok Lasmi kebingungan. Dia semakin tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh Ana."Kok jadinya saya bingung toh, Mbak? Kok bisa malah punya e Mas Joko yang mengkeret?""Ya, bisa aja 'kan Mbooook! Soalnya terasi kamu ganti sama jamu aku!" tegas Ana melotot.Barulah Mbok Lasmi menyadari kesalahannya. Dia melotot ke arah Ana dan mencengkeram lengannya kuat."Apalagi Mbok?!" Hampir saja Ana berteriak, melihat ulahnya yang aneh."Kalau malam, Mbak Ana olesi minyak buulus aja. Penangkal jamu yang buat Mbak Ana tadi
"Lohhh, joss tenan iku!""Joss gundulmu! Pusing aku tuh sekarang. Si Ana Dolly itu, ngejar-ngejar terus Bro.""Yo, dinikmatilah. Paling kan dia mau kasih @#@#@# sama kamu.""Ahhh ...! Ana cukup sudah buat aku. Mantab di ranjang, baik, penuh pengertian, biar pun enggak bisa pintar masak. Aku sudah bersyukur dapat dia.""Emang enggak pengen punya anak?""Yo pengenlah! Siapa yang enggak pengen punya anak, Bro. Cuman 'kan manusia ini hanya bisa berusaha, hasilnya tetap Gusti Pangeran toh, penentunya."Yono mengangguk pelan, sebagai tanda sepakat terhadap semua ucapan Joko."Cuman, kamu ini dikejar cewek cantik kok enggak mau."Suara tawa Joko menggelegar."Cewek cantik tapi bekas banyak orang. Ahhh ... kamu ini!""Ehhh, Bro. Denger-denger si Ana ini udah enggak mangkal di Dolly lagi.""Lah, di mana? Mosok kembang kuning Bro?" Seraya terkikik geli."Ohhh, semprul. Kelas e Ana yo jauh."Sembari meng
"Wulaaan???" ulang Bu RT dengan gigi yang berbunyi gemertak. Semakin membuat Pak RT salah tingkah dan kelimpungan."Modyarrrr!" bisik Pak RT. "Bagaimana bisa aku kelepasan omong. Kenapa aku harus bilang rumahnya Wulan?" Masih berbisik."Dari ... mana Bapak bisa tahu aku cariin Bapak di rumah janda gatel itu?""Ehhh, perasaan aku tadi enggak bilang. Ibu saja kali yang kedengerannya kayak gitu.""Pak, aku serius. Kupingku ini masih jangkep, enggak bakalan salah denger!""Yaaaa, aku tadi 'kan cuman nebak. Ibu 'kan biasanya memang suka ke situ."Pak RT menjawab enteng, pura-pura tenang dan santai, seolah tidak ada yang terjadi. Mendengar jawaban suami yang seperti itu, Bu RT hanya bisa manyun satu meter. Wanita bertubuh subur itu, berlalu meninggalkan suaminya yang senyum-senyum sendiri.'Aku mau kirim pesan sama Dek Wulan. Pokoknya aku enggak bisa terima dia jalan sama si Beny itu!' bisik Pak RT dalam hati.Tangannya b
"Tuh, Pak. Pakai tali itu, kayak Tom Cruise di Mission Impossible. Ngerti Pak?""Ta-tali?"Wulan manggut-manggut. Lalu, dia maju beberapa langkah. Menarik kain panjang dan mengikatnya pada salah satu sisi pagar besi."Ayo sekarang Bapak naik, dan pegang tali ini!""Se-sekarang aku harus naik pagar ini, terus melompat ke bawah, Wulan?""Iya, enggak ada pilihan!""Waduuhhh!"Wulan bergerak cepat. Dia mengikat ujung kain dan melingkarkan di perut buncit Pak RT."Sekarang juga Pak RT turun, atau Bu RT akan keluarkan jurus lemparan maut. Bisa bendol dahi Bapak nanti.""I-iyaaa ...."Dengan berhati-hati, Pak RT mulai menaiki pagar. Sesekali dia melongok ke bawah."Dek, aku takut.""Pegang yang kencang, Bapak!"Wulan mengeluarkan tenaganya untuk menghentakkan kain tersebut."Loh ... loh, Dek Wulan! A-apa yang mau kamu lakukan?""BIar Bapak cepat mendarat di bumi!
"Pak RT bisa ketahuan lho.""Biarinlah! Aku enggak mau ada masalah sama nih wanita. Bisa-bisa namaku dicatut terus sama dia kalau berurusan pelakor. Belum lagi suaranya yang super kencang itu."Ana hanya bisa menghela napas panjang. Sekilas dia melihat Mbok Lasmi yang berdiri di belakang Bu RT. Dia lebih tertarik menghampirinya, dan menanyakan perihal Joko dan Ana. Wanita cantik itu, meninggalkan Wulan dengan segala keruwetannya bersama Bu RT.Di sisi lain, Bu RT mulai menyusuri segala penjuru ruang. Wulan berusaha untuk tenang, sampai sudut matanya menangkap jempol kaki Pak RT di balik korden."Matek, Pak!" bisik Wulan terkesiap.Segera Wulan berdiri di depan korden, berusaha untuk menutupi jempol kaki Pak RT."Kok, Pak RT enggak ada? Memang kamu sembunyikan di mana ... haaaa?"Wulan menggeleng."Buat apa saya sembunyikan? Ibu bisa cek seluruh isi kamar dari lantai bawah sampai atas. Loh, kurang opo coba?""Kurang ajar!
"Itu, kayaknya Bu RT? Ngapain mereka berdua?"Ana pun ikut mengikuti mereka. Sengaja dia berjaga jarak, agar tidak ketahuan."Apa, Pak RT bener-bener selingkuh sama Mbak Wulan? Kok sampai Bu RT bawa klompen?"Kedua matanya semakin menyipit tajam. Memperhatikan segala gerak gerik mereka."Bukannya Mbak Wulan itu sama Mas Beny, ya?"Rasa penasaran membuat Ana terus mengikuti kedua wanita itu. Dia mengendap-endap, mirip dengan agen MI (Mission Impossible). Merapatkan tubuhnya ke dinding rumah. Sambil sesekali menyelinap di antara pohon mangga."Loh, mereka main bukapagar aja. Aku harus cepat ke sana!"Ana pun berlari kecil mengejar mereka yang sudah memasuki, halaman rumah Wulan. Teriakan Bu RT mengguncangkan perumahan pagi ini."Bapaaaaaaakkk!!!" Sembari siap melemparkan serangan jurus maut.Klompen di tangan kanan sudah siap melayang."Bapaaaaaakkk!" teriak Bu RT tak peduli didengar oleh tetangga yang lain.
"Mbok Lasmi?!" Tampak raut wajahnya keheranan melihat kedatangannya. "Tumben, Mbok? Ada apa?""Ehhh ... Bu RT. Ini lho, tadi saya masak opor ayam. Mau kasih incip.""Wahhh, kebetulan saya juga belum masuk ini, Mbok. Ayo masuk dulu, Mbok!"Mbok Lasmi langsung terlihat senang. Dia meletakkan mangkoknya di atas meja makan."Opor sukaannya Pak RT, MBok.""Ohhh, sekarang ke mana Pak RTnya, Bu?""Paling di dalam. Sukanya 'kan pelihara kembang-kembang, Mbok."Mbok Lasmi, menyeringai masam. Mmebuat Bu RT menarik dagunya hampir menyentuh leher."Memangnya ada apa sih, Mbok?""Soalnya tadi saya kok melihatnya Pak RT keluar rumah, Bu RT. Jalan ke sana!""Sana, mana toh Mbok?""Sana itu lho, Bu RT. Mosok enggak paham toh?"Ucapan Mbok Lasmi semakin membuat Bu RT penasaran."Maksud Mbok Lasmi ke belakang?" Mbok Lasmi mengangguk. "Rumahnya si janda genit itu?" Hampir berteriak Bu RT mengatakanny
"Gimana itu, Mbok? Kok, yo bisa-bisanya itu celana belalainya Mas Joko sampai gosong. Mana berlubang lagi. Gimana itu coba?!" sentak Ana dengan kesal."Sa-sabar dulu Mbak Ana. Nanti buntutnya ini, biar Mbok jahit.""Mana bisaaa, Mbok!"Ana sangat kesal, sampai membanting G-string belalai milik Joko. Napasnya memburu seiring amarah yang mau meledak."Mbok itu enggak tahu ini apa?""Ta-tahu, Mbak. I-itu 'kan ... ehhh, buat tempatnya manuk toh Mbak?""Manuk ... manuk opo, Mbok?""Ehhh ...."Mbok Lasmi hanya bisa gigit jari. Setiap jawaban yang dia lontarkan semakin membuat Ana marah dan berteriak. Langkah Ana terdengar menghentak di lantai."Walahhh, cuman tempat manuk gini ae kok yo marah-marah toh Mbak Ana ini."Ana yang mendengar gerutu Mbok Lasmi menghentikan langkahnya. Lalu, berbalik, "Mbok ngomong apa barusan?""E-enggak, ada ngomong Mbak.""Ngomong! Wong aku ini denger Mbok."
Maya dan Dony tertawa lirih. Terlihat Dony kurang nyaman dengan pengakuan Maya yang blak-blakan."Saya deketin aja, Pak RT. Rumahnya Mas Dony, biar enggak diincar pelakor. Iya 'kan Bu RT?""Wahhh, bener sekali Jeng."Bu RT sepakat dengan ide Maya. Sepertinya mereka pun langsung akrab dan berbagi nomer HP. Setelah mengisi formulir warga, mereka berdua pun berpamitan pulang."Bu ... Bu! Ini nanti bisa terjadi perang dunia ketiga toh, Bu.""Kok bisa?""Lah, rumah yang dikontrak Bu Maya itu 'kan bersebelahan sama Mbak Binti. Apa enggak bakalan rame tuh?""Ehhh, iya juga sih Pak. Cuman, biarin aja deh. BIsa jadi hiburan buat aku." Bu RT tergelak sambil berlalu meninggalkan suaminya."Pak! Aku ke pasar dulu, mungkin agak siangan, sekalian mampir mau ke rumah teman aku sekolah dulu!""Iya!" sahut Pak RT. 'Wahhh, kesempatan emas ini. Aku harus bicara sama Wulan!' batin Pak RT girang.Bergegas lelaki berkumis tebal i
"Apalagi toh, Bu?" "Bapak denger ini, pasti kaget!" "Coba cerita!!!" Jenny membenarkan sikap duduknya, sampai merasa nyaman. "Bapak tahu kalau teman si janda gatel itu, yang namanya sama si Ana, juga lagi ada hubungan sama ... Mas Joko!" "Wahhh, gila benar!" sahut Pak RT spontan. ' Coba aku lebih berani?!' bisiknya dalam hati. 'Kurang ajar benar si Beny, main selonong aja. Pastinya si Wulan lebih milih aku lah!' "Bapak kok malah diem, melamun gitu?" sentak sang istri yang merasa aneh melihat suaminya. "Apa Bapak mikirin Mas Beny yang jalan sama tuh Janda?" "Ehhhh ... Ibu kok makin ngawur ya. Aku tuh berpikir, kok bisa RT kita orang-orangnya begitu." Di saat mereka berbincang serius. Terdengar bel rumah yang berbunyi. Ting tong! Sontak membuat keduanya langsung berpaling ke arah pintu rumah. Ting tong! "Pak! Buka pintunya. Kayaknya ada tamu tuh." "Ibu aja lah! Bapak capek nih. Habi
Lah, saya ini datang karena ingin tahu kok. Jangan pura-pura lah Jeng Tami. Saya tahu kalau kalian ini gosipnya lewat japrian 'kan, enggak lewat grup." Deg! Jeng Tami agak kelimpungan dibuatnya. Dia tak bisa mengelak lagi, karena tebakan wanita bertubuh subur ini sangat tepat. "Ehhh, iya Bu RT." "Emang ada gosip apa?"Lah, saya ini datang karena ingin tahu kok. Jangan pura-pura lah Jeng Tami. Saya tahu kalau kalian ini gosipnya lewat japrian 'kan, enggak lewat grup." Jeng Tami pun kelimpungan. Dia tidak tahu harus menjawab apa, pada Bu RT. "Kok malah diam?" "Ehhh, saya bingung Bu." "Apa yang bikin bingung? Jeng Tami tinggal cerita aja, gitu aja kok repot!" Wanita berambut ikal itu, menggaruk kepalanya sendiri. "Ceritanya panjang Bu RT." "Saya punya waktu panjang kok Jeng Tami. Silakan cerita!"