"Ay, masih suka senja?"
Spontan Ayesha membalikkan tubuhnya ke belakang. Ia menemukan seorang laki-laki berperawakan cukup tinggi dan berkulit putih. Ia tersenyum menatap Ayesha. Sementara Ayesha membalasnya menatap heran.
Siapa dia? Pikir Ayesha.
"Siapa kamu?" Ayesha melontar tanya. Mengapa laki-laki itu mendekatinya ketika ia bertahan menatap senja di pesisir pantai Kuta, Pulau Bali.
Ayesha memang perempuan penyuka senja. Lebih benarnya, sang pecandu senja. Ia menobatkan dua kota yang dijadikannya sebagai rumah senja, dua rumah senja itu ialah pulau Bali dan kota Yogyakarta. Ayesha juga penyuka traveling, beberapa kota di pulau jawa telah ia jelajahi. Setiap kali menjelajahi kota, Ayesha tak pernah sendiri, ia juga sempat mengajak teman, saudara, bahkan Ayahnya, untuk menemaninya jalan-jalan.
Mengingat Ayesha masih berstatus single, status yang menurutnya masih tak aman berpergian seorang diri. Apalagi ia juga mengerti bahwa di dalam Agama Islam, tak diperbolehkan seorang perempuan melakukan perjalanan lebih dari sehari semalam tanpa seorang mahram. Dan berada di pulau Bali pun, Ayesha memutuskan mengajak sang adik.
"Kenalkan, aku Hazmi, suami resmi dari Ayesha Salshabila Senjaya." Laki-laki itu berkata sembari menyodorkan telapak tangannya di hadapan Ayesha.
Ayesha semakin bingung. Mengapa laki-laki yang masih berdiri di sisinya itu-menganggap bahwa ia sebagai suami Ayesha? Lantas, darimana dia tahu namaku?
"Itu namaku!"
"Memang, salaman dulu, dong."
"Nggak mau, bukan mahram."
"Aku mahrammu, Ay. Bahkan jika aku menyentuhmu sekarang, masih halal, kok."
"Jangan gila, ya! Sejak kapan aku nikah? Bahkan aku nggak tahu kamu siapa, dan sekarang malah ngaku-ngaku bahwa kamu suamiku. Aneh kamu! Jangan mengkhayal kalau kita suami istri."
Daripada hati Ayesha semakin panas, lebih baik ia memilih bergegas pergi. Ayesha sangat benci sejak laki-laki itu memberikan pengakuan yang aneh. Ayesha pikir ... otak Hazmi sudah konslet. Bahkan Ayesha belum tahu siapa Hazmi.
"Ay! Ayesha!" Tangan Hazmi berhasil merangkul lengan Ayesha. Hingga perlahan ia memundurkan sentuhannya ketika Ayesha berusaha menarik lepas lengannya dari cengkeraman Hazmi.
Perempuan berkerudung cokelat tua itu kembali gondok menatap tingkah Hazmi. Berani-beraninya ia menyentuh Ayesha, padahal Ayesha sudah menegaskan bahwa laki-laki itu bukan suaminya.
"Ay ..."
"Nggak usah menyentuhku! Kamu itu bukan suamiku. Bahkan aku nggak ngerti apa maksudmu yang mengatakan kita sudah menikah. Aku nggak punya ingatan apapun tentang kamu."
"Ay ..."
"Tolong berhenti mengaku bahwa kamu suamiku!" Ayesha kembali memutar tubuhnya setelah memotong perkataan Hazmi yang berusaha memberikan penjelasan. Kali ini Ayesha berusaha menghindari Hazmi, meski Ayesha merasa Hazmi masih mencoba mengejarnya lagi.
Dari arah belakang, Hazmi menghentikan derap langkahnya mengejar Ayesha. Ia tetap memerhatikan Ayesha yang sudah berjalan menjauhinya. Suasana pantai Kuta masih tetap ramai seperti biasa. Apalagi menikmati mentari tenggelam di sore hari adalah hal yang paling berkesan bagi para tourist di pantai Kuta.
"Ayesha! Kamu boleh lupa sama aku! Tapi aku nggak mungkin lupa sama kamu! Kamu itu tetap istriku, dan kamu akan selalu jadi istri Hazmi! Kamu pun harus tahu bahwa aku tetap mencintaimu!" teriak Hazmi dengan lantangnya. Ia percaya bahwa Ayesha mendengarkan suaranya. Meskipun langkah perempuan itu sudah berjalan cukup jauh darinya.
Ok, kali ini apalagi derita yang ingin disampaikan oleh semesta padaku? Bahkan aku saja tak mengenalinya, mengapa ia mengakuiku sebagai istrinya? Lalu, pertanyaanya, sejak kapan aku menikah dengannya? Ayesha hanya bisa bergerutu di dalam hatinya. Saat ini ia benar-benar kesal.
***
"Argh!" teriak Ayesha kesal, ia pun melemparkan tas selempangnya dan kamera digitalnya ke atas kasur begitu saja. Sembari menyinggahkan tubuhnya duduk di sofa apartemen. Thalia, sang Adik bungsunya hanya melongo heran menatap kondisi Kakaknya. Perempuan yang juga berkerudung itu sedang asyik menonton televisi di ruang kamar yang sama dengan Kakaknya. Sesaat Ayesha beralih melepas sepatu, kaus kaki, dan mengambil pakaian ganti. "Aku ganti baju dulu," ujar Ayesha sembari pergi melewati Thalia. Sayangnya sang Adik hanya memaku tak mengerti mengapa tingkah Ayesha terlihat aneh. "Kenapa sih, datang-datang malah langsung kesal gitu? Kak Ayesha aneh!" gerutu Thalia yang kali ini lebih mengalihkan pandangannya menonton acara televisi korea favoritnya. Ayesha dan Thalia, mereka adalah Kakak Adik bersaudara yang terpaut usia delapan tahun. Saat ini Ayesha berusia 24 tahun dan ia sedang melanjutkan studi magis
"Kak, cowok tadi itu yang namanya Hazmi?" Thalia melontar tanya. Mendadak Thalia ingin mengetahui siapa laki-laki yang baru saja menghampiri Kakaknya di depan toko accessories. "Aduh, kenapa, sih, Thal? Kamu kepo soal dia?""Nggak apa-apa, Kak. Aku cuma mau memastikan aja, kalau memang cowok itu yang namanya Hazmi. Cowok gila yang ngaku-ngaku sebagai suami Kak Ayesha.""Iya, dia itu Hazmi. Sumpah, aku kesal banget. Badmood ini makin menjadi-jadi, Thal. Nggak seharusnya dia nyamperin aku lagi. Apalagi nih, ternyata dia tahu akun instagram-ku. Dan yang lebih parahnya lagi, dia kirim DM yang isinya; Ayesha kamu dimana, aku kangen. Basi nggak sih?"Ayesha masih saja menggerutu sebal. Ia menyinggahkan dirinya di sofa ruang tengah. Sedangkan Thalia hanya diam tak lagi membalas gerutuan Kakaknya. Ia hanya menggeleng-geleng heran ketika Ayesha masih tak berhenti marah-marah tak jela
Ting, tong! Suara bel dari pintu luar membuat Ayesha yang selesai melaksanakan salat subuh mengernyit heran. Gadis itu lekas melipat mukenah dan sajadahnya yang lalu diletakkannya di atas kasur. Ayesha segera cepat-cepat berjalan menuju pintu, padahal bel berbunyi telah terdengar dua kali. Krakk! Pintu telah terbuka lebar. Namun Ayesha tak menemukan apa pun setelah membuka pintu. Ayesha semakin bingung, lalu siapa orang yang sengaja menekan bel ruangan apartemennya? Sesekali Ayesha menoleh ke sekitar, dan mencoba mencari siapa yang baru saja mengerjainya di pagi-pagi itu. Slapp! Kaki Ayesha tak sengaja menyentuh sebuah kotak yang cukup besar—yang terletak di bawah pintu. Mengetahui itu, Ayesha langsung mengambil kotak yang mirip sebuah kado, kotak tersebut telah terbungkus rapi dengan kertas kado lengkap bersama pita merah. Seakan menambah kesan manis saat mema
Suasana pagi di pantai Seminyak terlihat ramai seperti biasanya. Ayesha, Thalia, dan Hazmi baru saja tiba di lokasi pantai. Ayesha dan Thalia menumpang taxi, sedangkan Hazmi sengaja mengikuti jejak mereka berdua dengan sepeda motornya. Hingga tiba di lokasi pantai, Hazmi memarkirkan sepedanya sebentar. Kemudian ia mempercepat langkahnya mendekati Ayesha dan Thalia. Dua gadis itu sedang berjalan melewati pintu masuk menuju pantai tanpa menghiraukan keberadaan Hazmi yang mengikuti dari belakang. "Ay!" Begitu ketika Hazmi kembali memanggil gadis berkerudung itu. Sementara objek yang dipanggilnya mulai menghentikan langkah tepat di tepi pantai.Melihat keberadaan Ayesha dan Thalia, Hazmi masih berlari menghampiri dua gadis itu. Hingga ia terhenti di depan Ayesha. "Apa, sih? Nggak ada kerjaan ya, ngikutin aku mulu?" kata Ayesha yang sengaja melempar senyuman sinis. Sebenarnya ia t
Pandangan Ayesha menangkap Thalia yang sedang mengobrol akrab bersama Hazmi. Ayesha semakin geram mengamati keberadaan mereka. Yang awalnya ia sengaja memberi jarak jauh agar Hazmi tak lagi mendekatinya, kini malah Thalia adiknya yang sedang bersama laki-laki itu. Ya ampun ... mereka ngapain, sih!? Gerutu Ayesha kesal. Rasanya sorotan matanya begitu membenci menatap Hazmi yang sengaja mendekati adiknya. Lalu Ayesha lekas mempercepat langkahnya menghampiri mereka. Tap! Langkah Ayesha terhenti di sisi Thalia. Gadis itu semakin geram menatap Hazmi. Dan pandangan Hazmi pun sontak mengetahui keberadaan Ayesha yang kini di depannya. "Ay ...""Thal, pulang, yuk? Kakak bete' di sini," gumam Ayesha lantas sengaja memotong panggilan Hazmi yang ingin menyebut namanya. Thalia mengangguk pasrah. Akhirnya ia menuruti kemauan kakak perempuannya itu. Sedangkan Ayesha sengaja menarik l
Hazmi meletakkan cangkir kopinya ke atas meja. Ia menikmati senja di balkon kamar sembari membaca novel karangan Ayesha. Sedari dulu Hazmi tak pernah menyukai membaca buku. Sekalipun melihat buku saja ia merasa jengah. Namun karena buku yang dipegangnya adalah novel karangan Ayesha, Hazmi mau membacanya. Bahkan ini adalah pertama kalinya ia mau membaca novel. Senyuman Hazmi tersungging sempurna. Ia baru membaca sampai bab ke enam. Novel karangan Ayesha yang Hazmi baca ialah bergenre teenlit. Hazmi sudah mengetahui bahwa Ayesha adalah seorang penulis. Dan hobi Ayesha saja Hazmi sangat hapal, meskipun ia tak pernah dekat dengan gadis itu sebelumnya. "Haz." Hazmi spontan menoleh ke asal suara yang memanggilnya. Ia meletakkan buku yang digenggamnya ke atas meja. Mengetahui siapa pemilik suara itu, membuat Hazmi mau beranjak dari singgahannya. "Kak Rafli? Kok, kapan ke sininya?" Hazmi berkata bing
"Assalamualaikum, Yusuf, maaf, kedatangan kami telat," ucap Erlan. Ia menjabat telapak tangan Yusuf sejenak. Mereka berdua tampak tersenyum semringah."Waalaikumsalam. Ah, tidak apa-apa, Lan. Ya sudah, ayo duduk dulu." Begitu Yusuf mempersilakan keluarga Erlan menempati kursi yang telah tersedia. Akhirnya Ayesha dan Thalia pun ikut menyinggahkan duduknya bersama Ayah mereka. Sayangnya Ayesha merasa tak nyaman. Berada di antara mereka rasanya sangat mengasingkan. Ayesha pun tak mengenal detail siapa Yusuf, pasti dia Ayahnya Hazmi, pikir Ayesha. Dan di samping Hazmi itu pasti saudaranya. Hanya berpikir seperti itu Ayesha menebak siapa mereka. Dan yang Ayesha herankan, mengapa Ayah mengenali keluarga Hazmi? Astaga ... jangan bilang ..., Ayesha merasa tak tenang memikirkan hal yang sangat sulit ia duga. Pelan-pelan ia mengatur degupannya, sembari menyimak pembicaraan antara Ayahnya bersama
"Ya udah, Suf, nanti saya akan sampaikan pada Ayesha. Baik, wassalamualaikum," ujar Erlan yang baru saja memutuskan panggilan teleponnya. Telepon dari Yusuf, besannya. Ayesha yang baru saja selesai menunaikan salat subuh di pagi itu, ia menghampiri Erlan yang sedang duduk menonton televisi di ruang tengah. Sementara Thalia sedang sibuk menyiapkan sereal untuk sarapan paginya bersama Ayah dan Kakaknya. "Ayah, dari Om Yusuf?" Ayesha bersuara saat menjatuhkan posisinya di sisi Erlan. Sebelumnya ia sedikit mendengarkan perbincangan Erlan lewat telepon. Pantas saja Ayesha heran melihat Erlan setelah keluar dari kamar. Ayesha tak sengaja menguping pembicaraan Ayahnya di ruang tengah. "Iya. Dari mertuamu, Ay. Oh ya, tadi Om Yusuf bilang, kalau Hazmi akan mengajakmu jalan-jalan ke Kebun Raya Bali. Nanti Ayah sama Thalia nyusul kalian. Tapi belakangan. Setelah kamu berangkat sama Hazmi."Aye