"Assalamualaikum, Yusuf, maaf, kedatangan kami telat," ucap Erlan. Ia menjabat telapak tangan Yusuf sejenak. Mereka berdua tampak tersenyum semringah.
"Waalaikumsalam. Ah, tidak apa-apa, Lan. Ya sudah, ayo duduk dulu." Begitu Yusuf mempersilakan keluarga Erlan menempati kursi yang telah tersedia.
Akhirnya Ayesha dan Thalia pun ikut menyinggahkan duduknya bersama Ayah mereka. Sayangnya Ayesha merasa tak nyaman. Berada di antara mereka rasanya sangat mengasingkan. Ayesha pun tak mengenal detail siapa Yusuf, pasti dia Ayahnya Hazmi, pikir Ayesha. Dan di samping Hazmi itu pasti saudaranya. Hanya berpikir seperti itu Ayesha menebak siapa mereka.
Dan yang Ayesha herankan, mengapa Ayah mengenali keluarga Hazmi? Astaga ... jangan bilang ..., Ayesha merasa tak tenang memikirkan hal yang sangat sulit ia duga.
Pelan-pelan ia mengatur degupannya, sembari menyimak pembicaraan antara Ayahnya bersama Yusuf teman Ayahnya itu. Mereka tampak asyik saling mengobrol. Senyuman mereka tampak menghangatkan suasana. Seperti teman lama yang tanpa Ayesha mengetahuinya. Karena sebelumnya pun Ayahnya tak pernah bercerita memiliki teman akrab seperti Ayahnya Hazmi.
"Oh ya, Ayesha, Thalia, Om Yusuf ini adalah teman baik Ayah. Teman sejak dulu, sewaktu Ayah masih kecil. Om Yusuf punya dua putra, yang pertama Rafli, dan yang kedua ini Hazmi." Akhirnya Erlan menjelaskan siapa mereka.
Kedua mata Ayesha menatap keberadaan Hazmi dan Rafli yang saling tersenyum ke arahnya. Entah mengapa detakan yang Ayesha rasakan makin berirama. Dengan tenang ia menunggu kalimat yang akan sang Ayah lontarkan lagi. Sementara Thalia, ia tetap diam dengan tenang menunggu pembicaraan dua keluarga ini.
Diam-diam pun Thalia melirik Ayesha, ia menangkap Ayesha yang penuh gelisah. Thalia mengerutkan dahinya heran, ada apa dengan Kakak perempuannya itu? Tiba-tiba saja Thalia mengingat penjelasan pengakuan Hazmi padanya. Tentang perkara bahwa Ayesha telah menikah.
Apa Kak Ayesha khawatir, kalau memang Ayah mau menjelaskan bahwa Kak Hazmi suami sah Kak Ayesha? Jangan-jangan maksud Ayah membawaku dan Kak Ayesha ke sini, karena masalah ini, gumam kata hati Thalia. Ia menatap cemas saat melirik raut wajah Ayesha.
"Ayesha, Om ngerti kamu pasti lupa dengan keluarga Om. Padahal dulu kamu sempat tahu Om dan Hazmi, sewaktu kalian masih satu sekolah bersama ..."
Ayesha terperangah mendengar perkataan Yusuf yang menyatakan; ia pernah satu sekolah yang sama bersama putranya. Sejak kapan? Pikiran Ayesha mulai bertanya.
Apa karena ia terlalu menikmati kesehariannya, ia jadi melupakan tentang mereka. Hingga otak Ayesha telah menghapus semua memori tentang Hazmi. Tapi mengapa sekarang Ayesha tak merasa mengenali Hazmi dan tak mengingat apa-apa tentang laki-laki itu.
"Dulu kalian sempat satu sekolah di SMP yang sama. Sayangnya waktu itu kalian nggak saling dekat. Hazmi pun masih nggak berani ngedeketin kamu. Haha ... lucu saja kalau diingat lagi, waktu itu Om mendesaknya agar segera melamarmu. Sebelum putra Om terlalu jatuh cinta padamu, Ay.
"Sejak usia Hazmi masuk ke lima belas tahun, Om secara resmi menikahkannya bersama kamu. Tapi sayangnya, pernikahan kalian itu yakni nikah gantung. Usia kalian masih sangat muda untuk menikah, dan setelah menikah, kalian masih menjadi tanggung jawab orangtua masing-masing."
"M-menikah? Tapi, kok, aku nggak tahu apa-apa tentang pernikahanku? Kalau memang kawin gantung, kenapa Ayah nggak ngomong terus terang padaku? Dan jadi, selama ini Ayah menyembunyikan pernikahan Ayesha, maksudnya gitu?" Ayesha sontak melontarkan beberapa pertanyaan. Ia sama sekali belum mempercayai kenyataan bahwa ia memiliki suami. Bahkan sejak usia remajanya.
"Maaf, Sayang? Ayah sengaja menyembunyikan ini denganmu. Karena sebelumnya kami sudah sepakat untuk tidak mengatakan hal sebenarnya padamu. Ayah takut kamu kaget, dan kamu akan menolak pernikahan ini. Bukan berarti Ayah nggak sayang denganmu, justru Ayah sangat menyayangi putri Ayah. Makanya Ayah nggak mau putri Ayah kejebak dalam hal yang dilarang agama.
"Meski kamu belum menyukai Hazmi, tapi Hazmi sudah menyukaimu sejak dulu. Ayah nggak mau putri Ayah salah arah, makanya hanya dengan cara menikahkanmu bersama Hazmi, Ayah jadi tenang. Dengan begitu, kalian sudah sah, saling menaruh hati pun tak masalah, karena kalian berdua sudah menikah," imbuh Erlan yang menjelaskan perihal pernikahan pada Ayesha.
Dada Ayesha terasa sesak. Rasanya ia bagai bermimpi. Sulit ia percaya mendengar ungkapan mereka. Terutama pernyataan Ayahnya sendiri. Ayesha pikir selama ini tak menikah. Pantas saja Ayesha merasa tenang-tenang saja, ketika Ayahnya tak selalu mendesaknya menikah. Padahal usia Ayesha sudah menginjak dua puluh empat tahun.
Ayesha pikir Hazmi bohong. Laki-laki itu sudah gila karena mengakui ia sebagai istri. Namun kenyataannya perkataan Hazmi benar. Pantas saja sejak kemarin Hazmi tak pernah absen mengejar Ayesha selama di Bali. Meski pada akhirnya Ayesha bersikap jutek pada laki-laki itu.
"Ay, Ayah sengaja menyuruhmu traveling ke Bali. Karena Ayah pikir, kamu harus mengetahui siapa suamimu sebenarnya. Kamu sudah menikah, Nak. Bahkan pernikahan kalian sah secara agama. Usia kalian sudah sangat matang, dengan begitu kalian bisa mengurus surat-surat pernikahan di KUA secepatnya."
Ayesha masih terdiam. Ia masih belum bisa menghentikan denyut irama jantungnya yang berdesir cepat. Ternyata perihal ini yang membuat Ayesha deg-degkan sedari tadi. Ayesha bingung harus ngomong apa. Bahkan ia belum terima kenyataan bahwa ia telah menikah bersama Hazmi. Laki-laki itu sangat menyebalkan baginya. Sayangnya Ayesha telanjur membenci keberadaan Hazmi.
Acara makan malam saat ini sangat membuat Ayesha tak selera. Buktinya ia masih menyisakan banyak sisa makanan dan malah hanya menandaskan jus stroberi kesukaannya. Usai menyelesaikan makan bersama, mereka masih berada di kawasan restoran tepi pantai. Tapi kali ini, Ayesha meminta izin untuk duduk di tepi pantai seorang diri. Ia berniat ingin menenangkan hatinya.
Skenario yang sudah lama ia tak ketahui akhirnya terungkap. Ingin rasanya membenci hari ini, mengapa semesta sengaja membuat hari ini sangat tak menyenangkan baginya. Namun Ayesha tak mungkin membenci Ayah, beliau ada benarnya juga. Kalau saja Ayah tak lekas menikahkannya, Ayah pasti lebih khawatir. Karena pergaulan zaman anak sekarang sudah sangat berbeda. Merasakan jatuh hati pun juga bisa menimbulkan zina hati.
Tapi, apa mungkin Hazmi bisa menjadi suami yang baik? Ayesha bertanya ke dalam pikirannya. Sejenak ia memejamkan kelopak matanya untuk menikmati suara angin yang begitu menyatu bersama deburan ombak.
"Merem juga terlihat cantik, ya? Aku sangat bersyukur, punya istri kayak kamu, Ay."
Ayesha spontan membuka kedua matanya. Ia melirik ke asal suara yang kini berada di sisinya. Di sana terdapat Hazmi yang sedang duduk tersenyum menatap Ayesha. Kelakuan Hazmi yang Ayesha tahu hanya itu. Selain laki-laki yang mengaku sebagai suami Ayesha itu bisa gombal, ia juga suka menatapnya.
Ayesha tak mau berkata. Ia mengalihkan pandangan mengamati suasana malam di tepi pantai. Ia sedang tak berminat beradu mulut bersama Hazmi.
"Lagi sariawan, Ay? Sampai kehabisan kata-kata? Biasanya kamu paling kesal ngelihat aku di dekatmu. Kangen tahu sama omelanmu." Hazmi tersenyum sembari bertahan menatap Ayesha.
"Bisa diam, nggak? Aku lagi nggak mau ngomel-ngomel."
"Nggak mau ngomel karena karena grogi ada aku? Atau nggak mau ngomel karena takut dosa, pas tahu aku suami sah kamu?"
"Haz ..." Ayesha menautkan alisnya menatap kesal pada Hazmi. Bisa-bisanya ia menggoda Ayesha disaat kondisi perasaan Ayesha belum stabil karena acara makan malam.
"Iya, iya ... maaf, Ayangku ..." Hazmi sengaja memanjakan suaranya. Ia berniat membuat Ayesha tak kesal lagi.
"Hazmi ... geli aku dengarnya! Bisa berkata yang lain nggak, sih? Nggak manggil panggil sayang-sayangan gitu," gumam Ayesha. Kelakuan Hazmi belum meredakan emosi Ayesha. Bahkan laki-laki itu sengaja membuat Ayesha tambah bete'.
"Iya, terus? Panggil apa, dong? Kita kan sudah sah suami istri, Ay?"
"Panggil biasanya aja. Ayesha. Udah," protes Ayesha. Ia tak menerima Hazmi menyebutkan kata itu. Bukan Ayesha tak suka, Ayesha masih merasa tak nyaman karena hari ini.
"Iya, deh. Panggil Ayesha juga bisa jadi Ayang, kok. Nih, buktinya, aku panggil Ay. Bisa jadi sayang artinya."
"Terserah."
Ampun ... kenapa jadi deg-degkan gini di dekat Hazmi? Padahal kemarin biasa aja. Kamu kenapa sih, Ayesha? Please ... jangan suka Hazmi sekarang, dong. Aku masih butuh waktu, Ayesha membatin. Ia berusaha mengontrol degupannya itu dengan menghela napas sebentar. Kedua matanya tak lagi menghiraukan keberadaan Hazmi yang masih tak bosan bertahan menatapnya.
Bersambung 🌞
"Ya udah, Suf, nanti saya akan sampaikan pada Ayesha. Baik, wassalamualaikum," ujar Erlan yang baru saja memutuskan panggilan teleponnya. Telepon dari Yusuf, besannya. Ayesha yang baru saja selesai menunaikan salat subuh di pagi itu, ia menghampiri Erlan yang sedang duduk menonton televisi di ruang tengah. Sementara Thalia sedang sibuk menyiapkan sereal untuk sarapan paginya bersama Ayah dan Kakaknya. "Ayah, dari Om Yusuf?" Ayesha bersuara saat menjatuhkan posisinya di sisi Erlan. Sebelumnya ia sedikit mendengarkan perbincangan Erlan lewat telepon. Pantas saja Ayesha heran melihat Erlan setelah keluar dari kamar. Ayesha tak sengaja menguping pembicaraan Ayahnya di ruang tengah. "Iya. Dari mertuamu, Ay. Oh ya, tadi Om Yusuf bilang, kalau Hazmi akan mengajakmu jalan-jalan ke Kebun Raya Bali. Nanti Ayah sama Thalia nyusul kalian. Tapi belakangan. Setelah kamu berangkat sama Hazmi."Aye
Masih dengan suasana Kebun Raya Bali. Rupanya Hazmi terpaksa jalan-jalan seorang diri tanpa ada Ayesha membersamainya. Dengan berat hati pula Hazmi melepas Ayesha pergi tanpa ia tahu dimana istrinya kini. Dan saat ini laki-laki itu hanya berkutat memotret dengan sebuah kamera digital miliknya. Hobi Hazmi yakni memotret. Ia juga penyuka traveling. Bahkan tak hanya pulau Bali yang berhasil dijelajahinya, namun beberapa pulau di Indonesia pun sudah ia kunjungi seorang diri. Dan hingga ia memilih pulau dewata sebagai tempat persinggahannya kini. Hazmi bekerja sebagai fotografer di salah satu kantor media kota Denpasar. Beberapa karyanya telah dimuat di berbagai majalah lokal Bali hingga interlokal di pulau jawa. Ini adalah hobi Hazmi sejak lama, menemukan pekerjaan sesuai passion-nya adalah hal yang ia inginkan. Beruntungnya Ayesha tak sama sekali protes mengetahui pekerjaan Hazmi. Lelaki itu baru memberitahukan identitasnya
Krakk! Ayesha lekas mendaratkan duduknya di sofa apartemen. Ia mengembuskan napasnya pelan, namun sangat ia paksa. Pelupuk matanya masih menyimpan cairan bening yang tak bisa ia kuakkan. Perasaannya tak beraturan, tak nyaman. Ingatannya masih terngiang akan perkataan Hazmi. Bagaimana bila Hazmi membenciku? Bagaimana bila Hazmi tak mau memperjuangkan hatinya untukku kembali? Dan kenapa saat ini aku begitu takut kehilangan? Seakan hati ini tak membaik ketika Hazmi mengucapkan kalimat itu padaku. Ya Allah ... apa aku benar-benar jatuh cinta? Karena selama ini, aku tak pernah merasakan jatuh cinta dengan perasaan seperti ini, Ya Rabb ... apa yang kuharus lakukan? Ayesha terlihat khidmat merapal kalimat di balik hatinya. Rasanya sesakit ini mengetahui laki-laki yang pernah ia benci mengatakan yang mampu menohok hatinya. Dan ternyata Ayesha tak mampu mendefinisikan mengapa ia terlalu takut dan bimbang memikir
Tok, tok, tok! "Siapa?" Suara ketukan pintu tersebut sempat membuat Ayesha mengerutkan kening. Siapa orang yang beraninya datang bertamu di tengah malam begini? Dan tampaknya Thalia dan Ayah telah tertidur. Ayesha tak punya pilihan lain selain mencoba menemui sang tamu yang bertahan di depan pintu ruangan apartemennya. Tok, tok!"Assalamualaikum ..." Suara itu telah mengetuk pintu kesekian kali. Ia juga sempat mengucap salam sembari mengetuk pintu ruangan.Krakk!"Waalaikumsalam."Pintu terbuka sempurna. Saat ini Ayesha cukup tercengang menemukan keberadaan Hazmi yang kini berada tepat di depannya. Entah apa tujuan Hazmi datang ke apartemen di tengah malam. Pikiran Ayesha saja seakan bertanya-tanya."Kamu ...""Aku boleh nginap di sini, nggak?"Mendadak Ayesha kaget mendengar per
"Ay, Ayesha ...." Suara Hazmi tetap bersikukuh memanggil Ayesha. Jemarinya saja ia daratkan menyentuh wajah gadis yang terlelap itu.Sayangnya Ayesha hanya menggeliat tanpa menghiraukan panggilan lelaki tersebut. Tubuhnya pun sengaja berbalik arah seolah-olah menghindari sentuhan Hazmi yang memanggilnya.Hazmi menghela napas berat. Susah juga membangunkan Ayesha di jam segini. Apalagi jam menunjukkan pukul setengah tiga pagi. Sayangnya bukan Hazmi namanya jika ia harus kehilangan akal. Dan kali ini ia mencoba mencari cara agar istri mungilnya itu terjaga dari tidurnya."Tidur aja udah cantik, Ay. Tapi sayang, tidurmu aja nggak ngalah-ngalahin sang putri tidur," pekik Hazmi. Ia bertahan menatap wajah Ayesha dari sisi sangat dekat. Lelaki itu tak kehilangan cara lain membangunkan gadis cantik yang terlelap di depannya kini.Saat ini Hazmi merebahkan tubuhnya di sisi Ayesha. Dengan senyum semringah ia menatap
Kali ini Ayesha tiba di danau Beratan Bedugul. Gadis itu tak hanya berniat mencari accesories pesanan teman-teman Thalia, namun sayangnya ia pun enggan melewatkan jalan-jalan menjelajahi Bali. Ayesha jadi ingat ketika kali pertama ia berkunjung ke pulau Bali. Ia tampak senang jalan-jalan berkunjung ke beberapa tempat wisata. Dan terutama wisata bedugul. Meski sayangnya bagi Ayesha, ia belum puas berkeliling ke pulau dewata ini.Suasana pagi di danau itu sangat sejuk. Bahkan tiupan angin yang menusuk ke pori-pori kulit tak membuat Ayesha merasa kedinginan. Gadis itu masih berjalan sendiri tanpa menghiraukan keberadaan sang suami dan Thalia yang berada di belakangnya."Kak Ay! Jangan cepat-cepat dong, jalannya. Capek tahu! Nah, tuh, suami Kakak aja ditinggal sama Kak Ayesha. Nggak kasihan sama Kak Hazmi?" Thalia memanggil dari arah belakang, hingga ia berhasil membuat langkah Ayesha terhenti.Kini Ayesha memutar tub
Nyaris setengah jam Thalia sendiri menunggu di pinggir danau. Ia tak habis pikir dengan keberadaan sang kakak yang bertahan meninggalkannya. Thalia saja mendadak bosan harus berjalan mondar-mandir tanpa seorang teman. Gadis itu kini memilih duduk di salah satu bangku yang tersedia di sisi danau. Sembari menunggu kedatangan Ayesha dan Hazmi, Thalia cukup bersabar lantas mengamati banyaknya pengunjung yang berlalu lalang menikmati suasana wisata. Sesekali juga Thalia menilik arlojinya, jam menunjukkan pukul sebelas siang. "Lama banget mereka. Terus aku harus nunggu berapa menit lagi sendirian di sini? Astaga!" rutuk Ayesha. Ia mengentakkan kakinya seraya menghela napasnya berat. Netranya menangkap pemandangan hamparan danau yang begitu luas. Bahkan pemandangan tersebut cukup mampu mengindahkan Thalia untuk menatap lebih lama. Hanya ini yang bisa ia lakukan. Hingga kedua manusia yang ia tunggu muncul menemuinya kembali.
"Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Silakan ..."Hazmi menyerah. Ia langsung menekan layar ponselnya untuk tak lagi menghubungi nomor ponsel Ayesha. Karena sudah berkali-kali lelaki itu mencoba menelepon Ayesha, dan sayangnya tak ada jawaban. Kenyataan pahitnya pun gadis kesayangannya tidak bisa dihubungi malam itu juga. Hazmi yang kini berada di kamarnya, ia sedang berpikir keras. Mencoba mencari cara; bagaimana Ayesha mau menerima penjelasannya. Karena semenjak kedatangan Carisa di acara dinner-nya bersama sang istri, Ayesha tiba-tiba pergi tanpa mau memedulikannya. Hazmi yakin, bahwa Ayesha sedang marah. "Ay ... kenapa nggak bisa dihubungi, sih? Aku lagi khawatir denganmu ..." Hazmi tak lagi menggunakan cara menelepon Ayesha. Kali ini ponselnya ia lemparkan begitu saja ke arah ranjang. Dengan mengusap wajah sejenak dengan dahinya yang mengeru
Tok .... Tok .... Tok ..., sudah kesekian kalinya Hazmi mengetuk pintu kamar mandi. Ia tampak cemas, bingung, bahkan pikirannya heran menunggu Ayesha yang belum juga ke luar dari kamar mandi.Terhitung nyaris setengah jam belum ada tanda-tanda Ayesha ke luar menemuinya. Bahkan suara Hazmi saja yang menyebut sang istri berkali-kali belum ada sahutan juga dari dalam.Kali ini Hazmi tak ingin terjadi apa-apa. Lalu jemarinya sengaja memutar gagang pintu. Dan sayangnya gagang tersebut terkunci dari dalam. Hazmi semakin khawatir. Ia kembali mengetuk pintu dengan menimbulkan nada keras."Ayesha .... Ay! Ayesha kamu benar nggak apa-apa di dalam? Kenapa kamu belum ke luar juga, Ay? Ayolah, ada apa, sayang?" Begitu sahutan Hazmi ketika memanggil sang istri.Sementara di ruang kamar mandi, terlihat Ayesha yang masih bergeming di balik cermin. Ia meletakkan testpack yang baru saja dikenakannya ke atas wa
Krakk!Hazmi baru saja masuk ke dalam kamar. Ia pun meletakkan rentengan kresek berisikan dua cup es krim ke atas nakas. Sambil lalu ia menyambut senyuman Ayesha dengan senyum tipsinya. Perlahan lelaki itu memposisikan dirinya duduk di sofa yang berada di ruangan kamarnya."Kak, kamu kenapa? Gak ikhlas aku nyuruh kamu beli es krim? Tahu gitu, aku sendiri tadi yang jalan," oceh Ayesha. Ia mengerutkan keningnya setelah melihat raut wajah Hazmi yang sangat melelahkan."Gak kok, Ay. Aku ikhlas banget malah. Kamu mah, bisanya nethink mulu sama suami." Hazmi menegakkan posisi tubuhnya sejenak."Nethink? Sejak kapan aku nethink? Aku cuma nebak, bedain itu nethink sama nebak doang," gerutu Ayesha tak terima. Ia berkacak pinggang sembari menyenderkan tubuhnya ke punggung ranjang.Loh, bukannya nething sama nebak itu sama? Si Ayesha kenapa jadi ngambekan gini, sih? Hazmi membatin.
Ke mana sih, si Bara? Jam segini masih belum datang juga, bilangnya aja kemarin nggak boleh telat, batin Thalia. Hari ini ia dan Bara telah mengadakan janji di depan ruang redaksi. Terhitung dua puluh menit ia menanti kedatangan Bara sambil menposisikan dirinya duduk di depan ruangan.Beruntung anak-anak redaksi banyak yang belum hadir ke ruangan. Dirinya saja bersyukur bila nanti bertemu Bara, tak ada anak redaksi yang akan melihatnya. Lebih tepatnya Thalia enggan mendengar komentar atau pun gosip apapun. Ia hanya ingin tugas wawancaranya selesai."Assalamulaikum," sapa suara seorang lelaki yang berdiri di hadapannya. Dengan jarak yang cukup mencelahkan, Bara menemui Thalia di siang itu.Menangkap Bara ke dalam pandangannya, Thalia pun langsung bangkit dan menyamai posisinya di depan lelaki itu. "Waalaikumsalam, Bar.""Maaf, aku telat?"Thalia mengangguk dengan cengirannya. "Nggak apa
Netra Carisa masih terarah fokus ke balik kaca mobil. Ia menangkap lalu lalang kendaraan ke dalam pandangannya yang nanar. Padahal sudah jelas ia menyingkap patah dan memuakkan emosi di hadapan laki-laki yang justru menyakitinya. Namun hati Carisa merasa masih tak nyaman. Ia seolah bimbang dan bertanya dalam pikiran. Bagaimana bisa ia melepas Tara yang telah datang melamar?"Car," panggil Rafli. Sedari tadi ia sedang fokus menyetir mobil. Sudah cukup ia terdiam selama beberapa menit dalam perjalanan bersama Carisa."Kamu benar nggak apa-apa, kan?" ungkap Rafli lagi.Sontak Carisa menolehkan wajahnya ke arah Rafli. Bola matanya masih tampak berkaca-kaca. Menunjukkan pertanda pada lelaki di sisinya bahwa ia belum sepenuhnya membaik. Namun Rafli ingin mendengar langsung dari Carisa.Bukannya menjawab, kini Carisa malan menguakkan air matanya. Ia membiarkan tangisnya pecah seketika. Seolah ia ingin mengeluarkan ra
Slapp!Revan menarik pintu kedai secara perlahan. Malam itu ia beranjak meninggalkan kedai setelah berbincang bersama Kayla selama kurang lebih sejam. Tampaknya Revan masih bertahan memerhatikan layar ponselnya. Ia saja memberikan alasan untuk Kayla agar dirinya lekas tak lagi mengobrol bersama perempuan itu.Revan memang terkesan memberi batas bagi dirinya bersama Kayla. Ia hanya tak mau membiarkan perempuan itu masuk ke dunianya secara keterlaluan, atau bahkan memberikan harapan lebih untuk gadis itu. Revan murni hanya menganggap Kayla sebagai teman kursusnya, teman biasa, dan tak akan lebih baginya.Lalu ....Klik! Telepon baru saja tersambung pada nomor yang Revan hubungi. Sesekali ia menarik napasnya perlahan, dan membuangnya sejenak. Saat ini dirinya benar-benar gugup. Sebab ini adalah kali pertama ia menghubungi seseorang yang dirindukannya."Halo?"
"Ish! Nyebelin banget nih anak!" Kesal Ayesha. Siang ini ia berada di club La Risa Kuta bersama sang suami. Menikmati makan siang dengan nuansa kedai club yang cukup menarik pandangan. Sebab club ini terletak di pinggir pantai.Seharusnya timing yang tepat ialah ketika di malam hari. Sayangnya Hazmi telanjur mengajaknya ke lokasi ini. Sembari menikmati keindahan pemandangan pantai dan isi club, Ayesha masih memainkan ponselnya dan menunggu kedatangan Hazmi.Lelaki kesayangannya itu sedang mengunjungi loket pelayanan untuk memesan pesanan. Sambil menunggu suami, sedari tadi Ayesha sengaja menelepon Thalia. Namun sayangnya saja ia tak mendapat respons baik dari adik perempuannya itu. Pantas saja kali ini Ayesha tampak menggerutu sebal.Ia tak habis pikir dengan kelakuan Thalia yang makin hari makin bucin akibat Revan. "Hei, Sayang ... nah, pesanan sudah datang ...," sambut Hazmi seca
Istanbul, Turki"For the assignment I have given you, please collect it in two more days via the link I have provided. Thank you," ucap wanita paruh baya tersebut. Semenjak dua jam yang lalu ia sedang mengajar untuk kelas bahasa Turki. Sampai akhirnya jam materi berlalu, para murid pun dipersilakan membubarkan diri dari ruangan.Termasuk Revan yang kini lantas menyampirkan ranselnya ke balik punggung. Ia menatap datar ketika teman lainnya sedang berebut keluar kelas. Sementara sang guru telah beranjak dari ruangan terlebih dahulu. Hingga beberapa detik terlewat, akhirnya Revan telah berjalan di halaman taman sekolah yang ia singgahi.Ini sudah terhitung dua minggu Revan berada di negeri Turki. Ia sedang mengambil sekolah kursus bahasa selama setahun sebelum benar-benar masuk ke perguruan tinggi. Revan sengaja mengambil kota Istanbul sebagai tempatnya melanjutkan pendidikan. Sebab, sudah sela
Tap!Rafli sengaja menjatuhkan duduknya ke sisi Yusuf. Pagi itu secara terpaksa Rafli mau menemui sang ayah di ruang keluarga. Rumah ellite yang bukan hanya sekadar sederhana itu hanya dihuni oleh tiga orang. Baik Yusuf, Iren yang sebagai bundanya, beserta Rafli.Namun Iren baru saja tiba di Bandung sejak resepsi putra bungsunya digelar di pulau Bali. Perempuan paruh baya itu juga memiliki kesibukan mengurus bisnis pakaian di Jakarta dan Bandung. Kedua bisnis yang harus diurus sendiri itu justru menyita waktu Iren.Faktanya ia juga seringkali bolak-balik Jakarta dan Bandung. Sementara Yusuf bekerja sebagai general manager di salah satu perusahaan Bandung. Keduanya memang sangat sibuk bila sama-sama mengurus pekerjaan. Sayangnya hari ini Rafli hanya bertemu sang ayah. Sedangkan Iren sedang mengurus pertemuan meeting di kantor.Yusuf sengaja menyuruh Bi Siti memanggil Rafli untuk menemuinya. Rupanya usa
"Pagi istrinya Hazmi ...," sapa Hazmi yang baru saja memasuki ruangan kamarnya kembali.Ia telah mengganti pakaiannya dengan kaos lengan panjang berwarna abu dengan paduan celana jeans. Pagi ini lelaki muda itu tampak rapi. Hazmi memasuki kamar dengan sengaja membawakan nampan berisi semangkuk muesli fruit dried lengkap bersama secangkir susu rasa stroberi.Kemudian ia meletakkan nampan yang dipegangnya ke sisi nakas dekat Ayesha berbaring. Perempuan kesayangannya itu sudah terlihat membuka kelopak matanya. Namun sayangnya Ayesha enggan beranjak dari tempat persinggahannya di atas ranjang. Ia masih bertahan dengan posisi tidurnya semula. Sembari menatap tingkah Hazmi dengan takjub."Makan, yuk, Ay? Aku udah makan setelah olahraga tadi, kok. Maaf, ya? Jadi nggak ngajak kamu makan berdua. Tapi, aku udah buatin makanan khusus buatmu." Jari Hazmi menunjukkan makanan dan minuman yang berada di atas nakas pada Ayesha.