Nyaris setengah jam Thalia sendiri menunggu di pinggir danau. Ia tak habis pikir dengan keberadaan sang kakak yang bertahan meninggalkannya. Thalia saja mendadak bosan harus berjalan mondar-mandir tanpa seorang teman. Gadis itu kini memilih duduk di salah satu bangku yang tersedia di sisi danau.
Sembari menunggu kedatangan Ayesha dan Hazmi, Thalia cukup bersabar lantas mengamati banyaknya pengunjung yang berlalu lalang menikmati suasana wisata. Sesekali juga Thalia menilik arlojinya, jam menunjukkan pukul sebelas siang.
"Lama banget mereka. Terus aku harus nunggu berapa menit lagi sendirian di sini? Astaga!" rutuk Ayesha. Ia mengentakkan kakinya seraya menghela napasnya berat. Netranya menangkap pemandangan hamparan danau yang begitu luas. Bahkan pemandangan tersebut cukup mampu mengindahkan Thalia untuk menatap lebih lama. Hanya ini yang bisa ia lakukan. Hingga kedua manusia yang ia tunggu muncul menemuinya kembali.
"Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Silakan ..."Hazmi menyerah. Ia langsung menekan layar ponselnya untuk tak lagi menghubungi nomor ponsel Ayesha. Karena sudah berkali-kali lelaki itu mencoba menelepon Ayesha, dan sayangnya tak ada jawaban. Kenyataan pahitnya pun gadis kesayangannya tidak bisa dihubungi malam itu juga. Hazmi yang kini berada di kamarnya, ia sedang berpikir keras. Mencoba mencari cara; bagaimana Ayesha mau menerima penjelasannya. Karena semenjak kedatangan Carisa di acara dinner-nya bersama sang istri, Ayesha tiba-tiba pergi tanpa mau memedulikannya. Hazmi yakin, bahwa Ayesha sedang marah. "Ay ... kenapa nggak bisa dihubungi, sih? Aku lagi khawatir denganmu ..." Hazmi tak lagi menggunakan cara menelepon Ayesha. Kali ini ponselnya ia lemparkan begitu saja ke arah ranjang. Dengan mengusap wajah sejenak dengan dahinya yang mengeru
Setelah pintu kamar tertutup sempurna, Hazmi mendekati ranjang Ayesha. Ia meletakkan jaket yang sempat dikenakan menyampir ke punggung sofa. Netra Hazmi mengarah pada Ayesha yang tampak tertidur. Rupanya perasaannya benar, Ayesha tertidur lelap. Hazmi kira Ayesha tak akan tahu jika ia sedang berkunjung dan berniat menginap di apartemen.Seraya mendaratkan tubuhnya di atas sofa dekat ranjang, lelaki itu melepas sepatunya sejenak. Namun pandangannya menemukan sebuah kotak kado yang kini tergeletak di bawah ranjang. Kotak tersebut belum terbenam ke bawah ranjang. Hingga Hazmi pun dapat melihat bentuk kotak itu yang arahnya pun tak jauh dari tempat singgahnya. Usai meletakkan sepatu ke dalam rak, Hazmi bangkit dan kini berjalan mendekati kotak yang membuatnya mengerut heran. Hazmi sangat kenal kotak kado itu. Pikiran Hazmi terlintas sewaktu ia baru menemukan Ayesha di pantai Kuta. Argh! Hazmi baru saja ingat, bahwa ia sempat mengiri
Tok ... Tok ... Tok ...Suara ketukan yang berasal dari pintu utama tersebut membuat Rafli tergerak segera membuka pintu rumahnya. Rupanya setelah pintu terbuka, Rafli menemukan seorang gadis dengan perawakan semampai dan putih cantik baginya. Sedetik kemudian Rafli mengukir senyum menyambut kedatangan sang gadis yang tak ia ketahui siapa."Hm, Hazmi-nya ada ya? Ini, benar rumah Hazmi, bukan?" Gadis itu bertanya dengan nada sopan untuk memastikan si pemilik rumah yang ia ketahui."Oh, iya, Hazmi itu Adikku. Kamu, siapa?" Rafli masih terkesima menikmati pemandangan sang gadis tersebut. Ia saja tak menyangka adiknya sendiri mengenal seorang gadis yang bahkan kecantikannya melebihi Ayesha."Aku Carisa, teman karibnya Hazmi sewaktu SMP. Aku ke sini ada perlu sama Hazmi. Kemarin juga sempat minta alamatnya langsung ke Hazmi, tapi sayangnya Hazmi agak susah memberikan alamat rumahnya.
"Kak Ayesha, aku mau nanya serius sama Kakak," Thalia berucap saat Ayesha perlahan mendaratkan dirinya ke atas ranjang. Karena setelah Hazmi dan Revan pamit untuk mengerjakan pekerjaan, Thalia bergegas memapah Ayesha ke dalam kamar.Mendengar ungkapan sang adik, membuat netra Ayesha memandang heran. "Apa, Dek?" kata Ayesha melontar suara."Itu, beneran temannya Kak Hazmi?""Itu ...""Cowok yang bareng Kak Hazmi tadi, Kak. Kak Ayesha datang ke apartemen nggak cuma berdua dengan Kak Hazmi.""Oh," tawa Ayesha meledak usai mengerti maksud arah perkataan sang adik. Tumben Thalia mendadak ingin mengetahui siapa Revan."Kamu naksir?" Ayesha menebak setelah menghentikan tawa."Apaan, sih, Kak ... aku cuma tanya, bukan berarti naksir," sanggah Thalia. Wajahnya berubah datar setelah Ayesha menebak sekenanya."Ok, kalau bukan naksir?"
Setelah seminggu di Bandung. Kini Hazmi bersiap untuk menemui Ayesha. Ia sejenak berpose di depan kaca yang terletak di dalam kamarnya dengan gayanya yang menarik. Dengan menoleh ke arah kanan dan kiri, membenarkan posisi jaket yang ia kenakan, sesekali menyugar rambut cepaknya. Revan yang saat itu sedang menginap di rumah Hazmi, ia malah mengerutkan kening menatap tingkah sang sahabat. Sudah seminggu sejak tiba di Bandung Revan telah menginap di rumah lelaki itu. Mengingat Revan bukan anak bandung, melainkan asli Bogor.Dan lelaki itu berkunjung ke Bandung karena Hazmi yang sengaja mengajaknya. Entah ada angin apa Hazmi menginginkan Revan mengikutinya. Hingga Revan memilih menginap di rumah sang sahabat. Padahal niat Revan menyanggupi menerima ajakan Hazmi, lantas ia ingin sekalian berkunjung ke Bogor. Rasanya sudah cukup lama tak bertemu dengan kedua orangtuanya yang sangat sibuk dengan pekerjaan. Revan belum berkun
Jalan Braga BandungSore setelah sepulang sekolah, masih dengan mengenakan seragam putih abu-abu, Thalia sedang berkunjung ke jalan Braga. Biasanya selama Thalia ingin menghilangkan rasa penat, ia akan mengunjungi jalan tersebut. Kawasan yang berada di pusat kota Bandung, yang terkenal dengan pusat instagramable anak muda. Jalan yang banyak orang tahu bahwa lokasi itu unik.Dengan pemandangan nyaris mirip dengan kota tua Jakarta. Jalan yang nyaris mirip dengan Malioboro Jogja. Dan bahkan pertokoan yang menjadi distrik kota Bandung, berkumpul dengan uniknya di lokasi tersebut. Thalia sangat menyukai tempat khas ini. Bahkan Thalia telah menobatkan jalan Braga adalah lokasi favoritnya selama di Bandung.Jam pulang sekolah sudah sekitar setengah jam yang lalu, namun gadis itu tetap bersikeras ingin jalan-jalan sejenak. Dengan melihat pemandangan jalanan, rasanya ia sangat merindukan kota Bandung. Hingga
"Loh, Ayesha? Kenapa naik taksi? Bukannya tadi kamu bilang ..." Ayah bergumam.Padahal Ayesha baru saja tiba di rumah. Namun usai mengetahui Erlan pulang kerja, Ayesha langsung diinterogasi olehnya. Kebetulan mereka bertemu bersama di depan rumah. Erlan yang saat itu baru saja mengentakkan langkahnya nyaris memasuki pintu rumah."Ehm ... Ayesha sengaja pulang sendiri, Yah. Kabarnya Hazmi mau jemput Kak Rafli di bandara. Nggak tahu deh, tiba-tiba banget Kak Rafli datang hari ini. Makanya Ayesha ngalah, biar Hazmi bisa jemput Kak Rafli aja, Yah."Erlan tampak menganggukkan kepala. Ia mulai mengerti maksud perkataan Ayesha. "Ok, nggak masalah. Oh ya, kamu kapan mulai masuk kuliah?""Masih sebulan lagi, Yah. Jadi, Ayesha bisa punya jatah melepas penat, Yah." Ayesha tersenyum lebar menanggapi sang ayah."Kamu ini, udah gede malah mikir berlibur mulu. Memangnya kamu pengin kemana lagi? Masih belum pu
Setelah berbincang panjang bersama Carisa, kini Hazmi dan Rafli sedang bersantai di salah satu bangku yang berada di taman lansia. Kebetulan suasana taman masih cukup ramai di malam itu. Pun kerlap-kerlip lampu yang terpasang semakin menambah kesan manis. Suara lalu lalang kendaraan yang membisingkan masih terdengar jelas.Hazmi bersama sang kakak sedang tak ingin kembali ke rumah terlalu cepat. Padahal ini sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dan nyaris Hazmi menekan layar ponsel hendak menghubungi Ayesha, namun Rafli datang kembali setelah sekian detik ia membeli camilan untuknya dan untuk sang adik.Karena Rafli yang sengaja mengajak Hazmi berdua ke lokasi tersebut. Tanpa mau ia berniat beristirahat melepas kelelahan setelah mengalami perjalanan jauh dari Bali. Rafli menjatuhkan duduknya di bagian bangku yang kosong. Ia melirik Hazmi kembali yang tak jadi menghubungi Ayesha."Dek, boleh tanya sesuatu, nggak?" Rafli berk
Tok .... Tok .... Tok ..., sudah kesekian kalinya Hazmi mengetuk pintu kamar mandi. Ia tampak cemas, bingung, bahkan pikirannya heran menunggu Ayesha yang belum juga ke luar dari kamar mandi.Terhitung nyaris setengah jam belum ada tanda-tanda Ayesha ke luar menemuinya. Bahkan suara Hazmi saja yang menyebut sang istri berkali-kali belum ada sahutan juga dari dalam.Kali ini Hazmi tak ingin terjadi apa-apa. Lalu jemarinya sengaja memutar gagang pintu. Dan sayangnya gagang tersebut terkunci dari dalam. Hazmi semakin khawatir. Ia kembali mengetuk pintu dengan menimbulkan nada keras."Ayesha .... Ay! Ayesha kamu benar nggak apa-apa di dalam? Kenapa kamu belum ke luar juga, Ay? Ayolah, ada apa, sayang?" Begitu sahutan Hazmi ketika memanggil sang istri.Sementara di ruang kamar mandi, terlihat Ayesha yang masih bergeming di balik cermin. Ia meletakkan testpack yang baru saja dikenakannya ke atas wa
Krakk!Hazmi baru saja masuk ke dalam kamar. Ia pun meletakkan rentengan kresek berisikan dua cup es krim ke atas nakas. Sambil lalu ia menyambut senyuman Ayesha dengan senyum tipsinya. Perlahan lelaki itu memposisikan dirinya duduk di sofa yang berada di ruangan kamarnya."Kak, kamu kenapa? Gak ikhlas aku nyuruh kamu beli es krim? Tahu gitu, aku sendiri tadi yang jalan," oceh Ayesha. Ia mengerutkan keningnya setelah melihat raut wajah Hazmi yang sangat melelahkan."Gak kok, Ay. Aku ikhlas banget malah. Kamu mah, bisanya nethink mulu sama suami." Hazmi menegakkan posisi tubuhnya sejenak."Nethink? Sejak kapan aku nethink? Aku cuma nebak, bedain itu nethink sama nebak doang," gerutu Ayesha tak terima. Ia berkacak pinggang sembari menyenderkan tubuhnya ke punggung ranjang.Loh, bukannya nething sama nebak itu sama? Si Ayesha kenapa jadi ngambekan gini, sih? Hazmi membatin.
Ke mana sih, si Bara? Jam segini masih belum datang juga, bilangnya aja kemarin nggak boleh telat, batin Thalia. Hari ini ia dan Bara telah mengadakan janji di depan ruang redaksi. Terhitung dua puluh menit ia menanti kedatangan Bara sambil menposisikan dirinya duduk di depan ruangan.Beruntung anak-anak redaksi banyak yang belum hadir ke ruangan. Dirinya saja bersyukur bila nanti bertemu Bara, tak ada anak redaksi yang akan melihatnya. Lebih tepatnya Thalia enggan mendengar komentar atau pun gosip apapun. Ia hanya ingin tugas wawancaranya selesai."Assalamulaikum," sapa suara seorang lelaki yang berdiri di hadapannya. Dengan jarak yang cukup mencelahkan, Bara menemui Thalia di siang itu.Menangkap Bara ke dalam pandangannya, Thalia pun langsung bangkit dan menyamai posisinya di depan lelaki itu. "Waalaikumsalam, Bar.""Maaf, aku telat?"Thalia mengangguk dengan cengirannya. "Nggak apa
Netra Carisa masih terarah fokus ke balik kaca mobil. Ia menangkap lalu lalang kendaraan ke dalam pandangannya yang nanar. Padahal sudah jelas ia menyingkap patah dan memuakkan emosi di hadapan laki-laki yang justru menyakitinya. Namun hati Carisa merasa masih tak nyaman. Ia seolah bimbang dan bertanya dalam pikiran. Bagaimana bisa ia melepas Tara yang telah datang melamar?"Car," panggil Rafli. Sedari tadi ia sedang fokus menyetir mobil. Sudah cukup ia terdiam selama beberapa menit dalam perjalanan bersama Carisa."Kamu benar nggak apa-apa, kan?" ungkap Rafli lagi.Sontak Carisa menolehkan wajahnya ke arah Rafli. Bola matanya masih tampak berkaca-kaca. Menunjukkan pertanda pada lelaki di sisinya bahwa ia belum sepenuhnya membaik. Namun Rafli ingin mendengar langsung dari Carisa.Bukannya menjawab, kini Carisa malan menguakkan air matanya. Ia membiarkan tangisnya pecah seketika. Seolah ia ingin mengeluarkan ra
Slapp!Revan menarik pintu kedai secara perlahan. Malam itu ia beranjak meninggalkan kedai setelah berbincang bersama Kayla selama kurang lebih sejam. Tampaknya Revan masih bertahan memerhatikan layar ponselnya. Ia saja memberikan alasan untuk Kayla agar dirinya lekas tak lagi mengobrol bersama perempuan itu.Revan memang terkesan memberi batas bagi dirinya bersama Kayla. Ia hanya tak mau membiarkan perempuan itu masuk ke dunianya secara keterlaluan, atau bahkan memberikan harapan lebih untuk gadis itu. Revan murni hanya menganggap Kayla sebagai teman kursusnya, teman biasa, dan tak akan lebih baginya.Lalu ....Klik! Telepon baru saja tersambung pada nomor yang Revan hubungi. Sesekali ia menarik napasnya perlahan, dan membuangnya sejenak. Saat ini dirinya benar-benar gugup. Sebab ini adalah kali pertama ia menghubungi seseorang yang dirindukannya."Halo?"
"Ish! Nyebelin banget nih anak!" Kesal Ayesha. Siang ini ia berada di club La Risa Kuta bersama sang suami. Menikmati makan siang dengan nuansa kedai club yang cukup menarik pandangan. Sebab club ini terletak di pinggir pantai.Seharusnya timing yang tepat ialah ketika di malam hari. Sayangnya Hazmi telanjur mengajaknya ke lokasi ini. Sembari menikmati keindahan pemandangan pantai dan isi club, Ayesha masih memainkan ponselnya dan menunggu kedatangan Hazmi.Lelaki kesayangannya itu sedang mengunjungi loket pelayanan untuk memesan pesanan. Sambil menunggu suami, sedari tadi Ayesha sengaja menelepon Thalia. Namun sayangnya saja ia tak mendapat respons baik dari adik perempuannya itu. Pantas saja kali ini Ayesha tampak menggerutu sebal.Ia tak habis pikir dengan kelakuan Thalia yang makin hari makin bucin akibat Revan. "Hei, Sayang ... nah, pesanan sudah datang ...," sambut Hazmi seca
Istanbul, Turki"For the assignment I have given you, please collect it in two more days via the link I have provided. Thank you," ucap wanita paruh baya tersebut. Semenjak dua jam yang lalu ia sedang mengajar untuk kelas bahasa Turki. Sampai akhirnya jam materi berlalu, para murid pun dipersilakan membubarkan diri dari ruangan.Termasuk Revan yang kini lantas menyampirkan ranselnya ke balik punggung. Ia menatap datar ketika teman lainnya sedang berebut keluar kelas. Sementara sang guru telah beranjak dari ruangan terlebih dahulu. Hingga beberapa detik terlewat, akhirnya Revan telah berjalan di halaman taman sekolah yang ia singgahi.Ini sudah terhitung dua minggu Revan berada di negeri Turki. Ia sedang mengambil sekolah kursus bahasa selama setahun sebelum benar-benar masuk ke perguruan tinggi. Revan sengaja mengambil kota Istanbul sebagai tempatnya melanjutkan pendidikan. Sebab, sudah sela
Tap!Rafli sengaja menjatuhkan duduknya ke sisi Yusuf. Pagi itu secara terpaksa Rafli mau menemui sang ayah di ruang keluarga. Rumah ellite yang bukan hanya sekadar sederhana itu hanya dihuni oleh tiga orang. Baik Yusuf, Iren yang sebagai bundanya, beserta Rafli.Namun Iren baru saja tiba di Bandung sejak resepsi putra bungsunya digelar di pulau Bali. Perempuan paruh baya itu juga memiliki kesibukan mengurus bisnis pakaian di Jakarta dan Bandung. Kedua bisnis yang harus diurus sendiri itu justru menyita waktu Iren.Faktanya ia juga seringkali bolak-balik Jakarta dan Bandung. Sementara Yusuf bekerja sebagai general manager di salah satu perusahaan Bandung. Keduanya memang sangat sibuk bila sama-sama mengurus pekerjaan. Sayangnya hari ini Rafli hanya bertemu sang ayah. Sedangkan Iren sedang mengurus pertemuan meeting di kantor.Yusuf sengaja menyuruh Bi Siti memanggil Rafli untuk menemuinya. Rupanya usa
"Pagi istrinya Hazmi ...," sapa Hazmi yang baru saja memasuki ruangan kamarnya kembali.Ia telah mengganti pakaiannya dengan kaos lengan panjang berwarna abu dengan paduan celana jeans. Pagi ini lelaki muda itu tampak rapi. Hazmi memasuki kamar dengan sengaja membawakan nampan berisi semangkuk muesli fruit dried lengkap bersama secangkir susu rasa stroberi.Kemudian ia meletakkan nampan yang dipegangnya ke sisi nakas dekat Ayesha berbaring. Perempuan kesayangannya itu sudah terlihat membuka kelopak matanya. Namun sayangnya Ayesha enggan beranjak dari tempat persinggahannya di atas ranjang. Ia masih bertahan dengan posisi tidurnya semula. Sembari menatap tingkah Hazmi dengan takjub."Makan, yuk, Ay? Aku udah makan setelah olahraga tadi, kok. Maaf, ya? Jadi nggak ngajak kamu makan berdua. Tapi, aku udah buatin makanan khusus buatmu." Jari Hazmi menunjukkan makanan dan minuman yang berada di atas nakas pada Ayesha.