Masih dengan suasana Kebun Raya Bali. Rupanya Hazmi terpaksa jalan-jalan seorang diri tanpa ada Ayesha membersamainya. Dengan berat hati pula Hazmi melepas Ayesha pergi tanpa ia tahu dimana istrinya kini. Dan saat ini laki-laki itu hanya berkutat memotret dengan sebuah kamera digital miliknya.
Hobi Hazmi yakni memotret. Ia juga penyuka traveling. Bahkan tak hanya pulau Bali yang berhasil dijelajahinya, namun beberapa pulau di Indonesia pun sudah ia kunjungi seorang diri. Dan hingga ia memilih pulau dewata sebagai tempat persinggahannya kini. Hazmi bekerja sebagai fotografer di salah satu kantor media kota Denpasar.
Beberapa karyanya telah dimuat di berbagai majalah lokal Bali hingga interlokal di pulau jawa. Ini adalah hobi Hazmi sejak lama, menemukan pekerjaan sesuai passion-nya adalah hal yang ia inginkan. Beruntungnya Ayesha tak sama sekali protes mengetahui pekerjaan Hazmi. Lelaki itu baru memberitahukan identitasnya ketika acara pertemuan keluarga di malam kemarin.
"Kak Hazmi!" panggilan tersebut membuat Hazmi menoleh ke asal suara. Rupanya ia menemukan keberadaan Thalia yang kini berjalan mendekatinya.
"Kak, mana Kak Ayesha? Kok, aku nggak ngelihat Kak Ayesha?"
Hazmi menaikkan bahunya. Ia begitu enggan memedulikan pertanyaan Thalia. Sudah berkali-kali Hazmi berjuang, namun kenyataannya ia merasa kehilangan akal untuk menaklukkan hati istrinya.
"Kak ..."
"Katanya Kakakmu lagi mau jalan-jalan, Thal. Nggak tahu kemana. Aku udah coba maksa buat ngikutin, tapi sayangnya Kakakmu menolak."
"Sampai sekarang pun, Kak Hazmi nggak tahu, keberadaan Kak Ayesha kemana?"
Hazmi hanya mampu menggeleng. Ia pun mengalihkan fokusnya memotret pemandangan sekitar.
Melihat tingkah Kakak iparnya, Thalia hanya mendengus sebal. Sangat jelas ketika wajah Hazmi tak ingin menggubris pertanyaan Thalia yang menyangkut Ayesha.
Kak Hazmi benar-benar aneh. Kemarin mau berjuang, kenapa sekarang kayak yang mau nyerah? Suara hati Thalia menggerutu.
"Ya udah, aku mau telepon Kak Ayesha dulu. Siapa tau Kak Ayesha mau terima panggilanku. Oh ya, Ayah sama Om Yusuf sudah ada di perkarangan taman depan, Kak," Thalia kembali bersahut. Jari-jarinya mulai menjelajah ke layar ponsel.
"Hem." Hazmi hanya berdeham. Ia pun mengabaikan suara Thalia yang bergumam padanya.
"Waalaikumsalam, Kak Ayesha. Kakak dimana? Aku sama Ayah sudah di kebun. Tapi Kak Ayesha nggak ada. Di sini cuma ada Kak Hazmi sendirian," Thalia tampak berguman melalui ponselnya. Beruntung saat itu Ayesha masih berniat menerima telepon Thalia.
"Oh, ya udah, kalau gitu, waalaikumsalam." Thalia menutup sambungan teleponnya. Sejenak ekor matanya kembali melirik keberadaan Hazmi.
Perlahan Thalia mengatur napas sejenak. Terlihat kesal menatap tingkah Hazmi yang seolah lebih memilih berkutat bersama kamera ketimbang mengindahkan keberadaan Thalia. Sayangnya Thalia harus memberitahukan keberadaan sang Kakak pada Hazmi. Thalia pun tak mau jika mereka berdua saling tak peduli. Padahal mereka baru saja akan memulai kehidupan bersama sebagai status suami istri.
"Kak Hazmi! Kak Ayesha ada di pusat perbelanjaan Krisna sekarang. Kakak nggak berniat nyusul ke sana?" Thalia melengkingkan suara ketika masih menatap keberadaan Hazmi yang seolah-olah sibuk dengan memotret.
Mendadak Hazmi melongo dan mengalihkan pandang ke arah Thalia. Gadis berkerudung itu rupanya bertahan menonton keberadaannya. "Ayesha ..." Hazmi tak mampu melanjutkan perkataannya. Bibirnya terasa kelu seketika. Entah mengapa hatinya begitu tertohok mendengar pernyataan Thalia.
Padahal Ayesha bilang mau jalan-jalan di sekitar kebun. Dan itu hanya sebentar. Lalu, mengapa kini dia sangat cepat berpindah ke pusat perbelanjaan Krisna? Ah! Sebegitu salahnya aku, hingga Ayesha tak terima kenyataan bahwa aku suami sahnya. Ay, kamu berhasil mengecewakanku. Kenapa kamu harus bohong, Ay? Kenapa kamu nggak mau terus terang aja tentang hatimu? Sorot mata Hazmi begitu sayu. Pandangannya berkaca-kaca. Tanpa berniat menatap ke arah Thalia lagi, Hazmi langsung bergegas pergi meninggalkan adik iparnya sendiri.
Aku harus selesaikan masalahku ini. Bagaimanapun, Ayesha nggak bisa ngebiarin aku merasa tergantung kayak gini, ujar hatinya. Hazmi tetap menderapkan langkah hingga menjauhi Thalia. Ia tak peduli siapa pun. Rasanya ia menginginkan masalah hatinya cepat selesai. Sementara Thalia, gadis itu hanya memerhatikan punggung Hazmi dengan saksama.
Semoga saja mereka baikan. Semoga aja Kak Ayesha nggak bikin ulah lagi. Semoga aja Kak Hazmi nggak marah sama Kak Ayesha. Ya Allah ... tolong satukan hati mereka secepatnya. Buat Kak Ayesha jatuh cinta pada Kak Hazmi. Thalia pengin lihat mereka akur, ucap Thalia yang merapal doa di dalam hati.
đ
Dengan menderap cepat Hazmi mencari-cari keberadaan Ayesha. Ia pun rela menelusuri seluruh tempat pertokoan yang berada di pusat oleh-oleh tersebut. Sementara Thalia dan kedua Ayahnya masih berada di kebun. Mereka pun tak mengetahui keberadaan Hazmi dan Ayesha saat ini, kecuali Thalia saja yang tahu.
"Ayesha!" langkah Hazmi terhenti ketika menatap sosok perempuan yang mengenakan pakaian persis seperti istrinya sedari tadi. Perempuan tersebut sedang berada di tempat souvenir. Salah satu toko yang cukup sepi. Karena pengunjung lainnya tampak jarang mengunjungi toko tersebut.
Cepat-cepat Hazmi mendekati gadis yang ia yakini sebagai Ayesha. Tanpa peduli Hazmi lekas menarik lengan Ayesha saat itu juga. "Ay," panggilnya.
"Hazmi? Kamu ..." Ayesha tak mampu meneruskan perkataan ketika menatap sang suami yang kini berada di hadapannya. Sayangnya Hazmi tak lagi menatapnya dengan pandangan teduh. Hazmi yang ia kenal justru menatapnya dengan wajah datar. Entah mengapa perasaan Ayesha begitu tak nyaman dengan sikap Hazmi sekarang.
"Sejak kapan ada di sini? Katanya cuma mau keliling kebun? Nggak akan main terlalu jauh? Katanya bakal kembali lagi menemuiku? Terus, sekarang kamu ngapain ada di sini? Mau belanja? Kenapa nggak terus terang aja sama aku?" Hazmi mulai membuka suara. Netranya masih menatap datar tanpa ekspresi.
Mengetahui tatapan Hazmi yang seperti ini justru membuat Ayesha bergidik ngeri. Tak biasanya Hazmi bersikap tegas dan seakan-akan tanpa ekspresi memandangnya. Hazmi kenapa, ya?
"Ay, jawab, dong ... aku nggak mau ngelihat kamu diam, loh."
"A-aku, ehm ... maaf, kamu nggak apa-apa, kan?"
Ck! Hazmi berdecak. Bisa-bisanya Ayesha melontarkan pertanyaan kembali tanpa menjawab pertanyaannya. Apa Ayesha ingin menghindari Hazmi?
"Terserah kamu, Ay. Sekarang kamu maunya apa. Ya, terserah kamu aja. Aku nggak mau terlalu ngekang kamu. Seenggaknya aku tahu, kamu memang pengin menghindariku, kan? Kamu masih belum terima kan, tentang status kita ini? Sesuai apa katamu tadi. Aku seperti enigma bagimu. Dan sekarang, siapa tahu aku akan nyerah."
Ayesha menatap mata Hazmi yang berkaca-kaca. Ayesha merasa telah menyakiti hati Hazmi. Ia juga mengerti tentang sorot mata Hazmi yang menatapnya lekat-lekat. Penuh arti. Seakan-akan sorot mata itu berbicara, bahwa Hazmi benar-benar kecewa padanya.
"Haz ..."
"Ay, selama ini aku yang selalu sabar nungguin kamu. Aku yang selalu sabar ngadepin tingkah kamu yang jutek kemarin. Dan kamu pasti tahu, mana pernah aku marah? Mana pernah aku nyerah kemarin? Aku nggak ngerti lagi, Ay. Aku harus gimana, aku nggak ngerti, gimana caranya buat kamu percaya sama aku? Kamu harus tahu, Ay. Aku pun juga capek digantungin terus sama kamu."
Ayesha tak ingin membalas. Ia hanya memilih bungkam. Membiarkan Hazmi menyelesaikan perkataannya yang telah memuncakkan emosi. Karena yang selama Ayesha tahu, tingkahnya pasti sangat keterlaluan pada Hazmi. Ayesha kira Hazmi tak akan emosi seperti ini. Kenyataannya Ayesha salah.
"T-terus, pernikahan kita?"
"Urusan kamu, kamu tetap mau ngelanjutin pernikahan ini, atau tidak sama sekali. Aku capek terus berjuang, Ay. Karena kenyataannya, selama ini hanya aku yang berjuang. Dan kamu, nggak pernah sama sekali memedulikanku."
Hazmi memutuskan perkataannya. Ia pun mengalihkan pandangannya. "Aku pergi, silakan kamu mau ikut atau nggak, terserah kamu, Ay." Langkah Hazmi pun bergegas melewati Ayesha yang masih mematung bertahan mengamatinya dengan sayu.
Mendengar ungkapan Hazmi rasanya hati Ayesha tertekan. Ia merasakan jantungnya tak lagi berdegup seperti biasa. Rasanya hatinya benar-benar tertohok. Hingga tubuh Hazmi menghilang dari pandangannya, sayangnya Ayesha masih tak mampu mengejar. Ia lebih memilih bergeming. Dan saat ini sorot matanya beralih pada sebuah boneka kura-kura yang terpajang di balik etalase kaca.
"Dia suka kura-kura? Ih, lucu banget kura-kuranya." Ayesha tertawa geli ketika menatap dua ekor kura-kura sedang berada di dalam aquarium mini yang tergeletak di depan aula sekolah.
"Ay, ayo ke kelas! Kelamaan di sana, kamu bisa-bisa ketahuan, loh," ucap Sindy yang menjadi teman karib Ayesha. Mereka masih berseragam putih biru. Saat itu Ayesha duduk di kelas delapan SMP.
Gadis yang dipanggilnya hanya berdecak sebal. Ayesha terlalu gemas menatap dua kura-kura yang terkurung itu. Dengan terpaksa Ayesha bangkit dan bergegas pergi meninggalkan kura-kura yang masih tergeletak di dalam akuarium. Ayesha hanya tersenyum sembari menatap kura-kura itu kembali.
Sayangnya senyuman yang terulas dari bibirnya harus diketahui oleh seorang anak laki-laki yang mendekati akuariumâyang menjadi objek perhatian Ayesha. Laki-laki itu Hazmi. Jemari Hazmi kembali menenteng akuariumnya dan mengabaikan keberadaan Ayesha.
Sayangnya ingatan tentang masa lalunya kembali meredup. Bahkan Ayesha hanya sempat mengingat beberapa kali tentang sosok siapa Hazmi. Ayesha pun baru menyadari, bahwa hatinya sempat menyukai siapa Hazmi. Dan tanpa ia sadari perlahan ingatan tentang Hazmi menghilang. Sampai ketika Ayesha pertama kalinya bertemu Hazmi, perempuan itu tak sama sekali mengingat siapa laki-laki itu.
Lalu, aku harus berbuat apa? Agar Hazmi tak lagi marah padaku? Dan, kenapa juga harus sesakit ini saat Hazmi kecewa padaku? Ya Allah ... ada apa ini? Apa aku benar-benar jatuh cinta dengannya? Menyukainya kembali?
Bersambung đ
Krakk! Ayesha lekas mendaratkan duduknya di sofa apartemen. Ia mengembuskan napasnya pelan, namun sangat ia paksa. Pelupuk matanya masih menyimpan cairan bening yang tak bisa ia kuakkan. Perasaannya tak beraturan, tak nyaman. Ingatannya masih terngiang akan perkataan Hazmi. Bagaimana bila Hazmi membenciku? Bagaimana bila Hazmi tak mau memperjuangkan hatinya untukku kembali? Dan kenapa saat ini aku begitu takut kehilangan? Seakan hati ini tak membaik ketika Hazmi mengucapkan kalimat itu padaku. Ya Allah ... apa aku benar-benar jatuh cinta? Karena selama ini, aku tak pernah merasakan jatuh cinta dengan perasaan seperti ini, Ya Rabb ... apa yang kuharus lakukan? Ayesha terlihat khidmat merapal kalimat di balik hatinya. Rasanya sesakit ini mengetahui laki-laki yang pernah ia benci mengatakan yang mampu menohok hatinya. Dan ternyata Ayesha tak mampu mendefinisikan mengapa ia terlalu takut dan bimbang memikir
Tok, tok, tok! "Siapa?" Suara ketukan pintu tersebut sempat membuat Ayesha mengerutkan kening. Siapa orang yang beraninya datang bertamu di tengah malam begini? Dan tampaknya Thalia dan Ayah telah tertidur. Ayesha tak punya pilihan lain selain mencoba menemui sang tamu yang bertahan di depan pintu ruangan apartemennya. Tok, tok!"Assalamualaikum ..." Suara itu telah mengetuk pintu kesekian kali. Ia juga sempat mengucap salam sembari mengetuk pintu ruangan.Krakk!"Waalaikumsalam."Pintu terbuka sempurna. Saat ini Ayesha cukup tercengang menemukan keberadaan Hazmi yang kini berada tepat di depannya. Entah apa tujuan Hazmi datang ke apartemen di tengah malam. Pikiran Ayesha saja seakan bertanya-tanya."Kamu ...""Aku boleh nginap di sini, nggak?"Mendadak Ayesha kaget mendengar per
"Ay, Ayesha ...." Suara Hazmi tetap bersikukuh memanggil Ayesha. Jemarinya saja ia daratkan menyentuh wajah gadis yang terlelap itu.Sayangnya Ayesha hanya menggeliat tanpa menghiraukan panggilan lelaki tersebut. Tubuhnya pun sengaja berbalik arah seolah-olah menghindari sentuhan Hazmi yang memanggilnya.Hazmi menghela napas berat. Susah juga membangunkan Ayesha di jam segini. Apalagi jam menunjukkan pukul setengah tiga pagi. Sayangnya bukan Hazmi namanya jika ia harus kehilangan akal. Dan kali ini ia mencoba mencari cara agar istri mungilnya itu terjaga dari tidurnya."Tidur aja udah cantik, Ay. Tapi sayang, tidurmu aja nggak ngalah-ngalahin sang putri tidur," pekik Hazmi. Ia bertahan menatap wajah Ayesha dari sisi sangat dekat. Lelaki itu tak kehilangan cara lain membangunkan gadis cantik yang terlelap di depannya kini.Saat ini Hazmi merebahkan tubuhnya di sisi Ayesha. Dengan senyum semringah ia menatap
Kali ini Ayesha tiba di danau Beratan Bedugul. Gadis itu tak hanya berniat mencari accesories pesanan teman-teman Thalia, namun sayangnya ia pun enggan melewatkan jalan-jalan menjelajahi Bali. Ayesha jadi ingat ketika kali pertama ia berkunjung ke pulau Bali. Ia tampak senang jalan-jalan berkunjung ke beberapa tempat wisata. Dan terutama wisata bedugul. Meski sayangnya bagi Ayesha, ia belum puas berkeliling ke pulau dewata ini.Suasana pagi di danau itu sangat sejuk. Bahkan tiupan angin yang menusuk ke pori-pori kulit tak membuat Ayesha merasa kedinginan. Gadis itu masih berjalan sendiri tanpa menghiraukan keberadaan sang suami dan Thalia yang berada di belakangnya."Kak Ay! Jangan cepat-cepat dong, jalannya. Capek tahu! Nah, tuh, suami Kakak aja ditinggal sama Kak Ayesha. Nggak kasihan sama Kak Hazmi?" Thalia memanggil dari arah belakang, hingga ia berhasil membuat langkah Ayesha terhenti.Kini Ayesha memutar tub
Nyaris setengah jam Thalia sendiri menunggu di pinggir danau. Ia tak habis pikir dengan keberadaan sang kakak yang bertahan meninggalkannya. Thalia saja mendadak bosan harus berjalan mondar-mandir tanpa seorang teman. Gadis itu kini memilih duduk di salah satu bangku yang tersedia di sisi danau. Sembari menunggu kedatangan Ayesha dan Hazmi, Thalia cukup bersabar lantas mengamati banyaknya pengunjung yang berlalu lalang menikmati suasana wisata. Sesekali juga Thalia menilik arlojinya, jam menunjukkan pukul sebelas siang. "Lama banget mereka. Terus aku harus nunggu berapa menit lagi sendirian di sini? Astaga!" rutuk Ayesha. Ia mengentakkan kakinya seraya menghela napasnya berat. Netranya menangkap pemandangan hamparan danau yang begitu luas. Bahkan pemandangan tersebut cukup mampu mengindahkan Thalia untuk menatap lebih lama. Hanya ini yang bisa ia lakukan. Hingga kedua manusia yang ia tunggu muncul menemuinya kembali.
"Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Silakan ..."Hazmi menyerah. Ia langsung menekan layar ponselnya untuk tak lagi menghubungi nomor ponsel Ayesha. Karena sudah berkali-kali lelaki itu mencoba menelepon Ayesha, dan sayangnya tak ada jawaban. Kenyataan pahitnya pun gadis kesayangannya tidak bisa dihubungi malam itu juga. Hazmi yang kini berada di kamarnya, ia sedang berpikir keras. Mencoba mencari cara; bagaimana Ayesha mau menerima penjelasannya. Karena semenjak kedatangan Carisa di acara dinner-nya bersama sang istri, Ayesha tiba-tiba pergi tanpa mau memedulikannya. Hazmi yakin, bahwa Ayesha sedang marah. "Ay ... kenapa nggak bisa dihubungi, sih? Aku lagi khawatir denganmu ..." Hazmi tak lagi menggunakan cara menelepon Ayesha. Kali ini ponselnya ia lemparkan begitu saja ke arah ranjang. Dengan mengusap wajah sejenak dengan dahinya yang mengeru
Setelah pintu kamar tertutup sempurna, Hazmi mendekati ranjang Ayesha. Ia meletakkan jaket yang sempat dikenakan menyampir ke punggung sofa. Netra Hazmi mengarah pada Ayesha yang tampak tertidur. Rupanya perasaannya benar, Ayesha tertidur lelap. Hazmi kira Ayesha tak akan tahu jika ia sedang berkunjung dan berniat menginap di apartemen.Seraya mendaratkan tubuhnya di atas sofa dekat ranjang, lelaki itu melepas sepatunya sejenak. Namun pandangannya menemukan sebuah kotak kado yang kini tergeletak di bawah ranjang. Kotak tersebut belum terbenam ke bawah ranjang. Hingga Hazmi pun dapat melihat bentuk kotak itu yang arahnya pun tak jauh dari tempat singgahnya. Usai meletakkan sepatu ke dalam rak, Hazmi bangkit dan kini berjalan mendekati kotak yang membuatnya mengerut heran. Hazmi sangat kenal kotak kado itu. Pikiran Hazmi terlintas sewaktu ia baru menemukan Ayesha di pantai Kuta. Argh! Hazmi baru saja ingat, bahwa ia sempat mengiri
Tok ... Tok ... Tok ...Suara ketukan yang berasal dari pintu utama tersebut membuat Rafli tergerak segera membuka pintu rumahnya. Rupanya setelah pintu terbuka, Rafli menemukan seorang gadis dengan perawakan semampai dan putih cantik baginya. Sedetik kemudian Rafli mengukir senyum menyambut kedatangan sang gadis yang tak ia ketahui siapa."Hm, Hazmi-nya ada ya? Ini, benar rumah Hazmi, bukan?" Gadis itu bertanya dengan nada sopan untuk memastikan si pemilik rumah yang ia ketahui."Oh, iya, Hazmi itu Adikku. Kamu, siapa?" Rafli masih terkesima menikmati pemandangan sang gadis tersebut. Ia saja tak menyangka adiknya sendiri mengenal seorang gadis yang bahkan kecantikannya melebihi Ayesha."Aku Carisa, teman karibnya Hazmi sewaktu SMP. Aku ke sini ada perlu sama Hazmi. Kemarin juga sempat minta alamatnya langsung ke Hazmi, tapi sayangnya Hazmi agak susah memberikan alamat rumahnya.