Krakk!
Ayesha lekas mendaratkan duduknya di sofa apartemen. Ia mengembuskan napasnya pelan, namun sangat ia paksa. Pelupuk matanya masih menyimpan cairan bening yang tak bisa ia kuakkan. Perasaannya tak beraturan, tak nyaman. Ingatannya masih terngiang akan perkataan Hazmi.
Bagaimana bila Hazmi membenciku? Bagaimana bila Hazmi tak mau memperjuangkan hatinya untukku kembali? Dan kenapa saat ini aku begitu takut kehilangan? Seakan hati ini tak membaik ketika Hazmi mengucapkan kalimat itu padaku. Ya Allah ... apa aku benar-benar jatuh cinta? Karena selama ini, aku tak pernah merasakan jatuh cinta dengan perasaan seperti ini, Ya Rabb ... apa yang kuharus lakukan?
Ayesha terlihat khidmat merapal kalimat di balik hatinya. Rasanya sesakit ini mengetahui laki-laki yang pernah ia benci mengatakan yang mampu menohok hatinya. Dan ternyata Ayesha tak mampu mendefinisikan mengapa ia terlalu takut dan bimbang memikirkan perkataan Hazmi.
"Kak, Ay ..." Thalia tak melanjutkan sahutannya. Ia menautkan kedua alisnya seolah menimbulkan tanda tanya. Ada apa dengan keadaan kakak perempuannya?
Memandang wajah Ayesha yang tiba-tiba mencuatkan tangis, membuat hati Thalia iba. Ia pun memposisikan duduknya di sisi Ayesha, mencoba merangkul, dan menepuk pundak Ayesha pelan. Thalia mau Ayesha tak lagi bersedih. Pantas saja ia melakukan cara ini untuk menenangkan hati Ayesha.
"Aku nggak tahu, Dek. Aku nggak ngerti dengan perasaanku sendiri. Padahal kamu tahu sendiri, aku nggak suka sama Hazmi. Cowok itu selalu mengganggu hidupku. Cowok itu selalu menyebalkan bagiku. Namun saat Hazmi mengatakan hal tentang hatinya yang ingin menyerah, nggak tahu kenapa, hatiku sangat sakit. Hatiku sangat takut, gimana kalau seandainya Hazmi benar-benar meninggalkanku? Dan dia capek, dan dia memang mau berhenti mencintaiku."
Ayesha begitu erat mendekap tubuh Thalia. Buliran air matanya tumpah ruah. Perasaannya sangat perih. Ketakutan yang kian hadir masih saja menghantui pikirannya. Bagaimana dan pertanyaan itu seterusnya yang terlintas di benaknya?
Jangan-jangan Ayesha benar jatuh hati pada Hazmi? Tak ada yang tahu. Bahkan Thalia saja masih sulit membaca maksud perkataan Ayesha. Ayesha saja baru mengingat dan bahkan menyadari siapa Hazmi. Siapa pemuda itu yang dulu sempat membuat Ayesha jatuh hati sejak kali pertama.
Namun sayangnya, ketika Ayesha tahu Hazmi seringkali cuek dan tak pernah memedulikannya, Ayesha enggan kembali menaruh hati pada pemuda itu. Hingga mereka tak lagi berada di jenjang pendidikan yang sama, ingatan Ayesha tak lagi mengingat siapa Hazmi. Bahkan ketika Hazmi berani mengaku sebagai suami Ayesha, lelaki itu baru mendekatinya secara tiba-tiba.
Ayesha bahkan tak ingat wajah pemuda itu. Ayesha rasa dia bukan laki-laki yang Ayesha kenal sebagai Hazmi yang dulu. Dan ketika sang Ayah mengirimkan sebuah foto Hazmi sejak SMP, saat itu Ayesha baru menyadari siapa Hazmi sebenarnya. Rencana Allah memang tak pernah terduga.
Hazmi yang Ayesha benci saat ini, ternyata ia Hazmi yang dulunya Ayesha suka. Hazmi yang mengaku sebagai suami Ayesha, ternyata laki-laki iti mampu membuat Ayesha sadar, bahwa hatinya masih menyimpan rasa masa lalu terhadap laki-laki itu. Dan bodohnya, mengapa Ayesha baru mengetahui tentang perasaan Hazmi saat ini? Apa Ayesha terlalu bodoh, sehingga ia tak peka akan kehadiran hati Hazmi yang lama terpendam untuknya?
"Kak, Ay, Thalia yakin, Kak Hazmi itu adalah laki-kali yang baik. Nggak mungkin secepat itu Kak Hazmi tega meninggalkan Kak Ayesha. Yang justru Kak Ayesha adalah seorang perempuan yang sudah lama ia tunggu sejak dulu. Kak Hazmi sayang sama Kak Ayesha, tinggal Kak Ayesha aja, apa Kakak mau menyadari adanya perasaan Kakak terhadap Kak Hazmi?" ungkap Thalia. Ia melukis senyum sembari menenangkan sang kakak.
Apa perkataan Thalia adalah suatu pertanda, bahwa memang aku jatuh hati pada Hazmi? Perasaan yang sudah lama kukubur itu akhirnya memekar kembali? Ini wajar, aku istri sahnya, mengapa aku masih bertanya tentang rasa?
đ
Pandangan Hazmi masih tertegun mengarah ke televisi. Pendengarannya tampan intens mendengar keduanya. Acara televisi yang berlangsung, dan suara sang Ayah yang melontar tanya tentang pernikahan.
Hazmi membuang napas kasar. Bagai menandakan tak suka dengan pertanyaan yang Yusuf lontarkan untuknya. Tanpa menjawab pertanyaan Yusuf, Hazmi memilih beranjak dari sofa. Langkahnya pun ia derapkan secara cepat demi menghindari sang Ayah yang menatapnya heran, dan sang Kakak yang kini memaku tak mengerti ada apa dengan adik laki-lakinya itu.
"Rafli nggak paham, Yah. Beneran."
Rafli mengacungkan dua jari yang sengaja diperlihatkan pada Ayahnya. Karena pandangan Yusuf sempat teralih ke arah putra sulungnya. Kepergian Hazmi secara tiba-tiba adalah karena satu pertanyaan darinya sendiri. Bahkan Yusuf tak mengerti, mengapa Hazmi terkesan menghindari pertanyaannya.
Apa jangan-jangan mereka berdua sedang tidak baik-baik saja? Mendadak pikiran Yusuf tertuju pada Ayesha.
Sementara di pantai Kuta, Hazmi tampak nyaman memerhatikan senja. Hazmi juga penyuka senja. Kadang ketika ia tak nyaman, dan perasaannya gundah, Hazmi akan memilih tempat ini untuk melihat keindahan mentari tenggelam. Padahal pulau dewata menyimpan banyak keindahan senja di setiap lokasi wisatanya. Namun entah mengapa Hazmi jatuh hati pada pantai ini, dan hanya pantai ini tempat senja terbaik baginya.
"Tenang sih, kalau menikmati keindahan senja di sini. Aku baru tahu, kalau kamu suka senja. Memangnya sejak kapan, Haz?"
Suara seorang gadis yang berada di sisi Hazmi, membuat lelaki itu spontan menoleh ke sumber suara, matanya berbinar tak percaya, bahwa ia menemukan seseorang yang sudah lama tak berjumpa. Seseorang itu adalah masa lalunya. Lebih tepatnya teman yang dulu sempat menyimpan hati pada Hazmi.
Sayangnya dulu Hazmi menolak. Hazmi tak mau membuat hati yang harus ia jaga terluka. Karena Hazmi sangat mencintai perempuan yang bernama Ayesha sejak lama, sudah tentu Hazmi enggan menerima perasaan teman yang juga tersimpan untuknya.
"Carisa?"
Hazmi menyebut sang pemilik nama. Perempuan itu mengulas senyum dan menjadikan Hazmi sebagai objek pandangannya.
"Sudah lama ya, kita nggak ketemu? Ternyata kamu banyak berubah, Haz."
"Apaan, dari dulu gini juga, kok. Kamu itu yang banyak berubah. Eh, tumben, bukannya dulu kamu pakai kerudung?"
Carisa berdeham sebentar. Ia menarik napas usai Hazmi melontar tanya yang tak semestinya. Bukan karena Carisa tak suka Hazmi bertanya, namun pikiran Carisa yang bingung mencari kalimat yang pas untuk menyatakan perihal yang belum Hazmi ketahui.
"Ada suatu kejadian, yang maaf, aku nggak bisa kasi tahu ini sama kamu. Sejak setelah kejadian itu, aku memilih melepas kerudung. Bodoh sih, kedengarannya. Harusnya mempertahankan adalah cara terbaik, mau seberat apapun masalahnya. Tapi sayangnya ... aku nggak sekuat itu."
"Car."
"Haz, aku tahu kamu di sini, karena kemarin aku sempat tanya sama Andra, sahabat baikmu sejak SMP. Katanya kamu lagi di Bali. Ya udah, kebetulan juga aku di Bali, ya ... aku sengaja nyamperin kamu, deh."
Carisa terkesan menghindari pertanyaan yang ingin Hazmi lontarkan. Perempuan itu lebih memilih mengganti topik dibanding meneruskan pembicaraan yang Hazmi tanyakan sebelumnya. Dari tingkah Carisa sajaâHazmi menyadari bahwa gadis itu sedang menyembunyikan masalah yang tak boleh ada seorang pun tahu. Terutama Hazmi.
Dan Hazmi mampu memahami itu. Topik Carisa terlihat mengesankan, karena tanpa Hazmi menebak darimana Carisa mengetahui keberadaannya, pikiran Hazmi akan tertuju pada Andra. Sahabat lama yang sampai kini hubungan keduanya masih terjalin baik. Andra juga tahu tempat favorit Hazmi adalah pantai Kuta. Sayangnya Andra tak ada di Bali. Ia sedang bekerja di Yogyakarta.
"Nggak apa-apa, Car. Aku juga senang bertemu lagi denganmu. Nggak nyangka aja, kita bisa ketemu lagi," kata Hazmi. Pandangannya tertuju fokus pada Carisa. Perempuan berkulit putih sebanding Hazmi itu terlihat sangat cantik. Bahkan kabarnya Carisa terlahir sebagai gadis blasteran Inggris dan Indonesia.
đ˘
Tawa Hazmi yang tak pernah Ayesha temukan ketika laki-laki itu bersamanya. Tawa tulus Hazmi sangat terpancar jelas saat Ayesha menyimaknya dari kejauhan. Beruntung Hazmi tak menemukan keberadaan dirinya. Beruntung Ayesha dapat menahan diri untuk tak mendekati keberadaan mereka.
Bukannya gadis itu .... Ayesha tak mampu melanjutkan kalimat hatinya. Pikirannya terdampar ke masa lalu. Ayesha ingat siapa perempuan itu. Siapa ia yang saat ini berani-beraninya mendekati Hazmi. Padahal yang Ayesha tahu Hazmi suaminya. Dan mengapa Hazmi masih bertahan melepas rindu bersama perempuan yang membuat Ayesha muak kali ini.
Ok, kalau ini yang kamu mau, aku nggak bisa menghalangimu untuk mundur, Haz, Ayesha membatin. Tangisnya membuncah seketika. Ia pun mengalihkan derap langkahnya untuk tak lagi menatap mereka.
Untuk pertama kalinya, aku benci senja, aku semakin benci semua tentang senja, karena kamu yang membuatku benci dengan pemandangan yang harusnya membuat hatiku jatuh cinta, kembali Ayesha membatin. Ia pasrah. Semakin cepat langkahnya menderap. Ia tak mau menatap siapa-siapa yang berada di sekelilingnya. Yang Ayesha mau, Ayesha segera kembali ke kamar dan menumpahkan rasa patah yang menghujam hatinya.
Bersambung đ˘
Tok, tok, tok! "Siapa?" Suara ketukan pintu tersebut sempat membuat Ayesha mengerutkan kening. Siapa orang yang beraninya datang bertamu di tengah malam begini? Dan tampaknya Thalia dan Ayah telah tertidur. Ayesha tak punya pilihan lain selain mencoba menemui sang tamu yang bertahan di depan pintu ruangan apartemennya. Tok, tok!"Assalamualaikum ..." Suara itu telah mengetuk pintu kesekian kali. Ia juga sempat mengucap salam sembari mengetuk pintu ruangan.Krakk!"Waalaikumsalam."Pintu terbuka sempurna. Saat ini Ayesha cukup tercengang menemukan keberadaan Hazmi yang kini berada tepat di depannya. Entah apa tujuan Hazmi datang ke apartemen di tengah malam. Pikiran Ayesha saja seakan bertanya-tanya."Kamu ...""Aku boleh nginap di sini, nggak?"Mendadak Ayesha kaget mendengar per
"Ay, Ayesha ...." Suara Hazmi tetap bersikukuh memanggil Ayesha. Jemarinya saja ia daratkan menyentuh wajah gadis yang terlelap itu.Sayangnya Ayesha hanya menggeliat tanpa menghiraukan panggilan lelaki tersebut. Tubuhnya pun sengaja berbalik arah seolah-olah menghindari sentuhan Hazmi yang memanggilnya.Hazmi menghela napas berat. Susah juga membangunkan Ayesha di jam segini. Apalagi jam menunjukkan pukul setengah tiga pagi. Sayangnya bukan Hazmi namanya jika ia harus kehilangan akal. Dan kali ini ia mencoba mencari cara agar istri mungilnya itu terjaga dari tidurnya."Tidur aja udah cantik, Ay. Tapi sayang, tidurmu aja nggak ngalah-ngalahin sang putri tidur," pekik Hazmi. Ia bertahan menatap wajah Ayesha dari sisi sangat dekat. Lelaki itu tak kehilangan cara lain membangunkan gadis cantik yang terlelap di depannya kini.Saat ini Hazmi merebahkan tubuhnya di sisi Ayesha. Dengan senyum semringah ia menatap
Kali ini Ayesha tiba di danau Beratan Bedugul. Gadis itu tak hanya berniat mencari accesories pesanan teman-teman Thalia, namun sayangnya ia pun enggan melewatkan jalan-jalan menjelajahi Bali. Ayesha jadi ingat ketika kali pertama ia berkunjung ke pulau Bali. Ia tampak senang jalan-jalan berkunjung ke beberapa tempat wisata. Dan terutama wisata bedugul. Meski sayangnya bagi Ayesha, ia belum puas berkeliling ke pulau dewata ini.Suasana pagi di danau itu sangat sejuk. Bahkan tiupan angin yang menusuk ke pori-pori kulit tak membuat Ayesha merasa kedinginan. Gadis itu masih berjalan sendiri tanpa menghiraukan keberadaan sang suami dan Thalia yang berada di belakangnya."Kak Ay! Jangan cepat-cepat dong, jalannya. Capek tahu! Nah, tuh, suami Kakak aja ditinggal sama Kak Ayesha. Nggak kasihan sama Kak Hazmi?" Thalia memanggil dari arah belakang, hingga ia berhasil membuat langkah Ayesha terhenti.Kini Ayesha memutar tub
Nyaris setengah jam Thalia sendiri menunggu di pinggir danau. Ia tak habis pikir dengan keberadaan sang kakak yang bertahan meninggalkannya. Thalia saja mendadak bosan harus berjalan mondar-mandir tanpa seorang teman. Gadis itu kini memilih duduk di salah satu bangku yang tersedia di sisi danau. Sembari menunggu kedatangan Ayesha dan Hazmi, Thalia cukup bersabar lantas mengamati banyaknya pengunjung yang berlalu lalang menikmati suasana wisata. Sesekali juga Thalia menilik arlojinya, jam menunjukkan pukul sebelas siang. "Lama banget mereka. Terus aku harus nunggu berapa menit lagi sendirian di sini? Astaga!" rutuk Ayesha. Ia mengentakkan kakinya seraya menghela napasnya berat. Netranya menangkap pemandangan hamparan danau yang begitu luas. Bahkan pemandangan tersebut cukup mampu mengindahkan Thalia untuk menatap lebih lama. Hanya ini yang bisa ia lakukan. Hingga kedua manusia yang ia tunggu muncul menemuinya kembali.
"Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Silakan ..."Hazmi menyerah. Ia langsung menekan layar ponselnya untuk tak lagi menghubungi nomor ponsel Ayesha. Karena sudah berkali-kali lelaki itu mencoba menelepon Ayesha, dan sayangnya tak ada jawaban. Kenyataan pahitnya pun gadis kesayangannya tidak bisa dihubungi malam itu juga. Hazmi yang kini berada di kamarnya, ia sedang berpikir keras. Mencoba mencari cara; bagaimana Ayesha mau menerima penjelasannya. Karena semenjak kedatangan Carisa di acara dinner-nya bersama sang istri, Ayesha tiba-tiba pergi tanpa mau memedulikannya. Hazmi yakin, bahwa Ayesha sedang marah. "Ay ... kenapa nggak bisa dihubungi, sih? Aku lagi khawatir denganmu ..." Hazmi tak lagi menggunakan cara menelepon Ayesha. Kali ini ponselnya ia lemparkan begitu saja ke arah ranjang. Dengan mengusap wajah sejenak dengan dahinya yang mengeru
Setelah pintu kamar tertutup sempurna, Hazmi mendekati ranjang Ayesha. Ia meletakkan jaket yang sempat dikenakan menyampir ke punggung sofa. Netra Hazmi mengarah pada Ayesha yang tampak tertidur. Rupanya perasaannya benar, Ayesha tertidur lelap. Hazmi kira Ayesha tak akan tahu jika ia sedang berkunjung dan berniat menginap di apartemen.Seraya mendaratkan tubuhnya di atas sofa dekat ranjang, lelaki itu melepas sepatunya sejenak. Namun pandangannya menemukan sebuah kotak kado yang kini tergeletak di bawah ranjang. Kotak tersebut belum terbenam ke bawah ranjang. Hingga Hazmi pun dapat melihat bentuk kotak itu yang arahnya pun tak jauh dari tempat singgahnya. Usai meletakkan sepatu ke dalam rak, Hazmi bangkit dan kini berjalan mendekati kotak yang membuatnya mengerut heran. Hazmi sangat kenal kotak kado itu. Pikiran Hazmi terlintas sewaktu ia baru menemukan Ayesha di pantai Kuta. Argh! Hazmi baru saja ingat, bahwa ia sempat mengiri
Tok ... Tok ... Tok ...Suara ketukan yang berasal dari pintu utama tersebut membuat Rafli tergerak segera membuka pintu rumahnya. Rupanya setelah pintu terbuka, Rafli menemukan seorang gadis dengan perawakan semampai dan putih cantik baginya. Sedetik kemudian Rafli mengukir senyum menyambut kedatangan sang gadis yang tak ia ketahui siapa."Hm, Hazmi-nya ada ya? Ini, benar rumah Hazmi, bukan?" Gadis itu bertanya dengan nada sopan untuk memastikan si pemilik rumah yang ia ketahui."Oh, iya, Hazmi itu Adikku. Kamu, siapa?" Rafli masih terkesima menikmati pemandangan sang gadis tersebut. Ia saja tak menyangka adiknya sendiri mengenal seorang gadis yang bahkan kecantikannya melebihi Ayesha."Aku Carisa, teman karibnya Hazmi sewaktu SMP. Aku ke sini ada perlu sama Hazmi. Kemarin juga sempat minta alamatnya langsung ke Hazmi, tapi sayangnya Hazmi agak susah memberikan alamat rumahnya.
"Kak Ayesha, aku mau nanya serius sama Kakak," Thalia berucap saat Ayesha perlahan mendaratkan dirinya ke atas ranjang. Karena setelah Hazmi dan Revan pamit untuk mengerjakan pekerjaan, Thalia bergegas memapah Ayesha ke dalam kamar.Mendengar ungkapan sang adik, membuat netra Ayesha memandang heran. "Apa, Dek?" kata Ayesha melontar suara."Itu, beneran temannya Kak Hazmi?""Itu ...""Cowok yang bareng Kak Hazmi tadi, Kak. Kak Ayesha datang ke apartemen nggak cuma berdua dengan Kak Hazmi.""Oh," tawa Ayesha meledak usai mengerti maksud arah perkataan sang adik. Tumben Thalia mendadak ingin mengetahui siapa Revan."Kamu naksir?" Ayesha menebak setelah menghentikan tawa."Apaan, sih, Kak ... aku cuma tanya, bukan berarti naksir," sanggah Thalia. Wajahnya berubah datar setelah Ayesha menebak sekenanya."Ok, kalau bukan naksir?"