"Argh!" teriak Ayesha kesal, ia pun melemparkan tas selempangnya dan kamera digitalnya ke atas kasur begitu saja. Sembari menyinggahkan tubuhnya duduk di sofa apartemen.
Thalia, sang Adik bungsunya hanya melongo heran menatap kondisi Kakaknya. Perempuan yang juga berkerudung itu sedang asyik menonton televisi di ruang kamar yang sama dengan Kakaknya. Sesaat Ayesha beralih melepas sepatu, kaus kaki, dan mengambil pakaian ganti.
"Aku ganti baju dulu," ujar Ayesha sembari pergi melewati Thalia. Sayangnya sang Adik hanya memaku tak mengerti mengapa tingkah Ayesha terlihat aneh.
"Kenapa sih, datang-datang malah langsung kesal gitu? Kak Ayesha aneh!" gerutu Thalia yang kali ini lebih mengalihkan pandangannya menonton acara televisi korea favoritnya.
Ayesha dan Thalia, mereka adalah Kakak Adik bersaudara yang terpaut usia delapan tahun. Saat ini Ayesha berusia 24 tahun dan ia sedang melanjutkan studi magister di ITB Bandung. Sedangkan Thalia, ia duduk di kelas 2 SMA di kota Bandung. Ya, rumah mereka memang di kota Bandung. Ayesha dan Thalia tinggal bersama Ayahnya yang biasa dikenal Pak Erlan. Sang Ayah ialah pekerja di salah satu kantor BUMN di kota Bandung. Sementara Bunda mereka telah wafat sekitar tujuh tahun yang lalu.
Ayesha Salshabila Senjaya. Sebut saja ia Ayesha. Sebuah nama yang ia dapatkan sejak lahir. Gadis itu penyuka traveling, menulis, membaca, dan pecandu senja. Hewan favoritnya ialah kura-kura. Dia juga suka memotret, tapi tak suka dipotret. Karena baginya, memotret adalah cara mengabadikan kenangan.
Dan setiap kali mengunjungi lokasi wisata, ia akan menyempatkan waktunya untuk memotret.Meski Ayesha suka jalan-jalan, namun bukan berarti ia akan traveling sendirian. Setiap kali Ayesha jalan-jalan, ia lebih sering mengajak Thalia. Kadang juga Ayahnya ikut serta ketika sang Ayah libur bekerja. Ayesha tak pernah mau jalan sendiri, karena bagaimanapun, ia mengerti bahwa Agama Islam tidak mengizinkan seorang perempuan melakukan perjalanan lebih dari tiga malam, kecuali bersama mahramnya.
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah seorang wanita safar sejauh tiga hari (perjalanan) melainkan bersama dengan mahramnya." (HR. Imam Bukhari).
Sebenarnya perjalanan ke Bali memang merupakan keinginannya. Namun di balik itu, Ayahnya lebih memihak agar Ayesha mengunjungi Bali. Karena sebelum Ayesha memilih pulau dewata sebagai tujuan, ada beberapa pilihan kota yang ingin sekali Ayesha kunjungi.
Ayah berpesan bahwa ia akan menyusul ke Bali setelah proyek pekerjaan selesai diurus. Alhasil, Ayesha pergi ke Bali hanya bersama Thalia. Dan hari ini adalah hari pertama mereka berada di pulau dewata. Dan ini bukan pertama kalinya bagi Ayesha mengunjungi pulau Bali.
Sudah sekitar dua tahun Ayesha memutuskan berhijrah, dan mengenakan kerudung sebagai penutup aurat bagi Agama Islam. namun sayangnya Ayesha belum berniat mengenakan gamis. Ia lebih menyukai mengenakan pakaian rok celana, kaus lengan panjang, dan kerudung yang menutupi dada untuk menutupi auratnya.
Dan setelah dari kamar mandi, Ayesha mendaratkan duduknya di samping Thalia. Ia mengambil popcorn milik Thalia yang berada di atas meja. Sembari popcorn yang berada di genggamannya kini dilahapnya dengan rakus. Sedangkan Thalia hanya bisa menggeleng pelan ketika memandang tingkah aneh sang Kakak.
"Kak, udahan kali. Nanti keselek, loh." Thalia memprotes tingkah Ayesha yang menurutnya kelewat batas.
"Kenapa, sih? Ada masalah?" Kali ini Thalia bertanya.
Ayesha perlahan menelan popcorn yang dikunyahnya. Sembari ia lekas menandaskan air minumnya sejenak. Ia pun mulai mengalihkan tatapannya ke arah Thalia.
"Dek, tadi di pantai Kuta, waktu Kakak ngelihat sunset, ada seorang cowok yang kira-kira ... nyaris seumuranlah sama Kakak. Nah, dia itu nyamperin Kakak, dan yang bikin Kakak kaget, selain dia tahu kalau Kakak suka senja, dia juga ngaku-ngaku kalau dia suami Kakak. Gila nggak, tuh? Masih zaman ya, orang yang ngaku-ngaku sebagai suaminya, sebagai istrinya, padahal jelas-jelas, Kakak nggak kenal sama tuh cowok. Dan sejak kapan juga, Kakak nikah sama dia? Kakak ini masih jomlo kali, belum nikah. Menurut Kakak nih, dia udah sinting, deh."
Thalia yang mendengarkan penjelasan Ayesha, ia melongo tak menyangka bahwa ada seorang lelaki yang mengakui bahwa Kakaknya adalah istri si lelaki itu. Perhatian Thalia mulai terfokus menyimak cerita Ayesha, ia tak lagi memedulikan acara televisinya.
"Udah sinting kan dia, Dek? Seumur-seumur, Kakak nggak pernah dideketin cowok yang sakit jiwa seperti Hazmi itu!" Lagi-lagi Ayesha menggerutu kesal.
"Oh, jadi namanya Hazmi? Keren juga namanya, pasti orangnya juga keren ya, Kak? Ganteng nggak, sih, Hazmi itu?"
Ucapan Thalia berhasil membuat Ayesha menautkan kedua alisnya kesal. Mengapa si Adik malah semakin kepo dengan laki-laki yang bernama Hazmi? Padahal Ayesha nyaris membencinya setengah mati.
"Nggak sama sekali! B aja! Dan Kakak nggak suka sama dia. No! Katakan No tentang Hazmi. Dan awas, kalau seandainya kamu ketemu sama cowok sinting itu, jangan sampai kamu naksir sama dia. Idih, amit-amit, Dek. Kalau memang suka sama Kakak, nggak usah langsung ngaku-ngaku kalau dia suami Kakak. Mana mau aku punya suami macam si Hazmi itu."
"Kak, tahu pepatah, nggak? Benci jadi cinta. Nah, tuh, hati-hati, Kak. Bisa-bisa Kakak malah jatuh cinta akhirnya, karena terlalu benci sama Hazmi. Gimana ayo?"
"Astagfirullah! Amit-amit ... nggak mau, nggak mau, nggak akan! Pokoknya nggak akan pernah! Ya udah, deh, chance aja topik obrolannya. Malas banget ceritain dia mulu. Bisa mules perutku."
"Ya udah, deh. Kali ini nggak usah cerita-cerita. Gimana kalau malam ini kita cari makan di luar? Di depan kayaknya ada kafe yang enak, tuh. Sekalian jalan-jalan bentar, Kak. Mau ya?"
"Ok, deh." Ayesha menyetujui permintaan Thalia dengan terpaksa. Padahal malam ini ia terasa malas jalan-jalan. Akibat pertemuannya bersama Hazmi, membuat Ayesha membenci laki-laki itu sejak kali pertama.
🌞
Suasana malam di jalan raya sekitar pantai Kuta, masih ramai seperti biasanya. Tak hanya kendaraan yang memadatkan jalanan, namun juga pejalan kaki yang berlalu lalang pun ikut memadatkan kota. Sayangnya Ayesha dan Thalia berada di antara para pejalan kaki yang menikmati suasana pulau wisata ini. Mereka baru saja menuntaskan rasa lapar setelah memutuskan mengunjungi salah satu kafe.
Setelah mengunjungi kafe, akhirnya dua kakak beradik itu memilih menikmati jalanan sekitar pantai Kuta. Mengingat lokasi apartemen mereka sangat berdekatan dengan pantai. Mencoba melepaskan penat pikiran, terutama bagi Ayesha. Ingin sekali ia menghilangkan rasa badmood-nya malam ini. Dan tak lagi mengingat kejadian yang membuatnya kesal karena kehadiran Hazmi.
"Kak, mampir ke toko accessories, yuk? Thalia lagi pengin cari accessories, nih. Siapa tahu ada sesuatu yang pengin dibeli," ajak Thalia yang kemudian ia merangkul lengan Ayesha, agar Kakak perempuannya itu mau mengikuti dirinya. Hingga akhirnya mereka memasuki salah satu toko accessories yang ingin Thalia kunjungi.
Sesampainya di ruangan, Thalia sengaja meninggalkan Kakaknya yang masih ogah-ogahan mengikutinya. Adiknya itu lebih senang memerhatikan beberapa benda yang berada di dalam ruangan. Sementara Ayesha, ia memilih bersinggah di luar toko. Untung saja di depan toko terdapat beberapa kursi yang disediakan untuk pengunjung.
Sambil menunggu Thalia, Ayesha memilih memainkan ponselnya. Dan kali ini jarinya tertuju pada aplikasi instagram. Namun ketika jarinya menekan aplikasi instagram, Ayesha mendadak tak percaya, ia menerima satu pesan dari seseorang yang bukan sebagai followers. Bahkan setelah Ayesha menatap foto pemilik akun tersebut, Ayesha baru ingat bahwa foto itu adalah foto Hazmi. Rupanya laki-laki itu menemukan akun instagram-nya dan sekarang ia mengirimkan satu pesan untuk Ayesha.
"Ay, kamu dimana? Aku kangen."
Begitu isi pesan yang Hazmi kirimkan lewat DM instagram. Membaca isi pesan itu, Ayesha tak berniat sama sekali membalas. Ia malah sengaja mengabaikan pesan yang Hazmi kirimkan. Kali ini Ayesha lebih memilih melihat isi beranda instagram dibandingkan berniat menjawab pesan Hazmi.
"Segitu nggak sukanya sama aku? Sampai DM instagram aja nggak dibalas."
Suara itu sukses membuat Ayesha menoleh ke depan. Ayesha justru kaget, mengapa laki-laki gila itu harus menemukan keberadaannya di sini?
Ayesha belum menjawab perkataan Hazmi. Ia pun lekas bangkit dan ingin meninggalkan laki-laki itu. Namun sayangnya Hazmi menahan jemari Ayesha agar perempuan itu tak pergi darinya. Lagi-lagi Ayesha tak bisa lekas menjauhi Hazmi, laki-laki itu malah berani menyentuh Ayesha.
"Lepasin, nggak?" pinta Ayesha. Ia mengernyitkan dahinya menatap Hazmi dengan rasa kesalnya.
"Kenapa, sih, mengabaikan pesanku? Segitu menjijikkan ya, aku buatmu?"
"Apaan, sih, Mi! Lepasin! Kalau nggak, aku teriak, nih?" Ayesha balik mengancam.
"Teriak aja, orang-orang nggak bakal berani mengusirku. Karena aku akan bilang sama mereka, kalau aku itu suamimu. Dan ini bukan main-main. Aku memang suami sah kamu, Ayesha."
Pertahanan tangan Hazmi akhirnya terlepas dari jemari Ayesha. Gadis itu semakin memberontak saat Hazmi memegangnya kuat-kuat.
"Aku nggak merasa nikah sama kamu. Mimpi kamu itu udah kelewat batas. Kalau kamu suka aku, ya bukan gini caranya. Bisa kek, PDKT dengan baik-baik. Kalau sikapmu kayak gini, aku makin nggak suka kamu."
"Ok, sorry kalau aku maksa kamu, Ay. Tapi kamu harus percaya kalau aku suamimu. Aku nggak bohong, Ay."
"Aku nggak kenal sama kamu!" bentak Ayesha.
"Hei, aku suami kamu, Ay. Aku nggak mungkin lupa sama wajah istriku sendiri. Ini buktinya." Laki-laki itu menunjukkan sebuah cincin yang tersemat di jari manisnya.
"Nggak percaya!" Ayesha mengelak.
"Aku Hazmi, Ay. Aku tahu, kamu pasti lupa sama aku. Itu tujuannya aku jemput kamu di sini. Pulang, Ay, aku kangen sama kamu," pinta lelaki yang bersapa Hazmi itu. Permintaannya begitu memohon pada Ayesha. Begitu Hazmi berusaha menarik jemari Ayesha, sayangnya Ayesha berusaha menghindar.
"Nggak mau! Jangan paksa aku! Mau berapapun bukti yang kamu berikan, aku tetap nggak percaya sama kamu."
"Terus, aku harus gimana? Biar kamu percaya sama aku, Ay." Hazmi masih tak jera menginginkan Ayesha agar perempuan itu mempercayainya.
"Ah, udah, deh! Kamu pulang aja, aku nggak mau kamu di sini."
"Kak Ay ..." Thalia terhenti saat ia menyebut Kakaknya. Tubuhnya terasa kaku saat mengamati Ayesha sedang bersama seorang laki-laki yang sama sekali belum Thalia kenal.
Apa ini yang namanya Hazmi? Hazmi yang mengaku suami Kak Ayesha, bukan? Pikir Thalia.
"Thal, kita pulang aja." Ayesha melewati Hazmi setelah menarik lengan Thalia pergi.
"Ay! Aku nggak akan nyerah!" Hazmi berteriak saat panggilannya terdengar jelas ke telinga Ayesha dan Thalia. Sayangnya meskipun laki-laki itu berteriak memanggil sekeras apapun, Ayesha malah mengabaikan.
Sabar, Haz ... ini baru pertama kamu berusaha. InsyaAllah masih ada hari berikutnya, aku harus bisa buat Ayesha percaya bahwa aku suaminya. Hazmi menghela napasnya pasrah. Kemudian ia pun meninggalkan tempat itu dan mengikuti arah Ayesha dan Thalia dari belakang. Diam-diam ia mengikuti, agar Ayesha tak mengetahui keberadaan dirinya.
Bersambung 🐢
"Kak, cowok tadi itu yang namanya Hazmi?" Thalia melontar tanya. Mendadak Thalia ingin mengetahui siapa laki-laki yang baru saja menghampiri Kakaknya di depan toko accessories. "Aduh, kenapa, sih, Thal? Kamu kepo soal dia?""Nggak apa-apa, Kak. Aku cuma mau memastikan aja, kalau memang cowok itu yang namanya Hazmi. Cowok gila yang ngaku-ngaku sebagai suami Kak Ayesha.""Iya, dia itu Hazmi. Sumpah, aku kesal banget. Badmood ini makin menjadi-jadi, Thal. Nggak seharusnya dia nyamperin aku lagi. Apalagi nih, ternyata dia tahu akun instagram-ku. Dan yang lebih parahnya lagi, dia kirim DM yang isinya; Ayesha kamu dimana, aku kangen. Basi nggak sih?"Ayesha masih saja menggerutu sebal. Ia menyinggahkan dirinya di sofa ruang tengah. Sedangkan Thalia hanya diam tak lagi membalas gerutuan Kakaknya. Ia hanya menggeleng-geleng heran ketika Ayesha masih tak berhenti marah-marah tak jela
Ting, tong! Suara bel dari pintu luar membuat Ayesha yang selesai melaksanakan salat subuh mengernyit heran. Gadis itu lekas melipat mukenah dan sajadahnya yang lalu diletakkannya di atas kasur. Ayesha segera cepat-cepat berjalan menuju pintu, padahal bel berbunyi telah terdengar dua kali. Krakk! Pintu telah terbuka lebar. Namun Ayesha tak menemukan apa pun setelah membuka pintu. Ayesha semakin bingung, lalu siapa orang yang sengaja menekan bel ruangan apartemennya? Sesekali Ayesha menoleh ke sekitar, dan mencoba mencari siapa yang baru saja mengerjainya di pagi-pagi itu. Slapp! Kaki Ayesha tak sengaja menyentuh sebuah kotak yang cukup besar—yang terletak di bawah pintu. Mengetahui itu, Ayesha langsung mengambil kotak yang mirip sebuah kado, kotak tersebut telah terbungkus rapi dengan kertas kado lengkap bersama pita merah. Seakan menambah kesan manis saat mema
Suasana pagi di pantai Seminyak terlihat ramai seperti biasanya. Ayesha, Thalia, dan Hazmi baru saja tiba di lokasi pantai. Ayesha dan Thalia menumpang taxi, sedangkan Hazmi sengaja mengikuti jejak mereka berdua dengan sepeda motornya. Hingga tiba di lokasi pantai, Hazmi memarkirkan sepedanya sebentar. Kemudian ia mempercepat langkahnya mendekati Ayesha dan Thalia. Dua gadis itu sedang berjalan melewati pintu masuk menuju pantai tanpa menghiraukan keberadaan Hazmi yang mengikuti dari belakang. "Ay!" Begitu ketika Hazmi kembali memanggil gadis berkerudung itu. Sementara objek yang dipanggilnya mulai menghentikan langkah tepat di tepi pantai.Melihat keberadaan Ayesha dan Thalia, Hazmi masih berlari menghampiri dua gadis itu. Hingga ia terhenti di depan Ayesha. "Apa, sih? Nggak ada kerjaan ya, ngikutin aku mulu?" kata Ayesha yang sengaja melempar senyuman sinis. Sebenarnya ia t
Pandangan Ayesha menangkap Thalia yang sedang mengobrol akrab bersama Hazmi. Ayesha semakin geram mengamati keberadaan mereka. Yang awalnya ia sengaja memberi jarak jauh agar Hazmi tak lagi mendekatinya, kini malah Thalia adiknya yang sedang bersama laki-laki itu. Ya ampun ... mereka ngapain, sih!? Gerutu Ayesha kesal. Rasanya sorotan matanya begitu membenci menatap Hazmi yang sengaja mendekati adiknya. Lalu Ayesha lekas mempercepat langkahnya menghampiri mereka. Tap! Langkah Ayesha terhenti di sisi Thalia. Gadis itu semakin geram menatap Hazmi. Dan pandangan Hazmi pun sontak mengetahui keberadaan Ayesha yang kini di depannya. "Ay ...""Thal, pulang, yuk? Kakak bete' di sini," gumam Ayesha lantas sengaja memotong panggilan Hazmi yang ingin menyebut namanya. Thalia mengangguk pasrah. Akhirnya ia menuruti kemauan kakak perempuannya itu. Sedangkan Ayesha sengaja menarik l
Hazmi meletakkan cangkir kopinya ke atas meja. Ia menikmati senja di balkon kamar sembari membaca novel karangan Ayesha. Sedari dulu Hazmi tak pernah menyukai membaca buku. Sekalipun melihat buku saja ia merasa jengah. Namun karena buku yang dipegangnya adalah novel karangan Ayesha, Hazmi mau membacanya. Bahkan ini adalah pertama kalinya ia mau membaca novel. Senyuman Hazmi tersungging sempurna. Ia baru membaca sampai bab ke enam. Novel karangan Ayesha yang Hazmi baca ialah bergenre teenlit. Hazmi sudah mengetahui bahwa Ayesha adalah seorang penulis. Dan hobi Ayesha saja Hazmi sangat hapal, meskipun ia tak pernah dekat dengan gadis itu sebelumnya. "Haz." Hazmi spontan menoleh ke asal suara yang memanggilnya. Ia meletakkan buku yang digenggamnya ke atas meja. Mengetahui siapa pemilik suara itu, membuat Hazmi mau beranjak dari singgahannya. "Kak Rafli? Kok, kapan ke sininya?" Hazmi berkata bing
"Assalamualaikum, Yusuf, maaf, kedatangan kami telat," ucap Erlan. Ia menjabat telapak tangan Yusuf sejenak. Mereka berdua tampak tersenyum semringah."Waalaikumsalam. Ah, tidak apa-apa, Lan. Ya sudah, ayo duduk dulu." Begitu Yusuf mempersilakan keluarga Erlan menempati kursi yang telah tersedia. Akhirnya Ayesha dan Thalia pun ikut menyinggahkan duduknya bersama Ayah mereka. Sayangnya Ayesha merasa tak nyaman. Berada di antara mereka rasanya sangat mengasingkan. Ayesha pun tak mengenal detail siapa Yusuf, pasti dia Ayahnya Hazmi, pikir Ayesha. Dan di samping Hazmi itu pasti saudaranya. Hanya berpikir seperti itu Ayesha menebak siapa mereka. Dan yang Ayesha herankan, mengapa Ayah mengenali keluarga Hazmi? Astaga ... jangan bilang ..., Ayesha merasa tak tenang memikirkan hal yang sangat sulit ia duga. Pelan-pelan ia mengatur degupannya, sembari menyimak pembicaraan antara Ayahnya bersama
"Ya udah, Suf, nanti saya akan sampaikan pada Ayesha. Baik, wassalamualaikum," ujar Erlan yang baru saja memutuskan panggilan teleponnya. Telepon dari Yusuf, besannya. Ayesha yang baru saja selesai menunaikan salat subuh di pagi itu, ia menghampiri Erlan yang sedang duduk menonton televisi di ruang tengah. Sementara Thalia sedang sibuk menyiapkan sereal untuk sarapan paginya bersama Ayah dan Kakaknya. "Ayah, dari Om Yusuf?" Ayesha bersuara saat menjatuhkan posisinya di sisi Erlan. Sebelumnya ia sedikit mendengarkan perbincangan Erlan lewat telepon. Pantas saja Ayesha heran melihat Erlan setelah keluar dari kamar. Ayesha tak sengaja menguping pembicaraan Ayahnya di ruang tengah. "Iya. Dari mertuamu, Ay. Oh ya, tadi Om Yusuf bilang, kalau Hazmi akan mengajakmu jalan-jalan ke Kebun Raya Bali. Nanti Ayah sama Thalia nyusul kalian. Tapi belakangan. Setelah kamu berangkat sama Hazmi."Aye
Masih dengan suasana Kebun Raya Bali. Rupanya Hazmi terpaksa jalan-jalan seorang diri tanpa ada Ayesha membersamainya. Dengan berat hati pula Hazmi melepas Ayesha pergi tanpa ia tahu dimana istrinya kini. Dan saat ini laki-laki itu hanya berkutat memotret dengan sebuah kamera digital miliknya. Hobi Hazmi yakni memotret. Ia juga penyuka traveling. Bahkan tak hanya pulau Bali yang berhasil dijelajahinya, namun beberapa pulau di Indonesia pun sudah ia kunjungi seorang diri. Dan hingga ia memilih pulau dewata sebagai tempat persinggahannya kini. Hazmi bekerja sebagai fotografer di salah satu kantor media kota Denpasar. Beberapa karyanya telah dimuat di berbagai majalah lokal Bali hingga interlokal di pulau jawa. Ini adalah hobi Hazmi sejak lama, menemukan pekerjaan sesuai passion-nya adalah hal yang ia inginkan. Beruntungnya Ayesha tak sama sekali protes mengetahui pekerjaan Hazmi. Lelaki itu baru memberitahukan identitasnya
Tok .... Tok .... Tok ..., sudah kesekian kalinya Hazmi mengetuk pintu kamar mandi. Ia tampak cemas, bingung, bahkan pikirannya heran menunggu Ayesha yang belum juga ke luar dari kamar mandi.Terhitung nyaris setengah jam belum ada tanda-tanda Ayesha ke luar menemuinya. Bahkan suara Hazmi saja yang menyebut sang istri berkali-kali belum ada sahutan juga dari dalam.Kali ini Hazmi tak ingin terjadi apa-apa. Lalu jemarinya sengaja memutar gagang pintu. Dan sayangnya gagang tersebut terkunci dari dalam. Hazmi semakin khawatir. Ia kembali mengetuk pintu dengan menimbulkan nada keras."Ayesha .... Ay! Ayesha kamu benar nggak apa-apa di dalam? Kenapa kamu belum ke luar juga, Ay? Ayolah, ada apa, sayang?" Begitu sahutan Hazmi ketika memanggil sang istri.Sementara di ruang kamar mandi, terlihat Ayesha yang masih bergeming di balik cermin. Ia meletakkan testpack yang baru saja dikenakannya ke atas wa
Krakk!Hazmi baru saja masuk ke dalam kamar. Ia pun meletakkan rentengan kresek berisikan dua cup es krim ke atas nakas. Sambil lalu ia menyambut senyuman Ayesha dengan senyum tipsinya. Perlahan lelaki itu memposisikan dirinya duduk di sofa yang berada di ruangan kamarnya."Kak, kamu kenapa? Gak ikhlas aku nyuruh kamu beli es krim? Tahu gitu, aku sendiri tadi yang jalan," oceh Ayesha. Ia mengerutkan keningnya setelah melihat raut wajah Hazmi yang sangat melelahkan."Gak kok, Ay. Aku ikhlas banget malah. Kamu mah, bisanya nethink mulu sama suami." Hazmi menegakkan posisi tubuhnya sejenak."Nethink? Sejak kapan aku nethink? Aku cuma nebak, bedain itu nethink sama nebak doang," gerutu Ayesha tak terima. Ia berkacak pinggang sembari menyenderkan tubuhnya ke punggung ranjang.Loh, bukannya nething sama nebak itu sama? Si Ayesha kenapa jadi ngambekan gini, sih? Hazmi membatin.
Ke mana sih, si Bara? Jam segini masih belum datang juga, bilangnya aja kemarin nggak boleh telat, batin Thalia. Hari ini ia dan Bara telah mengadakan janji di depan ruang redaksi. Terhitung dua puluh menit ia menanti kedatangan Bara sambil menposisikan dirinya duduk di depan ruangan.Beruntung anak-anak redaksi banyak yang belum hadir ke ruangan. Dirinya saja bersyukur bila nanti bertemu Bara, tak ada anak redaksi yang akan melihatnya. Lebih tepatnya Thalia enggan mendengar komentar atau pun gosip apapun. Ia hanya ingin tugas wawancaranya selesai."Assalamulaikum," sapa suara seorang lelaki yang berdiri di hadapannya. Dengan jarak yang cukup mencelahkan, Bara menemui Thalia di siang itu.Menangkap Bara ke dalam pandangannya, Thalia pun langsung bangkit dan menyamai posisinya di depan lelaki itu. "Waalaikumsalam, Bar.""Maaf, aku telat?"Thalia mengangguk dengan cengirannya. "Nggak apa
Netra Carisa masih terarah fokus ke balik kaca mobil. Ia menangkap lalu lalang kendaraan ke dalam pandangannya yang nanar. Padahal sudah jelas ia menyingkap patah dan memuakkan emosi di hadapan laki-laki yang justru menyakitinya. Namun hati Carisa merasa masih tak nyaman. Ia seolah bimbang dan bertanya dalam pikiran. Bagaimana bisa ia melepas Tara yang telah datang melamar?"Car," panggil Rafli. Sedari tadi ia sedang fokus menyetir mobil. Sudah cukup ia terdiam selama beberapa menit dalam perjalanan bersama Carisa."Kamu benar nggak apa-apa, kan?" ungkap Rafli lagi.Sontak Carisa menolehkan wajahnya ke arah Rafli. Bola matanya masih tampak berkaca-kaca. Menunjukkan pertanda pada lelaki di sisinya bahwa ia belum sepenuhnya membaik. Namun Rafli ingin mendengar langsung dari Carisa.Bukannya menjawab, kini Carisa malan menguakkan air matanya. Ia membiarkan tangisnya pecah seketika. Seolah ia ingin mengeluarkan ra
Slapp!Revan menarik pintu kedai secara perlahan. Malam itu ia beranjak meninggalkan kedai setelah berbincang bersama Kayla selama kurang lebih sejam. Tampaknya Revan masih bertahan memerhatikan layar ponselnya. Ia saja memberikan alasan untuk Kayla agar dirinya lekas tak lagi mengobrol bersama perempuan itu.Revan memang terkesan memberi batas bagi dirinya bersama Kayla. Ia hanya tak mau membiarkan perempuan itu masuk ke dunianya secara keterlaluan, atau bahkan memberikan harapan lebih untuk gadis itu. Revan murni hanya menganggap Kayla sebagai teman kursusnya, teman biasa, dan tak akan lebih baginya.Lalu ....Klik! Telepon baru saja tersambung pada nomor yang Revan hubungi. Sesekali ia menarik napasnya perlahan, dan membuangnya sejenak. Saat ini dirinya benar-benar gugup. Sebab ini adalah kali pertama ia menghubungi seseorang yang dirindukannya."Halo?"
"Ish! Nyebelin banget nih anak!" Kesal Ayesha. Siang ini ia berada di club La Risa Kuta bersama sang suami. Menikmati makan siang dengan nuansa kedai club yang cukup menarik pandangan. Sebab club ini terletak di pinggir pantai.Seharusnya timing yang tepat ialah ketika di malam hari. Sayangnya Hazmi telanjur mengajaknya ke lokasi ini. Sembari menikmati keindahan pemandangan pantai dan isi club, Ayesha masih memainkan ponselnya dan menunggu kedatangan Hazmi.Lelaki kesayangannya itu sedang mengunjungi loket pelayanan untuk memesan pesanan. Sambil menunggu suami, sedari tadi Ayesha sengaja menelepon Thalia. Namun sayangnya saja ia tak mendapat respons baik dari adik perempuannya itu. Pantas saja kali ini Ayesha tampak menggerutu sebal.Ia tak habis pikir dengan kelakuan Thalia yang makin hari makin bucin akibat Revan. "Hei, Sayang ... nah, pesanan sudah datang ...," sambut Hazmi seca
Istanbul, Turki"For the assignment I have given you, please collect it in two more days via the link I have provided. Thank you," ucap wanita paruh baya tersebut. Semenjak dua jam yang lalu ia sedang mengajar untuk kelas bahasa Turki. Sampai akhirnya jam materi berlalu, para murid pun dipersilakan membubarkan diri dari ruangan.Termasuk Revan yang kini lantas menyampirkan ranselnya ke balik punggung. Ia menatap datar ketika teman lainnya sedang berebut keluar kelas. Sementara sang guru telah beranjak dari ruangan terlebih dahulu. Hingga beberapa detik terlewat, akhirnya Revan telah berjalan di halaman taman sekolah yang ia singgahi.Ini sudah terhitung dua minggu Revan berada di negeri Turki. Ia sedang mengambil sekolah kursus bahasa selama setahun sebelum benar-benar masuk ke perguruan tinggi. Revan sengaja mengambil kota Istanbul sebagai tempatnya melanjutkan pendidikan. Sebab, sudah sela
Tap!Rafli sengaja menjatuhkan duduknya ke sisi Yusuf. Pagi itu secara terpaksa Rafli mau menemui sang ayah di ruang keluarga. Rumah ellite yang bukan hanya sekadar sederhana itu hanya dihuni oleh tiga orang. Baik Yusuf, Iren yang sebagai bundanya, beserta Rafli.Namun Iren baru saja tiba di Bandung sejak resepsi putra bungsunya digelar di pulau Bali. Perempuan paruh baya itu juga memiliki kesibukan mengurus bisnis pakaian di Jakarta dan Bandung. Kedua bisnis yang harus diurus sendiri itu justru menyita waktu Iren.Faktanya ia juga seringkali bolak-balik Jakarta dan Bandung. Sementara Yusuf bekerja sebagai general manager di salah satu perusahaan Bandung. Keduanya memang sangat sibuk bila sama-sama mengurus pekerjaan. Sayangnya hari ini Rafli hanya bertemu sang ayah. Sedangkan Iren sedang mengurus pertemuan meeting di kantor.Yusuf sengaja menyuruh Bi Siti memanggil Rafli untuk menemuinya. Rupanya usa
"Pagi istrinya Hazmi ...," sapa Hazmi yang baru saja memasuki ruangan kamarnya kembali.Ia telah mengganti pakaiannya dengan kaos lengan panjang berwarna abu dengan paduan celana jeans. Pagi ini lelaki muda itu tampak rapi. Hazmi memasuki kamar dengan sengaja membawakan nampan berisi semangkuk muesli fruit dried lengkap bersama secangkir susu rasa stroberi.Kemudian ia meletakkan nampan yang dipegangnya ke sisi nakas dekat Ayesha berbaring. Perempuan kesayangannya itu sudah terlihat membuka kelopak matanya. Namun sayangnya Ayesha enggan beranjak dari tempat persinggahannya di atas ranjang. Ia masih bertahan dengan posisi tidurnya semula. Sembari menatap tingkah Hazmi dengan takjub."Makan, yuk, Ay? Aku udah makan setelah olahraga tadi, kok. Maaf, ya? Jadi nggak ngajak kamu makan berdua. Tapi, aku udah buatin makanan khusus buatmu." Jari Hazmi menunjukkan makanan dan minuman yang berada di atas nakas pada Ayesha.