Pukulan tangan kiri Andrian akhirnya menembus pertahanan Galang, kepalan tangannya menghantam rahang bawah pria yang terkenal dengan ke kolotannya itu. Sepersekian detik berikutnya, tangan kanan Andrian menghantam pelipis kiri Galang dengan gaya pukulan menyilang. Sarung tangan dengan tebal 2 cm itu rasanya tidak menimbulkan efek meredam apa pun, pukulan terasa sangat sakit. Kaki Galang tersentak mundur, tubuhnya sedikit terempas hampir tersungkur dan ia mengalami disorientasi sesaat, telinganya berdenging. Galang terlambat melakukan pertahanan, dia meremehkan stamina lawannya yang sudah bertahan di atas ring selama 4 ronde. Dengan kecepatan seekor tupai, Andrian melanjutkan serangannya, ia melompat, mendekap tubuh Galang hingga mereka berdua pun menjerembap di matras. Penonton bersorak kegirangan. Andrian yang sejak awal dipukuli habis-habisan, kini membalik keadaan di dua puluh detik ronde terakhir ini. Pergulatan terjadi, Galang mencoba melepaskan pelukan Andrian, namun posisi Andr
"GILA, dapet banyak lo, To?" pekik Udin dengan takjub. Pria bermulut agak monyong ini pemilik warung kopi dua puluh empat jam di Kampung Melayu. Ia memegang secarik kertas putih yang berisi kombinasi angka acak. Dan untuk kesekian kalinya Udin mencocokan nomor di kertas tersebut denganp catatan di bukunya."Ssttt, gak usah kenceng-kenceng napa, Din. Buruan sini duitnya ah. Mau berapakali lo cek juga tetep cocok nomernya." desak seorang pria bertubuh pendek yang berdiri di ambang pintu warung.Suara tawa terbahak-bahak menembus bilik kayu sampai masuk ke dalam warung. Di luar, empat orang pria sedang asik bermain kartu Poker. Salah seorang di antara mereka mengumpat dengan kesal, berbagai macam kata makian keluar dari moncongnya. Ketidak-ahliannya m
Suara sirine Ambulans, gemeretak baut-baut kendur, celoteh mulut-mulut bergosip dari depan, desis roda yang berputar semakin kencang, nyanyian angin yang berlalu. Galang setengah sadar mendengarkan itu semua. Dia terkapar di atas ranjang pasien yang telah reyot. Napasnya dibantu oleh tabung oksigen. Perempuan yang menyelamatkannya tidak terlihat ikut di ambulan ini. Galang menutup matanya lagi. Koak burung camar dari atas sana menyeruak sampai ke telinga Galang yang merintih kesakitan. Dia sadar dengan susah payah, sekujur tubuhnya gemetar berlumur darah. Gemeletuk roda kereta sudah semakin menjauh dari pendengarannya. Beberapa menit lalu -sebelum kejadian- gendang telinganya dipenuhi klakson kereta yang semakin keras mendekat, merobek telinga. Mobil yang dikemudikan ayahnya entah kenap
Pukul 06.00 di kantor kepolisian,Telapak tangan komandan berbintang tiga itu menggebrak meja dengan keras. Jejeran gelas serta alat tulis di atas daun meja melompat bergetar. Air di dalam gelas tersebut terkoyak hampir tumpah.Kedua bola mata komandan memandangi satu per satu orang di ruangan brifing para penyidik. Hanya ada enam orang di ruangan berukuran 5 x 6 m² tersebut, duduk mengelilingi meja panjang.Komandan mengambil sebuah tongkat kayu, diketuknya dengan tegas muka papan tulis putih di depannya itu. Air muka komandan yang sangar dengan kumis tebalnya yang bergerak-gerak seperti ulat bulu, membuat semua orang tegang memandanginya."Eros! Kau, lihatkan daftar kasus in
Pukul 09.12Baru saja Lila memarkirkan mobil, sebuah ambulan mengaung pergi menjauh dari halaman rumahnya. Kepala Lila menatap perginya mobil tersebut yang melaju cepat melewatinya, buru-buru ia berlari menuju rumah.Ia memelankan langkah lari ketika hampir sampai, menatap nanar ke rumah. terbatuk akibat bau hangus yang sangat menyengat. Hampir semua orang yang ada disitu, memandanginya dengan tatapan bersimpati. Lila berjalan pelan menerawang ke seluruh bangunan yang kini tidak dikenalinya lagi. Atap yang setengah roboh, pintu depan yang telah habis, jendela-jendela kaca berserakan, serta debu hitam yang menyelimuti setiap sudut ruang, ia menerjang garis polisi lalu masuk ke dalam rumah dengan perasaan gundah, lantai rumah dipenuhi barang-barang yang menjadi abu. Kakinya tanpa ia sadari terus melangkah ke depan.
Mobil ambulan yang dikemudikan Galang meliuk-liuk di antara kendaraan besar di jalan protokol. Sebuah kontainer mengklaksoninya dengan geram karena ia memotong jalurnya dengan sembarangan dan gila. Namun, Galang tidak menggubris, asal mereka tahu, ia jauh lebih kesal dari para supir-supir itu. Sudah lima kali panggilan teleponnya tidak diangkat Nazar, sambil menggerutu Galang melempar telepon seluler ke bangku samping. Kedua roda depan mobil ambulan itu akhirnya berbelok keluar dari jalan protokol, memasuki jalan yang lebih kecil dan tidak terlalu ramai. Kanan kirinya berdiri bangunan ruko bekas peninggalan Belanda dulu. Satu-satunya bangunan yang paling mencolok di sepanjang jalan ini adalah sebuah apartemen berbentuk kue lapis yang berdiri kokoh menghadap jalur protokol. Galang memutar kemudi dan ambulan masuk ke parkiran apartemen. Sebelum Galang kel
Cetek… cetek… cetek… sebuah suara terdengar dari arah depan.Setelah menutup pintu kamar, Galang menoleh ke gagang pintu depan. Knop bergerak konstan naik-turun, lalu beberapa saat kemudian terdengar suara percakapan dari balik pintu tersebut. Galang terkesiap akan kehadiran orang tersebut, situasinya akan lebih buruk jika ada yang melihatnya berada di sini. Ia menatap ke seluruh sudut ruangan berharap ada celah ataupun lubang yang bisa digunakannya bersembunyi. Otaknya dipaksa berpikir cepat.Dua orang polisi bersenjata akhirnya bersepakat untuk mendobrak pintu kamar nomor 402, mereka secara bersamaan menghantamkan badan pada daun pintu. Pintu tersentak membuka, sekrup yang terpasang di engsel menjerit hampir lepas terkena hentakan untuk yang kedua kalinya.
Pukul 09.55 di rumah sakit,"Aku yakin sekali dia mengetahui sesuatu." Lila berbicara dengan nada tinggi menunjuk ruang tempat lelaki bernama Galang itu dirawat. "Kaburnya dia justru semakin menguatkan keyakinanku. Percayalah kepadaku, kau harus mencari dia."Eros berpikir sejenak, "Ya. Jika dilihat dari lokasi Anda menyelamatkannya, dan tingkahnya yang kabur dalam kondisi terluka, Besar kemungkinan dia mengetahui sesuatu perihal kebakaran di rumahmu atau mungkin saja itu sebuah kebetulan." Eros melirik ke gadis berusia dua puluhan tersebut. "Hai… Anda baik baik saja kan? Kenapa tiba-tiba menangis lagi?"Lila membuang muka begitu Eros memegangi bahunya. "... Andai saja, orang itu memang terlibat. Kamu pikir, Apakah a-aku telah menyelamatkan seorang penjahat? yang mungki