"Tirta, ada apa denganmu?" tanya Ayu dengan bingung. Dia tidak tahu apa yang membuat Tirta begitu gembira."Oh, bukan apa-apa, Bibi. Ayo, kita pulang dulu," balas Tirta sambil menahan kegembiraannya dan memapah Ayu. Dia akan mencari kesempatan untuk menguji kejantanannya nanti!Ayu mengangguk, lalu berpesan dengan sungguh-sungguh, "Lain kali, kamu harus lebih berhati-hati kalau keluar memetik bahan obat. Kalau nggak ada Nabila, kita mungkin sudah nggak bisa bertemu. Cari waktu ke supermarket besok. Kita beli barang, lalu bertamu ke rumah Nabila untuk berterima kasih. Aku akan menemanimu.""Aku sudah tahu, Bi. Tenang saja." Kemudian, Tirta membatin, 'Kalau bukan karena Nabila, aku juga nggak mungkin berniat bunuh diri.'Lantaran masih merasa enggan, Tirta menggaruk kepala sambil mengeluh dengan kesal, "Bibi, aku boleh nggak pergi nggak? Wanita itu terlalu sombong.""Jangan bicara omong kosong! Dia yang menolongmu lho! Kamu seharusnya bersikap lebih ramah! Pokoknya, besok kamu harus ikut
Melati baru berusia 27 atau 28 tahun sehingga tubuhnya masih seksi seperti wanita muda lainnya. Sentuhan hangat dari tubuhnya seketika membuat Tirta merasa makin panas."Kak Melati, jangan bercanda. Gi ... gimana aku bisa membantumu? Kalau mertuamu tahu, aku bisa dihajar sampai setengah mati!" Tirta tidak pernah mengalami hal seperti ini sehingga menggeleng dengan kuat."Tirta, tenang saja. Aku nggak bakal memberi tahu siapa pun tentang ini. Cuma sekali ini. Kalau kamu menolak, aku akan memberi tahu Kak Ayu semuanya," ancam Melati lagi saat melihat Tirta masih belum bisa diajak berkompromi."Jangan ... aku akan memberikannya kepadamu." Tirta yang kebingungan akhirnya mulai melepaskan celananya.Melati tentu senang melihatnya, tetapi dia tetap menghentikan. "Jangan buru-buru, ini pertama kali untukku. Kemaluanmu besar sekali. Aku pasti kesakitan kalau dimasukkan begitu saja. Nanti Kak Ayu mendengar suaraku.""Begini saja, mertuaku lagi pergi 2 hari ini. Malam ini, kamu datang ke rumahku
"A ... apa-apaan itu? Cepat singkirkan ...." Mata Nabila tiba-tiba berkaca-kaca. Di luar dugaannya, Tirta sudah sembuh. Nabila tentu panik."Kenapa kamu nggak bertingkah sombong lagi? Coba saja kamu mengejekku lagi. Cepat lepaskan rokmu. Kita lihat, aku bisa menidurimu atau nggak." Tirta menyeringai, mencoba untuk memasang ekspresi garang.Tirta tidak berniat untuk menodai Nabila. Dia sudah merasa puas jika wanita ini ketakutan sampai menangis. Tubuh Nabila benar-benar wangi, apalagi Tirta sedang memeluknya, rasanya benar-benar nyaman. Ketika melihat Nabila menangis, Tirta justru merasa senang."Aku ... huhu .... Tirta, kamu memang berengsek. Cepat lepaskan. Kalau kamu berani menyentuhku, aku akan ...." Nabila hendak mengancam."Kamu bisa apa?" tanya Tirta seperti orang yang sedang mengancam. Sesudah itu, dia mengangkat tangan dan menepuk bokong Nabila.Plak! Suara yang sungguh nyaring. Nabila pun menangis sesenggukan sembari memukul dada Tirta. "Huhuhuhu ... aku sudah kotor ... aku ng
Namun, Tirta segera menggeleng dan tersenyum mengejek diri sendiri. Nabila baru saja berkata, jangan mencarinya kalau tidak ada urusan penting. Wanita ini hanya membantunya karena merasa kasihan, bukan karena menyukainya.Malam hari, Melati masih menunggu Tirta, tetapi Tirta sudah kehilangan minatnya. Prioritas utama untuk sekarang adalah mendapatkan sertifikat medis dan mempertahankan kliniknya.Masalahnya, banyak tulisan yang tidak Tirta pahami di buku medis. Meskipun Nabila membantunya membujuk Agus, apakah Tirta bisa mendapatkan sertifikat medis dengan ilmunya itu?Tirta yang merasa gusar akhirnya kembali ke klinik. Ayu yang mendengar suara pun berjalan ke luar dan bertanya, "Tirta, kamu sudah kembali?""Ya, Bi. Ayo, kita pulang untuk makan," sahut Tirta.Tiba-tiba, seorang pria paruh baya berjanggut dan bergigi kuning menghampiri Tirta dan berucap, "Tirta, jangan buru-buru. Aku ingin mengobrol denganmu."Pria ini bernama Raden, dia sangat terkenal di Desa Persik. Lima tahun lalu,
"Nggak, aku nggak melihatnya ...." Tirta buru-buru mengklarifikasi bahwa dirinya tidak melakukan apa pun."Cih! Tirta, kamu nggak pernah melihat wanita, ya? Kenapa otakmu penuh dengan hal-hal kotor sih? Memalukan sekali!" hardik Nabila."Aku ... aku nggak memikirkan apa pun kok!" bantah Tirta."Hantu pun nggak percaya!" bentak Nabila sambil memelotot dengan waspada.Tirta merasa getir. Dia baru teringat bahwa dirinya menjadi begitu sensitif dengan wanita sejak memakan ular putih itu. Dengan situasi seperti ini, mana mungkin Nabila bersedia mengajarinya lagi! Dilihat dari penampilan Nabila, wanita ini jelas-jelas ingin kabur."Nabila datang, ya? Kenapa aku mendengar suaranya?" Ketika Tirta sibuk memikirkan cara untuk menahan Nabila, tiba-tiba terlihat Ayu berjalan ke luar dengan meraba-raba karena matanya buta."Oh, ya, Bi. Dia datang untuk mengajariku. Aku ingin berterima kasih padanya," sahut Tirta sembari menoleh. Berhubung ada yang lebih senior di sini, Tirta buru-buru menyatakan tu
"Kenapa ingatanmu tiba-tiba menjadi bagus sekali?" tanya Nabila dengan ekspresi tidak percaya. Tirta yang awalnya terlihat bodoh justru berhasil menguasai 500 kata dalam satu jam. Bagaimana mungkin Nabila tidak terkejut dengan pencapaian ini?"Aku memang terlahir genius," sahut Tirta dengan ekspresi angkuh. Jika terus seperti ini, bukankah berarti dia bisa menghafal 3.000 kata dalam beberapa hari ini? Itu artinya, Nabila mungkin menjadi pacarnya? Wanita ini bukan hanya cantik, tetapi juga seksi. Pasti nyaman kalau dipeluk saat tidur! Begitu memikirkan ini, ekspresi Tirta tampak berseri-seri."Hehe!" Tirta terkekeh-kekeh. Melihat ini, Nabila pun mengernyit sambil berkata, "Cih, senyumanmu cabul sekali. Pasti mulai memikirkan hal-hal kotor!""Bukan urusanmu," balas Tirta dengan santai. Kemudian, dia menambahkan, "Cepat ajari aku lagi. Mungkin saja aku berhasil menguasai 3.000 kata malam ini, lalu kamu akan menjadi pacarku!""Jangan berangan-angan secepat itu. Tapi, sekarang sudah malam s
"Aku ... aku .... Kak, begini kurang pantas ...." Tirta terbata-bata, wajahnya memerah. Siang tadi, Tirta sudah memutuskan untuk meniduri Melati. Sekarang, dia malah kehilangan nyalinya dan merasa panik. Dia takut Nabila dan Ayu tahu tentang ini."Yang penting kamu menginginkanku. Jangan bersikap munafik lagi!" sahut Melati sembari menatap Tirta dengan gembira."Kak, aku benar-benar nggak berpikiran seperti itu ...." Tirta menatap kemaluannya dengan getir. Dia menjadi mudah terangsang setelah memakan ular putih itu. Namun, siapa yang akan percaya pada omongannya ini?"Jangan berpura-pura lagi. Aku akan menjadi wanitamu mulai hari ini, nggak usah malu-malu," ujar Melati sambil tersenyum menutup mulutnya. Kemudian, dia pelan-pelan menghampiri Tirta."Kak, jangan begini." Tirta mundur hingga akhirnya terduduk di ranjang."Tirta, ini pertama kalinya untukmu, 'kan? Aku juga sama. Mainkan lebih pelan nanti," ucap Melati dengan suara menggoda.Kakak Melati memberitahunya bahwa pria akan diken
"Sialan, ternyata kamu!" Begitu melihat Tirta, Raden langsung memaki. Pada saat yang sama, dia menyadari bahwa Tirta dan Melati berhubungan intim barusan."Kak Melati, kamu baik-baik saja?" tanya Tirta sambil memapah Melati dan tidak meladeni Raden."Aku nggak apa-apa. Kenapa kamu keluar? Cepat sembunyi di belakangku!" Melati ingin melindungi Tirta supaya dia tidak terluka. Tindakannya ini membuat hati Tirta terasa hangat."Melati, kamu jadi gila karena memikirkan pria, ya? Tirta jelas-jelas cacat, bahkan nggak bisa dibilang seorang pria. Kamu malah berselingkuh dengannya? Konyol sekali!" Raden tertawa mengejek sambil melepaskan celananya. "Aku akan menunjukkan kepadamu seperti apa pria sesungguhnya.""Sudahlah, punyamu paling cuma 3 inci, punya Tirta lebih besar 5 kali lipat. Cepat pakai celanamu kembali, buat malu saja!" ujar Melati yang meludah dengan ekspresi merendahkan."Omong kosong! Dia mana mungkin bisa bercinta dengan wanita!" seru Raden dengan wajah merah karena kesal. Dia t
Selina menambahkan, "Kamu juga nggak usah bertanggung jawab padaku. Aku anggap hal ini nggak pernah terjadi."Melihat Tirta salah paham padanya, Selina segera menjelaskan. Bahkan, dia tidak berani menatap Tirta saat bicara. Kalau dulu, Selina pasti tidak berani membayangkan dirinya akan mengajukan permintaan yang begitu memalukan.Mendengar Selina tidak memintanya bertanggung jawab, Tirta langsung memeluk Selina dengan erat dan berkata dengan ekspresi cemas, "Bu Selina, aku sudah merenggut kesucianmu. Mana mungkin aku nggak bertanggung jawab padamu?"Tirta meneruskan, "Aku memang punya banyak kekasih, tapi aku pasti bisa menjagamu dengan baik. Kalau kamu bersamaku, ke depannya aku jamin akan membelaimu dan menidurimu setiap hari. Bagaimana?"Tirta memang agak keras kepala. Dia tidak akan membiarkan Selina meninggalkannya setelah dirinya meniduri Selina.Mendengar ucapan Tirta, hati Selina tergerak. Kenikmatan saat bercinta membuat Selina terlena. Namun, dia harus menjaga harga dirinya
Ketika mencium Selina, Tirta memasukkan energi spiritual dari tubuhnya ke dalam tubuh Selina. Tirta membantu Selina meredakan rasa sakit yang ditimbulkan Genta."Uh ... ternyata nggak begitu sakit lagi .... Apa efek ciuman begitu bagus?" gumam Selina.Selina tentu merasa lebih baik setelah rasa sakitnya diredakan oleh energi spiritual. Bahkan Selina tanpa sadar mulai mengisap lidah Tirta dengan canggung karena ingin meredakan rasa sakitnya. Kemudian, Tirta kembali mengendalikan Selina."Bu Selina, maaf. Aku juga nggak ingin melakukan hal ini kepadamu, tapi aku juga nggak ingin kamu mati. Jangan salahkan aku. Ke depannya aku bisa menjadi sandaranmu apa pun yang terjadi," ujar Tirta.Setelah selesai berciuman, Tirta langsung melanjutkan aksinya. Dia memasukkan kedua tangannya ke dalam baju Selina dan mulai menggerayangi dadanya.Selina berucap, "Aku tahu ... aku nggak mau mati. Tirta ... aku bersedia .... Tapi ... kamu harus lebih lembut ...."Selina sudah mulai sadar. Dia bisa merasakan
'Aduh ... Kak, jangan buru-buru. Aku pikirkan dulu,' sahut Tirta.Mendengar perkataan Genta, Tirta menjadi ragu-ragu. Tirta yakin jika dia membiarkan Genta yang membuat keputusan, Selina pasti mati.Namun, Tirta tidak ingin meniduri Selina. Dia juga tidak membawa jarum sehingga tidak bisa membuat Selina hilang ingatan. Apa Tirta harus meniduri Selina agar dia bisa hidup dan menjaga rahasia?Sementara itu, Selina yang mendengar Genta berbicara dengan galak langsung mundur. Dia berkata kepada Tirta dengan ekspresi panik, "Tirta, siapa dia? Kenapa dia begitu galak? Aku cuma berkomentar sedikit. Masa dia mau bunuh aku?"Tirta yang merasa tidak berdaya menghibur Selina, "Bu Selina, kamu nggak usah panik. Aku akan cari cara biar kamu bisa pergi ...."Kalau tahu masalahnya akan menjadi begini, Tirta tidak akan menahan Selina pergi. Tiba-tiba, terdengar suara Genta lagi. "Sepuluh, sembilan, delapan, tujuh ...."Genta mengingatkan, "Waktunya sudah habis. Pecundang, aku yang gantikan kamu bertin
"Gawat, masalah Mutiara Naga dilihat oleh Selina," gumam Tirta. Dia mengernyit setelah mendengar suara Selina.Selina sudah melihat hal yang tidak masuk akal seperti ini. Tirta pasti repot. Namun, sekarang Tirta lebih mengkhawatirkan kondisi Genta.Tirta terpaksa mengesampingkan masalah Selina terlebih dahulu, lalu terus berkomunikasi dengan Genta, 'Kak, apa kamu tertimpa masalah? Kak, apa aku dan wanita ini mengganggumu menyerap energi spiritual?'Tak lama kemudian, terdengar suara Genta dari Mutiara Naga. "Bukan. Pecundang, Mutiara Naga meninggalkan tubuhmu karena sekarang aku mau mulai menyerap energi spiritual dalam jumlah besar. Aku takut tubuhmu nggak tahan, jadi kamu nggak usah khawatir. Setelah aku menyerap semua energi spiritual dari Formasi Integrasi Spiritual alami ini, Mutiara Naga akan kembali ke tubuhmu."Mendengar ucapan Genta, Tirta baru mengembuskan napas lega dan membalas, 'Kak, yang penting kamu baik-baik saja.'Selain itu, Tirta berpikir jika Genta menyerap semua en
Hanya saja, Tirta sudah memukul Selina hingga pingsan sebelum Selina menyelesaikan perkataannya. Dia bergumam, "Apa aku perlu menghapus ingatannya?"Sekarang Tirta agak menyesal karena menahan Selina pergi. Jika tidak, Selina juga tidak akan curiga. Masalahnya, Tirta tidak menemukan jarum di sakunya. Jadi, dia tidak bisa menggunakan Teknik Akupunktur Menghapus Ingatan."Sudahlah, aku lanjut melafalkan mantra dulu. Setelah dia bangun, aku baru cari cara untuk menutup mulutnya," gumam Tirta.Tirta tidak memikirkan masalah ini lagi, melainkan memanfaatkan kesempatan langka ini untuk lanjut meneliti Mantra Evolusi Semesta.Waktu setengah hari berlalu. Akhirnya, Tirta bisa mengingat sepersepuluh dari dari Mantra Evolusi Semesta. Meskipun terkesan sedikit, sebenarnya Tirta sudah berusaha semaksimal mungkin.Tirta memang hanya bisa mengingat sepersepuluh dari Mantra Evolusi Semesta, tetapi dia merasa sudah mendapatkan keuntungan yang besar. Mentalnya saat menggunakan energi spiritual sambil b
"Apa?" tanya Tirta yang hendak lanjut melafalkan mantra.Selina yang mengikuti nalurinya mengamati Tirta. Dia menyahut, "Sebenarnya bagaimana cara anggota Black Gloves itu mati? Tadi kamu berbohong padaku dan Kapten Mairah. Mereka semua mati karena serangan mematikan di bagian kepala."Selina melanjutkan, "Kepala mereka terlihat seperti dipenggal. Bukan seperti yang kamu bilang, mati karena saling menembak. Pasti kamu yang membunuh mereka. Tebakanku benar, 'kan?"Bagaimanapun, Selina adalah ketua tim reserse. Tentu saja dia lebih curiga daripada Mairah.Tirta tertawa, lalu merentangkan kedua tangannya dan menimpali, "Mana mungkin aku membunuh begitu banyak orang dalam waktu singkat? Mereka punya senjata api. Bu Selina, kamu menganggapku terlalu hebat. Bahkan, aku nggak punya pisau dapur."Selina menanggapi, "Aku memang nggak lihat bagaimana kamu membunuh, tapi firasatku mengatakan kamu yang membunuh mereka. Selain itu, aku merasa kamu nggak seperti yang kamu bilang. Kamu bisa menemukan
Mengenai bra, tentu saja Tirta menginginkannya. Mana mungkin dia mengingkari janjinya? Ketika bicara, Tirta juga menurunkan Selina.Selina mengira dirinya salah dengar. Dia bertanya dengan ekspresi tidak percaya, "Benaran? Kamu yakin kamu cuma mau bra dan nggak menyentuhku?"Selina terus melirik lorong gua di belakang, sepertinya dia ingin kabur saat Tirta tidak memperhatikannya.Tirta mengangkat alis dan berkata sambil tersenyum, "Tentu saja benar. Tapi, kalau Bu Selina mau melakukan hal itu denganku, aku juga nggak keberatan. Selain itu, aku sarankan Bu Selina jangan berpikiran untuk kabur. Di Gunung Kobud ini kamu juga nggak bisa kabur dariku biarpun kamu punya kaki yang panjang."Niat Selina terungkap. Ditambah lagi, Tirta memang bisa mengejar Selina dengan mudah. Selina yang tidak berdaya tidak berpikiran untuk kabur lagi."Oke. Asalkan kamu nggak membohongiku, aku lepaskan braku untukmu," ujar Selina. Kemudian, dia memberanikan diri dan berbalik dengan ekspresi canggung. Selina m
"Aku nggak mau membicarakan tentang hidup dan ambisi dengan orang rendahan sepertimu. Kalian berdua, cepat ikut kami! Kalau nggak, jangan salahkan aku bertindak kejam!" ucap Selina.Tentu saja Selina tahu Tirta pasti berniat jahat kepadanya saat melihat tawa Tirta yang licik. Jadi, Selina langsung kabur setelah selesai bicara."Hei, kamu mau kabur setelah memprovokasiku? Itu tergantung aku setuju atau nggak. Sebaiknya kamu temani aku di sini saja," tegas Tirta.Tirta berkelebat, lalu mengadang Selina. Kemudian, Tirta menggendong Selina di pundak seperti posisi sebelumnya. Bokong dan kaki Selina menghadap ke depan."Lepaskan aku, orang rendahan!" teriak Selina sambil berusaha memberontak.Tirta memukul bokong Selina yang montok. Seketika Selina yang kesakitan menangis. Dia merasa malu dan juga kesal.Melihat situasi ini, Mairah bertanya kepada Tirta dengan ekspresi bingung, "Pak Tirta, apa kamu ... benar-benar berniat melecehkan Bu Selina?"Tirta sudah membantu Mairah. Tentu saja Mairah
Selina terus mengganggu Tirta. Dia berkata dengan sinis, "Orang rendahan, kenapa kamu nggak bicara? Ternyata omonganku benar. Aku lihat kulitmu lebih putih daripada wanita, ginjalmu pasti lemah.""Kulit pria yang ginjalnya lemah pasti putih dan mereka mengalami ejakulasi dini. Penampilan mereka memang menarik, tapi mereka nggak kuat. Kamu cuma bisa bertahan selama 3 detik, tapi masih berani goda aku. Cih! Kalau aku jadi kamu, aku pasti malu!" lanjut Selina.Mendengar ucapan Selina, Mairah juga merasa canggung. Dia berdeham, lalu menarik Selina dan mengalihkan topik pembicaraan, "Bu Selina, sebaiknya kita urus masalah penting dulu. Jangan berdebat dengan Pak Tirta lagi."Emosi Tirta tersulut setelah diprovokasi Selina berkali-kali. Dia mendengus, lalu menghampiri Selina dan mengangkat dagunya. Tirta berujar, "Hei, bukannya tadi kamu memegang sumber kebahagiaanku? Seharusnya kamu tahu punyaku keras dan besar."Tirta meneruskan, "Aku bukan remehkan kamu. Tapi, kamu masih perawan. Tadi kam