Melati baru berusia 27 atau 28 tahun sehingga tubuhnya masih seksi seperti wanita muda lainnya. Sentuhan hangat dari tubuhnya seketika membuat Tirta merasa makin panas."Kak Melati, jangan bercanda. Gi ... gimana aku bisa membantumu? Kalau mertuamu tahu, aku bisa dihajar sampai setengah mati!" Tirta tidak pernah mengalami hal seperti ini sehingga menggeleng dengan kuat."Tirta, tenang saja. Aku nggak bakal memberi tahu siapa pun tentang ini. Cuma sekali ini. Kalau kamu menolak, aku akan memberi tahu Kak Ayu semuanya," ancam Melati lagi saat melihat Tirta masih belum bisa diajak berkompromi."Jangan ... aku akan memberikannya kepadamu." Tirta yang kebingungan akhirnya mulai melepaskan celananya.Melati tentu senang melihatnya, tetapi dia tetap menghentikan. "Jangan buru-buru, ini pertama kali untukku. Kemaluanmu besar sekali. Aku pasti kesakitan kalau dimasukkan begitu saja. Nanti Kak Ayu mendengar suaraku.""Begini saja, mertuaku lagi pergi 2 hari ini. Malam ini, kamu datang ke rumahku
"A ... apa-apaan itu? Cepat singkirkan ...." Mata Nabila tiba-tiba berkaca-kaca. Di luar dugaannya, Tirta sudah sembuh. Nabila tentu panik."Kenapa kamu nggak bertingkah sombong lagi? Coba saja kamu mengejekku lagi. Cepat lepaskan rokmu. Kita lihat, aku bisa menidurimu atau nggak." Tirta menyeringai, mencoba untuk memasang ekspresi garang.Tirta tidak berniat untuk menodai Nabila. Dia sudah merasa puas jika wanita ini ketakutan sampai menangis. Tubuh Nabila benar-benar wangi, apalagi Tirta sedang memeluknya, rasanya benar-benar nyaman. Ketika melihat Nabila menangis, Tirta justru merasa senang."Aku ... huhu .... Tirta, kamu memang berengsek. Cepat lepaskan. Kalau kamu berani menyentuhku, aku akan ...." Nabila hendak mengancam."Kamu bisa apa?" tanya Tirta seperti orang yang sedang mengancam. Sesudah itu, dia mengangkat tangan dan menepuk bokong Nabila.Plak! Suara yang sungguh nyaring. Nabila pun menangis sesenggukan sembari memukul dada Tirta. "Huhuhuhu ... aku sudah kotor ... aku ng
Namun, Tirta segera menggeleng dan tersenyum mengejek diri sendiri. Nabila baru saja berkata, jangan mencarinya kalau tidak ada urusan penting. Wanita ini hanya membantunya karena merasa kasihan, bukan karena menyukainya.Malam hari, Melati masih menunggu Tirta, tetapi Tirta sudah kehilangan minatnya. Prioritas utama untuk sekarang adalah mendapatkan sertifikat medis dan mempertahankan kliniknya.Masalahnya, banyak tulisan yang tidak Tirta pahami di buku medis. Meskipun Nabila membantunya membujuk Agus, apakah Tirta bisa mendapatkan sertifikat medis dengan ilmunya itu?Tirta yang merasa gusar akhirnya kembali ke klinik. Ayu yang mendengar suara pun berjalan ke luar dan bertanya, "Tirta, kamu sudah kembali?""Ya, Bi. Ayo, kita pulang untuk makan," sahut Tirta.Tiba-tiba, seorang pria paruh baya berjanggut dan bergigi kuning menghampiri Tirta dan berucap, "Tirta, jangan buru-buru. Aku ingin mengobrol denganmu."Pria ini bernama Raden, dia sangat terkenal di Desa Persik. Lima tahun lalu,
"Nggak, aku nggak melihatnya ...." Tirta buru-buru mengklarifikasi bahwa dirinya tidak melakukan apa pun."Cih! Tirta, kamu nggak pernah melihat wanita, ya? Kenapa otakmu penuh dengan hal-hal kotor sih? Memalukan sekali!" hardik Nabila."Aku ... aku nggak memikirkan apa pun kok!" bantah Tirta."Hantu pun nggak percaya!" bentak Nabila sambil memelotot dengan waspada.Tirta merasa getir. Dia baru teringat bahwa dirinya menjadi begitu sensitif dengan wanita sejak memakan ular putih itu. Dengan situasi seperti ini, mana mungkin Nabila bersedia mengajarinya lagi! Dilihat dari penampilan Nabila, wanita ini jelas-jelas ingin kabur."Nabila datang, ya? Kenapa aku mendengar suaranya?" Ketika Tirta sibuk memikirkan cara untuk menahan Nabila, tiba-tiba terlihat Ayu berjalan ke luar dengan meraba-raba karena matanya buta."Oh, ya, Bi. Dia datang untuk mengajariku. Aku ingin berterima kasih padanya," sahut Tirta sembari menoleh. Berhubung ada yang lebih senior di sini, Tirta buru-buru menyatakan tu
"Kenapa ingatanmu tiba-tiba menjadi bagus sekali?" tanya Nabila dengan ekspresi tidak percaya. Tirta yang awalnya terlihat bodoh justru berhasil menguasai 500 kata dalam satu jam. Bagaimana mungkin Nabila tidak terkejut dengan pencapaian ini?"Aku memang terlahir genius," sahut Tirta dengan ekspresi angkuh. Jika terus seperti ini, bukankah berarti dia bisa menghafal 3.000 kata dalam beberapa hari ini? Itu artinya, Nabila mungkin menjadi pacarnya? Wanita ini bukan hanya cantik, tetapi juga seksi. Pasti nyaman kalau dipeluk saat tidur! Begitu memikirkan ini, ekspresi Tirta tampak berseri-seri."Hehe!" Tirta terkekeh-kekeh. Melihat ini, Nabila pun mengernyit sambil berkata, "Cih, senyumanmu cabul sekali. Pasti mulai memikirkan hal-hal kotor!""Bukan urusanmu," balas Tirta dengan santai. Kemudian, dia menambahkan, "Cepat ajari aku lagi. Mungkin saja aku berhasil menguasai 3.000 kata malam ini, lalu kamu akan menjadi pacarku!""Jangan berangan-angan secepat itu. Tapi, sekarang sudah malam s
"Aku ... aku .... Kak, begini kurang pantas ...." Tirta terbata-bata, wajahnya memerah. Siang tadi, Tirta sudah memutuskan untuk meniduri Melati. Sekarang, dia malah kehilangan nyalinya dan merasa panik. Dia takut Nabila dan Ayu tahu tentang ini."Yang penting kamu menginginkanku. Jangan bersikap munafik lagi!" sahut Melati sembari menatap Tirta dengan gembira."Kak, aku benar-benar nggak berpikiran seperti itu ...." Tirta menatap kemaluannya dengan getir. Dia menjadi mudah terangsang setelah memakan ular putih itu. Namun, siapa yang akan percaya pada omongannya ini?"Jangan berpura-pura lagi. Aku akan menjadi wanitamu mulai hari ini, nggak usah malu-malu," ujar Melati sambil tersenyum menutup mulutnya. Kemudian, dia pelan-pelan menghampiri Tirta."Kak, jangan begini." Tirta mundur hingga akhirnya terduduk di ranjang."Tirta, ini pertama kalinya untukmu, 'kan? Aku juga sama. Mainkan lebih pelan nanti," ucap Melati dengan suara menggoda.Kakak Melati memberitahunya bahwa pria akan diken
"Sialan, ternyata kamu!" Begitu melihat Tirta, Raden langsung memaki. Pada saat yang sama, dia menyadari bahwa Tirta dan Melati berhubungan intim barusan."Kak Melati, kamu baik-baik saja?" tanya Tirta sambil memapah Melati dan tidak meladeni Raden."Aku nggak apa-apa. Kenapa kamu keluar? Cepat sembunyi di belakangku!" Melati ingin melindungi Tirta supaya dia tidak terluka. Tindakannya ini membuat hati Tirta terasa hangat."Melati, kamu jadi gila karena memikirkan pria, ya? Tirta jelas-jelas cacat, bahkan nggak bisa dibilang seorang pria. Kamu malah berselingkuh dengannya? Konyol sekali!" Raden tertawa mengejek sambil melepaskan celananya. "Aku akan menunjukkan kepadamu seperti apa pria sesungguhnya.""Sudahlah, punyamu paling cuma 3 inci, punya Tirta lebih besar 5 kali lipat. Cepat pakai celanamu kembali, buat malu saja!" ujar Melati yang meludah dengan ekspresi merendahkan."Omong kosong! Dia mana mungkin bisa bercinta dengan wanita!" seru Raden dengan wajah merah karena kesal. Dia t
Begitu mendengar teriakan histeris Raden, Tirta sontak merasa gembira. Dia tahu bahwa dirinya berhasil! Dia berhasil mempraktikkan teknik akupunktur di buku kuno, bahkan mengatasi masalahnya dengan Melati!Raden benar-benar tidak ingat pada kejadian barusan. Itu artinya, pria ini tidak akan membocorkan apa pun!"Sialan. Aku jadi jengkel kalau membahas Tirta. Cepat atau lambat, aku akan memberinya pelajaran! Aku pasti akan meniduri Ayu!" Raden menggeleng dengan kuat, lalu berdiri dan hendak kembali ke desa."Bajingan ini masih mengincar bibiku! Aku harus menakutinya!" Tirta merasa kesal kembali. Teknik akupunktur ini hanya bisa digunakan sebulan sekali supaya efektif. Kalau tidak, Tirta pasti sudah melakukannya berkali-kali untuk Raden.Namun, sekarang Tirta punya ide bagus untuk membuat Raden berhenti mengincar bibinya. Sambil menekan lehernya, Tirta mengeluarkan suara panjang yang bergema di lembah sehingga terdengar sangat menakutkan. "Ra ... den ...."Kalau bukan Tirta yang mengelua
Akan tetapi, Tirta sama sekali tidak berani lengah. Sebaliknya, dia malah menginjak pedal gas lebih dalam lagi. Dia merasa harus segera kembali ke Desa Persik untuk menemani Ayu dan beberapa wanita lainnya.Setelah menanyakan beberapa informasi tambahan tentang Black Gloves dari Mauri, Tirta pun menutup telepon dan buru-buru kembali ke kliniknya.Melati dan Arum ternyata sudah ada di sana. Ayu berjalan mendekatinya dengan penuh kekhawatiran dan bertanya, "Tirta, kenapa wajahmu agak pucat? Kamu lagi nggak enak badan ya?"Tirta memaksakan diri untuk tersenyum ketika menjawab, "Bibi, aku baik-baik saja. Hanya saja akhir-akhir ini aku terlalu sering berkeliaran, jadi agak lelah."Namun dalam hatinya, Tirta masih memikirkan cara menghadapi ancaman dari organisasi Black Gloves.Mendengar itu, Ayu membalas, "Kalau lelah, istirahatlah baik-baik. Jangan berkeliaran terus."Ayu dan para wanita lainnya yang ada di sana tentu saja tidak tahu apa yang sebenarnya sedang dipikirkan oleh Tirta. Mereka
Mendengar itu, Tirta langsung mengernyit dan bertanya dengan serius, "Pak Mauri, sebenarnya apa yang terjadi? Tadi siang, bukannya kamu bilang semuanya baik-baik saja?"Mauri menghela napas berat sebelum menjelaskan, "Aduh .... Tirta, memang benar tadi siang nggak ada kejadian apa-apa. Tapi setelah aku menyerahkan Alicia ke pihak atasan, tim mereka tiba-tiba diserang di perjalanan pulang!""Aku rasa, orang-orang dari Black Gloves memang seperti yang kamu bilang sebelumnya. Pagi tadi, mereka sudah berencana menculik Alicia. Hanya saja, karena aku mendengarkan saranmu dan bawa lebih banyak orang, mereka nggak punya kesempatan untuk bertindak!" tambah Mauri."Tapi saat atasanku membawa pergi Alicia, timnya cuma 7 atau 8 orang saja. Makanya, mereka punya kesempatan untuk menyerang. Sekarang termasuk atasanku, ada 7 orang yang terluka parah dan 1 orang tewas. Semua korban luka termasuk atasanku, lagi dirawat di rumah sakit!" jelas Mauri.Mauri yang tadinya sedang sibuk di kantor polisi, lan
Tirta khawatir Shinta tidak bisa berdiri dengan stabil jika sendirian di sungai. Itu sebabnya, dia terpaksa menggendongnya turun ke dalam air.Setelah melakukannya dua kali berturut-turut ... kalau bukan karena tubuhnya sedang terendam di air, Shinta mungkin sudah merasa sangat malu sampai ingin bersembunyi.Namun, ini hanya permulaan saja. Jika bukan karena melihat dengan mata kepala sendiri perubahan nyata di area dadanya, Shinta mungkin sudah kabur meninggalkan Tirta.....Tirta akhirnya menggendong Shinta dan berendam di air selama hampir 10 menit. Meskipun sama sekali tidak punya niat buruk, apa yang dilakukan Shinta benar-benar membuatnya cukup tersiksa.Selama itu, Tirta hanya bisa terus mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak berpikiran aneh-aneh. Sementara itu, sensasi kesemutan dan geli luar biasa yang dirasakan Shinta akhirnya mereda sepenuhnya.Shinta akhirnya bisa bernapas lega. Bersamaan dengan itu, Tirta juga ikut merasa tenang. Setelah mencabut semua jarum perak, dia m
Shinta berujar dengan ekspresi tegas dan penuh percaya diri, "Nggak apa-apa. Selama bisa jadi lebih besar, jangankan geli, bahkan kalau sakit pun aku sanggup menahannya!"Mendengar itu, Tirta tidak lagi ragu. Jarum perak mulai ditancapkan satu per satu di beberapa titik akupunktur di dekat area dada Shinta.Ketika jarum pertama menancap, Shinta masih merasa baik-baik saja. Rasanya agak hangat dan geli, tetapi masih dalam batas yang bisa ditahannya.Namun begitu jarum kedua masuk, ekspresinya langsung berubah. Shinta menggigit bibirnya, lalu tanpa sadar mendesah pelan. Dia bertanya, "Aduh! Kak Tirta, kenapa gelinya sampai begini ...."Shinta bisa merasakan sensasi hangat dan kesemutan yang kuat, seolah-olah ada aliran listrik halus menjalar dari dada ke seluruh tubuhnya. Sensasi di area jantung terasa paling intens. Gelinya benar-benar membuatnya hampir tidak bisa duduk diam.Tirta berdeham sebelum memberi tahu, "Uhuk, uhuk. Sudah kubilang sebelumnya, 'kan? Rasa geli itu memang wajar. A
Tirta menambahkan, "Lain kali kalau ada waktu, aku bantu bikin ukurannya lebih besar dari apel, tapi tetap lebih kecil dari melon. Prosesnya bertahap, jadi nggak bikin orang curiga.""Benar! Untuk sekarang, dibuat sebesar apel juga nggak masalah. Lain kali masih banyak kesempatan untuk bikin jadi sebesar melon!" balas Shinta.Shinta terlihat sangat antusias. Dia terus mengangguk dan mendesak Tirta agar bergegas, "Kak Tirta, ayo kita jalan cepat sedikit. Aku sudah nggak sabar untuk merasakan sensasi ukuran sebesar apel!"....Setelah berjalan selama lebih dari setengah jam, Shinta sudah kehabisan tenaga. Sebagai anak orang kaya yang terbiasa bepergian dengan mobil, dia benar-benar tidak terbiasa dengan jalan tanah berlubang di desa seperti ini.Beberapa kali, Shinta hampir saja keseleo. Akhirnya, Tirta tak punya pilihan selain memindahkan keranjang ke lengannya. Kemudian, dia menggendong Shinta dan melanjutkan perjalanan naik gunung.Saat digendong, tubuh Shinta yang kecil dan mungil me
"Eh, benar juga. Aku nggak kepikiran." Tirta menepuk dahinya. "Biasanya Kak Lutfi selalu ikut ke mana-mana, makanya aku tanya begitu.""Ya sudah, nggak usah dipikirin lagi." Shinta tidak peduli pada masalah ini. Dia menarik Tirta untuk membawanya ke dalam desa."Klinikmu di mana? Cepat bawa aku ke sana. Aku mau perbesar payudaraku! Tapi, jangan sampai kebesaran seperti semangka ya. Nanti aku bocorkan perselingkuhanmu!"Sejak Tirta bilang bisa memperbesar payudaranya, Shinta terus memikirkannya. Kini, dia akhirnya punya kesempatan sehingga tidak akan melewatkannya."Ehem, ehem. Di klinik ada bibiku. Aku nggak bisa membantu memperbesar payudaramu di sana. Semua bahan obat sudah kusiapkan. Aku bawa kamu ke gunung saja. Kita lakukan di tempat yang terpencil," ujar Tirta dengan canggung."Ya sudah, terserah kamu saja. Aku bisa di mana saja. Aku nggak peduli pada prosesnya. Pokoknya hasilnya sesuai keinginanku!" Shinta melepaskan tangan Tirta, lalu menyuruh Tirta membawa jalan. Dia terus men
"Kalau Tirta setuju, kita melakukannya bertiga. Atau nggak kamu pakai saja dulu? Setelah kamu selesai, baru giliranku ....""Jangan sembarangan bicara lagi. Cepat hapus videonya. Memalukan sekali. Aku nggak mau video itu ada di ponselmu."...."Achoo!" Tirta yang sedang berkemudi ke Desa Persik bersin beberapa kali. Dia mengambil tisu dan menyeka hidungnya sambil bergumam, "Aneh, kenapa terus bersin? Apa ada yang gosipin aku?"Tirta tidak akan menyangka setelah dirinya meninggalkan vila, dirinya malah menjadi perebutan dua wanita cantik.Tirta melihat jam. Sepertinya Mauri sudah sampai di ibu kota provinsi. Dia lantas menelepon untuk menanyakan kabar.Setelah mendengar Mauri sudah tiba dengan selamat dan mengobrol sesaat, Tirta pun mengakhiri panggilan. Sekitar sejam kemudian, dia tiba di klinik.Tirta turun dan masuk, tetapi tidak melihat Shinta. Dia pun menebak Shinta masih dalam perjalanan kemari. Jadi, dia mencari obat untuk memperbesar payudara di lemari.Saat ini, Arum dan Yanti
"Ya, memang Tirta orangnya." Saat melihat reaksi Aiko, Naura tidak berani bertatapan dengannya. Dia menunduk dan mengepalkan tangannya dengan gugup."Aku juga nggak tahu kapan aku menyukai Tirta. Tapi, sejak tahu kamu punya hubungan istimewa dengannya, aku cemburu. Rasanya seperti barang kesayanganku direbut orang lain.""Pagi ini waktu dengar kamu akan tidur dengan Tirta, aku merasa sangat sesak. Aku pun baru sadar. Mungkin, aku jatuh cinta pada Tirta ...."Begitu ucapan ini dilontarkan, Aiko tidak bisa mencernanya untuk waktu yang lama. Dia tertegun di tempatnya tanpa bereaksi sedikit pun."Kak, maaf. Aku juga nggak ingin begini, tapi aku nggak bisa mengontrol diriku. Waktu melihatmu bersama Tirta, aku cemburu ....""Terutama hari ini. Aku merasa cemburu sekaligus sedih melihatmu tidur dengan Tirta. Aku sangat berharap wanita itu adalah aku ...."Naura mengeluarkan ponselnya dan memutar rekaman CCTV yang disimpannya. Matanya memerah. Dia terlihat sangat emosional.Beberapa saat kemud
"Naura, terima kasih. Kalau nggak ada kamu, aku nggak mungkin kenal Tirta. Kamu pasti bisa menemukan tambatan hatimu juga suatu hari nanti! Aku janji bakal membantumu nanti!" Aiko menggenggam tangan Naura. Dia tidak merasa Naura sedang berbohong."Aiko, Bu Naura, mienya sudah matang. Ayo dicoba." Tidak lama setelah kedua wanita itu mengobrol, Tirta menyajikan dua mangkuk mie dari dapur.Mie diletakkan di depan keduanya. Kuahnya bening. Di atasnya terdapat taburan daun bawang dan beberapa tetes minyak wijen. Kelihatannya tidak terlalu menggugah selera, tetapi aromanya sangat harum.Jangankan Naura yang suka makan mie, Aiko yang selalu makan makanan lezat juga menjadi lapar melihatnya."Wah, wangi sekali! Tirta, kamu memang jago masak mie! Gimana cara masak mie ini?" Naura pun mengambil sumpit, lalu mengambil mangkuknya dan mencicipinya. Begitu menyeruputnya, ekspresi Naura langsung terlihat puas."Ya, sepertinya ini mie terenak yang pernah kumakan! Cepat kasih tahu kami gimana cara masa