"Laki kok pegang sendok sayur tiap pagi! Kamu nggak malu apa?" Bagaskara Rahagi Narendra, kerap dihina habis-habisan oleh keluarga istrinya, terutama Bu Wiwik, ibu mertuanya. Alasannya tentu karena Bagas selalu di rumah saja dan terkesan pengangguran menurut Bu Wiwik. Tetapi, siapa sangka jika Bagas bukanlah pengangguran yang seperti Bu Wiwik kira selama ini? Siapakah Bagas sebenarnya?
View MoreDevi tidak menyangka bahwa CEO yang dimaksud oleh temannya--yang juga telah membuat Devi bertanya-tanya selama ini adalah mantan suaminya. Bagaskara Rahagi Narendra. Penampilan Bagas berubah 180 derajat. Necis, berkharisma dan tentunya terlihat mahal. Devi seperti melihat sosok lain dan hanya wajah saja yang sama. “Nggak mungkin,” gumamnya dengan sorot mata kosong. Para eksekutif kantor menyalami Bagas, berbicara dengan sangat hormat dan tunduk pada lelaki itu. Tidak terkecuali Randy. Siapa yang menyangka ternyata suaminya yang sekarang dia anggap sebagai lelaki yang lebih pantas bersanding dengannya itu justru tidak ada apa-apanya dibanding dengan Bagas. Dua kali Devi merasa tertipu. Saat tatapan keduanya bertemu, Bagas tidak menunjukkan ekspresi terkejut sama sekali. Dia bersikap seolah ini adalah kali pertama baginya bertemu dengan Devi. “Mas Bagas?” sapa Devi saat Bagas hendak melewatinya. “Ini beneran kamu, Mas?”Bagas berhenti sejenak. “Aku dengar kamu udah menikah. Selama
Setelah masa iddah selesai, Devi dan Randy melangsungkan pernikahan mereka. Pernikahan digelar mewah di sebuah gedung, hanya saja tidak ada banyak tamu di sana. Keluarga, kerabat dekat dan teman terdekat saja yang hadir. “Mas, akhirnya kita menikah juga, ya.” Devi terlihat sangat bahagia di sana. Belum lagi uang deposit dari Bagas juga sudah cair ke rekeningnya. Lengkap sudah kebahagiaan wanita itu.Usai pesta pernikahan, Devi dan Randy tinggal bersama Bu Wiwik dan Pak Handi. Itu sudah menjadi kesepakatan bersama, sebelum mereka menemukan hunian baru, sesuai dengan perminataan Devi.“Sayang, mulai sekarang kita terbuka secara finansial, ya,” ucap Randy saat sedang membantu Devi menata pakainnya di lemari. “Kata kamu kan uang deposito dari mantan suami kamu udah cair, nanti biar aku aja yang pegang. Kamu nggak keberatan, ‘kan?” tanyanya.“Nggak apa-apa, dong, Mas.”“Makasih, Sayang.” Randy memeluk pinggang Devi yang berdiri di sampingnya. “Aku punya kenalan orang-orang yang sukses di
Vera dan Silvi membungkam mulut mereka. Keduanya bahkan tidak berani untuk menatap Arum. Terkhusus untuk Silvi, dia masih menunjukkan sikap arogannya, meski hanya saat Arum sedang tidak fokus memerhatikan mereka.“Saya mewajarkan sikap kalian karena kalian juga berhak buat nggak suka sama saya, tapi saya nggak bisa menerima perlakuan bullying sampai membuat orang lain merasa terancam.” Tatapan Arum tertuju pada Silvi. “Kamu, Silvi. Saya belum tahu apa yang harus saya lakukan ke kamu.”Silvi tersentak mendengarnya. Jelas itu kata-kata yang sangat tidak aman untuk kelangsungan karier dia di Scilab. “Arum--eh, maksud saya Bu Arum, maafkan saya. Semua kejahatan yang saya buat kemarin lalu itu karena kebodohanku, rasa iri dan nggak profesional. Saya mohon pikirkan baik-baik tentang hukuman saya, Bu.”Silvi bahkan sampai menahan air matanya agar tidak jatuh. “Saya siap menerima konsekuensinya, tapi tolong jangan sampai saya dipecat.” Kedua telapak tangannya menyatu di dada.Arum menghela na
“Tunggu dulu, Pak!” Alex mengejar saat Bagas hampir mencapai pintu. “Bapak tahu siapa cowok itu?”Bagas mengangguk. “Kamu ingat sama cowok yang datengin Arum pas hujan waktu itu?”Seketika Alex terbelalak. “Ya Tuhan! Kenapa aku baru sadar.”“Dia sering jemput Arum kalau pulang. Hubungan mereka dekat, meski aku nggak tahu mereka sedekat apa. Tapi--”“Cowok itu suka sama Bu Arum. Dia cinta mati?” Alex tertawa sinis. “Tapi cara mainnya kotor.”Bagas mengepalkan kedua tangannya, dia setuju dengan ucapan Alex. “Aku minta kamu urus ini, ya. Arum mungkin bakal bareng sama cowok itu lagi--Sam namanya. Selidiki latar belakang cowok itu dan pastikan dia nggak bisa lari. Ambil tindakan secepat mungkin dan aku yang akan memastikan Arum tetap aman.”Alex menyanggupi interupsi lelaki itu. “Baik, Pak.”“Aku mengandalkanmu, Lex.” Sekali lagi, Bagas melihat Arum bersama dengan lelaki itu. Sejauh ini, dia sendiri tidak tahu apa hubungan mereka--atau mungkin lebih tepatnya Bagas tidak peduli karena itu
Bagas segera beranjak dari kursi kerjanya setelah jam istirahat tiba. Lelaki itu tidak yakin apakah dirinya perlu membicarakan hal ini dengan Arum lebih dulu atau tidak. Sama seperti Alex, Bagas juga merasa ada yang ganjil dengan masalah ini. Bagaimana bisa Arum dengan sengaja membuat skandal tentang mereka? Saat melihat Arum di lobi, Bagas buru-buru menghampirinya. Namun, kedatangan Sam membuat lelaki itu mendadak ragu. Bagas tahu bahwa Sam memiliki perasaan mendalam kepada gadis itu dan hal tersebut juga yang membuat Bagas ragu untuk mendekat. Namun, entah mengapa ada dorongan dalam hatinya ketika melihat dua orang itu berjalan bersama. Dorongan yang membuat Bagas merasa tidak rela jika harus membiarkan lelaki lain berada di samping gadis itu.“Arum, bisa minta waktunya sebentar?” tanya Bagas. Ada yang aneh dalam dirinya. Bagas tidak benar-benar ingin membicarakan tentang skandal itu, tetapi dia tetap berkeras ingin menahan Arum.Arum melirik ke arah Sam yang berdiri di sampingnya
Ancaman itu sempat membuat Arum gentar. Dia sadar dengan konsekuensi yang nantinya akan dia dapatkan, tetapi itu jika dia terbukti bersalah--atau memang dia melakukan kesalahan. Namun, pada kenyataannya Arum tidak melakukan kesalahan apa pun. Foto-foto itu juga tidak menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang pelakor. “Silakan,” katanya. Arum meninggikan sedikit dagunya, menatap Silvi tak gentar. “Pihak HRD juga nggak akan langsung mengambil keputusan hanya karena foto-foto murahan kayak gitu,” lanjut Arum dengan sedikit senyuman. Silvi mendadak heran, ke mana perginya Arum yang beberapa menit lalu terlihat ketakutan dan rapuh? “Aku nggak lagi main-main. Semua orang juga ada di pihakku. Kamu nggak akan bertahan lama di sini.” Mendengar itu lantas membuat Arum tersenyum. “Bahkan jika seluruh dunia berpihak padamu, memusuhiku, saya nggak peduli. Silvi, kebenaran akan selalu menang dengan cara apa pun dan nggak peduli seberapa lama waktu yang akan diambil.” Arum sadar bahwa ini bukan
Keesokan paginya, Bagas meminta Alex untuk meretas situs perusahaan. Pihak IT yang bertugas diwajibkan menyelesaikan perintah ini secepatnya.“Saya sudah menyuruh tim untuk meretas situs kita, Pak. Bapak tenang saja, semuanya pasti berjalan dengan lancar.” Alex mencoba memberi semangat kepada bosnya. “Karena masalah kemarin sudah selesai, apakah kita perlu mengatur ulang acara launching yang tertunda, Pak?”Alex terbiasa dengan sikap Bagas yang pendiam, tetapi diamnya lelaki itu saat ini terlihat tidak seperti biasanya. “Pak?” Dia heran dengan bosnya yang tampak tidak fokus hari ini. “Aku dengerin kamu, kok, Lex. Iya, biarkan mereka yang bekerja untuk sekarang.” Kendati berbicara demikian, pandangan mata lelaki itu terarah ke objek lain. Atau bahkan tidak kepada apa pun. Tubuh Bagas ada di tempat ini, tetapi tidak dengan pikiran dan hatinya. “Apa ada masalah lain, Pak?”“Nggak ada--seharunya nggak ada.” Bagas membuang napas panjang. Dia tidak mengerti mengapa isi pikirannya saat in
Seperti yang Alex duga. Bagas kembali ke laboratorium untuk mengecek keadaan Arum. Bos sekaligus temannya itu diam-diam memperhatikan Arum yang sedang lembur bekerja.“Aku cuma mau ngecek aja. Bagaimanapun dia tetap karyawanku dan keselamatannya di kantor ini adalah tanggungjawabku,” adalah kata Bagas saat berasalan. “Saya nggak ngomong apa-apa, loh, Pak.” Alex sengaja memasang wajah polos untuk menggoda temannya. Bagas berdehem, kembali bersikap tegas yang tampak dipaksakan itu. “Aku cuma kasihan sama dia. Dia masih pegawai baru, tapi udah kena fitnah sana-sini.” Kali ini dia terdengar tulus, begitu juga dengan tatapannya.Alex tidak bisa menampik akan hal itu. Dia juga merasa iba pada masalah yang bersangkutan dengan Arum. Seperti yang Bagas tahu, Alex juga cukup mengenal profil dan latar belakang gadis itu. Prestasi, kebaikan dan kinerja Arum yang jujur. “Tapi Anda juga bertindak buat dia, Pak,” kata Alex. Benar, Bagas tidak pernah membiarkan Arum menyelesaikan masalahnya sendir
Alex dan Arum berjalan beriringan menuju ke ruangan Bagas. Lelaki itu berkata, “Maaf, ya. Sebenernya yang tadi itu saya berbohong. Pak Bagas nggak beneran memanggil, tapi saya yang nggak sengaja lewat terus denger kalian lagi bertengkar.” Meski tampak kaget, tetapi Arum justru merasa bersyukur. “Terima kasih, Pak. Kalau nggak ada Pak Alex mungkin aja saya udah terbawa emosi lebih-lebih dari yang tadi.”“Tapi ngomong-ngomong gimana kondisinya? Kamu merasa harus ada yang turun tangan?”Arum sadar apa yang dikatakan oleh Alex, yang dimaksud lelaki itu pasti Bagas. “Nggak, Pak. Saya harap masalah ini akan selesai. Seperti masalah kemarin, saya mau menyelesaikan masalah ini juga dengan mencari sumbernya.”“Saya mengerti, tapi ini juga masalah Pak Bagas. Dia kaget banget sampai nyariin kamu. Saya sendiri baru lihat dia sampai sebegitunya.”Arum termenung. “Apa maksudnya, Pak?”“Bagas itu,” kata Alex. Kali ini dia menggunakan bahasa santai untuk menyebut nama bosnya. “Dia kayak orang yang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments