Share

Tercengang!

5)

Bagas duduk termenung sendirian di luar hotel. Wajah pria itu sudah berubah pucat. Matanya sudah memerah karena menahan tangis.

Bagas benar-benar hancur. Tak pernah terbayangkan oleh dirinya sebelumnya, ia akan mendapatkan pengkhianatan seperti ini dari orang yang sangat ia cinta.

Pria itu tak tahu harus berbuat apa saat ini. Pikirannya kalut dan kacau. 

Bagas duduk di trotoar jalan hingga pagi tiba. Pria itu sempat melihat mobil Randy keluar dari hotel setelah puas bersenang-senang dengan istri orang semalaman.

"Makasih buat malam ini ya, Mas? Jangan lupa besok kamu harus nemenin aku belanja!" ucap Devi sebelum keluar dari mobil Randy.

"Iya, Sayang."

Devi segera turun dari mobil, kemudian melambaikan tangan pada selingkuhannya. Dengan senyum merekah, wanita itu mulai melanjutkan perjalanannya dengan jalan kaki sampai ke rumah. 

Tepat setelah wanita itu berbalik badan, tiba-tiba senyum Devi langsung menghilang. Manik mata wanita itu membulat lebar dan lutut Devi mulai gemetaran.

"M-mas Bagas?" Devi panik bukan main saat melihat suaminya sudah berdiri di belakangnya. Wanita itu benar-benar tak sadar kalau ia sudah diawasi oleh Bagas sejak tadi.

"K-kamu ngapain di sini, Mas? Lagi jalan-jalan pagi, ya?"

Bagas tidak menjawab. Pandangan mata pria itu menatap lurus ke arah Devi yang tengah gelagapan.

"Sejak kapan kamu berdiri di sini, Mas? Kamu udah lama di sini?" tanya Devi lagi.

Bagas diam seribu bahasa. Pria itu menatap istrinya tanpa ekspresi.

"Kamu kenapa, Mas? Kenapa kamu diam aja?"

"Aku udah lihat semuanya," ucap Bagas kemudian.

Jantung Devi berdegup kencang. Wanita itu merasa dirinya sudah tertangkap basah.

"K-kamu lihat apa, Mas?"

Bagas berulang kali menghelan nafas di depan Devi. "Tolong jujur sama aku< Devi. Aku nggak mau kamu bohong lagi."

"B-bohong? Bohong soal apa, Mas? Maksud kamu apa?" tanya Devi berpura-pura bodoh di depan Bagas.

Bagas tersenyum kecut. Pria itu benar-benar tak sadar kalau ia sudah dibodohi oleh istrinya selama ini.

"Aku pengen dengar sendiri diri mulut kamu," ucap Bagas. "Kamu pasti udah tahu kan apa maksud aku?"

Devi melengos. Wanita itu berpura-pura tak tahu, kemudian melanjutkan langkahnya untuk pulang ke rumah tanpa menghiraukan suaminya.

"Aku capek, Mas. Aku mau istirahat," ucap Devi berusaha menghindar.

"Capek?" sindir Bagas. "Kamu habis tidur di hotel, kan? Kenapa kamu bisa capek? Emangnya kamu habis ngapain aja di sana?"

Devi lemas seketika. Wanita itu langsung kalang kabut berlari menuju ke rumah.

"Ibu! Bangun, Bu!" Devi menggedor-gedor pintu kamar ibunya begitu ia tiba di rumah. "Cepetan bangun, Bu! Tolongin aku!"

Bagas sudah mengejar Devi ke rumah, sebelum Bu Wiwik bangun. Bagas kembali menghampiri Devi dan meminta penjelasan dari istrinya itu, tapi Devi justru mengamuk dan ingin menghindar dari Bagas.

"Aku cuma minta kamu buat jujur sama aku. Aku tahu selama ini kamu udah bohongin aku. Kamu bohong soal lembur. Kamu bohong soal jemputan. Kamu bohong soal belanjaan kamu. Aku tahu semuanya, Devi!" seru Bagas.

"Terus kenapa kalau kamu udah tahu? Kamu mau marah sama aku? Kamu mau nyalahin aku? Kamu mau kasih tahu semua orang kalau aku udah selingkuh sama bos aku?" sungut Devi. "Kamu harusnya introspeksi diri! Aku selingkuh itu gara-gara kamu, Mas! Kamu nggak pernah kasih aku hadiah dan kamu nggak bisa kasih semua hal yang aku mau."

Bagas dan Devi mulai terlibat pertengkaran sengit, hingga membuat Bu Wiwik dan Pak Handi terbangun.

"Ada apa ini? Kenapa kamu teriak-teriak, Devi?" tanya Pak Handi yang baru saja keluar dari kamar.

"Sana bilang sama Bapak kalau aku udah selingkuh! Bilang sama Bapak kalau aku cuma perempuan murahan yang udah tidur sama bos aku demi bisa dapetin uang tambahan!" teriak Devi.

Bagas hanya diam, sementara Devi sibuk meracau di depan Bu Wiwik dan Pak Handi.

"Kamu ngomong apa sih, Devi? Siapa yang bilang kamu perempuan murahan?" tanya Bu Wiwik. Mulanya Bu Wiwik kebingungan mendengar perkataan Devi, tapi lama-lama wanita itu mulai memahami situasi kalau hubungan gelap putrinya sudah ketahuan.

"Buat Ibu, kamu itu perempuan yang realistis. Nggak ada salahnya kamu nyoba ngejar kebahagiaan kamu! Kamu nggak boleh pasrah gitu aja punya suami kere. Kamu harus cari cara buat memperbaiki nasib kamu," ujar Bu Wiwik membela Devi. "Bagas, istri kamu ini nggak selingkuh, tapi dia cuma berusaha nyari kebahagiaan sama laki-laki yang tepat. Kamu jangan salahin istri kamu kalau sampai Devi lari ke pelukan laki-laki lain! Kalau kamu mau nyalahin orang, salahin aja diri kamu sendiri yang nggak bisa bahagiain Devi!"

Devi menangis, sementara Bu Wiwik terus mengoceh untuk mencari pembenaran. 

Pak Handi sempat tak percaya saat mengetahui putrinya berselingkuh, tapi pria paruh baya itu tidak membenarkan sedikitpun perilaku Devi.

"Devi, kamu udah salah, Nak. Nggak seharusnya kamu menghianati kesetiaan suami kamu," ucap Pak Handi ikut bersuara untuk membantu menyelesaikan masalah rumah tangga putrinya. Pak Handi tidak mau rumah tangga anaknya hancur karena masalah ini. 

"Bapak nggak usah ikut campur, deh! Buat apa juga Devi harus minta maaf sama Bagas? Devi nggak salah apa-apa! Yang salah itu Bagas karena nggak becus jadi suami!" seru Bu Wiwik.

"Jadi kamu nggak bahagia selama kamu menikah sama aku Devi?" tanya Bagas pada Devi.

"Udah jelas Devi nggak bahagia! Perempuan mana yang bisa bahagia kalau nikah sama laki-laki miskin?" timpal Bu Wiwik.

"Bagas nanya sama Devi, Bu. Biarin Devi yang ngasih jawaban buat Bagas," ujar Pak Handi.

Devi terdiam dengan kepala tertunduk. Sebenarnya wanita itu merasa malu karena sudah ketahuan berselingkuh. Devi sudah tidak mempunyai muka lagi di depan suaminya. Namun, demi menyelamatkan harga dirinya, Devi berteriak dan melimpahkan semua kesalahan pada suaminya.

"Aku nggak bahagia, Mas! Aku nyesel nikah sama laki-laki pengangguran seperti kamu!" ucap Devi.

Hati Bagas makin tersayat-sayat. Jawaban dari Devi sudah lebih cukup untuk meyakinkan Bagas dalam mengambil keputusan.

"Aku kecewa sama kamu, Devi. Tapi aku lebih kecewa sama diri aku sendiri karena ternyata selama ini aku belum bisa jadi suami yang baik buat kamu," ujar Bagas.

Bagas menatap Devi lekat-lekat. "Mulai hari ini, kamu bukan istri aku lagi, Devi! Aku akan menceraikan kamu."

Pernikahan impian Bagas yang baru seumur jagung itu akhirnya kandas. Dengan tegas, Bagas langsung mengambil keputusan untuk menceraikan Devi.

"Nak Bagas, tolong jangan terburu-buru! Masa depan kalian masih panjang. Tolong kasih Devi kesempatan lagi!" pinta Pak Handi pada Bagas.

"Bapak apa-apaan, sih? Bapak nggak perlu ngemis-ngemis sama Bagas! Bagus kalau Bagas mau ceraiin Devi. Sejak awal Devi memang sudah berniat untuk menceraikan Bagas. Iya kan, Devi?" sahut Bu Wiwik.

Devi melirik ke arah Bagas dengan wajah angkuhnya. "Kita emang nggak cocok, Mas. Sebaiknya kamu cari istri lain yang sama miskinnya seperti kamu."

Bagas tersenyum sinis. Karena sudah memutuskan untuk berpisah dengan sang istri, maka Bagas tidak perlu lagi tinggal di rumah Bu Wiwik. Sebelum pergi, Bagas menyempatkan diri memberikan hadiah perpisahan untuk Devi yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya.

"Aku akan kasih kamu kompensasi. Anggap aja ini sebagai hadiah terakhir dari aku," ucap Bagas sembari menyodorkan sebuah berkas pada Devi.

"Memangnya laki kere seperti kamu bisa kasih hadiah apa buat Devi?" cibir Bu Wiwik, sembari melirik ke arah Devi yang tengah membuka isi berkas tersebut.

Devi dan Bu Wiwik membelalakkan mata. Ibu dan anak itu nampak tercengang saat membaca kertas yang diberikan oleh Bagas.

Dalam berkas tersebut, tertera dengan jelas kompensasi yang akan diberikan oleh Bagas untuk Devi. 

"A-apa aku nggak salah baca? Mas Bagas mau kasih aku kompensasi deposito uang 100 juta sama sertifikat ruko 2 lantai?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status