Share

Hasutan

Bu Wiwik terus memandangi Bagas yang tengah sibuk mencuci piring. Sesekali wanita paruh baya itu menghampiri Bagas, hanya untuk menambah cucian Bagas.

"Cuci sekalian pancinya!" perintah Bu Wiwik. "Jangan lupa wajannya digosok sampai pantatnya bersih!"

"Iya, Bu."

Selesai mencuci piring, Bagas pun beralih mengurus cucian bajunya yang belum ia selesaikan. Belum sempat Bagas mencuci semua pakaian istrinya, tiba-tiba Bu Wiwik datang dengan membawa banyak sprei dan selimut kotor. 

"Cuci ini sekalian! Mumpung lagi panas begini, nyuci sprei sama selimut pasti bisa kering sehari," ujar Bu Wiwik.

Bagas mengusap peluh yang bercucuran di dahinya. Pekerjaan rumah yang ia lakukan setiap harinya tak bisa selesai dengan cepat karena Bu Wiwik selalu mengganggu.

"Kalau nggak mau repot nyuci banyak piring sama nyuci sprei, mendingan kamu cari kerja di luar sana! Lebih enak cari duit daripada ngurus kerjaan rumah, kan?" sindir Bu Wiwik pada Bagas.

Seperti biasa, Bagas hanya diam. Entah separah apa pun perkataan Bu Dewi padanya, Bagas tetap berusaha tegar dan menunjukkan hormatnya pada Bu Wiwik dengan tidak membalas perkataan Bu Wiwik.

"Cowok kok nyuci sama nyapu di rumah! Sekalian aja kamu ganti celana kamu itu pakai rok!" cibir Bu Wiwik.

Meski berat, tapi Bagas berhasil menyelesaikan semua pekerjaan rumah sebelum istrinya pulang. Tepat pukul 17.00, Bagas bergegas menuju ke kantor Devi untuk menjemput istrinya itu.

"Kalau mau pergi jemput Devi, pakai baju yang bagus! Ibu nggak mau kamu bikin malu Devi di depan teman-teman kerjanya," omel Bu Wiwik.

Seketika Bagas melirik jaket kusut yang dikenakan olehnya saat ini. Mau tak mau, pria itu pun kembali ke kamar untuk berganti busana sebelum pergi. Dengan menaiki motor lawasnya yang sering mogok, Bagas berangkat menuju ke tempat kerja sang istri di sebuah kantor perbankan yang cukup besar di wilayah tempat tinggalnya.

"Mas Bagas!" Devi melambaikan tangan ke arah Bagas yang sudah menunggu di depan kantor sejak tadi.

"Maaf ya lama? Tadi masih ada kerjaan yang belum beres," ucap Devi. 

"Nggak apa-apa, Sayang. Aku juga baru aja sampai."

"Kita langsung pulang sekarang?" tanya Devi.

"Kamu mau beli sesuatu dulu sebelum pulang?"

Devi menggeleng. Wanita itu segera naik ke atas motor suaminya, lalu memeluk pinggang sang suami dengan erat. Saat berhenti di lampu merah, Devi sempat memperhatikan gedung tinggi yang ia lewati. Di dalam gedung tinggi tersebut, terdapat restoran mewah yang ingin sekali dikunjungi oleh Devi.

"Mas Bagas nggak mungkin punya uang buat beliin aku makanan di sana," batin Devi.

Saat berhenti di lampu merah berikutnya, Devi menatap toko-toko pakaian yang berada di pinggir jalan. Ada banyak sekali gaun cantik yang dipajang di etalase toko tersebut.

"Kapan aku bisa beli gaun-gaun itu? Mas Bagas nggak mungkin mampu beliin aku gaun di toko itu," batin Devi lagi.

"Sayang, aku udah masakin tumis kangkung kesukaan kamu. Aku juga masak perkedel jagung buat kamu," ujar Bagas membuyarkan lamunan Devi.

"Ngapain kamu masak, Mas? Aku kan udah berkali-kali bilang, buat makan malam, biar aku aja yang masak," sahut Devi.

"Nggak apa-apa, Sayang. Biar aku yang masak. Kamu kan udah capek kerja seharian. Kamu bisa langsung makan, terus istirahat."

Devi benar-benar tersentuh dengan perhatian dari suaminya. Inilah yang membuat Devi bertahan dengan Bagas, meskipun Bagas tak bisa memberikan kemewahan untuknya. Bagas sangat baik dan perhatian pada Devi. Pria itu selalu mempunyai cara untuk menyenangkan hati Devi tanpa menggunakan uang.

"Aku mandi dulu ya, Mas? Nanti piringnya aku aja yang cuci. Mas bisa tidur duluan," ucap Devi setelah melahap makan malam bersama dengan suami dan keluarganya.

Dimas menurut, kemudian bergegas masuk ke dalam kamar terlebih dahulu. Saat Devi tengah membereskan piring kotor di meja makan, Bu Wiwik tiba-tiba datang menghampiri Devi dan mengajak putrinya itu berbincang dengan suara berbisik.

"Devi, coba kamu lihat foto ini!"

"Foto apa, Bu?" tanya Devi malas.

"Ini foto cowok yang pernah ibu ceritain ke kamu minggu kemarin."

"Foto cowok apa lagi, Bu?"

"Ini coba dilihat dulu! Cowoknya ganteng dan punya pekerjaan mapan."

Sudah jelas-jelas putrinya telah mempunyai suami, tapi Bu Wiwik masih saja berusaha menjodoh-jodohkan Devi dengan laki-laki lain. Ini bukan pertama kalinya Bu Wiwik memaksa Devi untuk berkenalan dengan laki-laki pilihannya. Tak peduli Devi sudah menikah atau belum, Bu Wiwik tak pernah sekalipun menyerah. Wanita paruh baya itu benar-benar berniat ingin menyingkirkan menantunya yang miskin. 

"Emangnya kenapa kalau cowoknya ganteng dan udah mapan? Aku sekarang udah punya suami. Buat apa lagi aku kenalan sama cowok-cowok di luar sana?" omel Devi pada sang ibu.

"Ibu cuma mau bikin kamu sadar kalau di luar sana masih ada banyak laki-laki yang bisa kamu pilih."

"Aku udah nikah, Bu. Aku udah milih Mas Bagas. Tolong jangan bikin aku berkhianat sama suami aku sendiri."

Bu Wiwik tidak kehabisan akal. Wanita paruh baya itu tetap menyodorkan foto pria lajang yang ingin ia kenalkan dengan Devi.

"Ibu cuma berharap kamu mau melek! Suami kamu itu nggak punya apa-apa. Ada banyak pria di luar sana yang bisa bahagiain kamu," ujar Bu Wiwik.

"Aku udah bahagia sama Mas Bagas," sahut Devi.

"Bahagia dari mana? Kamu pikir cinta bisa dipakai buat beli beras?" sungut Bu Wiwik. "Jadi perempuan tuh harus realistis, Devi. Kamu itu cantik, pinter cari duit. Kamu bisa dapetin suami yang lebih baik dari Bagas."

Devi tak mau melanjutkan obrolan ini lagi. Wanita itu takut, suaminya akan mendengar pembicaraannya dengan Bu Wiwik.

"Aku tahu, Mas Bagas mungkin bukan menantu idaman Ibu. Mas Bagas memang punya banyak kekurangan. Tapi bukan berarti Ibu bisa merendahkan suami aku sampai kayak gini, Bu."

"Susah ya ngomong sama orang bucin!" gerutu Bu Wiwik.

"Aku nggak minta banyak, Bu. Aku cuma pengen suami aku dihargai di rumah ini."

Devi pun pergi berlalu meninggalkan Bu Wiwik yang masih berdiri di dapur. Begitu ia masuk ke kamar, Devi melihat suaminya sudah tertidur lelap. Wanita itu menghampiri Bagas, kemudian mengusap lembut rambut Bagas. Devi hanya bisa meminta maaf pada Bagas mengenai kelakuan ibunya.

"Kamu nggak marah sama aku kan, Mas?" gumam Devi seraya menatap wajah lelah suaminya. "Tolong bertahan demi aku ya, Mas?"

Sebelum tidur, Devi menyempatkan diri memeriksa ponselnya. Wanita itu membuka beberapa pesan yang belum ia baca, salah satunya pesan dari sang ibu.

"Ibu kenapa sih ngirim-ngirim gambar begini?" omel Devi.

Devi berniat untuk menghapus foto tersebut, tapi wanita itu justru dibuat tercengang saat melihat wajah pria yang terpampang jelas di gambar yang dikirim oleh ibunya padanya.

Manik mata wanita itu membulat lebar. Sepertinya Devi mengenali sosok pria yang berada di foto tersebut.

"Ini kan ...."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status