Share

Bab 5

Author: Clarissa
Setelah tersadar kembali, Tiffany memungut ponselnya dengan panik. Dia mendongak menatap Garry, lalu bertanya, "Kak, rupanya kamu kerja di sini?"

Garry menyunggingkan senyuman manis. Dia mengelus kepala Tiffany dengan penuh kasih sayang sambil menegur, "Sebenarnya berapa usiamu? Kenapa ceroboh seperti anak kecil?"

"Dua puluh tahun," jawab Tiffany dengan mata berbinar-binar.

Garry memalingkan wajah dan terkekeh-kekeh, lalu bertanya, "Kenapa kamu datang ke rumah sakit?"

Tiffany menunjuk ruangan di belakang sambil membalas, "Temanku sedang mengobrol dengan kakak sepupunya."

Garry melirik jam dan berujar, "Sudah waktunya jam makan siang. Temanmu mungkin nggak akan keluar secepat itu. Kebetulan aku mau makan siang. Gimana kalau kutraktir?"

Tiffany berpikir sejenak, lalu mengetuk pintu untuk berpamitan dengan Julie, "Aku pergi sebentar."

Garry berjalan di depan dengan wajah berseri-seri dan Tiffany mengikuti dari belakang. Sepertinya dari SMA 2, Tiffany sudah mengagumi pria ini.

Saat itu, penyakit nenek Tiffany tiba-tiba kambuh saat datang menjemputnya. Neneknya pun jatuh pingsan, lalu Garry buru-buru menghampiri untuk memberikan pertolongan pertama. Kemudian, Garry yang menggendong neneknya ke rumah sakit terdekat.

Dengan disinari sinar matahari yang terik, Garry yang berdiri di koridor rumah sakit memberi tahu Tiffany bahwa dirinya adalah mahasiswa kedokteran. Dia mengajari Tiffany banyak hal tentang perawatan neneknya.

Itu pertama kalinya Tiffany menyukai seorang pria. Rasa suka ini yang memotivasinya untuk belajar kedokteran. Dia ingin sekampus dengan Garry dan mengejarnya.

Namun, setelah keinginannya terwujud, Tiffany malah tidak punya keberanian untuk mencari Garry. Terakhir kali, mereka bertemu saat Tiffany SMA 3 dan Garry menyemangatinya untuk tidak menyerah.

Garry membawa Tiffany ke sebuah restoran kecil. Setelah melepaskan jas putihnya, Garry terlihat makin tampan. Dia mengambil menu, lalu bertanya, "Mau makan apa? Seingatku kamu sangat suka makanan manis?"

"Ya." Karena sudah lama tidak bertemu Garry, Tiffany merasa sangat gugup. Tiba-tiba, ponsel Tiffany berdering. Dia ditelepon oleh nomor tak dikenal. Tiffany meminta izin dari Garry sebelum menerima panggilan itu.

"Di mana?" Terdengar suara dingin seorang pria yang familier.

Tiffany mengernyit dan bertanya, "Siapa ini?"

"Sean!" jawab Sean.

"Kok kamu punya nomor teleponku?" tanya Tiffany dengan terkejut.

"Sepertinya kamu sangat terkejut? Pulang dan temani aku makan," ujar Sean dengan suara serak.

Tiffany langsung melirik Garry yang masih melihat menu. Kemudian, dia bertanya kepada Sean, "Apa kamu bisa tunggu sebentar?"

Tiffany sudah lama tidak bertemu kakak kelasnya ini. Garry bahkan berinisiatif mentraktirnya makan. Dia tidak mungkin langsung pergi, 'kan?

Sean terdiam sejenak sebelum berujar dengan tegas, "Sepuluh menit."

"Ya." Tiffany mengiakan.

"Pacarmu ya?" tanya Garry sambil tersenyum setelah Tiffany mengakhiri panggilan.

"Bukan, tapi suamiku." Tiffany menggaruk kepalanya dengan malu.

Senyuman Garry sontak membeku. Sesaat kemudian, dia tersenyum kembali dan bertanya, "Kamu nikah muda? Sudah berapa lama kalian menikah?"

"Kami baru menikah kemarin," timpal Tiffany.

Tebersit ejekan pada tatapan Garry. Dia berdeham sebelum berkata, "Kamu menikah, tapi aku malah nggak memberimu hadiah. Anggap saja traktiran ini hadiah untukmu."

Kemudian, Garry langsung memanggil pelayan untuk memesan makanan. Tiffany menghentikan, "Nggak usah lagi. Aku minum air saja. Suamiku menyuruhku pulang untuk menemaninya makan."

Ekspresi Garry seketika menjadi masam. Sesaat kemudian, dia menghela napas dan bertanya, "Sudah berapa lama kalian bersama?"

Sudah berapa lama? Tiffany berpikir sejenak. Sepertinya baru 1 hari 2 jam? Namun, Tiffany tidak mungkin memberi jawaban seperti ini. Dia pun berbohong, "Dua bulan lebih."

Garry terkekeh-kekeh dan bertanya lagi, "Baru 2 bulan lebih? Kalian jatuh cinta pada pandangan pertama?"

Tiffany memegang gelas air dengan canggung sambil mengiakan. "Ya, kamu benar."

Ketika terkena sentuhan air hangat, Tiffany sontak teringat pada ciuman semalam. Bibir Sean tampak tipis dan datar, tetapi sentuhan bibirnya sangat lembut dan panas ....

Seketika, wajah Tiffany memerah. Garry mengira Tiffany tersipu karena membahas tentang pria yang dicintainya. Itu sebabnya, wajahnya menjadi makin murung.

"Tiff!" Ketika keduanya terdiam, Julie tiba-tiba mendorong pintu dan berseru, "Sopir suamimu sudah menunggu di luar. Kamu masih mau mengobrol?"

Tiffany memeriksa jam. Ternyata 10 menit telah berlalu sejak panggilan teleponnya dengan Sean. Tiffany pun bangkit, lalu berkata dengan nada menyesal, "Kak, nanti kita cari waktu untuk mengobrol lagi ya."

Garry mengangguk dan berujar, "Ya, hati-hati di jalan."

Garry duduk di samping jendela. Dia menyaksikan Julie menggandeng tangan Tiffany. Keduanya berjalan ke BMW hitam yang terparkir di pinggir jalan.

Garry tersenyum getir melihatnya. Sepertinya Tiffany sangat gembira dengan kehidupannya ini.

....

"Tiff, ini obat dari kakak sepupuku. Obat ini untuk mata suamimu," ucap Julie. Begitu masuk ke mobil, dia langsung memasukkan beberapa botol obat ke tas Tiffany.

Kemudian, Julie meneruskan, "Orang cacat pasti merasa rendah diri. Kalau kamu bilang ini obat mata, dia nggak mungkin mau makan. Kamu bilang saja ini vitamin. Aku sudah menyobek semua instruksi dan label. Dosis dan jam makannya sudah kutulis di catatan."

"Terima kasih." Tiffany masih merasa gusar karena tidak sempat mengobrol banyak dengan Garry. Makanya, dia tidak mencari tahu lebih lanjut.

Genta menurunkan Julie di gerbang universitas, lalu mengantar Tiffany pulang. Di vila kosong yang sunyi senyap, tampak Sean duduk sendirian di meja makan. Penampilannya tampak misterius.

Setelah tiba, Tiffany langsung mencuci tangan dan menghampiri. Dia duduk, lalu menatap makanan mewah di meja dan bertanya, "Ada tamu yang bakal datang?"

"Nggak, cuma kita berdua," timpal Sean dengan nada datar.

Tiffany berucap, "Nggak mungkin bisa habis."

"Benar, aku sengaja menyuruh pelayan masak lebih banyak," ujar Sean dengan santai.

"Kenapa begitu?" tanya Tiffany.

Tangan Sean membeku sesaat, lalu dia terkekeh-kekeh dan menyahut, "Untuk berjaga-jaga. Takutnya orang-orang akan mengira aku memperlakukan istriku dengan buruk, sampai-sampai dia makan bersama pria lain di restoran. Padahal, ini baru hari kedua pernikahan kita."

Tiffany tidak bisa berkata-kata. Pada akhirnya, dia bertanya, "Ja ... jadi, kamu tahu aku di restoran?"

"Sepertinya yang aku katakan memang benar," gumam Sean sambil menyantap makanan dengan ekspresi datar.

Apakah pria ini mengiranya bodoh? Mana mungkin Tiffany tidak memahami maksud ucapannya? Tiffany paling membenci orang yang bertele-tele begini!

Setelah menarik napas dalam-dalam, Tiffany berkata, "Bukannya aku nggak suka makanan di rumah atau nggak ingin pulang makan. Kami cuma kebetulan bertemu di rumah sakit."

"Ngapain kamu ke rumah sakit?" tanya Sean sambil mengangkat alis.

Tiffany bangkit, lalu mencari sesuatu di tasnya dan meletakkan beberapa botol obat pemberian Julie di atas meja. Dia membalas, "Kesehatanmu kurang baik. Aku beli vitamin untukmu."
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Naa Sa
cemburu Sean ......
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
ada yang cemburu rupanya.........
goodnovel comment avatar
Sri Umayah
sangat menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 6

    Suasana di vila menjadi menegangkan. Sean melirik beberapa botol obat di atas meja. Tebersit kilatan dingin di matanya saat berkata, "Ternyata istriku pergi ke rumah sakit demi aku. Aku malah menyalahkanmu."Tiffany tidak bodoh. Dia tentu memahami makna tersirat pada ucapan Sean. Sean memberi isyarat tangan kepada pelayan di samping. Kepala pelayan segera menghampiri dan mengambil beberapa botol obat itu.Tiffany merasa kurang percaya diri. Dia bertanya, "Kamu menyuruh kepala pelayan menyimpannya karena nggak ingin makan ya?"Tiffany bisa merasakan kekesalan pada Sean. Sean tersenyum tipis dan berujar, "Makan saja dulu."Suara Sean terdengar sangat dingin dan rendah. Hal ini membuat Tiffany merasa gugup. Sepertinya, pria ini benar-benar marah.Tiffany mengepalkan tangan dengan erat. Mereka baru menikah 2 hari, tetapi dia sudah membawakan obat untuk Sean. Apakah ini terkesan kurang pantas? Apakah Sean mengira Tiffany membelikannya obat karena tidak menyukai kondisinya?Tiba-tiba, Tiffan

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 7

    Ketika Tiffany belum tahu harus bagaimana menjelaskan, bibir Sean tiba-tiba menempel pada bibirnya. Sean menahan lengan dan tubuh Tiffany sambil menciumnya secara intens.Keintiman yang mendadak ini membuat Tiffany pusing. Dia merasa jiwanya akan diserap oleh Sean melalui ciuman ini.Sean melepaskannya, lalu tersenyum nakal dan bertanya, "Istriku, apa kamu cukup puas?"Perasaan Tiffany sungguh kacau balau. Dia mencoba melepaskan diri dari pelukan Sean, tetapi Sean menahannya dengan sangat erat. Jarak keduanya sangat dekat. Pada akhirnya, Tiffany kehabisan tenaga."Kenapa tenagamu besar sekali?" tanya Tiffany sambil mencebik. Sebelum menikah, kakek Sean jelas-jelas memberitahunya bahwa Sean sakit-sakitan sehingga Tiffany harus merawatnya dengan baik.Tiffany mengira penyakit Sean hampir sama dengan penyakit neneknya. Namun, tangan kekar yang memegang pinggang Tiffany tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa Sean penyakitan.Tiffany tampak cemberut . Sean pun tertawa melihatnya. Sean mengangk

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 8

    Suara itu terdengar sangat manis dan lembut.Saat ini, mobil berhenti. Sean berucap, "Kamu punya setengah jam untuk mengganti baju."Suara Sean terdengar rendah, tetapi Tiffany bisa mendengar kegembiraan darinya. Sepertinya pria ini tidak marah lagi.Tiffany segera turun dari pangkuan Sean dan keluar dari mobil. Begitu mengambil langkah, dia teringat pada sesuatu sehingga bertanya, "Kamu nggak ikut turun?"Sean menyunggingkan bibirnya dan bertanya balik, "Kamu bertanya seperti itu karena ingin melanjutkan permainan kita di kamar ya?"Begitu ucapan ini dilontarkan, Tiffany langsung berlari masuk ke vila.Sambil menatap sosok belakang Tiffany yang bersemangat, Sean meletakkan kedua tangannya di belakang kepalanya untuk bersandar dengan santai. Muncul pula senyuman tipis di bibirnya.Tiffany dan Rika berdebat sekitar 10 menit di ruang ganti. Pada akhirnya, mereka mencapai kesepakatan. Mereka memilih sebuah gaun berwarna merah muda yang terlihat sangat feminin.Selesai berganti pakaian, Ri

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 9

    Sorot mata Michael membuat Tiffany merasa sangat tidak nyaman. Tiffany menarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum sopan kepada Michael dan mendorong kursi roda Sean.Ketika melewati Michael, pria itu tiba-tiba menjulurkan tangan untuk menahan Tiffany dan bertanya, "Kenapa terburu-buru sekali? Kamu nggak berani bicara padaku?"Michael melipat lengannya di depan dada. Tatapannya terhadap Sean dipenuhi kebencian dan penghinaan. Meskipun begitu, dia tetap terdengar ramah saat berkata, "Sean, kenapa istrimu ini menghindar dariku? Aku rasa dia menikah denganmu karena punya motif tersembunyi."Ketika melontarkan ini, Michael diam-diam melirik payudara Tiffany dengan tatapan cabul. Tiffany sontak mengernyit dan tanpa sadar menghindar.Alhasil, tatapan Michael menjadi makin lancang. Pria ini bahkan menyunggingkan senyuman mesum dan menambahkan, "Kakek sudah tua, jadi mungkin nggak bisa menilai dengan baik. Tapi, aku punya wawasan luas. Gimana kalau kamu mengizinkan kami ngobrol sebentar? Biar ku

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 10

    Ketika berjalan melewati Michael, pria itu meremas bokong Tiffany. Tiffany benar-benar murka. Kemudian, dia buru-buru mendorong kursi roda Sean pergi.Setibanya di taman bunga, Tiffany masih merasa takut. Dia tidak menyangka dirinya akan menjadi korban pelecehan seksual, bahkan pelakunya adalah kakak sepupu suaminya. Parahnya, pelecehan semacam ini terjadi di rumah kakek suaminya."Ada yang sakit?" tanya Sean sambil mengernyit."Nggak kok." Tiffany tidak berani memberi tahu Sean apa yang terjadi. Bagaimanapun, hanya ada mereka bertiga tadi. Tidak ada gunanya Sean tahu karena Michael tidak mungkin bersedia mengaku.Situasi seperti ini hanya akan membuat anggota Keluarga Tanuwijaya merasa Tiffany bersikap tidak masuk akal. Mereka juga akan mengira Sean terlalu memanjakannya. Jadi, Tiffany lebih memilih memendam masalah ini."Aku ingin minum air." Ucapan Sean seketika menyadarkan Tiffany dari lamunannya. Tidak terlihat seorang pun pelayan di taman. Jadi, Tiffany terpaksa turun tangan."Bi

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 11

    Lulu tidak bisa berkata-kata. Prisa hanya memberitahunya bahwa dirinya diusir karena Tiffany. Dia tidak mendengar alasan spesifiknya. Ternyata Prisa mempermalukan Tiffany?Lulu menggigit bibirnya. Jika tahu alasannya seperti ini, dia tidak akan berani membahasnya. Pada akhirnya, Ronny terkekeh-kekeh dan mencairkan suasana. "Sean memang pria baik. Tiffany sudah menjadi menantu Keluarga Tanuwijaya. Nggak boleh ada pelayan yang menindasnya."Lulu hanya bisa mendengus dan tidak berbicara lagi. Darmawan pun mengalihkan topik pembicaraan dan mengobrol dengan Tiffany.Tiba-tiba, ponsel Ronny berdering. Dia melirik sekilas layar ponselnya, lalu ekspresinya memucat. Dia berkata, "Kalian mengobrol dulu. Aku mau jawab telepon.""Ya, nggak usah terburu-buru," ucap Sean dengan suara dingin.Setelah Ronny pergi, Michael berjalan masuk dengan ekspresi nakal. Setelah mengamati sesaat, dia akhirnya duduk di seberang Tiffany dan mengedipkan matanya lagi.Darmawan yang melihatnya langsung membentak denga

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 12

    Michael mengerlingkan mata sambil membalas, "Kalau aku keluar, bukankah aku akan dihajar sampai mati?"Suara Sean tetap terdengar datar. "Ternyata kamu begitu nggak punya tanggung jawab. Seingatku, Kakek baru memberimu jabatan presdir di anak perusahaan, 'kan? Masalah begini saja harus diurus oleh Kakek. Kalau para pemegang saham tahu, takutnya kamu bisa dilengserkan dari jabatanmu."Begitu ucapan ini dilontarkan, Michael tidak mungkin berkesempatan untuk mundur lagi. Lulu pun bangkit, lalu menarik Michael dan berujar dengan lantang, "Michael tentu bisa menangani masalah sepele begini. Kamu nggak perlu mengejeknya!"Tiffany mengernyit menatap Lulu yang membawa Michael keluar. Michael sama sekali tidak merasa dirinya bersalah. Tiffany yakin masalah ini akan berakhir buruk jika diatasi mereka.Tiffany berbalik, lalu mendapati Sean sedang meminum teh dengan santai. Darmawan memanggil kepala pelayan dengan ekspresi masam, lalu membisikkan sesuatu kepadanya.Setelah kepala pelayan pergi, Da

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 13

    Tangan Tiffany yang memegang kursi roda seketika menegang. Setelah mendengar semua ini, dia baru teringat bahwa tidak ada pelayan yang menghiraukan mereka sejak mereka masuk.Di bawah sinar bulan, Tiffany memandang wajah tampan Sean. Dia merasa pria ini sangat kasihan. Michael yang merupakan kakak sepupu Sean malah menghinanya karena cacat, bahkan melecehkan istrinya di hadapannya.Paman dan bibinya juga meremehkannya. Selain itu, kakek Sean .... Dulu Tiffany mengira Darmawan sangat menyayangi Sean. Jika tidak, mana mungkin dia peduli pada pernikahan Sean?Namun, setelah melihat sikap dingin Darmawan tadi, Tiffany merasa Darmawan tidak benar-benar menyukai Sean.Setelah memikirkan semua ini, hati Tiffany terasa getir. Sejak kecil, Sean telah kehilangan keluarga terdekatnya dan kerabatnya memperlakukannya dengan buruk. Dia pasti sangat sedih, 'kan?Tiffany tiba-tiba menjulurkan tangannya yang bergetar secara naluriah. Dia menyentuh tangan Sean yang dingin. Sean pun terkejut dan menggera

Latest chapter

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 573

    "Tiff." Sean mengangkat pandangannya dan menatapnya. "Dulu aku memang salah. Aku ... nggak pernah benar-benar berusaha memahami dirimu. Aku pikir, apa yang kamu tunjukkan di depanku adalah perasaan yang sesungguhnya."Tatapan Sean yang dalam kini dipenuhi penyesalan. "Seharusnya aku menyadarinya sejak awal. Dengan sifatmu yang begitu lembut, tentu saja ... kamu bersedia berpura-pura hanya demi membuatku bahagia."Sambil berkata begitu, Sean tersenyum. "Sekarang, biarkan aku yang membahagiakanmu. Apa lagi yang kamu suka, tapi belum kamu katakan padaku? Katakan saja."Tiffany menatap wajahnya yang semakin pucat. Wajahnya sendiri menjadi merah karena panik. "Jangan bicara lagi! Ikut aku kembali ke rumah sakit!"Namun, Sean malah berusaha menenangkannya. "Aku baik-baik saja.""Baik-baik saja apanya?" Suara Tiffany mulai bergetar. Dia nyaris menangis. "Kamu sendiri tahu perutmu lemah, 'kan?""Makanan pedas bisa melukai lambungmu! Dua tahun lalu kamu sakit maag, sekarang kamu malah ceroboh s

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 572

    Setelah mengatakan itu, Tiffany berbalik dan pergi bersama Sean. Begitu keluar dari pintu utama, pria yang mengenakan setelan putih dengan aksen emas itu langsung menuju ke BMW merah milik Tiffany.Tiffany mengerutkan kening dan mengikutinya. "Pak Sean, kalau kamu yang mengundang makan, kenapa aku yang harus nyetir?""Karena aku nggak familier dengan tempat ini." Pria itu menyilangkan tangan dan bersandar di mobil. "Dari pertama kali aku mendengar nama kota ini sampai sekarang, belum genap 72 jam. Kamu rasa, apa mungkin aku tahu jalan atau tahu restoran mana yang enak?”Tiffany tidak bisa merespons. Benar juga, dia sampai lupa soal itu. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia membuka pintu mobil dan duduk di kursi pengemudi. Sementara itu, Sean yang bersetelan putih duduk di kursi penumpang dengan elegan.Tiffany menarik napas dalam-dalam. "Pak Sean ingin makan apa?”"Karena aku yang mengundangmu, tentu kamu yang harus pilih. Aku nggak terlalu pemilih soal makanan."Tiffany menyipitkan mata. "

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 571

    Adegan penuh gairah yang telah lama tertunda ini tidak berlangsung terlalu lama. Meskipun tubuhnya masih menuntut lebih, Sean tahu Tiffany yang sekarang sudah berbeda.Dulu Tiffany polos dan menggemaskan, masih seorang mahasiswa, bisa sesuka hati. Sean bisa membuatnya tidak sanggup turun dari ranjang.Namun, kini dia cerdas dan dewasa. Dia adalah dokter ternama dengan status yang tidak bisa diremehkan. Sean tidak bisa terlalu menyita waktunya, apalagi merusak reputasinya."Pak Sean." Setelah selesai merapikan diri, Tiffany keluar dari toilet dengan ekspresi canggung. "Anggap saja nggak ada yang pernah terjadi.""Tapi kuharap kamu menepati janjimu dengan mendonasikan 40 miliar untuk dana medis rumah sakit kami. Nggak boleh kurang sepeser pun."Setelah mengatakan itu, dia seperti teringat sesuatu dan menatap Sean dengan datar. "Oh ya, saat menyumbangkan dana itu, tolong pastikan 30 miliar dari dana itu digunakan untuk departemen bedah jantung. Terima kasih."Sean tersenyum santai sambil

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 570

    "Sean! Kamu gila ya!" Tiffany menggigit bibirnya, menahan amarah. "Ini rumah sakit!""Tapi, di sini ada ranjang." Sean menekan tubuhnya lebih erat. Bibirnya membentuk senyuman jahil. "Apa instruksi medisnya tadi? Apa Dok Tiff bisa mengulanginya untukku?"Tiffany memaki, "Dasar nggak tahu malu!""Aku cuma bertingkah nakal padamu." Sean mencium wajahnya, lalu turun ke lehernya dan menarik jasnya. Kemudian, dia terus mengecup ke bawah. "Tiff, aku sudah menahan diri selama 5 tahun.""Sejak kamu pergi, aku nggak pernah bersama wanita lain. Kamu tahu aku selalu seperti ini. Aku telah memikirkanmu selama 5 tahun. Sekarang kita bertemu lagi dan kamu berdiri di depanku mengatakan aku harus lebih sering melakukan ini. Gimana aku bisa menahan diri?"Tiffany tidak bisa berkata-kata. Sialan! Dia harus tahu siapa dokter urologi yang bertugas hari ini! Begitu dia tahu, dia akan langsung menghajarnya!Namun, ini bukan saatnya memikirkan bagaimana menangani dokter urologi itu! Sean telah mencium sampai

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 569

    Tiffany menghabiskan sepanjang pagi menemani Sean menjalani pemeriksaan. Karena hari ini ada beberapa perusahaan yang datang untuk pemeriksaan kesehatan kolektif, staf medis di departemen medical check-up pun sangat sibuk. Akibatnya, banyak pemeriksaan Sean yang harus dilakukan langsung oleh Tiffany sendiri.Meskipun Tiffany adalah spesialis bedah jantung, dia adalah orang yang rajin dan gemar belajar. Dia memahami semua prosedur dan alat yang biasa digunakan dalam pemeriksaan kesehatan di rumah sakit.Sepanjang pagi, Tiffany seperti lebah pekerja yang sibuk. Dia membawa Sean ke berbagai ruangan pemeriksaan, berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat.Dia tidak ingin berduaan terlalu lama dengan Sean, jadi dia sengaja mempercepat semua proses pemeriksaan.Saat jam menunjukkan pukul 10 pagi, Tiffany sudah berhasil menyelesaikan seluruh rangkaian pemeriksaan Sean."Ada beberapa hasil yang baru akan keluar besok, lainnya sudah tersedia." Tiffany berdiri di depan Sean dengan ma

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 568

    "Setelah kamu pakai, bawa saja." Setelah mengatakan itu, Tiffany menambahkan dengan suara pelan, "Kalau nggak suka, dibuang juga nggak apa-apa.""Gimana mungkin aku membuangnya?" Sambil mengganti pakaian dengan elegan, Sean menyahut dengan tenang, "Ini bisa dibilang hadiah pertama yang Dok Tiff berikan kepadaku. Tentu saja aku harus menyimpannya dengan baik."Tiffany merasa konyol. "Ini hadiah pertamaku untukmu?"Jika dia tidak salah ingat, lima tahun yang lalu ketika mereka masih bersama, dia sudah sering memberi Sean hadiah.Bahkan saat pergi ke Elupa dan membelikan oleh-oleh bagi paman dan bibinya, dia juga membeli untuk Sean. Lantas, bagaimana bisa pakaian ini menjadi hadiah pertama darinya?Tiffany tertawa dingin. "Pak Sean ini terlalu sibuk sampai melupakan banyak hal. Lima tahun lalu, aku ....""Lima tahun lalu, kamu belum menjadi dokter." Sean memotong ucapannya dengan nada datar, "Lima tahun lalu, yang memberiku hadiah adalah istriku. Kini, yang memberiku pakaian adalah Dokter

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 567

    Ruangan tiba-tiba menjadi sunyi.Tiffany tertegun sejenak, lalu tanpa sadar melangkah mundur.Sudah lima tahun berlalu. Mereka sudah melalui begitu banyak hal. Namun, saat Sean berbicara demikian, jantungnya tetap saja ... berdebar kencang.Tiffany menarik napas dalam-dalam, mencengkeram erat lengan jasnya. Butuh beberapa saat sebelum Tiffany akhirnya kembali tenang.Sean menatap wajahnya yang merah, sudut bibir Sean menyunggingkan senyuman puas. Wanita ini bersikap dingin, tetapi masih memikirkannya, 'kan?Jika tidak, kenapa hanya dengan satu kalimat sederhana darinya, wajah Tiffany bisa langsung memerah dan jantungnya berdetak kencang? Hah, ini namanya menipu perasaan sendiri.Sean tersenyum tipis, melangkah santai ke lift. "Tadi katanya ada baju untukku, 'kan? Ayo."Suara berat dan serak itu menyadarkan Tiffany kembali. Tiffany menggigit bibirnya, menekan perasaan yang berkecamuk di hatinya, lalu berdeham pelan sebelum masuk ke lift.Pintu lift tertutup. Di dalam ruangan yang sempit

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 566

    "Mereka semua bilang, kalau Tuan berlutut sambil membawa bunga mawar di hadapan mereka, mereka pasti akan menangis di tempat dan langsung memaafkanmu!"Sean mengernyit saat mendengar ucapan Genta di earphone, lalu menggigit bibirnya erat-erat. "Aku akan percaya padamu sekali lagi."Setelah berkata begitu, pria itu menarik napas dalam-dalam. Dengan membawa mawar di tangannya, dia berjalan perlahan ke arah Tiffany. Dia berlutut dengan satu kaki, lalu menatapnya dengan serius. "Tiff.""Semua yang terjadi di masa lalu memang nggak bisa kita ubah, tapi tolong beri aku satu kesempatan untuk mengenalmu kembali. Kita bisa mengintrospeksi diri dan memulai dari awal."Pria itu mengangkat matanya yang hitam, menatap Tiffany dengan sungguh-sungguh. "Halo, namaku Sean."Tiffany menyipitkan matanya. Mengenal kembali? Betapa bodohnya ide ini. Kalau Sean bukan klien pentingnya hari ini, dia pasti sudah pergi.Tidak, sebelum pergi, dia harus menendangnya dulu dan berkata, "Sean, sadarlah. Aku sekarang

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 565

    "Tiffany, pasien VIP ... maksudku, tamu spesial kita sudah menunggumu di lobi lantai satu. Kamu bisa langsung ke sana."Begitu Tiffany keluar dari kamar Sanny, kepala departemen yang botak itu langsung menyambutnya dengan wajah penuh antusiasme."Semangat, ya! Pastikan kamu membuat pasien ini senang, demi kemajuan departemen kita! Nasib peralatan baru untuk kuartal berikutnya ada di tanganmu!"Tiffany tersenyum canggung, sedikit merasa tertekan dengan ekspektasi ini."Aku ... akan berusaha."Sejak Nancy meninggal, hidupnya hanya berpusat pada membesarkan Arlo dan Arlene. Dia hampir tidak pernah merawat orang lain, apalagi menjadi pemandu pribadi untuk pemeriksaan kesehatan seseorang.Baginya, ini adalah pekerjaan yang membuang waktu.Namun sekarang ...."Huf ...." Dia menghela napas panjang. Baiklah. Jika ini bisa dianggap sebagai balas budi untuk kepala departemen, dia akan melakukannya.Setelah menata kembali emosinya, Tiffany menarik napas dalam-dalam, lalu melangkah ke dalam lift.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status