Suasana di vila menjadi menegangkan. Sean melirik beberapa botol obat di atas meja. Tebersit kilatan dingin di matanya saat berkata, "Ternyata istriku pergi ke rumah sakit demi aku. Aku malah menyalahkanmu."Tiffany tidak bodoh. Dia tentu memahami makna tersirat pada ucapan Sean. Sean memberi isyarat tangan kepada pelayan di samping. Kepala pelayan segera menghampiri dan mengambil beberapa botol obat itu.Tiffany merasa kurang percaya diri. Dia bertanya, "Kamu menyuruh kepala pelayan menyimpannya karena nggak ingin makan ya?"Tiffany bisa merasakan kekesalan pada Sean. Sean tersenyum tipis dan berujar, "Makan saja dulu."Suara Sean terdengar sangat dingin dan rendah. Hal ini membuat Tiffany merasa gugup. Sepertinya, pria ini benar-benar marah.Tiffany mengepalkan tangan dengan erat. Mereka baru menikah 2 hari, tetapi dia sudah membawakan obat untuk Sean. Apakah ini terkesan kurang pantas? Apakah Sean mengira Tiffany membelikannya obat karena tidak menyukai kondisinya?Tiba-tiba, Tiffan
Ketika Tiffany belum tahu harus bagaimana menjelaskan, bibir Sean tiba-tiba menempel pada bibirnya. Sean menahan lengan dan tubuh Tiffany sambil menciumnya secara intens.Keintiman yang mendadak ini membuat Tiffany pusing. Dia merasa jiwanya akan diserap oleh Sean melalui ciuman ini.Sean melepaskannya, lalu tersenyum nakal dan bertanya, "Istriku, apa kamu cukup puas?"Perasaan Tiffany sungguh kacau balau. Dia mencoba melepaskan diri dari pelukan Sean, tetapi Sean menahannya dengan sangat erat. Jarak keduanya sangat dekat. Pada akhirnya, Tiffany kehabisan tenaga."Kenapa tenagamu besar sekali?" tanya Tiffany sambil mencebik. Sebelum menikah, kakek Sean jelas-jelas memberitahunya bahwa Sean sakit-sakitan sehingga Tiffany harus merawatnya dengan baik.Tiffany mengira penyakit Sean hampir sama dengan penyakit neneknya. Namun, tangan kekar yang memegang pinggang Tiffany tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa Sean penyakitan.Tiffany tampak cemberut . Sean pun tertawa melihatnya. Sean mengangk
Suara itu terdengar sangat manis dan lembut.Saat ini, mobil berhenti. Sean berucap, "Kamu punya setengah jam untuk mengganti baju."Suara Sean terdengar rendah, tetapi Tiffany bisa mendengar kegembiraan darinya. Sepertinya pria ini tidak marah lagi.Tiffany segera turun dari pangkuan Sean dan keluar dari mobil. Begitu mengambil langkah, dia teringat pada sesuatu sehingga bertanya, "Kamu nggak ikut turun?"Sean menyunggingkan bibirnya dan bertanya balik, "Kamu bertanya seperti itu karena ingin melanjutkan permainan kita di kamar ya?"Begitu ucapan ini dilontarkan, Tiffany langsung berlari masuk ke vila.Sambil menatap sosok belakang Tiffany yang bersemangat, Sean meletakkan kedua tangannya di belakang kepalanya untuk bersandar dengan santai. Muncul pula senyuman tipis di bibirnya.Tiffany dan Rika berdebat sekitar 10 menit di ruang ganti. Pada akhirnya, mereka mencapai kesepakatan. Mereka memilih sebuah gaun berwarna merah muda yang terlihat sangat feminin.Selesai berganti pakaian, Ri
Sorot mata Michael membuat Tiffany merasa sangat tidak nyaman. Tiffany menarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum sopan kepada Michael dan mendorong kursi roda Sean.Ketika melewati Michael, pria itu tiba-tiba menjulurkan tangan untuk menahan Tiffany dan bertanya, "Kenapa terburu-buru sekali? Kamu nggak berani bicara padaku?"Michael melipat lengannya di depan dada. Tatapannya terhadap Sean dipenuhi kebencian dan penghinaan. Meskipun begitu, dia tetap terdengar ramah saat berkata, "Sean, kenapa istrimu ini menghindar dariku? Aku rasa dia menikah denganmu karena punya motif tersembunyi."Ketika melontarkan ini, Michael diam-diam melirik payudara Tiffany dengan tatapan cabul. Tiffany sontak mengernyit dan tanpa sadar menghindar.Alhasil, tatapan Michael menjadi makin lancang. Pria ini bahkan menyunggingkan senyuman mesum dan menambahkan, "Kakek sudah tua, jadi mungkin nggak bisa menilai dengan baik. Tapi, aku punya wawasan luas. Gimana kalau kamu mengizinkan kami ngobrol sebentar? Biar ku
Ketika berjalan melewati Michael, pria itu meremas bokong Tiffany. Tiffany benar-benar murka. Kemudian, dia buru-buru mendorong kursi roda Sean pergi.Setibanya di taman bunga, Tiffany masih merasa takut. Dia tidak menyangka dirinya akan menjadi korban pelecehan seksual, bahkan pelakunya adalah kakak sepupu suaminya. Parahnya, pelecehan semacam ini terjadi di rumah kakek suaminya."Ada yang sakit?" tanya Sean sambil mengernyit."Nggak kok." Tiffany tidak berani memberi tahu Sean apa yang terjadi. Bagaimanapun, hanya ada mereka bertiga tadi. Tidak ada gunanya Sean tahu karena Michael tidak mungkin bersedia mengaku.Situasi seperti ini hanya akan membuat anggota Keluarga Tanuwijaya merasa Tiffany bersikap tidak masuk akal. Mereka juga akan mengira Sean terlalu memanjakannya. Jadi, Tiffany lebih memilih memendam masalah ini."Aku ingin minum air." Ucapan Sean seketika menyadarkan Tiffany dari lamunannya. Tidak terlihat seorang pun pelayan di taman. Jadi, Tiffany terpaksa turun tangan."Bi
Lulu tidak bisa berkata-kata. Prisa hanya memberitahunya bahwa dirinya diusir karena Tiffany. Dia tidak mendengar alasan spesifiknya. Ternyata Prisa mempermalukan Tiffany?Lulu menggigit bibirnya. Jika tahu alasannya seperti ini, dia tidak akan berani membahasnya. Pada akhirnya, Ronny terkekeh-kekeh dan mencairkan suasana. "Sean memang pria baik. Tiffany sudah menjadi menantu Keluarga Tanuwijaya. Nggak boleh ada pelayan yang menindasnya."Lulu hanya bisa mendengus dan tidak berbicara lagi. Darmawan pun mengalihkan topik pembicaraan dan mengobrol dengan Tiffany.Tiba-tiba, ponsel Ronny berdering. Dia melirik sekilas layar ponselnya, lalu ekspresinya memucat. Dia berkata, "Kalian mengobrol dulu. Aku mau jawab telepon.""Ya, nggak usah terburu-buru," ucap Sean dengan suara dingin.Setelah Ronny pergi, Michael berjalan masuk dengan ekspresi nakal. Setelah mengamati sesaat, dia akhirnya duduk di seberang Tiffany dan mengedipkan matanya lagi.Darmawan yang melihatnya langsung membentak denga
Michael mengerlingkan mata sambil membalas, "Kalau aku keluar, bukankah aku akan dihajar sampai mati?"Suara Sean tetap terdengar datar. "Ternyata kamu begitu nggak punya tanggung jawab. Seingatku, Kakek baru memberimu jabatan presdir di anak perusahaan, 'kan? Masalah begini saja harus diurus oleh Kakek. Kalau para pemegang saham tahu, takutnya kamu bisa dilengserkan dari jabatanmu."Begitu ucapan ini dilontarkan, Michael tidak mungkin berkesempatan untuk mundur lagi. Lulu pun bangkit, lalu menarik Michael dan berujar dengan lantang, "Michael tentu bisa menangani masalah sepele begini. Kamu nggak perlu mengejeknya!"Tiffany mengernyit menatap Lulu yang membawa Michael keluar. Michael sama sekali tidak merasa dirinya bersalah. Tiffany yakin masalah ini akan berakhir buruk jika diatasi mereka.Tiffany berbalik, lalu mendapati Sean sedang meminum teh dengan santai. Darmawan memanggil kepala pelayan dengan ekspresi masam, lalu membisikkan sesuatu kepadanya.Setelah kepala pelayan pergi, Da
Tangan Tiffany yang memegang kursi roda seketika menegang. Setelah mendengar semua ini, dia baru teringat bahwa tidak ada pelayan yang menghiraukan mereka sejak mereka masuk.Di bawah sinar bulan, Tiffany memandang wajah tampan Sean. Dia merasa pria ini sangat kasihan. Michael yang merupakan kakak sepupu Sean malah menghinanya karena cacat, bahkan melecehkan istrinya di hadapannya.Paman dan bibinya juga meremehkannya. Selain itu, kakek Sean .... Dulu Tiffany mengira Darmawan sangat menyayangi Sean. Jika tidak, mana mungkin dia peduli pada pernikahan Sean?Namun, setelah melihat sikap dingin Darmawan tadi, Tiffany merasa Darmawan tidak benar-benar menyukai Sean.Setelah memikirkan semua ini, hati Tiffany terasa getir. Sejak kecil, Sean telah kehilangan keluarga terdekatnya dan kerabatnya memperlakukannya dengan buruk. Dia pasti sangat sedih, 'kan?Tiffany tiba-tiba menjulurkan tangannya yang bergetar secara naluriah. Dia menyentuh tangan Sean yang dingin. Sean pun terkejut dan menggera
Tiffany mengernyit. Reaksi Conan membuatnya menyadari bahwa gadis muda yang mengenakan jeans dan kaus putih itu jelas bukan pacar Michael.Lalu, siapa dia?Orang yang bisa berdiri di sebelah Michael untuk menjemput Sean dan Sanny pulang ke rumah Keluarga Tanuwijaya, pastinya bukan orang sembarangan.Di saat Tiffany masih berpikir, pengawal bertubuh tinggi yang membawa Arlene di pundaknya sudah sampai di pintu keluar."Edy, anak siapa ini? Cantik sekali!" Pengawal yang dipanggil Edy itu hanya tersenyum tipis, lalu berjongkok dan menurunkan Arlene dengan hati-hati. "Tuan Putri, turun ya.""Oke!"Arlene langsung melompat turun dengan wajah ceria, lalu menepuk bahu Edy dengan santai. "Paman tinggi sekali! Nanti aku boleh naik lagi nggak?"Edy yang ramah mengangguk tanpa ragu. "Tentu saja, Tuan Putri."Mendengar Edy terus memanggilnya "Tuan Putri", gadis yang berdiri di hadapannya mengerutkan alis. "Tuan Putri? Anak siapa ini? Apa perlu sampai memanggilnya Tuan Putri?""Anakku." Begitu ucap
"Sstt ...." Conan menutup mulut Sanny. "Jangan bicara lagi.""Sean dan Tiffany terpisah selama ini karena dendam generasi sebelumnya. Kenapa kamu masih ungkit mereka?"Sanny mengerucutkan bibirnya dan baru terdiam.....Setelah menempuh penerbangan selama lima jam, akhirnya pesawat mereka mendarat di Bandara Kota Aven pada pukul dua siang.Orang yang datang menjemput mereka adalah Michael, ditemani seorang gadis muda yang mengenakan celana jeans dan kaus putih.Michael yang mengenakan setelan jas hitam, berdiri di dekat pintu keluar dengan beberapa pengawal di sekelilingnya. Begitu melihat Sean dan yang lainnya keluar, dia segera memimpin para pengawal untuk mendekat.Sebagian pengawal langsung bergerak, ada yang membantu mendorong ranjang rumah sakit untuk Sanny, ada yang mengurus barang bawaan.Salah satu pengawal berjongkok dan menatap Arlene sambil bertanya dengan suara ramah, "Tuan Putri, mau naik ke pundak?"Arlene yang penuh semangat langsung menoleh ke Tiffany dengan mata berbi
Tiffany tidak pernah menyembunyikan identitas asli kedua anaknya.Bagaimanapun, wajah Arlo sudah jelas menunjukkan segalanya. Bahkan jika dia bersikeras mengatakan bahwa Arlo bukan anak Sean, tidak akan ada yang percaya.Namun, kedua anak ini dibesarkan olehnya seorang diri. Hubungannya dengan Sean sekarang juga tidak lebih dari sekadar teman yang sedikit lebih dekat. Jadi, saat Sanny tiba-tiba menyuruh anak-anaknya menggunakan marga Tanuwijaya, Tiffany hanya merasa hal itu benar-benar menggelikan.Apa mereka mengira karena dia orang yang sabar, jadi dia akan membiarkan anak-anaknya masuk ke dalam kendali Keluarga Tanuwijaya begitu saja?Melihat ekspresi Tiffany yang mulai kesal, Sean mengernyit dan mengangkat tangan untuk menahan tangan Sanny."Kak, anak-anak ini dilahirkan Tiffany. Selama lima tahun ini, dia membesarkan mereka sendiri dengan penuh perjuangan. Jadi, soal nama belakang atau apa pun, itu keputusannya."Sanny mengerutkan alisnya. Bukan berarti dia tidak menghargai semua
Namun, dia selalu mengira bahwa kedua anak ini adalah milik Xavier ....Seketika, Zion langsung menepuk jidatnya. "Seharusnya aku sadar dari awal!"Sean memperlakukan Tiffany dengan begitu baik hingga membuat orang lain iri dan Tiffany pun selalu menatap Sean dengan penuh perasaan .... Dia seharusnya sudah menyadari sejak awal bahwa mereka memang sepasang kekasih!Melihat ekspresi Zion yang tiba-tiba menyadari sesuatu, Tiffany hanya tersenyum samar, lalu menepuk bahunya dengan santai. "Jangan kepo.""Sekarang kamu sudah kembali kerja, fokus sama kerjaanmu sendiri. Oh ya, ngomong-ngomong, utang 100 juta yang kamu pinjam dariku, kapan rencananya mau dibayar?"Ekspresi Zion langsung berubah muram. "Dok Tiff, masa kamu masih ingat soal utang itu ...."Tiffany menjawab dengan serius, "Tentu saja. Uang 100 juta itu aku dapatkan dari kerja keras sedikit demi sedikit."Mana mungkin dia bisa melupakannya!Zion tertawa kecil. "Tapi, bukannya Pak Sean kaya sekali? Kenapa Dokter Tiffany masih mau
"Hore, ada yang enak!" seru Arleen sambil melompat kegirangan.Arlo meliriknya sinis, "Dasar norak."Tiffany dan kedua anaknya berjalan keluar dari taman kanak-kanak sambil bercanda dan tertawa.Sementara itu, Sean duduk di dalam mobil dan menatap melalui jendela yang sedikit terbuka. Matanya tertuju pada Tiffany yang menggandeng kedua anak mereka sambil berjalan keluar dari dalam gedung. Di dalam hatinya, muncul perasaan bahagia dan kebanggaan.Tiffany-nya telah tumbuh dewasa.Sekarang, dia sudah menjadi ibu yang baik.Anak-anak yang digenggamnya adalah harapan mereka berdua di kehidupan ini.Sean yang tidak bisa menahan gejolak hatinya, melangkah mendekat dan langsung mengulurkan tangan untuk memeluk Tiffany."Pak Sean." Arlo menghalangi di depan Tiffany dengan sigap, "Anda belum boleh meluk Mama-ku ....""Aku ...."Sebelum Arlo menyelesaikan ucapannya, Sean telah berjongkok dan memeluknya. "Aku tahu, kalau mau meluk Mama kamu, aku harus peluk kamu dulu."Suara Sean yang rendah serta
Tiffany tidak ingin merasakannya! Meskipun begitu, saat dia menutup matanya, dia tetap merasa senang.Pria ini memiliki hasrat yang begitu kuat, tetapi demi dirinya, dia sanggup menahan diri selama lima tahun. Jika ini terjadi pada orang lain, Tiffany pasti akan berseru heboh, ini cinta sejati! Menikah!Namun, hubungan antara dirinya dan Sean .... Pada akhirnya, dia menarik napas dalam-dalam, lalu memeluknya erat. "Sean, menurutmu, kita masih punya kemungkinan?"Pria itu mengecup bibirnya. "Selama kamu menginginkannya.""Lalu, kalau aku nggak menginginkannya?""Kalau begitu, aku akan mengejarmu sampai kamu berubah pikiran."....Sore harinya, Sean pergi bersama Tiffany untuk menjemput Arlo dan Arlene dari taman kanak-kanak."Wow! Bu Tiffany, itu suamimu? Ganteng banget!""Selama ini Bu Tiffany selalu bilang dia nggak punya suami. Aku sampai mengira kamu ibu tunggal. Ternyata suamimu seganteng ini?""Iya, pantas saja Arlo seganteng itu. Lihat saja, dia mirip sekali dengan ayahnya!""Ben
"Sean, dasar licik!" Setelah melontarkan kata-kata itu dengan marah, Cathy menarik tangan Mason, lalu berbalik dan pergi dengan kesal menggunakan sepatu hak tingginya.Melihat punggungnya yang menjauh, tiba-tiba Tiffany merasakan kepuasan yang luar biasa dalam hatinya. Dia menoleh, melirik Sean, lalu tersenyum padanya. "Terima kasih.""Untuk apa berterima kasih padaku?" Pria itu melangkah masuk, menutup pintu dengan santai, lalu menatapnya dengan senyuman tipis. "Lagian, aku pernah bilang kalau aku nggak suka ucapan terima kasih yang cuma sebatas kata-kata."Tiffany menggigit bibirnya. Entah apa yang merasukinya, dia tiba-tiba melangkah maju, berjinjit, dan mengecup bibir pria itu.Saat bibir lembutnya menyentuh bibir Sean yang dingin, keduanya terkejut sejenak. Seperti ada aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubuh mereka.Jantung Tiffany mulai berdetak kencang, wajahnya memanas dan memerah. Kemudian, dia baru menyadari bahwa dirinya baru saja melakukan sesuatu yang tak seharusnya
"Kamu bilang, kebiasaan seperti ini menjijikkan atau nggak?"Tiffany menarik napas dalam-dalam, lalu langsung membuka pintu lebar-lebar. "Kalau kalian datang ke sini cuma untuk menghinaku, silakan angkat kaki dari sini.""Hidup seperti apa yang kujalani, pilihan apa yang kubuat, itu adalah urusanku sendiri, nggak ada hubungannya dengan kalian."Setelah mengatakan itu, dia tersenyum dingin. "Atau mungkin kalian sudah nggak sabar aku kembali ke Keluarga Japardi dan bersaing dengan kalian untuk mendapatkan hak waris?"Cathy tersenyum. "Tiffany, lihat cara bicaramu. Kalaupun kami nggak datang, memangnya kamu akan menyerahkan hak warismu?""Jangan bercanda. Kalau kamu benar-benar bisa melepaskannya, kenapa di konferensi pers kemarin kamu masih menyembunyikan kebenaran tentang apa yang terjadi saat itu?"Tiffany juga tersenyum. "Kalau kamu sudah tahu aku nggak akan menyerah, untuk apa repot-repot melakukan hal yang nggak berguna seperti ini? Atau kamu pikir dengan mempertaruhkan profesi dan
Setelah kembali dari rumah sakit, Tiffany mulai berkemas.Meskipun sebelumnya Sean mengatakan bahwa dia akan membawa anak-anak sehari lebih lambat dari yang dijadwalkan, mengingat sifatnya yang seenaknya, Tiffany merasa dia lebih baik membawa lebih banyak pakaian sebagai persiapan.Saat dia selesai mengemas pakaian dan barang-barang untuk kedua anaknya serta dirinya sendiri, waktu sudah menunjukkan pukul 1.30 siang.Dia menarik napas dalam-dalam. Ketika hendak berbaring untuk beristirahat sejenak, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang tergesa-gesa dari luar.Tiffany mengernyit, mengira itu adalah Sean. Dia bangkit dengan sedikit rasa kesal untuk membuka pintu.Bagaimanapun, hanya sedikit orang yang mengetahui alamat rumahnya. Xavier jarang datang ke sini, sedangkan Julie selalu menghubunginya terlebih dahulu jika ingin mengajaknya keluar. Jadi, satu-satunya orang yang bisa datang tanpa pemberitahuan seharusnya hanya Sean."Hai." Begitu pintu terbuka, ternyata orang yang berdiri